Anda di halaman 1dari 18

GAWAI ADAT DAYAK DI KALIMANTAN BARAT

Disusun Oleh :
Viranty Sakinah Dea
A1011221210

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
KATA PENGANTAR

Pertama- tama mari kita panjatkan puji dan syukur yang senantiasa kita ucapkan
kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan ridho nya sehingga makalah ini dapat tersusun
sampai selesai dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Lolita , SH., MH sebagai dosen
pengampu mata kuliah Hukum Adat yang telah memberikan tugas ini. Serta saya ucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan berupa pikiran maupun materi.

Saya sadar bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati saya memohon kritik dan saran
yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, 26 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................8
1.3 Tujuan....................................................................................................................................8
BAB 2.....................................................................................................................................................9
PEMBAHASAN........................................................................................................................................9
2.1 Tujuan Gawai Dayak...............................................................................................................9
2.2 Faktor-Faktor Pendukung Gawai Dayak................................................................................11
2.3 Proses dan Persiapan Pelaksanaan Gawai Dayak.................................................................12
2.4 Mitos Sejarah Gawai............................................................................................................15
2.5 Gawai Dayak Sebagai Kearifan Lokal....................................................................................16
BAB 3...................................................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................17
3.2 Saran....................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................18

3
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tradisi merupakan tatanan pemahaman dan kepercayan akan nilai, sikap yang didapat
dari sebagian besar orang dari generasi ke generasi melalui individu dan kelompok
masyarakat yang bersifat manusiawi, yang dipandang sebagai suatu proses berkembang nya
pengetahuan dan budaya. Oleh sebab itu tradisi diterapkan secara turun turun menurun,
karena dianggap sebagai dasar dan fondasi kayak di kehidupan masyarakat tersebut. Tradisi
menjadi unsur terpenting bagi kebudayaan guna untuk menciptakan nilai etik dan etika, rasa
solidaritas antara sesama serta nilai nilai sosial lainnya pada masyarakat, sehingga terbentuk
keseimbangan antara nilai material dan nilai spiritual di dalam kehidupan masyarakat. Nilai
tersebut perlu diperhatikan dan dikembangkan guna tidak terjadi ketimpangan sehingga tetap
terjaga dan bertahan hingga masa yang akan datang, guna menciptakan kemakmuran dalam
kehidupan masyarakat. Banyak pengaruh yang diciptakan dari kebiasaan kebiasaan yang
dilakukan masyarakat, melalui tradisi yang biasa dilakukan secara rutin untuk itu tradisi
mempengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat untuk saling terikat terkait antara
satu dengan lainnya.

Negara kita Indonesia, merupakan suatu negara yang memiliki keragaman etnis dan
budaya. Keragaman budaya tersebut menjadi kekayaan bangsa Indonesia dan perlu
dikembangkan serta dipertahankan karena kebudayaan yang berbeda beda antara daerah satu
dengan yang lainnya menunjukkan ciri khas dari daerah masing masing. Salah satu
kebudayaan yang cukup sakral dalam di Indonesia adalah tradisi gawai dari suku Dayak.
Dalam tradisi gawai ini tentunya melibatkan seluruh masyarakat Dayak di suatu daerah
tertentu, sehingga terciptanya kebersamaan dan menemukan sikap gotong-royong dalam
mempersiapkan segalanya. Gawai Dayak merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak
yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dalam
gawai, selain acara inti yakni nyangahathn (pembacaan mantra), juga ditampilkan berbagai
bentuk budaya tradisional seperti berbagai upacara adat, permainan tradisional, dan berbagai
bentuk kerajinan yang juga bernuansa tradisional. Penyajian berbagai unsur tradisional,
selama Gawai Dayak, menjadikannya sebagai event yang eksotis di tengah masyarakat
perkotaan modern.
4
Gawai Dayak bukanlah peristiwa budaya yang murni tradisional, baik dilihat dari
tempat pelaksanaan maupun isinya. Gawai Dayak merupakan perkembangan lebih lanjut dari
acara pergelaran kesenian Dayak yang diselenggarakan pertama kalinya oleh Sekretariat
Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) pada tahun 1986. Perkembangan tersebut kuat
dipengaruhi oleh semangat upacara syukuran kepada Jubata yang dilaksanakan masyarakat
Dayak Kalbar setiap tahun setelah masa panen. Upacara adat syukuran sehabis panen ini
dilaksanakan oleh masyarakat Dayak dengan nama berbeda-beda. Orang Dayak Hulu
menyebutnya dengan Gawai, di Kabupaten Sambas dan Bengkayang disebut Maka‘ Dio,
sedangkan orang Dayak Kayaan, di Kampung Mendalam, Kabupaten Putussibau
menyebutnya dengan Dange.

