DI SUSUN OLEH
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan Makalah Asjawa dengan judul
“Amaliyah dan An Nahdliyah”dan Mahasiswa mampu menjelaskan makalah
tersebut.
Makalah ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dosen mata
kuliah Aswaja dan Semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini
yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan makalah ini di masa
mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................ I
KATA PENGANTAR ................................................................................. II
DAFTAR ISI .............................................................................................. III
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 01
A. Kesimpulan ........................................................................................ 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah diterimannya kehadiran Islam di Nusantara dengan kondisi
keagamaan masyarakat yang menganut paham animisme (Hindu-Budha),
tidak bisa dilepaskan dari cara dan model pendekatan dakwah para
mubaligh Islam kala itu yang ramah dan bersedia menghargai kearifan
budaya dan tradisi lokal. Sebuah pendekatan dakwah yang terbuka dan
tidak antisipati terdapat nilai-nilai normatif di luar Islam, melainkan
mengakulturasikannya dengan membenahi penyimpangan-penyimpangan
di dalamnya memasukkan ruh-ruh keislaman ke dalam subtstansinya.
Maka lumrah jika kemudian corak amaliah ritualitas muslim Nusantara
(khususnya Jawa) hari ini, kita saksikan begitu kental diwarnai dengan
tradisi dan budaya khas lokal, seperti ritual selametan, kenduri, dan lain-
lain.
Amaliah keagamaan seperti itu tetap dipertahankan karena kaum
Nahdliyyin meyakini bahwa ritual-ritual dan amaliyah yang bercorak lokal
tersebut. Hanyalah sebatas teknis atau bentuk luaran saja, sedangkan yang
menjadi substansi didalamnya murni ajaran-ajaran Islam. Dengan kata
lain, ritual-ritual yang bercorak tradisi lokal hanyalah bungkus luar,
sedangkan isinya adalah nilai-nilai ibadah yang dianjurkan oleh Islam.
Dalam pandangan kaum Nahdliyyin, kehadiran Islam yang dibawa
oleh Rasulullah saw. Bukanlah untuk menolak segala tradisi yang
mengakar menjadi kultur budaya masyarakat, melainkan sekedar untuk
melakukan pembenahan-pembenahan dan pelurusan-pelurusan terhadap
tradisi dan budaya yang tidak sesuai dengan risalah Rasulullah saw.
Budaya yang telah mapan menjadi nilai normatif masyarakat dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam akan mengakulturasikannya bahkan
mengakuinnya sebagai bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri.
Dalam hal ini, Rasululullah saw. Bersabda:
1
“ apa yang dilihat orang Muslim baik, maka hal itu baik disisi
Allah.” (HR. Malik).
Kendati demikian, amaliah dan ritual keagamaan kaum Nahdliyin
seperti itu, sering mengobsesi sebagian pihak untuk menganggapnya
sebagai praktik-praktik sengkritisme, mitisme, khurafat, bid‟ah bahkan
syirik. Anggapan demikian sebenarnya lebih merupakan subyektifitas
akibat terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit dan dangkal serta
tidak benar-benar memahami hakikat amaliah dan ritual-ritual hukum
Nahdliyyin tersebut. Pihak-pihak yang seperti ini, wajar apabila kemudian
dengan mudah melontarkan „tuduhan‟ bid‟ah atau syirik terhadap amaliah
dan ritualitas kaum Nahdliyyin, seperti ritual tahlilan, peringatan Maulid
Nabi, Istighfar, Pembacan berzanji, Manaqib, Ziarah kubur, dan amaliah-
amaliah lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Amaliyah NU ?
2. Apa saja jenis-jenis Amaliyah NU?
3. Apa saja pijakan Metodologi Amaliyah NU?
4. Apa sajakah Amaliyah NU dan dalil-dalilnya?
5. Apa sajakah amaliyah yang sering dijadikan perselisihan ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amaliyah NU
Amaliyah Nahdliyah adalah amal perbuatan lahir, baik yang
berhubungan dengan Ibadah, Mu‟amalah maupun Akhlaq; yang biasa
dilakukan oleh kaum Nahdliyyin, bisa jadi secara formal warga Jam‟iyyah
Nahdlatul Ulama atau bukan.
Nahdlatul Ulama memperjuangkan berlakunya Ajaran Islam ala
Ahlussunnah wal Jama‟ah, oleh karena itu menurut NU, cara berfikir dan
bentindak, cara bertheologi maupun beramal, yang benar didasarkan pada
Ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama‟ah. Menurut NU, Islam adalah
ahlussunnah wal jama‟ah, maka kaum nahdliyyin tidak mendasarkan
perbuatannya kecuali pada ahlusunnah wal jama‟ah.
