Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PANCASILA

“TRADISI BAKAR BATU (BARAPEN) DI PAPUA”

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Anggota :
1. Maharani Resendria Bilqis (205040200111200)
2. Ummi Hidayah (205040201111037)
3. Soni Sumarsono (205040201111056)
4. Muhammad Salim Supriatna (205040201111121)
5. Akbar Firmansyah (205040207111038)
6. Delonix Regia (205040207111039)
7. Daffa Dhiyaulhaq N. P. (205040207111130)
8. Ajeng Putri Santoso (205040207111185)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan rahmat beserta taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Pancasila pada nilai-nilai kearifan lokal yang
ada di daerah Papua dengan tradisi bakar batu dalam bentuk maupun isinya yang
sederhana.
Makalah Pancasila ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena, itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
Pancasila pada nilai-nilai kearifan lokal di daerah Papua ini. Demikian juga kami
sebagai penulis ingin memohon maaf jika dalam penyusunan makalah Pancasila ini
masih terdapat kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan informasi dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca akan diterima
guna memperbaiki dan mengembangkan penelitian ini. Semoga bimbingan dan
nasehat yang diberikan kepada penulis menjadi bekal dan pengetahuan di kemudian
hari.

Malang, 16 Maret 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 6
2.1 Kearifan Lokal Bakar Batu (Barapen) ........................................................... 6
2.2 Pelaksanaan Ritual Bakar Batu (Barapen) ................................................... 6
2.3 Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Ritual Bakar Batu (Barapen) ...... 7
2.3.1 Sila Ke-1 ................................................................................................ 7
2.3.2 Sila Ke-2 ................................................................................................ 8
2.3.3 Sila Ke-3 ................................................................................................ 8
2.3.4 Sila Ke-4 ................................................................................................ 8
2.3.5 Sila Ke-5 ................................................................................................ 9
2.4 Pelestarian Kearifan Lokal Bakar Batu (Barapen) ........................................ 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 11
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya, budaya yang dimiliki di Indonesia mempunyai nilai-nilai
yang senantiasa diwariskan, ditafsirkan serta dilaksanakan yang seiring dengan
proses perubahan sosial kemasyarakatan. Eksistensi budaya serta keragaman nilai-
nilai luhur kebudayaan yang ada pada bangsa Indonesia adalah sarana dalam
membangun karakter warga negara baik yang berhubungan dengan karakter privat
serta karakter publik (Yunus, 2012). Ilmu kebudayaan serta kemasyarakatan
memiliki konsep arti yang meluas yakni kompleks totalitas yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, seni, adat istiadat serta apapun
kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh dari sebagian anggota masyarakat,
(Rangkuti, 2012). Kebudayaan juga dapat diartikan hasil karya manusia yang dpat
dikembangkat atas sikap mereka terhadap kehidupan serta diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui proses komunikasi serta belajar dari
generasi yang diwariskan yang memiliki karakter yang tangguh dalam menjalankan
kehidupan. Dalam kebudayaan terdiri atas 3 (tiga) komponen yaitu gagasan-
gagasan (ideas), norma-norma (norma) serta benda hasil kebudayaan (things).
Budaya tidak dapat dipisahkan dari seluruh pola aktivitas masyarakat yang
memiliki peran yang sangat vital dalam proses pembangunan karakter bangsa.
Perbedaan lingkungan, sejarah serta orientasi nilai budaya menimbulkan perbedaan
dalam kompleksitas kebudayaan, dimana semua kebudayaan yang ada pada
masyarakat memiliki unsur-unsur yang sama serta keragaman-keragaman yang
menyangkut kompleksitasnya.
Kearifan lokal merupakan suatu identitas atau kepribadian budaya pada
sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa ini dapat menyerap bahkan mengolah
kebudayaan yang berasal dari luar atau bangsa yang menjadi watak serta
kemampuan sendiri (Purwanto, 2017). Kearifan lokal juga dapat diartikan
pandangan hidup serta ilmu pengetahuan dan dari berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
beberapa masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal juga sering
disebut dengan local genius yang merupakan suatu istilah yang dijelaskan oleh
Quatrich Wales yaitu “the sum of cultural characteristics which the vast majority
of people have in common as a result of their experience in early life” yang artinya
keseluruhan ciri-ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh masyarakat atau
bangsa sebagai hasil pengalaman mereka di masa lampau. Pancasila adalah
cerminan bangsa Indonesia di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta
bernegara. Dalam nilai-nilai pancasila yang terkandung di dalam pancasila tersebut
menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia di dalam penyelenggaraan bernegara.
Pancasila terkandung banyak nilai yang mana dari keseluruhan nilai ini terkandung
didalamnya 5 (lima) garis besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila membuat Indonesia tetap teguh serta bersatu dalam keberagaman budaya
yang menjadikan pancasila tersebut sebagai dasar kebudayaan yang menyatukan
antara budaya satu dengan budaya lainnya. Oleh karena itu, perlunya
memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal pada masing-masing daerah dikarenakan
nilai kearifan lokal yang dimiliki dan dijaga atau dipelihara pada suatu daerah
tersebut akan terus menerus ada.
Makalah ini ditulis berdasarkan budaya yang ada di daerah Papua. Sebagai
daerah yang memiliki ratusan suku, Papua memiliki budaya yang unik yakni Bakar
batu dimana di dalam tradisi bakar batu ini tercermin nilai-nilai solidaritas yang
dapat mengelola keakraban masyarakat yang beraneka ragam. Tradisi ini terlihat
sebagai upacara atau momen dimana untuk saling melupakan konflik yang ada dan
terjadi serta bersama-sama membangun kesepahaman di dalam upacara bakar batu
(Zaifuddin, 2021). Hal ini senada dengan kebudayaan daerah yang memiliki nilai-
nilai pancasila yang terkandung didalamnya.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan mengetahui nilai-nilai kearifan lokal
dengan kebudayaan bakar batu di daerah Papua yang berdasar dengan nilai-nilai
pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kearifan Lokal Bakar Batu (Barapen)


