Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HADITS TARBAWI
MEMAHAMI PENDIDIKAN KELUARGA
Dosen Pembimbing: Dr. Saiful Bahri, Lc., MA

MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS


HADITS TARBAWI
PRODI PAI K

Disusun Oleh Kelompok :


Hibatin wafiroh
Retno Ayu Kartiko Sari
Sayyidah wafidah
Febi Ananda Putri

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala, karena hanya dengan dan karunia-Nya, kami
masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Rasulullah Shalallahu’alaihi wasalam, atas perjuangan
beliau (Rasulullah) kami dapat merasakat nikmatnya islam. Alhamdulillah, juga kami tidak lupa
pula mengucapkan terimakasih kepada bapak Saiful yang dengan sabar membimbing kami
khususnya pada mata kuliah Hadits Tarbawi, sehingga kami dapat mengerti sebagai mana
mestinya.
Makalah ini ditulis dan disusun agar para pembaca dapat mengambil mutiara-mutiara ilmu
dri pokok pembahasan yang dituliskan dalam hal ini berkenaan dengan seberapa pentingnya
peranan akhlaq yang baik dalam mempengaruhi peradaban masyarakat. Makalah ini ditulis dan
disusun oleh kami dengan berbagai referensi, baik itu yang datangnya dari kami pribadi atau pun
dari pemikiran orang lain. Namun, dengan penuh kesabaran dan tentunya pertolongan Allah
subhanahu Wata’ala, akhirnya makalah ini bisa terselesaikan. Semoga makalah ini dapat menjadi
manfaat bagi para pembaca, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum khususnya kepada kami.
Dan dengan kerendahan hati kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
tambahan ilmu yang lebih luas kepada pembacanya. Akhir kata lembaran ini kami mohon maaf
jika makalah ini nantinya terdapat kekurangan pada penulisan atau pendapat yang kurang
berkenan bagi anda semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................... iii
A. Latar belakang. .............................................................................................................................. iii
A. Rumusan masalah .......................................................................................................................... iii
B. Tujuan penulisan ........................................................................................................................... iii
BAB II .......................................................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 1
A. Subtansi pendidikan keluarga ....................................................................................................... 1
B. Cara dan fungsi pendidikan keluarga ........................................................................................... 4
C. Tafsir tematik QS. At-Tahrim ayat 6 ............................................................................................ 6
BAB III......................................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang.

Pendidikan keluarga merupakan bagian dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Sebagaimana
dikatakan oleh Ki Hajar Dewantoro, bahwa keluarga merupakan salah satu dari tri pusat
pendidikan, yang meliputi: keluarga, sekolah, dan organisasi pemuda. Pendidikan keluarga adalah

usaha sadar yang dilakukan orang tua, karena mereka pada umumnya merasa terpanggil (secara
naluriah) untuk membimbing, mengarahkan, membekali dan mengembangkan pengetahuan nilai
dan keterampilan bagi putra putri mereka sehingga mampu menghadapi tantangan hidup di masa

yang akan datang.

A. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :

A. Apa yang di maksut Substansi pendidikan keluarga


B. Bagamana Cara dan fungsi pendidikan keluarga
C. Apa yang di maksut Tafsir tematik surah at-Tahrim : 6

B. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

A. Apa yang di maksut Substansi pendidikan keluarga


B. Bagamana Cara dan fungsi pendidikan keluarga
C. Apa yang di maksut Tafsir tematik surah at-Tahrim : 6

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subtansi pendidikan keluarga

Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az
Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda

