Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL SKRIPSI

MAKANAN TRADISIONAL DALAM TRADISI AKKATTEREQ

MASYARAKAT KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA: KAJIAN

SEMIOTIKA

HALAMAN SAMPUL

Oleh:

SULFIANI

F021191059

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Latar belakang...................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................6

C. TUJUAN PENELITIAN...................................................................................6

D. MANFAAT PENELITIAN...............................................................................7

1. Manfaat praktis..............................................................................................7

2. Manfaat Teoretis............................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................9

A. LANDASAN TEORI.........................................................................................9

1. Semiotika.......................................................................................................9

B. PENELITIAN RELEVAN................................................................................9

C. KERANGKA PIKIR.......................................................................................10

D. DEFENISI OPERASIONAL...........................................................................10

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................11

A. Jenis Penelitian................................................................................................11

B. Waktu dan Tempat...........................................................................................11

C. Sumber Data....................................................................................................11

i
D. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................11

E. Teknik Analisis Data.......................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki

fenomena sosial dan kebudayaan yang khas dan beraneka ragam. Daerah ini terdapat

tiga suku bangsa yang utama yaitu Bugis, Makassar, dan Toraja. Ragam kebudayaan

etnis-etnis tersebut mempunyai persamaan wujud, bentuk dan pola meskipun adanya

perbedaan tidak dapat dipungkiri dan tidak signifikan. Sebuah suku bangsa yang

jumlahnya sangat banyak ini terpampang di buku dan artikel. Identitas mengenai

suku bangsa bukan berarti kita berada pada sebuah pandangan atau paham yang

memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik itu tradisi, adat-istiadat, atau

kepercayaan. Namun demikian, kaitan historis dan sejarah akan menjadi identitas

apalagi dengan bahasa, budaya dan adat yang berbeda pula tidak dapat disamakan

antara satu suku bangsa dengan yang lainnya (Hardiansyah, 2020:39).

Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan

realitas dari pola pikir, tingkah laku, maupun nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat

bersangkutan. Dalam kebudayaan terdapat perangkat-perangkat dan keyakinan-

keyakinan yang dimiliki oleh pendukung kebudayaan tersebut. Perangkat-perangkat

pengetahuan itu sendiri membentuk sebuah sistem yang terdiri atas satuan-satuan

yang berbeda-beda secara bertingkat-tingkat yang fungsional hubungannya satu sama

lainnya secara keseluruhan. Kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem

nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung

kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan

1
bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu

masyarakat. Tradisi adalah suatu yang sulit berubah, karena sudah menyatu dalam

kehidupan masyarakat pendukungny a (Syamaun, 2019: 82-83).

Kebudayaan masyarakat yang ada di Sulawesi Selatan merupakan sistem nilai

tertentu yang dijadikan pedoman hidup dan dasar dalam berperilaku oleh masyarakat

pendukungnya. Kebudayaan inilah yang kemudian menjadi tradisi masyarakat.

Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan

masyarakat. Tradisi tampaknya sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan

dalam kehidupan masyarakat. Pedoman hidup oleh warga yang mendukung

kebudayaan tersebut, yang dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan bertingkah

laku maka kebudayaan kemudian menjadi tradisi atau dilakukan secara

berulangulang yang sulit untuk diubah karena sudah menyatu dalam kehidupan

bermasyarakat. Kebudayaan yang tercipta dalam suatu daerah mengandung norma-

norma, nilai-nilai maupun yang konkrit dalam bentuk aktivitas tingkah laku dan

berpola perilaku (Eptiana, 2021: 21).

Upacara tradisional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan

masyarakat karena berfungsi sebagai pengokoh norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Norma-norma serta nilai-nilai itu ditampilkan dengan peragaan secara

simbolis dalam bentuk upacara yang dilakukan dengan penuh hikmah oleh

masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat

dapat dinikmati dan memenuhi kebutuhan para anggotanya, baik secara individu

maupun secara kelompok.

Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba merupakan

kawasan adat di mana masyarakatnya masih melestarikan warisan nenek moyang

2
kepada generasinya secara turun-temurun agar tetap dilestarikan dan dijaga sebagai

bentuk penghargaannya kepada leluhur mereka. Warisan leluhur biasanya berupa

tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan. Tradisi lebih berorientasi kepada kepercayaan

dan kegiatan ritual yang mengakar dalam masyarakat. Tradisi yang ada di

masyarakat ada kajang adalah Attunu panroli, Adingingi(mendinginkan bumi),

pappasang , Akkattere, tradisi kematian suku kajang 40 hari di larang mandi dan

hanya memakai sarung dan tradisi-tradisi lainnya.