Salah satu kearifan lokal dari daerah Papua adalah tradisi Bakar batu
(Barapen). Kebudayaan bakar batu ini masih terjaga keasliannya sampai
sekarang, yang mana menunjukkan keunikan budaya yang khas dari Papua.
Makna dari pesta bakar batu yaitu sebuah ritual dari masyarakat Papua sebagai
tanda syukur atas berkat yang diterima, rezeki yang melimpah, serta prosesi
dalam acara pernikahan, penyambutan tamu akbar, bahkan saat adanya upacara
kematian (Budiarti, 2017). Menurut sejarah ritual Bakar Batu merupakan
sebuah ritual memasak besar-besaran antar warga masyarakat kampung yang
mana bertujuan sebagai tanda syukur, silaturahmi, menyambut kelahiran anak,
perkawinan adat, serta penobatan ketua suku baru. Ditemukan bahwa,
kebanyakan budaya Bakar Batu banyak dilakukan oleh masyarakat pedalaman
atau pegunungan dengan alat masak berupa batu dengan ukuran yang sangat
besar yang dibakar dengan api membara dan nantinya akan diletakkan pada
tumpukan makanan yang akan dimasak.
Prosesi pesta acara bakar batu disesuaikan berdasarkan kebiasaan dari
masyarakat papua dalam mengolah dan memasak bahan makanan
menggunakan metode bakar batu. Selain itu, pesta Bakar Batu juga dapat
digunakan sebagai ajang untuk melakukan perkumpulan bagi semua warga
setempat yang mana akan meningkatkan betapa pentingnya solidaritas dan
kebersamaan Papua. Elas (2018) menyatakan bahwa penyebutan istilah ritual
Bakar Batu berbeda-beda di setiap suku-suku di Papua, seperti halnya
masyarakat Paniani terbiasa menyebut tradisi ini dengan sebutan gapii atau
mogo gapii. Masyarakat Biak terbiasa menyebut Barapen, beda lagi dengan
masyarakat Wamena yang menyebut dengan ritual Kit Oba Isago. Akan tetapi
dari sekian banyak nama ritual ini yang umum digunakan oleh banyak
masyarakat adalah budaya Barapen.
2.2 Pelaksanaan Ritual Bakar Batu (Barapen)
Prosesi acara Bakar Batu pada umumnya dibagi menjadi tiga tahapan,
yaitu tahapan persiapan, tahapan bakar babi, dan terakhir adalah tahapan
makan bersama (Budiarti, 2017). Ketiga acara pokok dalam ritual atau kearifan
lokal Bakar Batu diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tahapan Persiapan
Sebelum acara dimulai, masyarakat Papua berbondong-bondong dalam
menyiapkan kebutuhan seperti batu dan kayu bakar yang nantinya akan
dipergunakan dalam proses pemasakan. Penyusunan batu dan kayu bakar
tidak diletakkan begitu saja, namun terdapat cara atau aturan sendiri yang
mana pada lapisan paling bawah ditempati kumpulan batu-batu dengan
ukuran besar. Kemudian diatasnya ditata kumpulan kayu bakar dan disusul
dengan batu-batu yang ukurannya lebih kecil. Batu dan kayu bakar disusun
secara bergantian sampai pada bagian atasnya tertutupi oleh kayu bakar.
Setelah tumpukan selesai, selanjutnya yaitu membakar kayu yang berada di
tumpukan sampai habis terbakar sehingga menyebabkan batu-batu akan
menjadi panas. Pada tahapan ini umumnya dilakukan oleh kaum pria.
b. Tahapan Bakar Babi
Setiap masing-masing kepala suku mempunyai kewajiban untuk
menyerahkan seekor babi sebagai pralambang acara Bakar Batu. Setelah
babi terkumpul, selanjutnya kepala suku memanah babi tersebut. Dari hasil
panahan kepala suku mempunyai arti tersendiri bagi acara ini, yang mana
apabila dalam satu kali panah babi bisa mati maka menunjukkan pertanda
bahwa acara akan berjalan lancar. Sebaliknya, apabila babi tidak mati pada