Secara praktis, amaliyah ahlussunnah wal jama‟ah NU di dasarkan
pada cara bertheologi menurut madzhab theologi Al-Asy‟ary dan Al-
Maturidy, dalam bidang fiqh mengikuti salah satu madzhab empat, yaitu :
Hanafy, Maliky, Syafi;y dan Hambaly; serta mengamalkan tasawuf sesuai
dengan cara tasawuf Imam al-Junaid al-Baghdady dan Imam Al-Ghazaly.
B. Jenis-jenis Amaliyah NU
Secara garis besar, amaliyah nahdliyah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
1. Ushul
Beraqidah Islamiyah yang meyakini, bahwa :
a) Rukun Iman ada 6
b) Allah adalah Maha Esa
c) Allah mempunyai sifat1 wajib sebanyak 20, sifat mukhal 20
dan sifat jaiz 1.
1
Abdillah, Abu. 2011. Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tangerang Selatan: Pustaka Ta‟awun.
Anwar, Ali. 2004. “ADVONTURISME” NU. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP).
Departement Pendidikan Indonesia. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka..
Hanafi, Hasan. 2004. Islamologi 2 dari Rasionalisme ke Empirisme. Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta.
3
d) Allah mempunyai asma‟ berjumlah 99 yang dikenal dengan
sebutan asma‟ul husna.
Beribadah dengan baik yang dibangun atas Rukun Islam yang 5,
yaitu : Mengucapkan dua kalimah syahadat, menunaikan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan ramadlan, serta naik haji ke
Baitullah bagi yang mampu.
Membangun senedi-sendi aqidah dan melakukan ibadah dengan
benar serta sebaik-baiknya, seolah-olah setiap saat melihat Allah
atau sekurang-kurangnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT.
2. Furu’
Hal yang menyangkut tentang furu‟ ini bagi NU sangatlah
banyak, yang meliputi amalan-amalan wajib, sunnah, mustahab serta
hal-hal yang berhubungan dengan “Fadlail”, semisal :
a) Membaca do‟a qunut dalam shalat shubuh, dan dalam shalat
witir pada paruh akhir bulan ramadlan.2
b) Berbakti kepada orang tua serta menghormati orang sholih,
tidak terbatas ketika mereka masih hidup di dunia
c) Mendo‟akan orang yang sudah meninggal dunia
d) Berjama‟ah dalam dzikir dan berdo‟a.
e) Melakukan Tawasshul dan Tabarruk.
C. Pijakan Metodologi Amaliyah NU
Secara metodologis, amaliyah nahdliyah didasarkan pada sumber-
sumber hukum Islam, yaitu :
1) Al-Qur‟an
2) Al-Hadits
3) Al-Ijma‟ dan
4) Al-Ijtihad.
Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo: Tim Kodifikasi
LBM PPL.
Muhammad, Nurhidayat. 2012. Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina Aswaja.
4
Penggunaan dalil-dalil tersebut dipahami dengan baik dan benar
melalui cara pemahaman bermadzhab, persis sebagaimana disampaikan
oleh Syekh Mohammad Nawawi Al-Jawi, sebagai berikut :