‫ع ْنهُ قَا َل‬ َّ ‫ي‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ُه َر ْي َرة َ َر‬ َ ‫الرحْ َم ِن‬ َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ع ْن أ َ ِبي‬
َ ‫سلَ َمةَ ب ِْن‬ َ ِ ‫الز ْه ِري‬ ُّ ‫ع ْن‬ َ ‫ب‬ ٍ ْ‫َحدَّثَنَا آدَ ُم َحدَّثَنَا اب ُْن أ َ ِبي ِذئ‬
َ ‫َص َرا ِن ِه أ َ ْو يُ َم ِج‬
‫سا ِن ِه َك َمث َ ِل‬ ْ ‫علَى ْال ِف‬
ِ ‫ط َر ِة فَأ َ َب َواهُ يُ َه ِودَا ِن ِه أ َ ْو يُن‬ َ ُ‫سلَّ َم ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَد‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫قَا َل النَّ ِب‬
َ ‫ْال َب ِهي َم ِة ت ُ ْنت َ ُج ْال َب ِهي َمةَ ه َْل ت ََرى ِفي َها َج ْد‬
‫عا َء‬

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?" (HR.
Bukhari: 1296)

Makna Hadis di atas mengisyaratkan adanya relasi kausalitas antara anak dan orangtua,
eksistensi anak ditentukan oleh pola relasi yang dibangun oleh orangtua sejak dalam asuhan
keluarga, anak akan tumbuh menjadi pribadi sebagaimana pola asuh yang diberikan oleh
orangtuanya. Dalam konteks pendidikan keluarga, segala yang diberikan oleh orangtua, baik
berupa pendidikan langsung atau tidak langsung (keteladanan), pengalaman etika dan moralitas
keluarga menentukan kualitas anak di masa depannya.

Disebutkan dalam sebuah kisah, tiga orang shahabat Nabi yang bernama ‘Abdurrahman bin
Sahl, Huwaishah bin Mas’ud dan Muhaishah bin Mas’ud mendatangi Nabi untuk mengadukan
suatu permasalahan. Setelah sampai dihadapan beliau, mulailah ‘Abdurrahman bin Sahl
berbicara dan dia adalah yang paling muda di antara mereka.
1
Maka Nabi pun menegurnya seraya bersabda, ‫“ك َِب ْر ْال ُكب َْر‬Hormatilah yang lebih tua.” Yahya –salah
seorang perawi hadits ini– menerangkan, “Hendaknya yang memulai berbicara adalah yang lebih
tua.” (HR. al-Bukhari no. 5677 dari shahabat Rafi’ bin Khadij dan Sahl bin Abi Hatsmah)

Maksud Hadist di atas mengajarkan pendidikan etika atau akhlakul karimah kepada anak
yaitu dengan memberikan penghormatan kepada orang yang lebih tua. Adapun penghormatan
tersebut dapat berupa banyak hal salah satunya adalah mendahulukan (yang lebih tua) dalam
berbagai urusan, termasuk mendahulukan dalam berbicara, dalam memulai suatu perkara, dalam
memberikan pertimbangan, dan sebagainya. Sebenarnya anak atau seorang yang lebih muda
memiliki hak yang sama untuk berbicara dan bersikap namun dan diskursus moralitas dan
akhlakul karimah orang yang lebih mudah sepatutnya mengedepankan yang lebih tua sebagai
bentuk penghormatan. Sebagaimana diceritakan dalam sebuah kisah di zaman Umar bin Abdul
Aziz baru diangkat sebagai khalifah, para juru bicara delegasi dari berbagai negeri berdatangan
untuk megucapkan selamat, satu persatu juru bisacara tersebut maju kemudian sampai pada
giliran pemuda delegasi dari Bani Hasyim untuk mengucakan selamat, namun melihatnya masih
terbilang muda kemudian Khalifah Umar berkata;

‘’Biarkanlah yang maju berbicara orang yang lebih tua daripada kamu. Namun pada kesempatan
lain anak atau seorang yang lebih muda boleh mendahuli yang lebih tua jika mendapat
penghargaan atau izin dari yang lebih tua.Kemudian Imam Ghazali menegaskan bahwa anak
merupakan amanat ditangan kedua orangtuanya. Anak (hati) ibarat mutiara suci yang masih
mentah, belum mendapat tindakan dan perlakuan termasuk dipahat atau dibentuk dalam model
apapun. Anak dapat dimodifikasi menjadi apapun sesuai kehendak orangtua yang mengasuh,
anak akan tumbuh menjadi pribadi yang condong kepada suatu hal itu juga juga tergantung
pendidikan kedua orangtua, apabila anak dibiasakan dengan kebaikan maka ia akan tumbuh
menjadi pribadi yang baik (sebagaimana pembiasaannya). Namun sebaliknya apabila anak
dibiasakan dengan keburukan dan dilalikan maka ia akan celaka dan binasa. Dosanya akan
melilit leher orang yang seharusnya bertanggung jawab atasnya dan menjadi walinya (Abdul,
2009: 46). ‘’