sekali panah, pasti dalam acara Bakar Batu diyakini akan mengalami
hambatan yang tak terduga. Apabila dalam prosesi kematian, keluarga yang
ditinggalkan biasanya membawa babi untuk tanda belasungkawa, serta tak
lupa untuk untuk saling berpelukan dan berciuman pipi.
c. Tahapan Makan Bersama
Tahapan terakhir yaitu agenda yang dinanti-nanti menikmati hasil masakan
olahan babi yang dimasak bersama-sama satu desa. Adanya kebersamaan
ini menunjukkan tingkat keakraban masyarakat Papua yang tanpa
memandang fisik maupun kasta. Berjalannya acara Bakar Batu dapat
melatih serta mendidik generasi-generasi penerus akan pentingnya nilai
solidaritas yang harus terus dipupuk untuk menjalin kebersamaan antar
masyarakat Papua.
2.3 Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Ritual Bakar Batu (Barapen)
2.3.1 Sila Ke-1
Sila pertama yang berbunyi ketuhanan yang Maha Esa memiliki
keterkaitan dengan adanya ritual bakar batu ini. Sejatinya ritual atau upacara
Bakar Batu (Barapen) ini sendiri bertujuan sebagai tanda syukur atas berkat
yang diterima serta rezeki yang melimpah yang diberikan oleh Tuhan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lesiputty (2018), ritual Bakar Batu
dalam pandangan agama Kristen memiliki nilai-nilai luhur yang baik dan tidak
merugikan kehidupan manusia, seperti kekeluargaan, kebersamaan, kesatuan,
dan gotong royong, sehingga perlu diberikan perhatian besar untuk
melestarikan ritual tersebut. Selain itu, ritual Bakar Batu ini juga kerap
dilakukan oleh masyarakat Muslim yang ada di Papua. Menurut Suwandi
(2021), ritual Bakar Batu yang dilakukan oleh umat Muslim di Papua
diselenggarakan ketika memasuki Bulan Ramadan atau hari raya besar
keagamaan lainnya. Ritual Bakar Batu yang biasanya menggunakan daging
babi sebagai bahan utama, tetapi untuk umat muslim di Papua diganti menjadi
Ayam atau daging halal lainnya. Hal tersebut merupakan bentuk penyesuaian
bagi umat muslim yang akan melakukan ritual Bakar Batu. Pelaksanaan ritual
Bakar Batu bagi umat Muslim di Papua memiliki tujuan untuk mempererat tali
silaturahmi antar sesama. Dengan demikian, ritual Bakar Batu ini harus tetap
dilestarikan karena memiliki nilai-nilai yang baik dalam agama serta tidak
menyalahi aturan dari agama manapun.
2.3.2 Sila Ke-2
Dalam pelaksanaannya, semua masyarakat yang mengikuti ritual Bakar
Batu ini ikut mengambil bagian untuk memeriahkan ritual Bakar Batu ini. Mulai
tahapan persiapan sampai makan bersama, seluruh masyarakat ikut mengambil
tindakan tanpa sesuai perannya. Hal tersebut yang menjadikan ritual Bakar Batu
ini juga memiliki nilai keadilan sesuai dengan sila ke-2, kemanusiaan yang adil
dan beradab. Sehingga dapat dikatakan ritual Bakar Batu ini juga dapat
mengajarkan kita tentang perlunya keadilan di kalangan masyarakat. Ritual
bakar batu merupakan simbol kesederhanaan dan keadilan masyarakat Papua.
Muaranya ialah persamaan hak, keadilan, kebersamaan, kekompakan,
kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan yang membawa pada perdamaian
(Sutrisno, 2019).
2.3.3 Sila Ke-3
Pada substansi sila ke-3 Pancasila berbunyi persatuan Indonesia, tersirat
bahwa negara majemuk seperti Indonesia harus memiliki pemikiran
keberagaman merupakan kunci dalam negara persatuan Indonesia. Keragaman