ٚ .1اٌّدزٙذ اٌّطٍك ٘٠ ِٓ ٛمذس ػٍ ٝاعزٕجبط األزىبَ ِٓ األدٌخِٚ ،دزٙذ اٌّز٘ت ٘ ٛاٌزٞ
٠مذس ػٍ ٝاالعزٕجبط ِٓ لٛاػذ إِبِٗ :وبٌّضٔٚ ٟاٌج٠ٛطِٚ ،ٟدزٙذ اٌفز٠ ِٓ ٜٛمذس ػٍٝ
اٌزشخ١ر ٌجؼض ألٛاي إِبِٗ ػٍ ٝثؼض :وبٌٕٚ ٞٚٛاٌشافؼ ٟال وبٌشٍِٚ ٟاثٓ زدش ألّٔٙب
ِمٍذاْ فمظ٠ٚ ،دت ػٍ٠ ٌُ ِٓ ٝىٓ ف ٗ١أٍ٘١خ االخزٙبد اٌّطٍك أْ ٠مٍذ ف ٟاٌفشٚع ٚازذاً
ِٓ األئّخ األسثؼخ اٌّشٛٙس :ُ٘ٚ ،ٓ٠اإلِبَ اٌشبفؼٚ ٟاإلِبَ أث ٛزٕ١فخٚ ،اإلِبَ ِبٌه،
ٚاإلِبَ أزّذ ثٓ زٕجً سض ٟهللا ػٕٚ ،ُٙاٌذٌ ً١ػٍ ٝرٌه ل ٌٗٛرؼبٌ" :ٝفبعأٌٛا أً٘ اٌزوش
إْ وٕزُ ال رؼٍّ( "ْٛاألٔجـ١بء :ا٠٢خ )7فأٚخت هللا اٌغؤاي ػٍ٠ ٌُ ِٓ ٝؼٍٍُ٠ٚ ،ضَ ػٍٗ١
األخز ثمٛي اٌؼبٌُ ٚرٌه رمٍ١ذ ٌٗٚ ،ال ٠دٛص رمٍ١ذ غ١ش ٘ؤالء األسثؼخ ِٓ ثبل ٟاٌّدزٙذ ٓ٠فٟ
اٌفشٚعِ ،ثً اإلِبَ عف١بْ اٌثٛسٚ ،ٞعف١بْ ثٓ ػ١ـٕ١خٚ ،ػجذ اٌشزّٓ ثٓ ػّش األٚصاػ،ٟ
ٚال ٠دٛص أ٠ضب ً رمٍ١ذ ٚازذ ِٓ أوبثش اٌصسبثخ ألْ ِزا٘ج ٌُ ُٙرضجظ ّ ٌُٚ
رذٚ ،ْٚأِب ِٓ
ف ٗ١أٍ٘١خ االخزٙبد اٌّطٍك فئٔٗ ٠سشَ ػٍ ٗ١اٌزمٍ١ذ٠ٚ ،دت ػٍ٠ ٌُ ِٓ ٝىٓ ف ٗ١األٍ٘١خ أْ
٠مٍذ ف ٟاألصٛي :أ ٞاٌؼمبئذ ٌإلِبَ أثـ ٟاٌسغٓ األشؼش ٞأ ٚاإلِبَ أثـِٕ ٟصٛس اٌّبرش٠ذ،ٞ
ٌىٓ إّ٠بْ اٌّمٍذ ِخزٍف ف ٗ١ثبٌٕغجخ إٌ ٝأزىبَ ا٢خشح ،أِب ثبٌٕظش إٌ ٝأزىبَ اٌذٔ١ب ف١ىفٗ١
اإللشاس فمظٚ ،األصر أْ اٌّمٍذ ِؤِٓ ػبص إْ لذس ػٍ ٝإٌظشٚ ،غ١ش ػبص إْ ٌُ ٠مذس،
ثُ إْ خضَ ثمٛي اٌغ١ش خضِب ً ل٠ٛب ً ثس١ث ٌ ٛسخغ اٌّمٍذ ثبٌفزر ٌُ ٠شخغ ٘ ٛوفبٖ ف ٟاإلّ٠بْ،
ٌىٕٗ ػبص ثزشن إٌظش إْ وبْ ف ٗ١أٍ٘١خ إٌظشٚ .إْ ٌُ ٠دضَ ثمٛي اٌغ١ش خضِب ً ل٠ٛب ً ثأْ
وبْ خبصِبًٌ ،ىٓ ٌ ٛسخغ اٌّمٍذ ثبٌفزر ٌشخغ ٘٠ ٌُ ٛىفٗ ف ٟاإلّ٠بْ٠ٚ ،دت ػٍ ِٓ ٝروش
اٌزصٛف وبٌدٕ١ذ ٛ٘ٚ ،اإلِبَ عؼ١ذ ثٓ دمحم أثٛ
ّ اٌزصٛف إِبِب ً ِٓ أئّخ
ّ أْ ٠مٍذ ف ٟػٍُ
اٌمبعُ اٌدٕ١ذ ع١ذ اٌصٛف١خ ػٍّب ً ٚػّالً سض ٟهللا ػٕٗٚ .اٌسبصً أْ اإلِبَ اٌشبفؼٟ
ٔٚس٘ ٖٛذاح األ ِّخ ف ٟاٌفشٚعٚ ،اإلِبَ األشؼشٔٚ ،ٞس٘ ٖٛذاح األ ِّخ ف ٟاألصٛيٚ ،اٌدٕ١ذ
اٌزصٛف ،فدضاُ٘ هللا خ١شأًٚ ،فؼٕب ث ُٙآِ.ٓ١
ّ ٔٚس٘ ٖٛذاح األ ِّخ فٟ
3
33
Abdillah, Abu. 2011. Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tangerang Selatan: Pustaka
Ta‟awun.
Anwar, Ali. 2004. “ADVONTURISME” NU. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP).
Departement Pendidikan Indonesia. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka..
Hanafi, Hasan. 2004. Islamologi 2 dari Rasionalisme ke Empirisme. Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta.
Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo: Tim Kodifikasi
LBM PPL.
5
Perlu diketahui, bahwa para ulama mujtahid sebagaimamja
dijelaskan di atas, dalam masalah akidah tidak ada yang mendasarkan
kepada dalil yang tidak qad‟iy, baik wurud maupun dalalahnya, terhadap
masalah furu‟ sepanjang berkaitan dengan ibadah pastilah berpedoman
kepada dalil yang shahih, sedangkan dalam masalah fadlailil a‟mal,
barulah mengambil dari hadits dlaif, dengan syarat-syarat yang ketat.