Menurut Situmorang (2004:175) upacara atau ritual merupakan kegiatan yang


dilakukan di dalam suatu kelompok atau suku yang dipercayai dan diyakini sebgaian
orang tentang spiritual yang dilakukan dengan tujuan tertentu. Pelaksanaan upacara adat
Gawai suku Dayak memiliki tujuan untuk meminta kesejahteraan dan keselamatanserta
menjaga nilai-nilai kearifan yang terkandungdi dalam Gawai sehingga tidak terkontaminasi
oleh budaya asing yang banyak berkembang pada era globalisasi pada saat ini.

Bagi suku Dayak pelaksanaan upacara adat Gawai merupakan suatu kewajiban
sebagai ungkapan rasa syukurkepada Tuhan atau Jubata. Oleh karena itu pelaksanaan
upacara Gawai biasa dilaksanakansetelah panen padi selesai yang diikuti oleh seluruh
masyarakat suku Dayak. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur
atas hasil panen padi serta meminta hasil panenselanjutnya semakin baik kepada Tuhan
atau Jubata. Selain itu masyarakat juga meminta perlindungan dan dihindarkan dari segala
penyakit,diberi kesejahteraan lahir dan batin serta dapatmemperkuat sendi-sendi
kehidupan, kesejarteraandan keselamatan bagi seluruh masyarakat. Bagimasyarakat suku
Dayak upacara adat Gawai merupakan suatu susunan religi bagi suku Dayakyang ada
dikalimantan Barat

5
Sejak tahun 1986 Gawai Dayak sudah mendapatkan pendanaan dari pemerintah
daerah dan bukan hanya sebagai pengembangan budaya sesungguhnya Gawai Dayak juga
merupakan sarana pengembangan pariwisata bagi Kalimantan Barat. Gawai Dayak juga
merupakan sebuah sarana pengikat hubungan kekeluargaan sesama suku Dayak, sebagai
suatu tradisi yang sangat luhur, yang telah dilaksanakan secara turun temurun. Gawai Dayak
selalu dilaksanakan setiap tahun. Pelaksanaannya terselenggara berkat kekompakkan
masyarakat Dayak khususnya yang berada di Pontianak, kerjasama yang baik dengan
masyarakat di daerah Kabupaten menjadikan acara ini sangat hidup. Kemudian dukungan
dari pemerintah setempat juga sangat berperan besar dalam pelaksanaan acara tahunan ini.

Perayaan Gawai biasa dilaksankan olah sukuDayak pada bulan Mei atau awal
Juni. Hal inidikarenakan perlu banyak persiapan yangdilakukan seperti Ngampar Bide
yang berartimenggelar tikar terlebih dahulu yang melibatkanpara tokoh suku Dayak,
karena mereka akanmenjadi penanggung jawab serta memimpin akan. Hal tersebut
bertujuan agar salamaperayaan tersebut berlangsung tidak mendapatkendala dan berjalan
lancar. Selain itu upacaragawai juga dilaksanakan di Rumah BentangPanjang. Menurut
Ivo, H (2002:295) hampirseluruh kegiatan gawai dilaksanakan di RumahBentang
Panjang. Hal ini disebabkan ketikaperayaan dilaksanakan suku Dayak berasal
dariberbagai daerah bergabung menjadi satu untukmerayakan upacara tersebut di
Rumah BentangPanjang, sebagaimana yang diketahui bahwaRumah Bentang Panjang
memiliki maknatersendiri bagi masyarakat suku Dayak

Pada tahun 1992 nama Gawai Dayak diubah menjadi Pekan Gawai Dayak, yang
artinya perayaan ini dicanangkan untuk dilaksanakan selama sepekan. Selama sepekan
perayaan adat ini berlangsung dengan meriah. Sampai saat ini, Pekan Gawai Dayak
merupakan sebuah acara tahunan yang paling ditunggu-tunggu baik oleh masyarakat Dayak
maupun masyarakat umum. Perayaan ini bukan hanya sebagai sebuah sarana mempererat
hubungan antar suku Dayak tetapi juga sebagai sarana hiburan bagi masyarakat umum dan
sebagai upaya untuk tetap melestarikan budaya leluhur.

