Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TAFSIR AYAT TARBAWI

Tentang

TERMINOLOGI PENDIDIKAN DALAM ALQUR’AN (TARBIYAH;

TA’LIM’ TA’DIB DAN TAZKIYAH)

Dosen Pengampu : Muhammad Amin Qodri Syahnaidi, M.Pd.

Disusun Oleh:

M. Akmal Fikri (206230012)

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT, yang dengan rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Segala puji bagi-Nya atas segala karunia-Nya yang tiada henti mengalir kepada
kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan
makalah ini. Tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, kami tidak akan
mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. Khususnya, kami ingin
menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para dosen yang telah memberikan
arahan, masukan, dan pembimbingan yang sangat berharga bagi kami. Dedikasi
mereka dalam membimbing kami tidak hanya meningkatkan pengetahuan kami,
tetapi juga menginspirasi kami untuk terus belajar dan berkembang.
Kami menyadari bahwa setiap hasil karya pasti memiliki kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, kami mengajukan
permohonan maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Kami
berharap agar pembaca dapat memaklumi dan menerima makalah ini sebagai hasil
usaha kami yang terbaik. Meskipun demikian, kami berkomitmen untuk terus
belajar dan meningkatkan kualitas karya kami di masa yang akan datang. Dengan
demikian, kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat dalam bidang ilmu yang kami teliti, serta menjadi landasan untuk
penelitian lebih lanjut di masa depan. Terima kasih atas perhatian dan
pengertiannya.

Jambi, Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Tarbiyah ............................................................................................... 3
B. Ta’lim ................................................................................................... 4
C. Ta’dib ................................................................................................... 7
D. Tazkiyah ............................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 12
A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Saran.................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konteks zaman yang serba dinamis dan kompleks seperti saat ini,
pemahaman terhadap nilai-nilai spiritual dan moralitas menjadi semakin
penting. Kehidupan modern sering kali menghadirkan tantangan-tantangan yang
membutuhkan pandangan yang kokoh dan prinsip-prinsip yang kuat untuk
menghadapinya. Dalam Islam, terdapat konsep-konsep yang kaya akan makna
dan relevan untuk membimbing individu dalam menavigasi kehidupan sehari-
hari. Konsep-konsep seperti Tarbiyah (pembinaan), Ta'lim (pengajaran), Ta'dib
(pembentukan karakter), dan Tazkiyah (penyucian jiwa) memberikan landasan
yang kokoh bagi pengembangan diri yang holistik, baik secara spiritual maupun
moral. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk menjelajahi konsep-konsep
tersebut, menggali maknanya, dan merenungkan bagaimana penerapannya dapat
membantu individu dalam mencapai kesempurnaan sebagai manusia yang
dikehendaki dalam ajaran Islam.
Dalam menghadapi dinamika kehidupan yang kompleks ini, pemahaman
mendalam terhadap ajaran Islam dapat memberikan pandangan yang lebih luas
dan mendalam tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna dan
berarti. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep-konsep seperti
Tarbiyah, Ta'lim, Ta'dib, dan Tazkiyah, individu dapat merancang pola pikir dan
tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman yang diwariskan. Selain itu,
pemahaman ini juga dapat membantu individu untuk mengatasi berbagai
tantangan dan cobaan dalam kehidupan dengan lebih teguh dan penuh
keyakinan. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep tersebut dan
merangsang pembaca untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai ini dapat
diaplikasikan dalam konteks kehidupan modern yang kompleks.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Tarbiyah dalam Islam?
2. Apa pengertian dan makna dari konsep Ta'lim menurut ajaran Islam?
3. Bagaimana Ta'dib dipahami dalam konteks pendidikan Islam?
4. Apa pengertian dan signifikansi dari Tazkiyah dalam Islam?