ُ أب وٕبٌٍٙ ثبٌعجبط ثٓ عجذ اٌّطبٌت فمبي اٝا اسزسمٛ وبْ إرا لحط.ض.أْ عّش ثٓ اٌخطبة س
)ٜاٖ اٌجخبسْٚ (سٛسً إٌيه ثعُ ٔجيٕب فبسمٕب فيسمٛإٔب ٔزٚ ٓسً اٌيه ثٕجيٕب فزسميٛٔز
Muhammad, Nurhidayat. 2012. Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina Aswaja.
6
“ Dari anas bi Malik beliau berkata, Apabila trjadi kemarau sahabat
Umar bertawassul dengan Abbas bin Abdul Mutholib, kemudian berdo`a “
YA Allah kami pernah berdo`a dan bertawassul kepadaMu dengan Nabi
kami maka Engkau turunkan hujan. dan sekarang kami bertawassul
dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan” Anas berkata “Maka
turunlah hujan kepada kami” (HR. Al Bukhori)
2. Dzikir berjama`ah
Membaca dzikir dengan berjama`ah sehabis menunaikan sholat
maupun dalam momen tertentu, seperti istighotsah, Tahlilan adalah
perbuatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Agama bahkan
termasuk perbuatan yang dituntun oleh Agama.
Dalilnya:
)131 : ٔي اروشوُ (اٌجمشحٚفبروش
“Ingatlah (berdzikirlah) kamu semua kepadaKu niscaya Aku ingat
kepadamu” (Al Baqoroh 152)
ُ اٌسىيٕخٙٔضٌذ عٍيٚ ُ اٌشحّخٙغشيزٚ ُ اٌّالئىخٙجً إال حفزٚ ْ هللاا عضَٚ يزوشٛال يمعذ ل
)ٍُاٖ ِسٚروشُ٘ هللاا فيّٓ عٕذٖ (سٚ
“Tidaklah sekelompok orang yang duduk berdzikir kepada Allah kecuali
mereka dikerumuni malaikat, diliputi rahmat dan ketentraman turun
kepada mereka, serta Allah akan menyebu-nyebut mereka kepada para
Malaikat disisinya” (HR. Muslim)
3. Ziarah kubur
Pada masa awal Islam Nabi melarang umat Islam melakukan
ziarah kubur karena khawatir umat Islam akan menjadi penyembah
kuburan. Setelah akidah umat Islam kuat dan tidak ada kekhawatiran
untuk berbuat syirik Nabi membolehkan para sahabatnya untuk
melakukan ziarah kubur.
Rosulullah bersabda:
رزوش األخشحٚ اٌذٔيبٝب رض٘ذ فٙٔ٘ب فئٚسٚس أال فضٛيزىُ عٓ صيبسح اٌمجٙٔ وٕذٝٔي هللاا ملسو هيلع هللا ىلص إٛلبي سس
7
)4ٗاٖ إثٓ ِبجٚ(س
Rosulullah SAW bersabda, “ sesungguhnya aku pernah melarang kalian
berziarah kubur. Ingatlah, maka berziarahlah kekubur karena
sesungguhnya hal itu dapat menjadikan sikap zuhud di dunia dan dapat
mengingatkan kepada akhirat”. (HR. Ibnu Majjah)
4. Merayakan maulid Nabi
Sebagai seorang mukmin pengungkapan rasa syukur dan
kegembiraan atas nikmat yang diterima adalah suatu keharusan begitu
pula dengan kelahiran seseorang kealam dunia merupakan nikmat
tidak terhingga yang harus disyukuri. Sebagaimana mensyukuri hari
kelahiran Nabi dengan berpuasa.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan
فيٗ أٔضيٚ ٌذدٚ َٗ اإلثٕيٓ فمبي فيٛي هللاا ملسو هيلع هللا ىلص سئً عٓ صٛ أْ سس.ض. سٜعٓ اثي لزبدح األرصبس
)ٍُاٖ ِسٚعٍي (س
Diriwayatkan oleh Abu Qotadah Al Anshori, bahwa Rosulullah pernah
ditanya tentang puasa senin maka beliau menjawa, “pada hari itulah aku
dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim)
5. Berzanzen, Dziba`an, Burdahan, Manaqiban
Dalilnya
ِٓ لشأ ربسيخٗ فىأّٔبٚ ٖسح ِؤِٕب فىأّٔب احيبٚ ِٓ سد في األثش عٓ سيذ اٌجشش ملسو هيلع هللا ىلص أٔٗ لبيٚ لذٚ
.ٖ اٌّشء أْ يىشَ صائشٍٝحك عٚ س اٌجٕخٚ حشٝاْ هللاا فٛجت سضِٛٓ صاسٖ فمذ اسزٚ ٖصاس
Terdapat dalam sebuah atsar dari gustinya manusia saw.