kearifan lokal juga menjadi kunci dalam hal ini yang dimana dalam proses acara
bakar batu tersebut dapat menghadiri atau mengumpulkan rakyat atau warga
lokal untuk bersatu di suatu upacara sehingga timbul suatu persatuan.
Keberagaman serta persatuan tersebut, sangat dijaga dengan sepenuh jiwa demi
terciptanya negara Republik Indonesia yang maju, adil, sejahtera dan makmur
sesuai sila ketiga Pancasila. Selain itu, semangat persatuan merupakan sebuah
cara agar bangsa Indonesia tetap terus memiliki dan menjalin hubungan yang
rukun di tengah keberagaman (Salima et al., 2021).
2.3.4 Sila Ke-4
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan memiliki hubungan yang berbanding lurus
terhadap acara bakar batu tersebut. Dalam upacara bakar batu saat sesi
menunggu jamuan makan datang, akan ada sesi dimana pemangku adat atau
bahkan pejabat lain memberikan himbauan yang akan dimusyawarahkan oleh
masyarakat sekitarnya. Hal ini menjadi implementasi tersendiri secara langsung
dari adanya sila 4 Pancasila. Dalam mencapai mufakat, bangsa Indonesia
memilih melalui jalur musyawarah. Musyawarah merupakan bentuk
perwujudan dari kehendak masyarakat, yaitu dari suara terbanyak sebagai
mayoritas ataupun yang sedikit sebagai minoritas. Mayoritas maupun minoritas
tetap diperlakukan adil dan sama untuk kepentingan yang universal (Wijaya,
2015).
2.3.5 Sila Ke-5
Pada sila ke-5 Pancasila berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Di dalam sila ke-5 ini bermakna terdapat tujuan luhur bangsa
Indonesia untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan sosial. Keadilan
sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam segala aspek
kehidupan dan lapisan masyarakat seperti halnya dalam politik, hukum,
ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial–budaya.
Pada kearifan lokal Bakar Batu ini terdapat kegiatan yang merupakan
bentuk implementasi dari nilai Pancasila yaitu sila ke-5. Terlihat pada prosesi
kegiatan penyerahan seekor babi oleh setiap kepala suku sebagai pralambang
acara Bakar Batu yang menggambarkan suatu konsep berkeadilan. Kemudian
juga, implementasi sila ke-5 lainnya terdapat pada acara makan bersama
hidangan yang telah disiapkan tanpa memandang fisik dan juga kasta, hal
tersebut menunjukan bentuk toleransi yang berkeadilan dimana semua
masyarakat mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memandang status
individu tertentu.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Munir (2016:149) secara
singkat, ada beberapa butir nilai yang terkandung dalam sila ke-5 Pancasila,
yakni:
a) bersikap adil terhadap sesama,
b) menghormati hak-hak orang lain,
c) menolong sesama,
d) menghargai orang lain,
e) melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
2.4 Pelestarian Kearifan Lokal Bakar Batu (Barapen)
Pelaksanaan tradisi bakar makanan seperti umbi-umbian dan daging-
dagingan tersebut merupakan bagian dari masyarakat yang diadakan ketika ada
acara adat atau hari-hari spesial, sehingga hal tersebut juga merupakan langkah-
langkah yang dilakukan oleh masyaarakat untuk tetap menjaga warisan budaya
luhur yang bersifat turun-temurun tersebut. Selain itu, tradisi Bakar Batu
(Barapen) menjadi ritual khusus bagi masyarakat di pegunungan tengah Papua,
untuk penyelesaian konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Penyambutan