Ibnu Qayyim menyatakan; barang siapa dengan sengaja tidak mengajarkan hal-hal yang
bermanfaat kepada anaknyadan meninggalkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan

2
kejahatan besar.Kerusakan anak kebanyakan berasal dari perlakuan orangtua yang abai dan tidak
mengajarkan kebaikan dan nilai-nilai keagamaan, sehingga setelah dewasa anak tidak dapat
menjadi pribadi yang mampu memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, orangtua, dan orang-
orang di lingkungan sekitarnya. Kemudian bukan suatu yang mustahil jika suatu saat setelah
anak tumbuh dewasa akan meninggalkan, melalaikan, dan tidak menghiraukan keadaan
orangtuanya, hal tidak lain merupakan akibat dari pembelajaran yang telah orangtuanya berikan
sejak masih dalam asuhan keluarga. Hal itu terjadi tidak dapat dikatakan sebagai tindakan balas
dendam melainkan perilaku itu anak peroleh dari pengalaman yang ia terima dari orangtuanya
kemudian diinternalisasi sehingga menjadi kepribadian yang eksklusif, tidak menghiraukan
apapun kecuali dirinya sendiri sehingga berakibat pada tindakan pengabaian terhadap kedua
orangtuanya sekaligus.

Terdapat beberapa kewajiban dasar orangtua terhadap anaknya, antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai pemelihara dan pelindung, orangtua memiliki peran sebagai pemelihara dan
pelindung bagi anak-anaknya baik dalam aspek moril maupun materil. Orangtua adalah pemimpin
bagi anak-anaknya sehingga perilaku orangtua harusmencerminkan kepemimpinan yaitu harus
memperlakukan anak dengan baik, memberikan pendidikan dan teladan yang baik, serta
mempertanggungjawabkan segala yang telah diberikan kepada anaknya.Tidak hanya pendidikan,
orangtua juga sebagai lindung sehingga berkewajiban memberikan rasa nyaman dan menjamin
keamanan serta keselamatan anak dari berbagai bahaya (fisik/psikologis).Orangtua tidak boleh
memaksakan kehendak untu sesuatu yang tidak dikehendaki anak, atau memaksakan sesuatu yang
di luar kemampuan anak sebab itu akan berakibat fatal pada perkembangan anak, kemudian
orangtua juga harus berhati-hati supaya tidak menahan anak dari semua kebutuhannya, misalkan
makan, minum, muntah, buang air besar/kecil, dan kebutuhan dasar lainnya, sebab secara medis itu
dapat berakibat buruk pada kesehatan anak, namun secara psikologis anak akan terbiasa lalai atau
menundanunda melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
2. Sebagai Pendidik,mendidik anak bukanlah perkara mudah yang dapat dilakukan dengan
serampangan dan pekerjaan mendidik tidak bersifat sampingan karena profesi pendidik (dalam
konteks keluarga) merupakan pekerjaan pokok yang harus dipenuhi oleh orangtua kepada seorang
anak sebagai bimbingan dasar menuju masa depan yang naik. Sedangkan dalam pandangan Islam
lebih jauh dari itu, kewajiban memberikan pendidikan tidak hanya diorientasikan untuk kebutuhan