Sesungguhnya beliau bersabda, “Barang siapa membuat (menulis
biografi seorang mukmin maka ia seperti menghidupkanya kembali
dan barang siapa membaca sejarahnya maka seolah-olah ia
mengunjunginya dan barang siapa mengunjunginya maka ia berhak
44
Abdillah, Abu. 2011. Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tangerang Selatan: Pustaka
Ta‟awanu
Hanafi, Hasan. 2004. Islamologi 2 dari Rasionalisme ke Empirisme. Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta.
Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo: Tim Kodifikasi
LBM PPL.
Muhammad, Nurhidayat. 2012. Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina Aswaja.
8
mendapatkan ridho Allah dalam surga dan sudah seharusnya bagi
seseorang memuliakan orang yang menziarahinya”.
6. Tahlilan
Berkumpul untuk melakukan tahlilan merupakan tradisi yang
telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam
Indonesia. Meskipun format acaranya tidak diajarkan secara langsung
oleh Rosulullah namun kegiatan tersebut dibolehkan karena tidak
satupun unsur-unsur yang terdapat didalamnya bertentangan dengan
ajaran Islam, karena itu pelaksanakan tahlilan secara esensial
merupakan perwujudan dari tuntunan Rosulullah.
1. Dalil tahlil di maqbaroh
ٛ٘ ً لٚ ي هللاا ملسو هيلع هللا ىلص ِٓ دخً اٌّمبثش ثُ لشأ فبرحخ اٌىزبةٛ لبي سس: لبي.ض.عٓ أثي ٘شيشح س
ٓاة ِب لشأد ِٓ والِه ألً٘ اٌّمبثش ِٓ اٌّؤِٕيٛ جعٍذ ثٝٔبوُ اٌزىبثش ثُ لبي إٌٙ أٚ هللاا احذ
ٌٝ هللاا رعبٌٝا شفعبء ٌٗ اٛٔاٌّؤِٕبد وبٚ
Dari Abi Huroiroh Rosulullah saw. Bersabda, Barang siapa masuk
ke pemakaman kemudian ia membaca surat Al fatikhah, Al ikhlash,
Atakatsur lalu ia berdo`a “sungguh kujadikan pahala membaca
kalamu untuk ahli kubur dari kaum mukminin dan mukminat, maka
meraka akan menjadi penolongnya dihadapan Allah”
2. Dalil mengirim pahala kepada mayit
ٗعٕذ سجٍيٚ لجشٖ فبٌيمشأ عٕذ سأسٗ ثفبرحخ اٌىزبةٌٝا ثٗ اٛاسشعٚ ٖٛإرا ِبد أحذوُ فال رحجس
)ٝمٙاٌجيٚ ٝٔا اٌطجشاٚ لجشٖ (سٝثخبرّخ اٌجمشح ف
Ketika salah satu kalian mati janganlah kalian menahanya dan
segeralah menguburnya dan bacakan dikepalanya permulaan Al
qur`an d dikakinya penutup surat Al baqoroh dikuburnya. (HR.
Atabrani dan baihaki)
3. Dalil pahala sedekah untuk mayit
ًُ يىفش عٕٗ اْ ارصذق عٕٗ لبي ٔعٙص فٌُٛ يٚ رشن ِبالٚ أْ سجال لبي ٌٍٕجي ملسو هيلع هللا ىلص إْ اثي ِبد
5
)ٍُاٖ ِسٚ(س
55
Abdillah, Abu. 2011. Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tangerang Selatan: Pustaka
Ta’awun.
9
Sesungguhnya seorang berkata kepada Nabi saw. Sesungguhnya
ayahku mati meninggalkan harta dan tidak berwasiat apakah dapat
menghapus dosanya manakala aku bersedekah untuknya? Nabi
bersabda, Ya. (HR. Muslim)
4. Dalil selamatan 7 dan 40 hari kematian
.َُ رٍه األيبٕٙا عّْٛ أْ يطعٛا يسزحجٛٔسُ٘ سجعب فىبٛ لجْٝ فٕٛ يفزٝرٌّٛط إْ اٚلبي طب
ٓأِب إٌّبفك فيفزٚ ِٕبفك فأِب اٌّؤِٓ فيفزٓ سجعبٚ ِٓعٓ عجيذ ثٓ عّيش لبي يفزٓ سجالْ ِؤٚ
.اسثعيٓ صجبحب
Thowus berkata, sesungguhnya orang mati mendapatkan fitnah didalam
kubur mereka selama 7 hari. Dan dari Ubaid bin Umair berkata, Dua
orang akan mendapatkan fitnah, yakni oranh mukmin dan orang munafiq.