C. Tujuan
1. untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang konsep
Tarbiyah dalam Islam
2. untuk menggali pengertian dan signifikansi dari konsep Ta'lim dalam Islam
3. untuk memahami konsep Ta'dib dalam konteks pendidikan Islam
4. untuk menjelaskan pengertian dan pentingnya Tazkiyah dalam Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tarbiyah
Terma tarbiyah berasal dari kata rabb yang bermakna tumbuh dan
berkembang. 1 Pengertian seperti ini juga diberikan oleh al-qurthubiy2 yang
menyatakan bahwa pengertian dasar kata rabb menunjukan makna
tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga
kelestarian atau eksistensisnya. Sementara itu, menurut al-Asfahany, kata
al-rabb bisa berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan
bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara
bertahap.3
Menurut al-Nahlawi4, terma tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu:
a. Rabba yarbu,yang berarti bertambah atau tumbuh, seperti tertera
pada firman Allah Swt:.
“dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia
bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”
Q.S, al-rum: 39
b. rabiya-yarba,dengan wazan Khafiya-yakhf, yang berarti menjadi
besar.(Q.S, Al- isra’: 24)
c. rabba-yarubbu, dengan mazan madda yamuddu, yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara.5

1
Ibrahim Anis, al-Mu’jan al-Wasith (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972).
2
Ibn Abdullah Muhammad ibn Ahmad al-Anshori al-Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy (kairo: Dar al-
Sya’bi, tt), hal. 120.
3
Al –Raghib al- Asfahany, Mu’jam Mufradat Alfads al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr t.t), hal. 4
4
Abdurrahman al-Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam (Bandung:
Diponegoro, 1992), hal. 31
5
Muhammad Rasyid Ridha,Tafsir al-Fatihah: Menemukan Hakikat Ibadah,terj. Tiar Anwar
Bachtiar (Bandung:Al-bayan Mizan), hal. 59.

3
Menurut al-Yasu’iy6, secara etimologi, terma tarbiyah mempunyai
tiga pengertian, yaitu: (1)nasy’at yang berarti pertumbuhan, berusia muda
meningkat dewasa, (2) taghdiyyah yang berarti memberi makan dan
mendewasakan, dan (3) memperkembangkan, seperti yurby al-shadaqah,
yang berarti membuat berembang harta yang telah disedekahkan
sebagaimana ungkapan Q.S, alBaqarah:276.
Shihab menyatakan bahwa kata rabb sebagaimana terdapat pada ayat
kedua surah al-fatihah,seakar dengan kata tarbiyah, yaitu mengarahkan
sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya.7
Bedasar hal itu, shihab kemudian memberi arti rububiyah sebagai
kependidikan atau pemeliharaan.8 Dalam arti ini, maka apapun bentuk
perlakuan tuhan (al-rabb) kepada makhluknya, harus diyakini bahwa yang
demikian itu, sama sekali tidak terlepas dari sifat kepemmeliharaan dan
kependidikannya. Karenanya,kata rabb dalam surah al-fatihah di atas dapat
berarti Murabbi atau Pendidik.
Dalam konteks pemeliharaan Allah terhadap manusia, menurut
Ridha, tarbiyyah itu mencakup(1) tarbiyyah khalqiyyah (pemeliharaan
fisikal), yakni menumbuhkan dan menyempurnakan bentuk tubuh serta
memberikan daya jiwa ad akal, (2) tarbiyah syariyyah ta’limiyyah
(pemeliharaan dan syariat dan pengajaran), yaitu menurunkan wahyu
kepada salah satu seorang diantara mereka untuk menyempurnakan fithrah
manusia dengan ilmu dan amal.

B. Ta’lim
Akar kata ta’lim adalah a’lima. Menurut ibn al-Manzhur9, kata ini
bisa memiliki beberapa arti, seperti mengetahui atau mengenal,
mengetahui atau merasa, dan memberi kabar kepadanya. Kemudian

6
Luis Ma’luf al-Yasu’iy, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Adab wa al-‘Ulum’(Bairut: Dar alMasyriq,
1978), Hal. 247 dan 807.
7
M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah,Volume 1 (jakarta: Lantera, 2004), hal. 30.
8
Ibid., hal.31
9
Muhammad Rasyid Ridha,tafsir al-fatihah: menemukan hakikat ibadah, terj. Tiar Anwar Bakhtiar
(bandung : al-Bayyan Mizan, 2007), h. 59