3
masa depan anak Wardatul Asfiyah dan Lailul Ilham (duniawi) melainkan sebagai tanggungjawab
orangtua kelak setelah di akhirat (ukhrawi). Bahkan dalam Al-Qur’an (Al-Tahrim) disebutkan
bahwa mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang wajib ditunaikan oleh orangtua, sebab
jika tidak maka kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Kemudian sahabat Ali Ibnu Abu Thalib
ra. mengatakanbahwa cara untuk sampai kearah itu (syurga) adalah dengan mendidik dan mengajari
mereka (anak). Dengan demikian, berarti tugas mengajar, mendidik dan memberikan tuntunan sama
artinya dengan upaya meraih syurga, dan sebaliknya jika menelantarkan sama artinya dengan
menjerumuskan diri kedalam neraka (Rahman dan Jamal, 2005: 17).1

B. Cara dan fungsi pendidikan keluarga

setiap anak memiliki potensi, orangtualah dengan bijak mengoptimalkan potensi yang
telah diberikan Allah Swt. Hal ini juga dipertegas dalam firman Allah dalam At-Tahrim
AYAT 6 .
ٌ ‫علَ ْي َها َملََٰٓئِ َكةٌ ِغ َل‬
‫ظ ِشدَادٌ ََّّل‬ َ ُ ‫ارة‬ َ ‫اس َو ْٱل ِح َج‬ ً ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬
ُ َّ‫َارا َوقُودُهَا ٱلن‬ ۟ ُ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
َ ُ‫وا قُ َٰٓو ۟ا أَنف‬
َ‫ٱَّللَ َما َٰٓ أ َ َم َر ُه ْم َويَ ْف َعلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬
َّ َ‫صون‬ ُ ‫يَ ْع‬
‛ Hai orang - orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu,penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar,keras,dan tidak mendurhakai allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ‛

Ayat di atas mempunyai makna bagaimana tanggung jawab orangtua untuk mendidik
anaknya agar terhindar dari sisksaan api neraka, dengan cara mengarahka, mendidik dan
mengajarkan anak-anaknya. Orangtua harus mampu menerapkan pendidikan yang bisa
mempunyai prinsip untuk menjalankan hidupnya dengan positif.
Fungsi dan cara mendidik anak antara lain sebagai berikut :
1. Mendidik Melalui Keteladanan Konsep keteladanan dalam sebuah pendidikan
sangatlah penting dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya dalam
membentuk aspek moralitas, spritual, dan etos sosial anak. Pentingnya keteladanan

1
http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/hisbah/article/download/1343/1150

4
dalam mendidik anak menjadi pesan kuat dari Alquran. Sebab keteladan adalah
sarana penting dalam pembentukkan karakter seseorang. Satu kali perbuatan yang
dicontohkan lebih baik dari seribu kata yang diucapkan. Ditambah lagi anak anak
akan mudah meniru apa pun yang dilihatnya. Sebagaimana Allah juga memberikan
contoh-contoh Nabi atau orang yang bisa kita jadikan suri teladan dalam kehidupan
atau peringatan agar kita jadikan suri teladan dalam kehidupan atau peringatan agar
kita tidak menirunya. Sebagaimana firmanNya:

‛ Sesungguhnya pada nereka itu( Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu
yaitu vagi orang-orang yang mengharapkan pahala dan keselamatan pada hari
kemudian.dan barang siapa yang berpaling maka sesungguhnya Allah dialah yang maha
kaya lagi maha terpuji ‛ (Q.S. Al - Mumtahanah /60:6)

2. Mendidik Melalui Perhatian Anak anak mengalami beberapa fase untuk menjadi
manusia dewasa, anak memerlukan perhatian khusus dalam masalah emosi. Perhatian
tulus yang diberikan orangtua kepada anaknya ibarat air hujan yang memadamkan
kobaran
3. Mendidik Melalui Curhat Seorang anak yang mulai menginjak remaja begitu cepat
mengalami perubahan fisik dan psikis sehingga mengundang kebingungan dan
kegelisahan. Disinilah pentingnya teman curhat bagi anak, saat seperti ini adalah
kesempatan bagi orangtua untuk melatih kemampuan anak untuk menyampaikan
pendapat dengan secara asertif. Dan yang terpenting meskipun secara posisi orangtua
lebih tinggi dari anak, hendaklah sesekali orangtua mengalah dan mau mendengarkan
keluhan anak
4. Mendidik Melalui Cerita dan Kasih Bercerita merupakan salah satu cara yang baik
sekali untuk berbagai pengalaman imajinatif dengan anak-anak dan memperluas
cakrawala mereka. dan ibu menyampaikan pesan –pesan agama secara menyenagkan,
ringan dan mudah, maka anak mengakrabinya tanpa beban. Sebaiknya orangtua
mengakrabkan anakanaknya dengan kisah para nabi dan para sahabat.
5. Mendidik Melalui Penghargaan dan Hukuman Islam sebagai agama yang mengajarkan
kebaikan dan kemashalatan pada umat manusia, menyarankan penggunaan kedua metode

