Anda di halaman 1dari 2

A.

DASAR-DASAR PAHAM KEAGAMAAN NAHDLATUL ULAMA

Dalam khittah Nahdlatul Ulama hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo dalam


bab Dasar-Dasar Paham Keagamaan Nahdlatul Ulama disebutkan tiga hal
berikut.

a. Nahdlatul Ulama mendasarkan paham keagamaan pada sumber ajaran Islam:


Alqur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.

b. Dalam memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas,


Nahdlatul Ulama mengikuti paham Ahlussunnah wal Jama’ah dan menggunakan
jalan pendekatan madzhab:

1) Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti ahlussunnah wal Jama’ah yang


dipelopori oleh Imam Abul Hasan alAsy’ari dan Imam Manshur Al-Maturidi.

2) Di bidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (madzhab) salah


satu dari madzhab Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin
Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

3) Di bidang tasawuf, mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Imam al-


Ghazali serta imam-imam yang lain.

c. Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian (berpendirian) bahwa Islam adalah


agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah
dimiliki manusia. Paham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat
menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri
suatu kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa. Paham Nahdlatul Ulama
adalah melestarikan semua nilai-nilai unggul kelompok dan tidak bertujuan
menghapus nilai-nilai tersebut.

Paham keagamaan dalam NU terdapat dua aspek dalam madzhab. Pertama,


metode yang dipakai oleh para mujtahid dalam merumuskan hukum Islam
(istinbath). Kedua, hasil dari penerapan metode istinbath tersebut. Nahdlatul
Ulama memformulasikan keduanya sebagai metode pemecahan hukum yang
berlaku di kalangan nahdliyin. Dari sinilah ada yang disebut dengan madzhab
qauli dan madzhab manhaji.

1. Madzhab Qauli Menurut madzhab ini, pendapat keagamaan ulama yang


teridentitas sebagai ulama Aswaja dikutip secara utuh qaulnya dari kitab
mu’tabar dalam madzhab, seperti mengutip dari kitab Al-Iqtishad fi al-I’tiqad
karangan al-Ghazali, atau al-Umm karya asy-Syafi’i. Agar terjaga keutuhan
paham madzab sunni harus terhindarkan pengutipan pendapat dari kitab yang
bermadzhab lain.

2. Madzhab Manhaji Ketika merespon suatu masalah kasuistik dipandang perlu


menyertakan dalil nash syar’i berupa kutipan ayat al-Qur’an, nukilan matan
sunnah atau hadis, untuk mewujudkan citra muhafadzah, maka kerjanya sebagai
berikut:

a. Nash al-Qur’an yang dikutip dari mushaf usmani. Tafsiran pun harus berasal
dari kitab-kitab tafsir yang mu’tabar.

b. Penukilan hadis harus berasal dari kitab-kitab standar.

c. Pengutipan ijma’ perlu memisahkan kategori ijma’ shahabi yang diakui tertinggi
mutu kehujjahannya dari ijma’ mujtahidin. Sumber pengutipan sebaiknya
mengacu pada kitab karya mujtahid muharrir madzhab, seperti Imam Nawawi
dan lainlain.

Anda mungkin juga menyukai