4
menurut Luis Ma’luf, kata al‘ilm yang merupakan mashdar dari ‘alama
bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya (idrak al-
syai’bihaqiqatih), sementara kata ‘alima bermakna mengetahui dan
menyakininya (‘arafatuh wa tayaqqanah).
Dalam al-qur’an, kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan fi’il.
Dalam bentuk ism, kata yang seakar dengan ta’lim hanya disebut sekali,
yaitu mu’allamun yang terdapat dalam surah ad-dukhan: 41. Kemudian,
dalam bentuk fi’il, kata yang seakar dengan ta’lim talim disebut dalam dua
bentuk, yaitu fi’il madhi dan fi’il mudhori. Dalam bentuk fi’il madhi, kata
ini disebutkan sebanyak 25 kali dalam 25 ayat pada 15 surah. Kemudian
dalam bentuk fi’il mudhori, kata yang setara dengan talim disebutkan
sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada delapan surah.
Menurut Atabik Ali A. Muhdlor, kata talim sepadan dengan kata
darrosa, terambil dari a’lama yu’allimu, ta’liman, yang secara bahasa
berarti mengajar atau mendidik.10 Menurut ridha ta’lim adalah proses
transmisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu. Argumentasinya didasarkan pada firman ALLAH
dalam Q.S, al-baqarah ayat 31:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-
benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!
"Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Al-Asfahany menyatakan bahwa ta’lim adalah pemberitahuan yang
dilakukan dengan berulang-ulang dan sering, sehingga berbekas pada diri

Attabik Ali A. Muhdlor,Kamus Kontempoler Arab Indonesia (yogyakarta: Multi


10

Grafika,1998), h. 13-14

5
muta’allim.11 Di samping itu, ta’lim juga adalah menggugah untuk
mempersepsikan makna dalam pikiran. Karenanya, sebagaimana
dikemukakan jalal, dalam konteks ta’lim, apa yang dillakukan Rasulullah
saw bukan sekedar membuat umat islam bisa membaca apa yang tertulis,
melainkan dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian,
tanggung jawab dan amanah.12 Karenanya masih menurut jalal, ta’lim
mencakup:
1. Pengetahuan teoritis
2. Mengulang kaji secara lisan
3. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan
4. Perintah untuk melaksanakan apa yang diketahui
5. Pedoman bertingkah laku.
Pendapat jalal ini dengan sendirinya membantah pandangan yang
menyatakan bahwa pengertian yang paling tepat untuk menterjemahkan
ta’lim adalah pengajaran. Padahal, dalam terma ta’lim terkandung makna
ilmu dan amal. Allah swt berfirman:Q.S, muhammad :19
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan,
Tuhan) selain Allah”
Kalimat fa’lam pada ayat diatas tentu tidak memadai bila
diterjemahkan dan dimaknai hanya sekedar mengetahui secara teoritis.
Sebab, bagaimana mungkin seseorang yang hanya memiliki pengetahuan
teoritik bisa sampai pada tingkatan pengakuan bahwa tiada tuhan selain
allah? Karenanya, kalimat fa’lam harus dimaknai mengetahui dalam arti
berpengaruh dan berinteraksi dalam jiwa seseorang. Sebab dalam al-
qur’an,Allah swt menyatakan bahwa:
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata
dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya
(dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara

11
Al-Raghib al-Asfahany,Mu’jam, h. 356
12
Abdul Fatah Jalal, Asas-Asas Pendidikan Islam(Bandung: CV Diponegoro, 1987), h. 27

6
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun”. Q.S, Alfatir:28.
Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang
yang mengetahui kebenaran dan berilmu pengetahuan dan ia sendiri hidup
dan mengamalkan kebenaran atau semua al-ilm yang diketahuinya
tersebut.

C. Ta’dib
Menurut ibn al-manzhur, arti asal kata addaba adalah al-dua’ yang
berarti undangan kepada suatu perjamuan. Dalam salah satu hadist
rasulullah saw bersabda:
Al-qur’an ini adalah (undangan) perjamuan allah diatas bumi, maka
belajarlah dari perjamuan-Nya.(H.R, Al-Darimi).
Menurut shalaby,13 terma ta’dib sudah digunakan pada masa islam
klasik, terutama untuk pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana
para khalifah.pada masa itu, sebutan yang digunakan untuk memanggil
guru adalah muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz, menyatakan
bahwa terma muaddib berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi
pekerti atau meriwayatkan. Guru para putera khaliffah disebut muaddib
dikarenakan mereka brtugas mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan
kecerdasan orang-orang terdahulu kepada mereka.14 Ibn khutaibah,
sebagaimana dikutib shalaby, menukilkan pesan yang disampaikan abdul
malik bin marwan kepada muaddib puteranya:
Ajarkanlah kepada mereka berkata benar, disamping mengajarkan
alqur”an, jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat, karena orang-
orang jahat itu tidak mengindahkan perintah tuhan dan tidak berlaku
sopan. Dan jauhkan pula dari khadam dan pelayan-pelayan, karena
pergaulan dengan khadam dan pelayan-pelayan itu dapat merusakkan
moralnya. Lunakkanlah perasaan mereka agar keras pundaknya. Berilah