kedatangan tamu maupun orang terdekat yang kembali dari perantauan juga
menjadi salah satu alasan dilakukannya tradisi Bakar Batu (Barapen). Tradisi
Bakar Batu secara tidak langsung menjadi media edukasi secara persuasif
melalui rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mempererat persaudaraan dan
memberikan nilai-nilai toleransi yang erat. Sehingga dengan terus
dilaksanakannya tradisi Bakar Batu pada hari-hari spesial dan menjadi agenda
rutin yang dilaksanakan, menjadi langkah pelestarian budaya dan tradisi Bakar
Batu (Barapen) itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya yang dimiliki di Indonesia mempunyai nilai-nilai yang senantiasa
diwariskan, ditafsirkan serta dilaksanakan yang seiring dengan proses perubahan
sosial kemasyarakatan. Kebudayaan juga dapat diartikan hasil karya manusia yang
dpat dikembangkat atas sikap mereka terhadap kehidupan serta diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui proses komunikasi serta belajar dari
generasi yang diwariskan yang memiliki karakter yang tangguh dalam menjalankan
kehidupan. Kearifan lokal merupakan suatu identitas atau kepribadian budaya pada
sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa ini dapat menyerap bahkan mengolah
kebudayaan yang berasal dari luar atau bangsa yang menjadi watak serta
kemampuan sendiri.
Salah satu kearifan lokal yang ada di Indonesia ialah Bakar Batu yang
berasal dari daerah Papua. Tradisi bakar batu ini memiliki makna, sebuah ritual dari
masyarakat Papua sebagai tanda syukur atas berkat yang diterima, rezeki yang
melimpah, serta prosesi dalam acara pernikahan, penyambutan tamu akbar, bahkan
saat adanya upacara kematian. Tradisi ini memiliki 3 tahapan, yaitu tahapan
persiapan, dengan menyiapkan kebutuhan seperti batu dan kayu bakar, lalu tahapan
bakar babi, dengan setiap kepala suku menyerahkan seekor babi untuk pralambang
acara bakar batu, dan terakhir tahapan makan bersama, menikmati hasil masakan
olahan babi yang dimasak bersama-sama satu desa.
Pengimplementasian Pancasila dalam tradisi Batu Bakar ini dimulai dari sila
pertama, yang mempererat silaturahmi antar sesama. Lalu pada sila kedua,
mengajarkan kita tentang perlunya keadilan di kalangan masyarakat. Pada sila
ketiga, pada saat proses acara bakar batu tersebut dapat menghadiri atau
mengumpulkan rakyat atau warga lokal untuk bersatu di suatu upacara sehingga
timbul suatu persatuan. Sila keempat, sesi pemberian informasi dari pejabat
setempat atau pemangku adat untuk memberikan himbauan kepada masyarakat
setempat. Terakhir sila kelima, pada prosesi kegiatan penyerahan seekor babi oleh
setiap kepala suku sebagai pralambang acara Bakar Batu yang menggambarkan
suatu konsep berkeadilan. Tradisi Bakar Batu secara tidak langsung menjadi media
edukasi secara persuasif melalui rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mempererat persaudaraan dan memberikan nilai-nilai toleransi yang erat. Sehingga
dengan terus dilaksanakannya tradisi Bakar Batu pada hari-hari spesial dan menjadi
agenda rutin yang dilaksanakan, menjadi langkah pelestarian budaya dan tradisi
Bakar Batu (Barapen) itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, I. S. (2017, August). Potensi budaya bakar batu dalam pembelajaran
fisika. In Prosiding SNPF (Seminar Nasional Pendidikan Fisika) (pp. 22-
25).