6
Pekan Gawai Dayak adalah upacara adat syukuran setelah pesta adat panen (naik
dango). Acara ini biasa dilaksanakan dirumah - rumah adat masing –masing sub - suku Dayak
yang tinggal didesa – desa di kabupaten provinsiKalimantan Barat. Tata cara dan acara serta
adat yang diangkat masing – masing suku pun disesuaikan dengan kebudayaan adat istiadat
masing – masing. Namun untuk di kota Pontianak, acara dilaksanakan dengan difokuskan di
Rumah Panjang (betang). Yang ditampilkan adalah kreasi dari kebudayaan sub – suku Dayak
yang ada di Kalimantan Barat, dan penggalan – penggalan acara ritual untuk
mempresentasikan kebudayaan sub – suku yang menampilkan sebagai upaya pelestariannya.
Acara inilah yang dimasukkan dalam kalender pariwisata nasional sebagai peristiwa budaya
adat Dayak yang puncak acaranya dilaksanakan tepat pada tanggal 20 Mei setiap tahun.

Melalui Gawai Dayak inilah masyarakat adat Dayak menunjukkan kepada masyarakat
pada umumnya tentang kesenian dan budayayang dimilikinya. Dengan acara yang
dikhususkan untuk masyarakat Dayak ini diharapkan Orang Dayak memiliki ruang yang
cukup luas untuk menunjukkan jati dirinya dalam masyarakat yang multi-etnis dan multi-
kultural seperti masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu dengan kesempatan ini
masyarakat Dayak,terutama generasi muda memiliki kebanggaan terhadap budaya lokal
yangdimiliki di Kalimantan Barat. Karena Pekan Gawai Dayak di Pontianak adalah
kreativitas Orang Dayak yang berusaha melestarikan budaya dan memupuk kreatifitas seni
Dayak dengan mempertahankan identitas kesukuannya dan nilai –nilai yang terkandung di
dalamnya.

7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat disimpulkan antara
lain :

1. Apa tujuan dan fungsi dari pelaksanaan gawai Dayak?

2. Apa saja faktor-faktor pendukung gawai Dayak?

3. Bagaimana proses dan persiapan pelaksanaan gawai Dayak?

4. Apakah ada mitos dari sejarah gawai?

5. Mengapa gawai Dayak dianggap sebagai sebuah kearifan lokal?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas akhir mata
kuliah Hukum Adat. Selain itu adalah untuk :

1. Mengetahui tujuan dan fungsi pelaksanaan dari gawai Dayak

2. Mengetahui faktor-faktor pendukung gawai Dayak

3. Mengetahui proses dan persiapan pelaksanaan gawai Dayak

4. Mengetahui kisah mitos sejarah gawai

5. Mengetahui gawai Dayak sebagai kearifan lokal

8
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Gawai Dayak
Gawai dayak sangat sakral bagi seluruh masyarakat adat Dayak khususnya di
Kalimantan, secara umum pelaksanaan gawai dayak ini bertujuan untuk pesta atau selamatan
dan/atau ucapkan syukur atas Karunia yang diberikan oleh Jubata (Akcaya, 1997:16). Tujuan
gawai mencakup segala bidang, terutama sosial dan budaya, agar antar kebudayaan tidak
putus kepada generasi tua, tetapi dapat diwariskan pada generasi selanjutnya. Dengan
menggali kebudayaan maka dapat diketahui dan dicari kembali seperti apa kebudayaan yang
selama ini dimiliki oleh orang Dayak dengan mengembangkan nya budaya dan tradisi
tersebut dapat bertahan dalam gejolak modernisasi yang terjadi, dan dapat membuat generasi
muda terutama there tetap tertarik pada budaya yang dimiliki dengan cara mengenal
kebudayaan tersebut sesuai dengan masyarakatnya. Sedangkan melestarikan dan menjaga
agar kebudayaan yang telah digali dan dikembangkan dapat terus dipertahankan
keberadaannya di dalam masyarakat.

Adapun tujuan lain dari pelaksanaan gawai dayak itu sendiri adalah sebagai berikut :

1) Ucapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah,


2) Ucapan syukur kepada Tuhan atas keamanan yang selamat dalam melakukan setiap
pekerjaan yang dilakukan selama berdagang ataupun berdagang ,
3) Pelaksanaan doa untuk panen ladang berikutnya tetap diberkati oleh Tuhan.