Masyarakat Tanah Towa memiliki sejumlah tradisi yang diwariskan oleh

leluhur mereka. Tradisi yang dimiliki oleh komunitas adat Kajang memiliki keunikan

tersendiri yang menjadi ciri khas dan berbeda dari kebudayaan komunitas lainnya.

Berdasarkan wilayah permukiman komunitas adat Kajang dibedakan atas dua

kelompok. Pertama, Tana Kamase-masea (tanah yang sederhana) atau Ilalang

Embayya (dalam batas) yaitu mereka yang bermukim di dalam kawasan adat atau

biasa juga disebut Kajang dalam dan Kajang hitam (Kajang Le’leng) yang menetap

di Dusun Benteng. Kedua, Tana Koasayya atau Ipantarang Embayya yaitu mereka

yang bermukim di luar kawasan adat atau Kajang berada di luar Desa Tanah Towa

yaitu yang menempati tujuh desa yang ada di Kecamatan Kajang.

Pakaian serba hitam merupakan ciri khas masyarakat adat Kajang. Makna

warna hitam bagi masyarakat adat Kajang yakni sebagai bentuk persamaan dalam

segala hal, termasuk dalam kesamaan dan kesederhanaan. Warna hitam menunjukkan

kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di mata sang pencipta, Selain Pasang ri

Kajang masyarakat adat Kajang juga menganut sistem kepercayaan yang disebut

Pattuntung. Ammatoa merupakan orang yang dipilih oleh Tu Rie’ A’ra’na (Yang

3
Mahakuasa) sebagai pembimbing dan pengarah kehidupan sesuai pandangan

Pattuntung.

Patuntung adalah nama kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Adat

Kajang. Kata Patuntung berasal dari bahasa Makassar dialek Konjo, yaitu dari kata

tuntung yang mendapat awalan Pa sama dengan awalan “Pe” dalam bahasa

Indonesia yang berarti “Penuntut” atau “Pelajar”. Jadi Patuntung diartikan sebagai

seorang yang sedang mempelajari Panggisengang “ilmu pengetahuan” yang

bersumber dari Pasang ri Kajang yang mengandung pesan-pesan, petuah-

petuah,pedoman atau petunjuk yang ditaati, dan dipatuhi serta diamalkan demi

kebahagian akhirat. Ammatoa adalah pemimpin dari kepercayaan patuntung di

Kajang. Secara etimologis amma berarti “bapak” dan toa “tua”. Jadi Ammatoa

mengandung makna bapak yang dituakan sehingga kepadanya diadukan suka duka,

didengar dan dipatuhi karena mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding Patuntung

adalah nama kepercayaan yang dianut oleh masyarakat.

Dalam ajaran Pattuntung, masyarakat adat Kajang yang telah melaksanakan

ritual Akkattereq dianggap sudah melaksanakan ibadah haji, namun berbeda dengan

pelaksanaan ibadah haji dengan umat Islam pada umunnya. Suatu ritual dilaksanakan

berdasarkan suatu agama atau biasa juga bedasarkan tradisi dari komunitas tertentu.

Kegiatan-kegiatan dalam sebuah ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan serta

tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. Menurut masyarakat setempat tradisi

ini sudah berlangsung sebelum masuknya agama Islam di daerah tersebut. Tradisi

tersebut merupakan bagian ajaran patuntung yang berdasar pada Pasanga ri Kajang.

Menurut Katu (2005:30), akkattereq adalah acara yang dilaksanakan

sehubungan dengan kelahiran seorang bayi, acara ini biasa juga disebut dengan

4
upacara an nompolo “aqiqah”, tetapi dilaksanakaan secara sederhana seperti upacara

aqiqah pada umumnya dengan hewan sembelihannya hanya dua ekor ayam atau

empat ekor ayam. Berbeda jika pesta dilaksanakan secara besar- besaran, maka pesta

tersebut disebut dengan acara akkattereq dan dilaksanakan bagi masyarakat yang

mampu.

Ritual Akkattereq juga memiliki makna sebagai mensucikan diri. Masyarakat

adat Kajang mempercayai bahwa mereka tidak perlu menunaikan ibadah haji, cukup

dengan melaksanakan ritual akkattereq karena biaya yang di keluarkan sama dengan

ketika seseorang menunaikan ibadah haji.