13
Ahmad shalaby, Sejarah Pendidikan Islam,Terj. Muchtar Yahya dan M. Sanusi Latief
(singapura:pustaka nasional Singapura, 1076), h. 32
14
Ibid, hal. 32-33

7
mereka makan daging, agar mereka berbadan kuat. Ajarkanlah syair
kepada mereka, agar mereka mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi
dengan melintang, dan meminum air dengan dihirup pelan-pelan, jangan
diminumnya saja dengan tidak senonoh. Dan bila kamu memerlukan
menegurnya, maka hendaklah dengan tertutup, jangan sampai diketahui
oleh pelayan-pelayan dan tamu-tamu, agar ia tidak dipandang rendah
oleh mereka.15
Berdasarkan kutipan diatas, tampak bahwa terma ta’dib tidak hanya
menekankan aspek pemberian ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan
watak, sikap dan kepribadian peserta didik. Karenanya, tugas seorang
muaddib bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga melatih dan
membimbing peserta didik agar mereka hidup dengan adab, baik secara
jasmani maupun ruhani.
Beranjak dari terma ta’dib, maka pendidikan menurut al-atas adalah
penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang. Menurut al-Atas,
kandungan ta’dib adalah akhlak. Hal ini senada dengan pendapat al-
zubaidi yang menyatakan bahwa kata adab dalam bahasa arab bermakna
husn al-akhlaq wa fi’l al-makarim, yang berarti budi pekerti yang baik dan
perilaku terpuji, atau riyadlah alnafs mahasin al-akhlaq, yaitu
melatih/mendidik jiwa dan mempeerbaiki akhlaq.16 Dalam konteks inilah,
rasulullah saw mwenyatakan: “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk
menyempurnajkan akhlaq yang mulia”.
Berdasarkan hadist tersebut, maka misi utama kerasulan muhammad
saw untuk mendidik umat manusia dengan pendidikan akhlaq atau prilaku
yang mulia dan terpuji. Munurut al-zakarny,17 sebagai upaya dalam
pembentukan adab, ta’dib bisa di klasifikasikan ke dalam empat macam:

15
Ibid, hal. 34
16
Muhammad Murtadlah al-Zubaidi, Taj al-Arus (kairo:al-khairiyah al- Munsyiat Bijaliyah, 1306
h), hal. 144.
17
Sayid muhammad al-Zarkany, Sarh al-Zarkany ‘ala Muwatha’ al-imam Malik,(bairut:Dar al
fikr,t.t), h. 256

8
a. Ta’dib al-Akhlaq, yaitu pendidikan tata krama spritual dalam
kebenaran,yang memerlukan pengetahuan tentang wujud
kebenran.yang didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran
tersendiri dan yang denganya segala sesuatu diciptakan.
b. Ta’dib al- khidmah,yaitu pendidikan tata krama spritual dalam
pengabdian.
c. Ta’dib al-syari’ah, pendidikan tatakrama spiritual dalam syari’ah.
d. Ta’dib al-shuhbah, yaitu pendidikan tatakram spiritual dalam
persahabatan.
Naquid al-Attas berkesimpulan bahwa ta’dib adalah istilah yang
paling cocok, untuk menyebutkan pendidikan dalam konteks islam, karena
didalamnya terkandung arti ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan,
pengajaran dan pengasuhan yang baik. Dengan demikian, pendidik
berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat
tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan keberadaan.18
Al-qur.an menyatakan bahwa contoh manusia ideal yang beraddap
adalah Muhammad SAW. Secara implisit, hal ini dinyatakan Allah swt
dalam surah alahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Karenanya, Allah swt memberikan pujian kepada Muhammad saw
disebabkan ketinggian atau keluhuran adab beliau.