Menurut pendapat Rostiyanti (1995:105) upacara adat memiliki fungsi sebagai fungsi
spiritual dan fungsi sosial. Fungsi spiritual di dalam upacara adat berfungsi untuk mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan sedangkan fungsi sosial di dalam upacara adat merupakan
segala sesuatu yang mengatur tentang hubungan antar manusia dengan manusia lainnya.
Pelaksanaan upacara adat Gawai pada suku Dayak merupakan bentuk aktivitas yang memiliki
fungsi sebagai nilai keagamaan, identitas diri atau sebagai interaksi sosial antar sesama
masyarakat suku Dayak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa upacara adat Gawai
memiliki fungsi spiritual ataupun fungsi sosial. Nilai-nilai yang terkandung di dalam kegiatan
Gawai memiliki fungsi pada nilai keagamaan dan sosial yang terlihat jelas pada saat upacara
adat Gawai ini berlangsung. Emosi keagamaan akan menyelimuti para anggota.

9
Adapun menurut Adat Dayak Desa, Gawai Dayak itu sangat penting dan harus
dilakukan, hal ini didasarkan pada filosofi masyarakt adat Dayak Desa“Gerai Nyamai, Gayu
Nyilu, Buma Bulih Padi, Bedagang Banyak Rejeki”. Filosofi tersebut menyangkut seluruh
aspek kehidupan manusia, baik ituaspek Jesmani, Rohani, dan Pekerjaan/mata pencaharian
yang dilakukanmasyarakat adat Dayak.
1) Gerai Nyamai
Berdasarkan istilah katanya Gerai artinya semangat atau dalamkelas verba
menunjukkan arti keberadaan, sedangkan Nyamai atinyaadalah nyaman atau enak.
Jadi
Gerai Nyamai artinya adalahmenunjukkan suatu keberadaan (berada) dalam kondisi
yang enak ataunyaman dalam kehidupannya, diberkati oleh Jubata (Tuhan Yang
MahaEsa) segala kebutuhannya tanpa kekurangan apapun, baik itu kebutuhan primer
maupun sekundernya.
2) Gayu Nyilu
Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Gayu artinya adalahumur panjang,
sedangkan Nyilu adalah sehat walafiat. Jadi Gayu Nyilu artinya adalah pemberian
umur yang panjang dan keadaan jesmani yangsehat dari Jubata (Tuhan Yang Maha
Esa) dalam kehidupan masyarakatadat Dayak.
3) Buma Bulih Padi
Hal ini menyangkut mata pencaharian kearifan lokal masyarakat adat suku Dayak
khususnya di Kalimantan. Mata pencahariannya adalah Berladang Gilir Balik. Dalam
Bahasa Dayak Desa berladang adalah “Buma”, jadi Buma Bulih Padi artinya adalah
setiap masyarakatadat Dayak jika berladang maka akan mendapatkan hasil panen
padiyang melimpah, dan selalu diberkati dalam pekerjaannya untuk panenyang
berikutnya.
4) Bedagang Banyak Rejeki
Seiring perkembangan zaman masyarakat dayak tidak hanyamengandalkan mata
pencaharian melalui sektor pertanian saja, akantetapi masyarakat dayak mulai
berevolusi dari sektor pertanian kesektor perdagangan dan/atau bisnis. Jadi dengan
melaksanakan GawaiAdat, masyarakat adat Dayak yang bermata pencaharian sebagai
pedagang juga ikut melaksanakannya, supaya bisnis/perdagangannyaselalu diberkati
oleh Jubata (Tuhan Yang Maha Esa). Walaupundemikian, degan adanya evolusi mata

10
pencaharian ini, masyarakat adatDayak tidak pernah meningggalkan tradisi
berladangnya sebagai mata pencahariannya yang sudah menjadi kearifan lokal budaya
adat suku Dayak.