Pada ritual Akkattereq pada masyarakat adat Kajang memiliki banyak syarat

dan ketentuan adat. Mulai dari persiapan hingga akhir ritual dilaksanakan. Pada

kegiatan ritual terdapat benda-benda budaya seperti Tabere,Baju bodo, Daging

kerbau , Tolong , Baku , sarung hitam, Berang Buru’ne (parang untuk laki-laki) ,

Badik berang bahine (parang untuk perempuan), Pandingingi (air dan daun tertentu

yang berada dalam piring besar ), kelapa muda , kamboti, kain putih ,kanjoli, bedak

dan minyak , papi’ (Kipas pemangku adat dan penutup songkolo) Semua benda

tersebut wajib ada dalam pelaksanaan ritual. Mayarakat yang melaksanakan kegiatan

ritual Akkattereq harus mengadakan semua benda tersebut sebelum memulai ritual.

Salah satu dari benda Pada ritual Akkattereq pada masyarakat adat Kajang

adalah makanan. Objek pada penelitian yang akan dilaksanakan adalah makanan

yang terdapat pada rituan Akkattereq masyarakat adat Kajang dengan menggunakan

pendekatan semiotika. Makanan yang berupa kue tradisional yang harus ada Pada

ritual Akkattereq pada masyarakat adat Kajang adalah Daging

kerbau,songkolo,kelapa muda dan kue tolong (kue merah dan kue cucur khas kajang

5
yang dibungkus oleh daun pisang). Adanya makanan tersebut memiliki maksud dan

makna, sehingga makanan yang disajikan merupakan tanda yang memiliki makna.

Penulis tertarik meneliti ritual akkattereq terkhusus pada bentuk tanda dan

makna simbolik makanan dalam proses akkattereq Beberapa makanan yang

digunakan dalam ritual akkattereq mempunyai makna dan tingkah laku yang

memiliki arti di dalam pelaksanaannya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka

penelitian ini akan membahas bentuk dan makna simbolik pada ritual akkattereq di

masyarakat ada Kajang Bulukumba. Sehingga judul penelitian ini adalah “Makanan

Tradisional Dalam Tradisi Akkattereq Masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba

dengan Kajian Semiotika”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan gambaran di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian

ini adalah bentuk tanda dan makna simbolik makanan yang ada dalam tradisi

Akkattereq di masyarakat Kajang. Bertitik dari pokok masalah penulis mencoba

merumuskan permasalahan, sekaligus merupakan pembahasan permasalahan yang

akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk tanda pada Makanan dalam tradisi Akkattereq masyarakat

Kajang Kabupaten Bulukumba?

2. Bagaimana makna simbolik makanan yang ada pada tradisi Akkattereq

masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba?

6
C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitia ini bertujuan untuk mengungkapkan jawaban terhadap

permasalahan yang dirumuskan. Jadi tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini

adalah untuk:

1. Menjelaskan bentuk tanda budaya pada makanan yang ada dalam tradisi

Akkattereq masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba?

2. Mendeskripsikan makna simbolik makanan pada tradisi Akkattereq dalam

masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba?

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat praktis

a. Untuk mengkaji dan mendeskripsikan bentuk tanda pada makanan yang ada

dalam tradisi Akkattereq di masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba

b. Penelitian ini dapat menjadi landasan bagi peneliti dan pemerhati ritual

Akkattereq, dapat mengetahui makna simbolik makanan yang ada pada tradisi

Akkattereq dalam masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba

Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pemahaman dan pengetahuan tentang

tradisi ritual Akkattereq.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

Tinjauan pustaka memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sebuah

penelitian. Tinjauan pustaka juga dapat dikatakan sebagai variable yang

menetukan dalam suatu penelitian karena akan menentukan arah dari segi tujuan

dan hasil penelitian. Disamping itu, kajian pustaka juga berfungsi memberikan

landasan teori tentang mengapa penelitian tersebut perlu dilakukan dalam

kaitannya dengan kerangka pengetahuan.

1. Semiotika

a. Pengertian Semiotika

Semiotika merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang

disebut "tanda". Semiotika berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti

tanda. Tanda itu sendiri didenifisikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili

sesuatu yang lain atas dasar konvensi sosial.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda. Semiotika mengkaji

tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda.

Dengan kata lain, pengertian semiotik (tanda, pemaknaan, denotatum dan

interpretan) dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan ada

prasyaratnya dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, interpretasi 2004:79)

8
Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa

fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan tanda-tanda.

Artinya, semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain,

semiotika mempelajari relasi diantara komponen-komponen tanda, serta

relasi antara komponen-komponen terseebut dengan masyarakat

penggunanya. (Al-Irfan 2020 :114)

Tanda-tanda dalam karya sastra, lebih lanjut akan dikaji dalam disiplin ilmu

semiotika. Semua karya sastra dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan

semiotika. Hal tersebut didasarkan karena dalam karya sastra media dalam

penyampaiannya adalah bahasa. Penggunaan tanda oleh pengarang dalam

penyampaian gagasannya akan menunjukkan nilai estetik dari karya tersebut.