Adapun orang mukmin mendapatkan fitnah selama 7 hari, sedangkan
orang munafik mendapatkan fitnah selama 40 hari.
b. Dasar
ٍَّٝص
َ َِّللا ُ غ ٍِ ٌُ َز َّذثََٕب ِ٘شَب ٌَ َز َّذثََٕب َلزَب َدحُ ػ َْٓ أََٔ ٍظ لَب َي لََٕذَ َس
َّ ُيٛع ْ ُِ َز َّذثََٕب- ٖ۷۳ٓ )1
: ٞر اٌجخبس١ة (صس ِ َبءٍ ِِ ْٓ ا ٌْؼَ َش١ ْ أَزٍَٝػَ َُٛ ْذػ٠ ِعُٛاٌشو ُّ ًْشا ثَ ْؼ َذٙش َ َُ ٍَّع َ َٚ ِٗ ١ْ ٍَػ
َ َُّللا
َّ
)ٗ۹ٕ ص/ ٕٔ ج
Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo: Tim Kodifikasi
LBM PPL.
Muhammad, Nurhidayat. 2012. Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina Aswaja.
10
ػٍَِ ُْ ِْٙ ١
عَِٕٓ١ ش ُذ ْد َْ ٚطأَر َهَ َ
ػٍَُِ ٝض ََش اٌٍَّ ُ َُّ ٙاخْ ؼَ ٍَْٙب َ ضؼَ ِف ْٓ ِِ َٓ١ا ٌْ ُّؤْ ِِِٕ َٓ١اٌٍَّ ُ َُّ ٙا ْ ا ٌْ ُّ ْ
غز َ ْ
ف (صس١ر ِغٍُ :ج ٖ /ص ٖٗٗ)
ع َ َو ِ
غُِٕ ُٛ٠ ٟ
عٍَّ َُ فِٟ
ػٍَ َْ َٚ ِٗ ١ صٍََّّ ٝ
َّللاُ َ َّللاِ َ - ٔٓ۳٦ )3ػ َْٓ ُِ َس َّّ ٍذ لَب َي لُ ٍْذُ ِألََٔ ٍظ َ٘ ًْ لََٕذَ َس ُ
عُ ٛي َّ
ِ١شا (صس١ر ِغٍُ ( -ج ٖ /ص )ٖٗ۷ ُٛع َ٠غ ًاٌشو ِ صجْرِ َلب َي َٔؼَ ُْ ثَ ْؼ َذ ُّ
ص ََال ِح اٌ ُّ
1. Berdo‟a untuk orang yang sudah meninggal dunia, baik oleh
anaknya sendiri maupun oleh orang lain; hal ini terdapat
tuntunan yang jelas dari Nabi SAW.
ص ٍَّٝ عٍَّ َُ َ
ػٍَ َْ َٚ ِٗ ١ ص ٍََّّ ٝ
َّللاُ َ َّللاِ َ
عَ ٛي َّ ف ث ِْٓ َِبٌِهٍ َلب َي َ
ع ِّ ْؼذُ َس ُ - ٔ۹۵۷ )1ػ َْٓ ػ َِْ ٛ
ػ ُْٕٗ َٚػَبفِ ِٗ َٚأَو ِْش َْ ُٔ ُض ٌَُٗ َّ ِ َٚ ٚ
ع ْغ اسز َُّْٗ َٚاػ ُ
ْف َ بص ٍح َ٠مُُ ٛي اٌٍَّ ُ َُّ ٙا ْغ ِف ْش ٌَُٗ َْ ٚ
ػٍََ ٝخَٕ َ
َ
ض ِِ ْٓ ة ْاألَ ْثُ َ١غ ٍُْٗ ِث َّبءٍ َٚث َ ٍْحٍ َٚثَ َش ٍد َِ َٔٚمّ ِٗ ِِ ْٓ ا ٌْ َخ َطبَ٠ب َو َّب َٕ ُ٠مَّ ٝاٌث َّ ُْ ٛ
ُِ ْذ َخ ٍَُٗ َٚا ْغ ِ
َاسا َخًْ ١شا ِِ ْٓ د َِاس ِٖ َٚأ َ ْ٘ ًال َخًْ ١شا ِِ ْٓ أ َ ْ٘ ٍِ ِٗ ََ ٚص ًْ ٚخب َخًْ ١شا ِِ ْٓ َص ِْ ٚخ ِٗ َٚلِ ِٗ
اٌ َّذَٔ ِظ َٚأ َ ْث ِذ ٌُْٗ د ً
ػزَ َ
اة اٌ َّٕ ِبس( .عٕٓ إٌغبئ : ٟج / ۷ص ٗ)۳ ػزَ َ
اة ا ٌْمَج ِْش ََ ٚ َ
2. Menghadiahkan pahala amal kebendaan; hal ini ada dalil yang jelas
dari Rasulullah SAW.