2.2 Faktor-Faktor Pendukung Gawai Dayak


1) Spirit Kelompok Urban
Keberadaan gawai dayak tidak lepas dari spirit kelompok Urban asal dayak. Sampai
tahun 1980-an jumlah orang Dayak di kota Pontianak masih sangat sedikit. Meski
demikian, beberapa figur telah ada yang aktif di partai, antara lain, PC Palaoen,
Massardi Kaphat, Moses Nyawath, Rahmat Sahudin, dll. Kiprah kelompok politisi
yang senantiasa berurusan dengan konsep kelompok dan massa, telah mendorong
upaya untuk membangkitkan kebersamaan diantara sesama Dayak.
Pada tahun 1986 dibentuk lah sekretariat kesenian dayak yang salah satu tugasnya
adalah mengorganisasikan pelaksanaan pergelaran seni budaya Dayak, yang
selanjutnya berubah menjadi gawai Dayak. Keinginan untuk saling memperkuat dan
memper kenalkan tradisi daya mendorong kehadiran simbol yang dapat menjadi
perekat sesama orang dayak. Gawai dayak menjadi simbol yang menyadarkan bahwa
setiap Dayak berasal dari leluhur dan budaya yang sama. Simbol ini telah menjadi
media untuk penyegaran kesadaran akan tradisi masa lalu diantara sesama korban
selama kurang lebih dari satu dasarwasa.
2) Telah Bertahan Lebih dari Satu Dasawarsa
Jika dihitung dari dilaksanakannya malam pergelaran kesenian daya pertama kalinya,
30 Juni 1986, upacara adat gawai dayak telah bertahan lebih dari 10 tahun. Perlu di
informasikan lagi bahwa sejak 1992, nama gawai dayak berubah menjadi pekan
gawai Dayak yang artinya gawai Dayak dicanangkan untuk dilaksanakan selama
sepekan. Namun pelaksanaan gawai dayak tidaklah selalu mulus. Gejala konflik
bernuansa etnis yang terjadi berulang kali di Pontianak berdampak pelaksanaan tidak
sesuai dengan jadwal, bahkan ditiadakan. kemampuannya bertahan lebih dari 10
tahun menunjukkan bahwa gawe sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Dayak di
Pontianak. Ia telah menjadi media yang dibutuhkan untuk menyebarkan semangat
solidaritas sesama daya dalam lingkaran rutinitas kehidupan kota.
3) Dukungan Masyarakat Budaya
Kemampuan nya bertahan tidak terlepas dari kekuatan atau faktor faktor luar seperti
pendanaan dari pemerintah daerah, kepentingan bersama pengembangan pariwisata,

11
atau bahkan kepentingan pentingan yang bermuatan politis. Namun, gawai dayak
sebagian besar mendapat dukungan masyarakat budaya; Dalam arti, masyarakat
Dayak dengan orientasi kepentingan budaya. Pada saat ini, Sekberkesda didukung
oleh kurang lebih dari 23 sanggar yang dapat dilihat sebagai Representasi berbagai
kelompok sub suku Dayak yang ada di Pontianak.
Dukungan ini menjadi faktor kekuatan yang luar biasa. Yang masih menjadi
persoalan bagi sekberkesda adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan itu,
bagaimana mengembangkan sekberkesda menjadi lembaga yang dapat termuat
optimal dalam mengembangkan dan menggunakan potensi yang ada termasuk
mengangkat gawai dayak menjadi peristiwa budaya Bertaraf nasional,
bahkan internasional.

2.3 Proses dan Persiapan Pelaksanaan Gawai Dayak


Gawai Dayak juga merupakan sebuah tradisi rutin masyarakat adat Dayak yang ada di
Kalimantan Barat. Gawai Dayak adalah sebuah bentuk acara rasa syukur kepada Sang
pencipta atas kelimpahan panen padi yang masyarakat Dayak rasakan. Acara ini rutin
dilakukan di setiap daerah yang ada di Kalimantan Barat, yang mana susunannya adalah
pembukaan pekan gawai Dayak (PGD) dilaksanakan di kota Pontianak, kemudian terus
mundur ke kota kota arah timur Kalimantan barat.

Dalam pelaksanaan acara gawai Dayak tersebut, ada sebuah ritual wajib masyarakat
adat Dayak yang disebut dengan Ngampar Bide berasal dari bahasa suku Dayak Kanayatn
yang artinya bepinta atau meminta, bepadah atau menberitahu kepada Jubata Tuhan Yang
Maha Esa agar acara gawai Dayak dilaksanakan berjalan lancer. Upacara ngampar bide
dilaksanakan pada satu hari sebelum hari H gawai Dayak gawai akan dimulai. Upacara
ngampar bide dipimpin langsung Imam atau panyaggahat.

Telah dikemukakan Gawai Dayak adalah nama lain upacara ada syukuran pascapanen
di Pontianak. Hakikatnya sama dengan naik Dango, atau Maka` Dio. "tujuan nya sendiri
kurang lebih sama, mengadakan pesta atau selamatan atas Karunia yang diberikan oleh
Jubata" (Akcaya, 1997:16). gubernur Aswin dalam Akcaya 29 April 1994:03 mengatakan,
"upacara naik Dango merupakan ungkapan rasa syukur atas keamanan, kesehatan, dan hasil

12
panen yang melimpah, selain berusaha mencari terobosan baru sebagai usaha meningkatkan
hasil pertanian pangan". jadi gawai dayak pada prinsipnya sama dengan naik Dango.