Artinya, bahwa tanda-tanda yang dimunculkan oleh pengarang akan

menghasilkan nilai keindahan dari karya sastra yang dituliskan.

(Wulandari,Siregar 2020:30)

b. Semiotika Peirce

Teori Semiotika Peirce merupakan ilmu atau metode analisis yang membahas

mengenai sistem tanda yang diciptakan ahli filsafat asal Amerika bernama

Charles Sanders Pierce yang terkenal dalam bidang logika terhadap manusia

dan penalarannya. Teori semiotik dari Peirce, lebih menekankan pada logika

dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat dan seringkali disebut

sebagai ‘grand theory’ dalam semiotika. Menurut Peirce, logika harus

mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu, menurut hipotesis teori

Peirce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. “Tanda-tanda

9
memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna

pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Manusia mempunyai kemungkinan

yang luas dalam keanekaragaman tanda; diantaranya tanda-tanda linguistik

merupakan kategori yang penting, tetapi bukan satu-satunya kategori”.

Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling

orisinal dan multidimensional. Peirce dianggap memberikan sumbangan yang

penting pada logika filsafat dan matematika, khususnya pada bidang

semiotika. Peirce melihat teori semiotikanya tentang tanda sebagai yang tak

terpisahkan dari logika (Sobur, 2013: 39-40). Charles Sanders Peirce

mengemukakan teori semiotika yang dikenal dengan model triadic dan

konsep trikotominya yang terdiri representament, interpretant, dan object.

Menurut Teori Semiotika Charles Sander Peirce, semiotika didasarkan pada

logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan

penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini

menurut Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain

dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Dalam

hal ini manusia mempunyai keanekaragaman akan tanda-tanda dalam

berbagai aspek di kehidupanya. Dimana tanda linguistik menjadi salah satu

yang terpenting. Dalam teori semiotika ini fungsi dan kegunaan dari suatu

tanda itulah yang menjadi pusat perhatian. Tanda sebagai suatu alat

komunikasi merupakan hal yang teramat penting dalam berbagai kondisi serta

dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek komunikasi.

Analisis Semiotik Pierce terdiri dari 3 aspek penting sehingga sering disebut

dengan segitiga makna atau triangle of meaning (LittleJohn, 1998) 3 aspek

tersebut yaitu:

10
a) Tanda: adalah konsep utama yang dijadikan sebagai bahan analisis

dimana

didalam tanda terdapat makna sebagai bentuk interpretasi pesan yang

dimaksud. Secara sederhana, tanda cenderung berbentuk visual atau

fisik yang ditangkap oleh manusia.

b) Objek / Acuan Tanda: adalah konteks sosial yang dalam

implementasinya dijadikan sebagai aspek pemaknaan atau yang

dirujuk oleh tanda tersebut.

c) Interpretant / Penggunaan Tanda: konsep pemikiran dari orang yang

menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau

makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk

sebuah tanda.

c. Trikotomi Peirce (Simbol.Ikon Indeks)

Charles Sanders Pierce dikenal dengan model Triadik dan konsep

trikotominya. Model triadik terdiri dari Tanda (sign/representament), objek

(object), dan interpretasi (interpretant). Trikotomi terdiri atas 3 tingkat dan 9

sub-tipe tanda, salah satunya yaitu Trikotomi kedua yaitu tanda berdasarkan

objeknya diklarifikasikan menjadi ikon (icon), indeks (index), dan symbol (symbol).

Ikon adalah tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya atau tanda

menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang

dimaksudkannya. Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung pada

keberadaannya suatu denotasi. Indeks, dengan demikian adalah suatu tanda

yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya.

Misalnya tanda asap dengan api, tiang penunjuk jalan, tanda petunjuk angin

11
dan sebagainya. Kata keterangan seperti di sini, di sana, kata ganti seperti

kau, aku, ia dan seterusnya. Simbol merupakan suatu tanda, dimana

hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku

umum atau itentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi). .(Rizki Syafira

Dkk 2020:61)

2. Tradisi

B. PENELITIAN RELEVAN

Zainaf pada tahun 2015 melakukan penelitian dengan judul ritual akkettere dalam

sistem kepercayaan masyarakat adat kajang, kabupaten bulukumba. Hasil

penelitiannya membahas tentang ritual akkattere menunjukkan bahwa (1) prosesi

ritual akkattere dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap

persiapan dan tahap pelaksanaan. (2) simbol-simbol yang terdapat dalam ritual

akkattere yaitu songkolo „tumpeng‟ 3 warna. Alat dan bahan: kelapa, tabere

„bayangan kabbah‟, berang buru‟ne „badik‟, berang bahine „pisau dapur‟, kaci

„kain putih‟, lipa‟ le‟leng „sarung hitam‟, gangti „benang putih‟, rappo

„pinang‟, leko „sirih‟, aporo „kapur‟. Serta prilaku: akkattere „pemotongan

rambut‟ dan aklimbuasa „menceburkan batok kelapa‟. Nilai-nilai yag terdapat

dalam ritual akkattere yaitu nilai gotong royong, nilai religius dan nilai

kebersaman.

