Disusun Oleh :
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini kami susun berdasarkan pengalaman dan data-data yang kami peroleh
dari sebagai sumber.Makalah ini disusun sedemikian rupa dengan tujuan dapat
diterima dan dipahami oleh dosen serta mahasiswa atau mahasiswi.
Kami menyadari bahwa hal tersebut terlaksana berkat bantuan berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu izinkan kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak. Aan Zainul Anwar,S.H.I.,M.E,Sy. Selaku Kaprodi. Ekonomi
Islam.
2. Bapak Saroni, S.Ag. MM. M.Pd I Selaku Dosen Pengampu Ahlusunnah
wa al jamaah Universitas Islam Nahdhlatul Ulama.
3. Ayah dan ibu selaku orang tua yang mendukung kami.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa laporan masih jauh dari sempurna walaupun kami
telah berusaha dengan semaksimal mungkin dan daya upaya yang ada pada kami.
Semoga Makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak penyusun pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Della Awaliya
Anis Zunita Badriah
Karina zulaikha
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
3.1. Kesimpulan..............................................................................................11
3.2. Saran........................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1
1.3. Tujuan Masalah
Bahkan boleh dikatakan apa yang tertuang dalam anggaran dasar hanyalah
aspek formal dari kehidupan keagamaan NU, namun di balik formalitas itu
terdapat warna yang sebenarnya dari sifat dan corak gerakan yang menjadi inti
pokok kehidupan keagamaan NU. Jika dilihat dari anggaran dasar NU di atas,
2
tampak jelas bahwa faham Ahlussunah wa al-Jama'ah merupakan sistem nilai
yang mendasari semua prilaku dan keputusan yang berlaku di NU. Oleh karena
itu, paham ahlussunah waljama’ah (aswaja) tidak hanya dijadikan landasan dalam
kehidupan keagamaan NU, namun merupakan landasan moral dalam kehidupan
sosial politik. Dalam hal ini, ada empat prinsip yang menjadi landasan dalam
kehidupan kemasyarakatan bagi NU yaitu :
1. Tawasuth
2. Tasamuh
3. Tawazun
4. Amar ma’ruf nahi munkar.
2.2. Konsep NU Terhadap Aswaja
3
c. Al ma’ad, yaitu sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan
dibangkitkan dari kubur pada hari iamat dan setiap manusia akan
mendapat imbalan atas amal perbuatannya.
2.2.2. Bidang social plitik
Tasawuf adalah menyucikan diri dari apa saja selain Allah. Ketidak
terikatan kepada apapun selain Allah SWT baik dalam proses batin ataupun
bertingkah laku inilah yang kemudian disebut dengan zuhud. Namun engertian
zuhud tersebut bukan berarti manusia hanya sibuk dengan hubungan vertical
dengan Tuhannya dan meninggalkan urusan duniawi. Ahlussunnah Wal Jamaah
Nahdliyyin (NU) memandang bahwa justru ditengah-tengah kenyataan duniawi
posisi manusia sebagai hamba dan fungsinya sebagai khalifah harus diwujudkan.
Urusan duniawi yang mendasar bagi manusia adalah seperti mencari nafkah dan
juga urusan-urusan yang lain seperti politik, hukum, sosial, budaya dan lain
sebagainya. Dalam tasawuf urusan-urusan tersebut tidak harus ditinggalkan untuk
mencapai zuhud. Praktek zuhud adalah didalam batin sementara aktivitas sehari-
hari tetap diarahkan untuk mendarmabaktikan segenap potensi manusia agar
terwujudnya masyarakat yang baik.
4
Bentuk pemahaman keagamaan Ahlussunnah Waljama’ah yang
dikembangkan NU disebutkan secara tegas dalam AD NU Bab II tentang
Aqidah/Asas Pasal 3, yakni ”Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyyah Diniyah
Islamiyyah beraqidah/berasas Islam menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah dan
menganut salah satu dari mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali”.