Orang Dayak paling tidak mengenal 18 tahapan upacara adat perladangan mulai dari
baburukng sampai tahap terakhir yaitu, upacara adat naik Dango atau Ka` Pongo, (1992:2).
Sebelum hari H dilaksanakan terlebih dahulu diadakan pelan turunan mantra
(nyangahathn) ,yang disebut matik. Tujuannya ialah memberitahukan dan memohon restu
kepada Jubata bahwa besok akan dilaksanakan pesta adat. Pada hari H dilaksanakan upacara
adat dengan nya nahann di ruang tamu (sami), memanggil semangat (jiwa) padi yang belum
kembali, nyangahathn di Lumbung padi (baluh atau langko) untuk mengumpulkan semangat
padi di tempatnya, dan nyangahatn di Tempayan beras atau (pandarengan) tujuannya
memberkati beras agar bertahan dan tidak cepat habis.

Nyangahathn dapat disebut sebagai tata cara utama ekspresi Religi suku Dayak.
Bahari Sinju dkk. (1996:146), berpandangan bahwa nyangahatn adalah wujud upacara
religius. Ia menjadi pokok dalam setiap bentuk upacara, dengan urutan atau tahapan yang
baku, kecuali bahan, jumlah roh suci, para Jubata yang diundang, dan tentu saja konteksnya.
Dari segi tahapannya nyangahatn terbagi menjadi :
1) Matik
2) Ngalantekatn
3) Mibis
4) Ngadap Buis

Matik bertujuan memberitahukan hajat keluarga kepada awa pama atau roh luhur dan
Jubata. Ngalantekatn bertujuan permohonan agar semua keluarga yang terlibat selamat. Mibis
bertujuan agar segala sesuatu kekotoran dilunturkan, dilarutkan, dan diterbangkan dari
keluarga dan dikuburkan sebagaimana matahari terbenam ke arah barat. Terakhir adalah
ngadap buis, yakni tahapan penerimaan sesajian (buis) oleh awa pama dan jubata, dengan
tujuan ungkapan syukur dan memperoleh berkat atau pengudusan (penyucian) terhadap
segala hal yang kurang berkenan, termasuk pemanggilan semua jiwa yang hidup (yang
tersesat) agar tenang dan tenteram.

13
Dilihat dari kondisi bahan yang digunakan, tahapan pertama sampai ketiga, disebut
nyangahatn manta, yakni nyangahathn dengan bahan yang belum masak (mentah), sedangkan
ngadap buis disebut nyangahathn masak, disiapkan dengan bahan-bahan yang siap hidang
(sudah masak). Sebenarnya ada nyangahathn dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa
ungkapan/doa pendek dengan sajian sederhana: nasi, garam, dan sirih masak (kapur, sirih,
gambir, tembakau, dan rokok daun nipah), nyangahathn sederhana ini disebut babamang.

Menurut Bahari, dkk. (1999:243)., makna upacara Naik Dango antara lain, adalah
menyukuri karunia jubata; mohon restu kepada jubata untuk menggunakan padi yang telah
disimpan di dangao padi; pertanda penutupan tahun berladang dan mempererat hubungan
persaudaraan/solidaritas. Kini dalam kemasan modern, upacara adat ini dimeriahkan oleh
berbagai bentuk acara adat, kesenian tradisional, dan pemeran berbagai bentuk kerajinan
tradisional. Hal ini menyebabkan Gawai Dayak lebih menonjol sebagai pesta daripada
sebagai upacara ritual. Namun, dilihat dari tradisi akarnya, ia tetap sebuah upacara adat.

Pelaksanaan upacara adat Gawai pada suku Dayak melibatkan banyak pihak.
Dimulai dari dana hingga segala persiapan lainnya, hal ini tentunyaakan membuat
individu-individu dan antarmasyarakat satu dengan lainnya saling berinteraksi,
melaksanakan musyawarah untuk memutuskan segala sesuatu. Oleh karena itu melalui Gawai
dianggap dapat menumbuhkan nilai-nilai solidaritas pada suku Dayak dimana semua pihak
yang terlibat pada pelaksanaan Gawai, harus dapat bekerjasama dengan baik untuk
mempersiapkan segala kebutuhan dalam pelaksanaan upacara adat Gawai tersebut.

Adapun persiapan yang diperlukan pada upacara adatGawai ialah tahapan


persiapan dan tahapan pelaksanaan. Pertama, tahapan persiapan ialah tahapan yang
mempersiapkan segala sesuatu bahan yang diperlukan pada pelaksanan Gawai yaitu
dengan musyawarah. Musyawarah dilakukansecara tertutup dan rahasia oleh masyarakat
sukuDayak hal ini dikarenakan masyarakat suku Dayak menyerahkan kepada kepala adat
dalam memutuskan waktu dan tempat pelaksanaan Gawai tersebut.