Elas, E. (2019). Keunikan Acara Adat Bakar Batu dan Noken Sebagai Daya Tarik
Wisata Budaya Masyarakat di Papua.

Lesiputty, V. M. 2018. Makna Ritual Bakar Batu Bagi Mayarakat Kristen Suku
Dani di Kota Semarang ditinjau dari Perspektif Sosio-Antropologi. Skripsi:
Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana.

Purwanto, I. S. 2017. Nilai-nilai “Dharma” Teks Cerita Mahabarata Versi Novel


Karya R. K. Narayan. Skripsi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Malang.

Rangkuti, A. 2012. Perspektif Hukum Islam Terhadap Kebiasaan Masyarakat


Kecamatan Lingga Bayu Kabupaten Madina Membuka Aurat di Pemandian
Umum. Tesis: Program Studi Hukum Islam, Institut Agama Islam Negeri
Sumatera Utara, Medan.

Salima, D.M., Dewi, D.A. and Furnamasari, Y.F., 2021. Implementasi Nilai–nilai
Pancasila pada Kearifan Lokal Masyarakat Baduy. Jurnal Pendidikan
Tambusai, 5(3), pp.7158-7163.

Sutrisno, E. 2019. Tradisi Bakar Batu Bentuk Toleransi Masyarakat Papua. Online,
https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/982/tradisi-bakar-batu-bentuk-
toleransi-masyarakat-papua. Diakses pada tanggal 16 Maret 2022.

Suwandi, D. 2021. Menyatukan Budaya dan Agama, Muslim Wamena Gelar


Tradisi Bakar Batu.
Online,https://regional.kompas.com/read/2021/04/24/200405878/menyatukan
-budaya-dan-agama-muslim-wamena-gelar-tradisi-bakar-batu?page=all.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2022.

Wijaya, M. H. (2015). Karakteristik Konsep Negara Hukum Pancasila. Jurnal


Advokasi, 5(2).

Yunus, R. 2012. Nilai-nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat


Karakter Bangsa:Studi Empiris Tentang Huyula/oleh Rasid Yunus. Ed 1, Cet,
1-Yogyakarta: Deepublish.

Zaifuddin. 2021. Mengelola Kearifan Lokal Papua Sebagai basis Pelayanan Sosial:
Upaya Memahami Para-para Adat dan Tradisi Bakar Batu Sebagai Modal
Sosial Masyarakat papua. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial. Vol. 22(1): 25-
32.

Anda mungkin juga menyukai