11
ْْ َِب إَُٙ ْٕفَؼ١ََذْ أَف١ّ ِفُُٛ رِّٟ ِ ُ َّللاِ إَِّْ أ ُ ب َس٠َ بط أََّْ َس ُخ ًال َلب َي
َّ َيٛع َ ِْٓ ػ َْٓ ِػى ِْش َِخَ ػ َْٓ اث- ٦ٓ۵
ٍ َّػج
ٕٓ (ع.َبْٕٙ ػ َ ِٗ ِص َّذ ْلذُ ث َ َ ْد ر6ق َ َِّٟٔذُنَ أِْٙ َِ ْخ َشفًب فَأُشٌِٟ ََّْب َلب َي َٔؼَ ُْ لَب َي َف ِئْٕٙ ػ
َ ُص َّذ ْلذ
َ َر
)۳ٖ ص/ٖ (ج. ٞاٌزشِز
6
Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo: Tim Kodifikasi
LBM PPL.
Muhammad, Nurhidayat. 2012. Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina Aswaja.
12
Talqin sebelum meninggal, didasarkan pada hadits :
13
ػ ٍَ ٝإٌَّجِ ِّ ٟ
ص ًِّ َ َّللاِ ََ ُ١ٌْ ٚ
ػٍََّ ٝص ِ ًّ َس ْوؼَزَ ِْٓ ١ث ُ َُّ ٌُِ١ثْ ِٓ َ7آ َد ََ فَ ٍَْ١ز َ َٛضَّأ ْ َف ٍُْ١سْ غ ِْٓ ا ٌْ ُٛضَُ ٛء ث ُ َُّ ٌَِ ُ١
ة ا ٌْ َؼ ْش ِػ ا ٌْ َغ ِظ ِ عجْسَ بَْ َّ عٍَّ َُ ث ُ َُّ ٌَِ١مُ ًْ َال إٌََِٗ إِ َّال َّ
َّللاُ ا ٌْ َس ٍِ ُُ ١ا ٌْى َِشُ ُُ ٠ ػٍَ َْ َٚ ِٗ ١ صٍََّّ ٝ
8
ُ١ َّللاِ َس ّ ِ َّللاُ َ َ
د َسزْ َّزِهَ َٚػ ََضائِ َُ َِ ْغ ِف َش ِرهَ َٚا ٌْغََِّٕ ١خَ ِِ ْٓ ُو ًِّ ِث ٍ ّشٛخجَب ِ عأٌَُهَ ُِ ِ ة ا ٌْؼَبٌَ ِّ َٓ١أ َ ْ ا ٌْ َس ّْ ُذ ِ ََّّللِ َس ّ ِ
غفَ ْشرَُٗ ََ ٚال َ٘ ًّّب إِ َّال فَ َّشخْ زَُٗ ََ ٚال زَبخَخً ِ٘ ٌََ ٟهَ ِسضًب ع ٌِ ٟرَ ْٔجًب إِ َّال َغ َال َِخَ ِِ ْٓ ُو ِ ًّ إِثْ ٍُ َال ر َ َذ ْ َٚاٌ َّ
از ِّ( . َٓ١عٕٓ اٌزشِز : ٞج / 2ص )296 ض ْ١زََٙب َ٠ب أ َ ْس َز َُ َّ
اٌش ِ ِإ َّال لَ َ
Hadits tentang shalat hajat :
بط ث ِْٓ عٍَّ َُ لَب َي ٌِ ٍْؼَجَّ ِ
ػٍَ َْ َٚ ِٗ ١ ص ٍََّّ ٝ
َّللاُ َ َّللا َ
عَ ٛي َّ ِ بط أََّْ َس ُ ػ َّج ٍ - ٔٔ۵ػ َْٓ ِػى ِْش َِخَ ػ َْٓ اث ِْٓ َ
صب ٍي إِرَا ػش َْش ِخ َ ػ َّّبُٖ أَالَ أُػ ِْط١هَ أَالَ أ َ َِْٕ ُسهَ أَالَ أَزْ جُٛنَ أَالَ أ َ ْفؼَ ًُ ثِهَ َ بط َ٠ب َ ػجَّ ُ
ت َ٠ب َ ػ ْج ِذ ا ٌْ ُّ َّط ٍِ ِ
َ
١شُٖ١شُٖ ََ ٚو ِج َآخ َش ُٖ َلذَِ َٚ َُّٗ ٠زذِ٠ثَُٗ َخ َطأَُٖ َٚػ َّْ َذُٖ ص َِغ َ َّللاُ ٌَهَ رَ ْٔ َجهَ أ َ َِّ َٚ ٌَُٗٚ
غفَ َش َّأ َ ْٔذَ فَؼَ ٍْذَ رَ ٌِهَ َ
ةد رَ ْم َشأ ُ فُِ ٟو ًِّ َس ْوؼَ ٍخ َفبرِسَخَ ا ٌْ ِىزَب ِ ص ٍِّ َ ٟأ َ ْسثَ َغ َس َو َؼب ٍ ػش َْش ِخصَب ٍي أَ ْْ ر ُ َ ع َّشُٖ َٚػ ََال َِٔ١زَُٗ َ