Kedua, pelaksanaan kedua biasa dilakukan lebih kurang dari 3 minggu


sebelumupacara adat Gawai dilaksanakan. Diawali dengan menumbuk padi (beras dan
ketan) atau biasadisebut dengan mantuk ase. Pada kegiatan ini membutuhkan waktu
yang cukup lama, namun biasanya masyarakat suku Dayak mengerjakan kegiatan ini

14
dengan cara bergotong royong. Mengerahkan semua masyarakat untuk ikut serta sehingga
bahu membahu antar satu dengan yang lainnya. Hasil dari kegiatan ini nantinya
akandiberikan sama rata kepada seluruh masyarakatyang turut terlibat untuk bergotong
royong, adapunhasil yang diberikan biasanya disebut dengan Dung.
Ketiga, selanjutnya biasa dikenal dengan Majejenang Bun yang berarti menghantar
atau memberikan undangan kepada seluruh masyarakat suku Dayak, yang berupa gundu
atau biasa disebut Bun yang terbuat dari rotan yang dipintal.Keempat,Pandung yang terbuat
dari kayu dengan jenis tertentu yang biasa diambil di dalam hutan.Kegiatan ini biasa
dilakukan oleh orang-orang tuadisuku Dayak. Pandung biasa dibuat untuk diberikan
mantera agar setiap mahluk yang dikorbankan dalam upacara adat Gawai ini dapat
memberikan rezeki dan pahala bagi seluruhmasyarakat suku Dayak. Kelima,Bumbulan
yaitu acara makan malam yang dilaksanakan selama tiga malam secara berturut-turut
dengan tujuan mengingat kembali sejarah cerita Gawai yang dilaksanakan pada hari
kelima sebelum upacaraadat Gawai dilaksanakan.

2.4 Mitos Sejarah Gawai


Berdasarkan mitos yang populer di kalangan orang Dayak tentang sejarah gawai,
bermula dari cerita Nek Baruang Kulup. Konon, ada setangkai padi milik Jubata di Gunung
Bawang yang dicuri seekor burung pipit dan jatuh ke tangan Nek Jaek yang sedang
menyayau.

Kepulangan Nek Jaek yang hanya membawa setangkai padi membuatnya diejek.
Bahkan, saat ia mengutarakan keinginan untuk membudidayakan padi pun ditentang hingga
membuatnya diusir.

Dalam pengembaraannya, Nek Jaek bertemu dengan sosok bernama Jubata.


Kemudian, mereka pun menikah dan memiliki anak bernama Nek Baruang Kulup. Sosok
inilah yang membawa padi kepada manusia karena diceritakan sering turun ke dunia untuk
bermain gasing. Pada akhirnya, padi menjadi makanan sumber kehidupan sebagai pengganti
jamur bagi manusia.

15
Dari cerita ini pula masyarakat Suku Dayak mulai menggelar upacara gawai sebagai
tradisi bersyukur kepada Tuhan, sekaligus menjaga keutuhan kesatuan komunitas Suku
Dayak, menjaga identitas, dan melestarikan tradisi nenek moyang.

2.5 Gawai Dayak Sebagai Kearifan Lokal


Setiap suku dan daerah memiliki kearifan lokal masing-masing dan mempunyai
ciri khas dan keunikannya. Kearifan lokal merupakan identitas sebuah budaya yang
diwariskan oleh para leluhur kepada anak-cucunya. Sehingga budaya tersebut dapat
dilihat dan dialami sampai sekarang ini. Para leluhur tidak ingin budaya yang telah
mereka wariskan hilang begitu saja, mereka ingin supaya budaya dan tradisi selalu ada
diberikan secara turun-temurun dari zamn ke zaman. Sehingga budaya tersebut dapat
dilestarikan dan dijaga oleh semua orang. Tradisi upacara adat Gawai Dayak merupakan
salah satu wujud warisan kearifan lokal bagi masyarakat Dayak yang ada di
Kalimantan Barat.

Gawai Dayak selain merupakan sebuah tradisi sebagai upacara syukur kepada
jubata (Tuhan pencipta), tapi juga merupakan sebuah warisan kearifan lokal yang amat luhur
bagi masyarakat Dayak. Sehingga kearifan ini harus terus dilestarikan dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi yang akan mendatang. Selain juga tradisi gawai Dayak mewariskan
tradisi yakni bercocok tanam, tapi ada juga aspek lain didapatkan yaitu aspek religius
merupakan syukur kepada Tuhan karena telah memberi hasil panen yang baik dan yang
terakhir adalah aspek kekeluargaan solidaritas dan pemersatuan yang merupakan aspek
menjunjung tinggi nilai kekeluargaan.