D. Tazkiyah
Secara bahasa, tazkiyah berasal dari kata zakka-yuzzaki-tazkiyah
yang berarti pembersihan, penyucian atau pemurnian dan berarti ‫النماء‬
‫ والبركة وزيادة الخير‬yaitu tumbuh, berkah dan bertambah baik. Tazkiyah
dalam arti pertama adalah membersihkan dan mensucikan jiwa dari sifat-
sifat tercela, sedangkan arti yang kedua, adalah menumbuhkan dan

18
Syed Muhammad Naquib al-Attas, konsep, h. 61.

9
memperbaiki jiwa dengan sifat- sifat terpuji. Dengan demikian tazkiyah
tidak saja terbatas pada pembersihan dan penyucian diri, tetapi juga
meliputi pembinaan dan pengembangan diri.
Dalam al-Qur’an kata kerja tazkiyah digunakan sebanyak dua belas
kali. Subjeknya adalah Allah, dan objeknya adalah manusia. Kebanyakan
ayat ini berpesan bahwa rahmat dan bimbingan Allah-lah yang
mensucikan dan memberkati umat manusia mempunyai peranan penting
terhadap hal itu.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menafsirkan, setelah
Allah berrsumpah dengan sekian banyak hal, Allah berfirman menjelaskan
apa yang hendak ditekankan-Nya dengan sumpahsumpah di atas, yaitu:
Sungguh telah beruntunglah meraih segala apa yang diharapkannya siapa
yang menyucikan dan mengembangkanya dengan mengikuti tuntunan
Allah dan Rasul serta mengendalikan nafsunya, dan sungguh merugilah
siapa yang memendamnya yakni menyembunyikan kesucian jiwanya
dengan mengikuti rayuan nafsu dan godaan setan, atau menghalangi jiwa
itu mencapai kesempurnaan dan kesuciannya dengan melakukan
kedurhakaan serta mengotoriny.19 Al-Baqai, mendefinisikan bahwa taz-
kiyah adalah upaya sungguh-sungguh manusia agar matahari kalbunya
tidak mengalami gerhana, dan bulannya pun tidak mengalami hal serupa.
Ia harus berusaha agar siangnya tidak keruh dan tidak pula kegelapannya
bersinambung. Cara meraih hal tersebut adalah memperhatikan hal-hal
spritual yang serupa dengan hal-hal material yang digunakan Allah
bersumpah itu.20
Lebih rinci lagi menurut Sayyid Qutub, tazkiyatun nafs adalah
membersihkan jiwa dan perasaan, mensucikan amal dan pandangan hidup,
membersihkan kehidupan dan hubungan seks, dan membersihkan
kehidupan masyarakat.

19
M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah,Volume 1 (jakarta: Lantera, 2004), hal. 300.
20
M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah,Volume 1 (jakarta: Lantera, 2004), hal. 301.