ِ
َّللاِ َٚا ٌْس َّْ ُذ ِ ََّّللِ َٚالَ ِإ ٌََٗ ٛسحً َف ِئرَا فَ َش ْغذَ ِِ ْٓ ا ٌْ ِم َشا َء ِح ِف ٟأ َ َِّ ٚي َس ْو َؼ ٍخ َٚأ َ ْٔذَ لَب ِئ ٌُ لُ ٍْذَ ُ
ع ْج َسبَْ َّ ع ََُ ٚ
ػش ًْشا ث ُ َُّ ر َ ْشفَ ُغ َسأْ َ
عهَ ِِ ْٓ ػش َْشحَ َِ َّشحً ث ُ َُّ رَ ْش َو ُغ فَزَمٌَُُٙٛب َٚأَ ْٔذَ َسا ِو ٌغ َ
ظ َ َّللاُ أ َ ْوجَ ُش َخ ّْ َ إِالَّ َّ
َّللاُ ََّ ٚ
عهَ ِِ ْٓػش ًْشا ث ُ َُّ ر َ ْشفَ ُغ َسأْ َ
بخ ٌذ َ ع ِبخذًا فَزَمٌَُُٙٛب َٚأ َ ْٔذَ َ ع ِ اٌشوُٛعِ َفزَمٌَُُٙٛب َ
ػش ًْشا ث ُ َُّ ر َ َْ ِٞٛ ٙ ُّ
ظ ػش ًْشا فَزَ ٌِهَ َخ ّْ ٌ عهَ فَزَمَُٙ ٌُٛب َ ػش ًْشا ث ُ َُّ ر َ ْشفَ ُغ َسأْ َ غ ُد ُذ فَزَمٌَُُٙٛب َ ػش ًْشا ث ُ َُّ ر َ ْغ ُدِ ٛد فَزَمٌَُُٙٛب َ اٌ ُّ
ص ِ ٍََّٙ١ب فُِ ٟو ِ ًّ َّ َِ ٍَ ْٛ َ٠شحً عزَ َط ْؼذَ أَ ْْ ر ُ َ د إِ ْْ ا ْ ع ْجؼُ َْٛفُِ ٟو ِ ًّ َس ْوؼَ ٍخ ر َ ْفؼَ ًُ رَ ٌِهَ فِ ٟأ َ ْسثَ ِغ َس َوؼَب ٍ ََ ٚ
فَب ْف َؼ ًْ َف ِئ ْْ ٌَ ُْ ر َ ْفؼَ ًْ فَ ِفُ ٟو ِ ًّ ُخ ُّؼَ ٍخ َِ َّشحً َف ِئ ْْ ٌَ ُْ رَ ْفؼَ ًْ فَ ِفُ ٟو ِ ًّ َ
شٍْ ٙش َِ َّشحً فَ ِئ ْْ ٌَ ُْ رَ ْف َؼ ًْ فَ ِفُ ٟو ِ ًّ
عَٕ ٍخ َِ َّشحً فَ ِئ ْْ ٌَ ُْ رَ ْف َؼ ًْ َف ِفُ ٟ
ػ ُّ ِشنَ َِ َّشحً( .عٕٓ أث ٟداٚد :ج / 4ص )59 َ
7
Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo: Tim Kodifikasi
LBM PPL.
Muhammad, Nurhidayat. 2012. Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina Aswaja.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang yang membuat tradisi dan budaya di Indonesia
adalah berasal dari Hindu-Budha yang ada sejak dahulu dari budaya
Jawa. Tradisi dan budaya yang ada di Indonesia yaitu: tahlilan, membaca
shalawat, suwuk atau mantra, acara tujuh bulanan, dan lain-lain. Menurut
pandangan NU bahwa tradisi dan budaya yang ada adalah bid‟ah Hasanah
yaitu sesuatu yang baik. Mudah-mudahan makalah yang saya buat
bermanfaat bagi pembaca dan apabila ada salah kata maupun tulisan yang
kurang berkenan saya haturkan mohon maaf.
15
DAFTAR PUSTAKA
iv