Makna penting lain dari kearifan lokal tradisi upacara adat Gawai suku Dayak
yakni sebagai permohonan restu kepada Tuhan untuk menggunakan hasil panen yang sudah
diterima yaitu padi agar menjadi berkat bagi manusia. Upacara gawai Dayak juga sebagai
pertanda penutupan tahun erladang dengan diadakannya pesta ucapan syukur. Kearifan lokal
ini telah mandarah daging di masyarakat Dayak, sehingga tradisi ini harus terus terlaksana
setiap tahunnya. Sebagai tanda mereka menghormati para leluhur dan ucapan syukur atas
hasil panen selama setahun.

16
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gawai Dayak merupakan satu-satunya budaya Dayak Kalimantan Barat yang digelar
rutin pada bulan mei setiap tahun di Pontianak. Event budaya ini berakar dari tradisi
terpenting suku Dayak, yakni upacara adat perladangan. Masyarakat Dayak mengenal 18
tahapan upacara adat perladangan. Upacara adat terakhir adalah Naik Dango. Upacara Naik
Dango inilah yang selanjutnya disuguhkan dalam kemasan baru menjadi Gawai Dayak di
tingkat Propinsi.

Bagi masyarakat Dayak, Gawai Dayak merupakan peristiwa budaya yang strategis
dalam arti membuka peluang menghadirkan kembali budaya rumah panjang, dan
memulihkan kembali dimensi kemanusiaan yang sebelumnya telah dicabik-cabik, yakni
perasaan sederajat dan keyakinan terhadap budaya sendiri.

Di tengah-tengah masyarakat Kalimantan Barat yang pluralistik, Gawai Dayak


diharapkan menjadi media yang potensial untuk menumbuhkan sensitivitas dan penghargaan
terhadap perbedaan, khususnya perbedaan seni dan budaya.

Sensitivitas dan penghargaan terhadap perbedaan ini penting karena penyangkalan


terhadap keragaman kepentingan sebagaimana muncul dari keberagaman budaya merupakan
tindakan penindasan yang menghasilkan masyarakat yang tidak terbiasa dengan perbedaan
dan rawan konflik. Dari persfektif ini, Gawai Dayak dapat dipandang sebagai salah satu
media pembuka wawasan pluralitas dan menyatukan perbedaan.

17
3.2 Saran
Sebagai generasi muda yang akan meneruskan budaya-budaya bangsa. Haruslah kita
mendukung dan melestarikan adat-adat yang masih ada di sekitar kita. Lebih baik lagi jika
kita memiliki minat yang mendalam akan mempelajari budaya. Walaupun zaman sudah
berubah menjadi modern, jangan sampai kebudayaan dan kearifan lokal daerah kita hilang.
Jika hilang, sama saja kita melupakan siapa leluhur kita terdahulu dan besar sekali untuk kita
kehilangan adat budaya sendiri. Serta jangan pernah gengsi dan malu untuk melestarikan
budaya adat kita.

DAFTAR PUSTAKA

Handani, L. 2011. MAKNA PEKAN GAWAI DAYAK DI PONTIANAK BAGI MASYARAKAT


DAYAK KALIMANTAN BARAT. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Surakarta.
Syafrita, I., & Murdiono, M. 2020. UPACARA ADAT GAWAI DALAM MEMBENTUK
NILAI-NILAI SOLIDARITAS PADA MASYARAKAT SUKU DAYAK KALIMANTAN BARAT.
Jurnal Antropologi : Isu-Isu Sosial Budaya,22(2),156.
Mimo Suryadi. 2018. Gawai Adat Suku Dayak Kalimantan Barat. Makalah.
Selsus Rengat, Irenius dkk. 2022. UPACARA ADAT GAWAI SUKU DAYAK KALBAR
SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DAN PEMBENTUK NILAI SOLIDARITAS. Titian: Jurnal
Ilmu Humaniora, 06(2), 183,186,187.
Mawardi,P. 2023. Mengulik Sejarah Panjang Perayaan Gawai Dayak di Kalbar, Prosesi
Sakralitas Budaya Dayak dari Masa ke Masa. Diakses pada 26 Mei 2023., dari
https://www.borneostreet.id/eduetnografi/9108847954/mengulik-sejarah-panjang-perayaan-
gawai-dayak-di-kalbar-prosesi-sakralitas-budaya-dayak-dari-masa-ke-masa?page=6

18

Anda mungkin juga menyukai