10
Al-Ghazali mengartikan tazkiyah berarti pembersihan diri dari sifat-
sifat tercela dan imaratun nafs dalam arti memakmurkan jiwa
(pengembangan jiwa) dengan sifat-sifat terpuji. Tentang makna tazkiyatun
nafs, para mufassir mempunyai pandangan yang berbeda-beda:
a. Tazkiyah dalam arti para rasul mengajarkan manusia, sesuatu yang
jika dipatuhi, akan menyebabkan jiwa mereka tersucikan dengannya.
b. Tazkiyah dalam arti mensucikan manusia dari syirik, karena syirik
itu oleh Al-Quran dipandang sesuatu yang bersifat najis
c. Tazkiyah dalam arti mensucikan dari dosa.
d. Tazkiyah dalam arti mengangkat manusia dari martabat orang
munafik ke martabat mukhlisin .
Tazkiyah dimaksudkan sebagai cara untuk memperbaiki seseorang
dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi didalam hal sikap,
sifat, kepribadian dan karakter. Semakin sering manusia melakukan
tazkiyah pada karakter kepribadiannya, semakin Allah membawanya ke
tingkat yang lebih tinggi. Perkataan tazkiyatun ersimpul pengertian dan
gagasan tentang:
a. Usaha-usaha yang bersifat pengembangan diri, yaitu usaha
mewujudkan potensipotensi manusia menjadi kualit as-kualitas
moral yang luhur (akhlakul hasanah); dan
b. Usaha-usaha yang bersifat pembersihan diri, yaitu usaha menjaga
dan memelihara diri dari kecenderungan immoral (akhlakus sayyiah)
Dengan demikian, tazkiyatun na fs adalah proses penyucian,
pengembangan jiwa manusia, proses pertumbuhan, pembinaan dan
pengembangan akhlakul krimah (moralitas yang mulia) dalam diri dan
kehidupan manusia. Dan dalam proses perkembangan jiwa itu terletak
falah (kebahagiaan), yaitu keberhasilan manusia dalam memberi bentuk
dan isi pada keluhuran martabatnya sebagai makhluk yang berakal budi.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penjelasan tentang Tarbiyah, Ta'lim, Ta'dib, dan
Tazkiyah adalah bahwa keempat konsep tersebut memiliki peran penting dalam
pengembangan individu dalam ajaran Islam. Tarbiyah mengacu pada
pertumbuhan dan pembinaan secara holistik, baik secara fisik maupun spiritual.
Ta'lim menekankan pentingnya pengetahuan dan pengajaran yang melampaui
sekadar pemahaman teoritis, tetapi juga melibatkan penghayatan, tanggung
jawab, dan tindakan nyata. Ta'dib menyoroti pembentukan akhlak dan karakter
yang baik, bukan hanya dalam aspek intelektual, tetapi juga dalam praktik
kehidupan sehari-hari. Sedangkan Tazkiyah menekankan pada pembersihan
jiwa dari sifat-sifat tercela dan pengembangan jiwa menuju ke arah yang lebih
baik, serta peningkatan moralitas yang luhur.
Secara keseluruhan, keempat konsep ini saling melengkapi dan
mencerminkan upaya dalam membentuk individu yang utuh secara spiritual
dan moral dalam pandangan Islam. Dengan menjalankan proses Tarbiyah,
Ta'lim, Ta'dib, dan Tazkiyah dengan baik, individu diharapkan dapat mencapai
kebahagiaan sejati dan memenuhi potensi mereka sebagai manusia yang
berakal budi, serta menjalani kehidupan yang penuh berkah dan berarti sesuai
dengan ajaran agama.

B. Saran
Bagi pembaca makalah, disarankan untuk mendalami lebih lanjut
konsep-konsep Tarbiyah, Ta'lim, Ta'dib, dan Tazkiyah dalam konteks
pemahaman Islam, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penting
untuk memahami bahwa pengembangan diri yang holistik dan pembentukan
karakter yang baik membutuhkan komitmen serta usaha yang berkelanjutan.
Selain itu, diharapkan pembaca juga dapat merenungkan bagaimana konsep-
konsep ini dapat memberikan arah yang jelas dalam menjalani kehidupan yang
bermakna dan berarti secara spiritual dan moral.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asfahany, A. R. Mu’jam Mufradat Alfads al-Qur’an. Bairut: Dar al-Fikr.


Al-Nahlawi, A. (1992). Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung:
Diponegoro.
Al-Qurthubiy, I. A. M. ibn A. al-Anshori. Tafsir al-Qurthubiy. Kairo: Dar al-Sya’bi.
Al-Zarkany, S. M. Sarh al-Zarkany ‘ala Muwatha’ al-Imam Malik. Bairut: Dar al-
Fikr.
Al-Zubaidi, M. M. (1306 H). Taj al-Arus. Kairo: Al-Khairiyah al-Munsyiat
Bijaliyah.
Anis, I. (1972). al-Mu’jan al-Wasith. Mesir: Dar al-Ma’arif.
Jalal, A. F. (1987). Asas-Asas Pendidikan Islam. Bandung: CV Diponegoro.
Ma’luf al-Yasu’iy, L. (1978). Al-Munjid fi al-Lughah wa al-Adab wa al-‘Ulum’.
Bairut: Dar al-Masyriq.
Muhdlor, A. A. (1998). Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi
Grafika.
Ridha, M. R. (2007). Tafsir al-Fatihah: Menemukan Hakikat Ibadah. Terj. T. A.
Bachtiar. Bandung: Al-Bayan Mizan.
Shalaby, A. (1976). Sejarah Pendidikan Islam. Terj. M. Yahya & M. S. Latief.
Singapura: Pustaka Nasional Singapura.
Shihab, M. Q. (2004). Tafsir al-Misbah, Volume 1. Jakarta: Lantera.

13

Anda mungkin juga menyukai