5
tersebut sebagai alternatif dalam mendidika anak. Secara etimologis bahasa Arab, reward
(ganjaran) diistilahkan dengan tsawab . Kata ini banyak ditemukan dalam Alquran,
khususnya ketika membicarakan tentang apa yang akan diterima oleh seseorang, baik di
dunia maupun akhirat. Sedangkan punishment (hukuman) di dalam bahasa Arab di
istilahkan dengan ‘iqab. Alqur’an memakai kata iqab sebanyak 20 kali dalam 11 surat
Penggunaan teknik ini dilakukan oleh Rasulullah saw., ketika memuji cucunya, al-Hasan
dan al Husein yan menunggaangi punggungnya seraya beliau berkata,‛ sebaik - baiknya
unta adalah unta kalian, dan sebaik - baik penunggang adalah kalian . Dengan
memberikan suatu materi Rasulullah telah mengajarkan kepada kita,‛saling memberi
hadiahlah kalian,niscaya kalian saling mencintai. Dari ajaran tersebut dapat diaplikasikan
oleh orangtua untuk mengetahui apa yang disukai dan diharapkan oleh anaknya, sehingga
hadiah yang diberikan dapat berbedabeda sesuai dengan kondisi dan keadaan anaknya
6. Mendidik Melalui Bermain Dunia anak adalah dunia bermain, ungkapan ini
menunjukkan bahwa bermain dapat dijadikan salah satu metode dalam mendidik anak.
Konsep ini dapat menjadi sarana untuk memciptakan ikatan antara anak dan orangtua dan
yang pasti kesabaran dan memberikan kesempatan anak bermain dan berkreatifitas harus
dimiliki orangtua.2

C. Tafsir tematik QS. At-Tahrim ayat 6

‫علَ ْي َها‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬


َ ُ ‫ارة‬ ُ َّ‫َارا َوقُودُهَا الن‬ ً ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬
َ ُ‫ظ ِشدَاد ٌ ََّل ’ َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا قُوا أ َ ْنف‬
ٌ ‫َم َل ِئ َكةٌ ِغ َل‬
َ‫َّللاَ َما أ َ َم َر ُه ْم َو َي ْف َعلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬
َّ َ‫صون‬ ُ ‫يَ ْع‬
…Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS. At-Tahrim, 66:6]

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (Ilyas, 1995:18) berpendapat bahwa yang amat dibutuhkan di dalam
mendidik anak adalah memperhatikan masalah akhlaknya.

2
http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/JP/article/download/577/516

6
Sedangkan Sayyid Qutub (Ilyas, 1995:12) menjelaskan bahwa maksud dari memelihara dirinya
kemudian keluarga dalam surah At- Tahrim ayat 6 tersebut adalah hendaklah para orang tua
muslim benar-benar menjaga dirinya kemudian keluarganya termasuk anak dari api neraka itu
dengan melalui pendidikan dan pengajaran, serta menumbuhkan mereka agar berakhlak mulia
dan menunjukkan mereka kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan mereka Tafsir
(2008: 25) menyatakan bahwa pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Dengan
demikian pendidikan dalam arti luas adalah kehidupan dan kehidupan adalah pendidikan.

Demikian pentingnya pendidikan keluarga tersebut, maka dalam Islam diposisikan sebagai suatu
kewajiban yang bernilai ibadah yang harus dilaksanakan oleh para orang tua Muslim yang
mendambakan anaknya menjadi anak yang saleh atau anak yang berkepribadian muslim. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya ikhtiar yang optimal dari para orang tua.

Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Al-Quran Surah Al-Tahrim Ayat 6, Seorang
muslim dalam arti yang sesungguhnya akan merasa tersentuh jiwanya apabila ia memperhatikan
dan berusaha memahami secara mendalam firman Allah Swt. dalam surah Al-Tahrim ayat 6.
Sebab di dalamnya terkandung berbagai hikmah yang bernilai pedagogis untuk dilaksanakan
dalam pendidikan di lingkungan keluarganya. Firman Allah `Azza wa Jall itu berbunyi,

...Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. Sehubungan dengan firman Allah `Azza wa Jall dalam
surah AlTahrim ayat 6 tersebut, Baihaqi (1996:38) menjelaskan sebgai berikut. ...Setiap manusi
Mukmin dibebani kewajiban dan tanggung jawab memelihara diri dan keluarganya dari api. Api
adalah sesuatu yang mempunyai kekuatan membakar. Oleh karena itu, ia dapat menghanguskan
dan menyengsarakan. Secara fisik bisa menghanguskan tubuh. Secara psikis bisa berkonotasi
membuat diri dan jiwa menderita atau sengsara laksana dibakar.

Pernyataan di atas dipertegas sabda Nabi Saw. Yang berbunyi: ‫والرجل رال في أهلي ومسوهول عون‬
)‫… رعيتوووو والموووورأة راعيووووة فووووي بيووووو زوجهوا ومسووهول عوون رعيتهووا (رواه البخاري‬Suami
bertanggung jawab memelihara keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal

7
itu. Isteri bertanggung jawab di rumah suaminya dan ia akan dimintai pula pertanggungjawaban
dalam hal itu. [HR. Bukhari].

Hadits di atas menjelaskan bahwa manusia, baik laki-laki maupun perempuan dibebani tanggung
jawab atas keselamatan diri, anak, harta, dan segala sesuatu yang menjadi miliknya atau yang
diamanahkan kepadanya.

Dalam hal ini, orang tua berfungsi sebagai pendidik kodrati dalam pendidikan keluarga. Firman
Allah `Azza wa Jall dalam surah Al-Tahrim ayat 6 itu mengindikasikan pula perlunya aspek
pendidikan agama yang harus ditanamkan kepada keluarga. Adapun inti pendidikan agama itu
adalah keimanan, sedangkan realisasi keimanan itu adalah ketakwaan. Dengan demikian jelaslah
bahwa iman dan takwa merupakan saru kesatuan yang utuh yang satu sama lain saling
melengkapi dalam pendidikan keluarga.3

3
https://ejournal.upi.edu/index.php/MetodikDidaktik/article/download/7683/4943

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas bahwa pendidikan keluarga merupakan tanggungjawab orang tua
kepada anak, sebab anak merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, dirawat dan
diperhatikan segala kebutuhannya, baik jasmani maupun rohani. Hal tersebut dikarenakan
ketidakmampuan seorang anak dalam memelihara dirinya seorang diri. Sebab sejatinya anak
terlahir dalam kondisi serba tidak berdaya, belum mengerti apa-apa dan belum dapat menolong
dirinya, oleh sebab itu ia bergantung kepada orang-orang terdekatnya terutama kedua orang
tuanya.

B. Saran

Saran dari penulis adalah didiklah anak – anak dengan sebaik baiknya sebagai contoh dengan :

a) Mengenalkan anak akan perannya di antara sesama manusia dan tanggungjawab pribadinya di
dalam hidup.

b) Mengenalkan anak-anak terhadap interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata
kehidupan.

c) Mengenalkan anak tentang memahami hikmah akan terciptanya alam serta bagaimana cara
memanfaatkannya.

d) Mengenalkan anak akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya

9
DAFTAR PUSTAKA

 https://ejournal.upi.edu/index.php/MetodikDidaktik/article/download/7683/4943
 http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/JP/article/download/577/516

 http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/hisbah/article/download/1343/1150

10

Anda mungkin juga menyukai