Untuk bidang tasawuf yang merupakan dasar pengembangan akhlak atau perilaku
kehidupan individu dan masyarakat, NU menganut paham yang dikembangkan
oleh Abul Qasim Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Muhammad ibnu Muhammad Al-
Ghazali serta Imam-Imam yang lain. Dari penjelasan itu dapat dipahami bahwa
NU mengembangkan faham Ahlussunnah Waljama’ah yang mencakup tiga hal
pokok yang secara garis besar juga merupakan aspek -aspek ajaran Islam, yaitu:
1. Akidah
2. Syari’ah atau fikih
3. Akhlak.
5
ibadah (penghambaan kepada Allah atau pengamalan ajaran agama) yang bersifat
sosial, menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya secara horizontal,
misalnya jual beli,perilaku pidana-perdata, pembuatan kesepakatan-kesepakatan
tertentu, perilaku sosial-politik, dan lain sebagainya.
Dalam bahasa Al-Quran aspek ini disebut dengan habl min an-nâs. Semua
dasar dari syari’ah atau fikih ini ada di dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Akan
tetapi, menurut paham Ahlussunnah Waljama’ah tidak semua orang akan dapat
menerjemahkan dan memahaminya secara langsung. Sebagaimana diketahui,
kebanyakan nash Al-Quran maupun Sunnah berbicara tentang pokok dan prinsip-
prinsip masalah. Hal ini membutuhkan penjabaran dengan metode pengambilan
hukum tertentu, sehingga dapat diperjelas apa saja yang menjadi cabang-
cabangnya. Untuk melakukan hal ini diperlukan ijtihad yang tidak semua mampu
melakukannya. Itulah sebabnya mengapa dalam paham Ahlussunnah Waljama’ah,
mengikuti mazhab tertentu dalam memahami ajaran agama menjadi demikian
penting.
6
Sunnah Rasulullah, atsar sahabat, perkataan tabi’in, pembela hadis, dan apa yang
dikatakan oleh Ahmad ibn Hanbal. Watak atau ciri NU dalam mengembangkan
paham Ahlussunnah Waljama’ah adalah pengambilan jalan tengah yang berada di
antara dua ektrim. Kalau kita melihat ke belakang, sejarah teologi Islam memang
banyak diwarnai oleh berbagai macam ektrem, seperti Khawarij dengan teori
pengkafirannya terhadap pelaku dosa besar, Qadariyah dengan teori kebebasan
kehendak manusianya, Jabariyah dengan teori keterpaksaan kehendak dan berbuat
manusianya, dan Muktazilah dengan pendewaannya terhadap kemampuan akal
dalam mencari sumber ajaran Islam.
Dalam akhlak, ada keseimbangan dan pertengahan antara sikap berani dan
sikap penakut serta ”ngawur”. Sikap tawâdlu’ (rendah hati) merupakan
pertengahan antara takabbur (sombong) dan tadzallul (rendah diri). Secara
keseluruhan, bisa juga dikatakan bahwa paham keagamaan Ahlussunah
Waljama’ah yang ditampilkan oleh NU merupakan manhaj yang mengambil jalan
7
tengah antara kaum ekstrem ’aqliy (rasionalis) dengan kaum ekstem naqliy
(skripturalis). Akan tetapi, dalil dalil berdasarkan nash Al-Quran dan sunnah
(naqliy) secara hierarkis berada di atas dalil berdasarkan akal atau logika (aqliy).
Dengan kata lain bahwa di dalam lingkungan NU diterapkan metode berpikir
untuk mendahulukan nash dari pada akal (taqdîm an-nashsh ’alâ alaql). Perpaduan
antara tawassuth, i’tidâl, dan tawâzun ini juga mencerminkan tradisi NU yang
dalam secara kultural bersikap mempertahankan tradisi lama yang baik, menerima
hal-hal baru baru yang lebih baik, tidak bersikap apriori dalam menerima salah
satu di antara keduanya, dan lain sebagainya.
8
lama yang dianggap baik dan relevan, dan akomodatif terhadap nilai dan tradisi
baru yang lebih baik).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
10