Ardiyanto pada tahun 2017 melakukan penelitian dengan judul Tradisi Akkattere

Di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba (Tinjauan

Aqidah Islam). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi akkattere adalah

12
pesta adat dalam bentuk ritual pemotongan rambut yang dilaksanakan oleh

masyarakat Tanah Towa yang mampu, keturunan adat, dan masih taat pasang.

Akkattere dianggap sama dengan ibadah haji karena sama-sama dilakukan oleh

orang mampu dan sama-sama mengharapkan pahala dari Tu Rie’ A’rana (Tuhan)

pada hari kemudian (akhirat). Proses pelaksanaannya dimulai dengan

apparungrungi dan diakhiri dengan pembagian dallekang. Bagi masyarakat Tanah

Towa, akkattere diyakini sebagai pokok ibadah haji sedangkan yang dilakukan di

Mekah hanyalah ujungnya. Apabila telah melaksanakan akkattere kemudian

melakukan ibadah haji maka akan mendapatkan musibah. Dalam pelaksanaannya

terdapat ritual meminta doa, mereka meyakini apabila tidak dilakukan maka

keluarga yang melaksanakan hajatan akan mendapatkan musibah. Keyakinan-

keyakinan seperti itu mengarah kepada kemusyrikan sehingga perlu diluruskan

dengan cara memberikan pemahaman aqidah Islam kepada mereka.

C. KERANGKA PIKIR

Kerangka pikir pada penelitian ini merupakan arah dari penalaran peneliti

untuk menjelaskan sementara jawaban atas rumusan masalah yang telah peneliti

sebutkan. Kerangka pikir berfungsi menjadi pijakan dari peneliti dalam

melakukan penelitian ini agar peneliti tidak keluar dari pembahasan yang akan

ditelitinya. Alur dalam kerangka pikir ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Objek pada penelitian ini yaitu Ritual Akkattere .

13
D. DEFENISI OPERASIONAL

14
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Waktu dan Tempat

Tempat Penelitian akan di lakukan di Kabupaten Bulukumba khususnya di Kecamatan

Kajang Kabupaten Bulukumba . Waktu penelitian dari bulan April-Juni 2021.

C. Sumber Data

D. Teknik Pengumpulan Data

E. Teknik Analisis Data

15
DAFTAR PUSTAKA

M Arfan H, M Rizal H & Rahmiati D.2020. Kajian Identitas Budaya Kuliner

Dangke Makanan Khas Massenrempulu. Jurnal Lingue: Bahasa, Budaya, dan

Sastra. Vol.2, No.1 Juni 2020 Page 38-51.

Syukri Syamaun. 2019. Pengaruh Budaya Terhadap Sikap Dan Perilaku

Keberagamaan. JURNAL AT-TAUJIH BIMBINGAN DAN KONSELING

ISLAM Vol. 2 No. 2 Juli - Desember 2019

(http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Taujih).

Eptiana, dkk. 2021. Pola Perilaku Sosial Masyarakat Dalam Mempertahankan

Budaya Lokal (Studi Kasus Pembuatan Rumah Di Desa Minanga Kecamatan

Bambang Kabupaten Mamasa). EDULEC JOURNAL: Education,

Language, and Culture website. As part of the spirit of disseminating

Education, Language and Culture. Volume 1, Issue 1 December 2021: 20-27.

Noermanzah.2019. Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan

Kepribadian. Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa (Semiba) 2019

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/semiba Halaman 306-319

Arviani Sari.2021 . Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini 5-6 Tahun Ditinjau dari

Aspek Sintaksis dan Pragmatik. Jurnal Kualita Pendidikan Vol. 2, No. 2, Agustus

2021, pp. 102-106

Mila Syafira Rizki Dkk,2020, PERILAKU POSITIF PADA KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

DALAM TAYANGAN WEB SERIES JANJI. Jurnal Komunikatio p-ISSN 2442-3882; e-ISSN

2549-8002 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2020

16
17

Anda mungkin juga menyukai