Anda di halaman 1dari 5

Nama Kelompok : Ayu Sri Surya Ningsih Sihite

David Situmorang
Daniel Sinaga
Erwin Damanik
Hendra Sihombing
Rosti Naiborhu
Yosua Sianipar
Mata Kuliah : Hermeneutik Perjanjian Baru 1
Dosen : Pdt. Dr. Raulina Siagian

Kritik Sastra Matius 22 : 1 – 14

Pendahuluan

Dalam proses penfsiran tentunya ada beberapa metode pendekatan dalam menggali
makna dari sebuah teks, namun kali ini penulis menggunakan kritik sastra sebagai alat untuk
mengeluarkan makna teks. Kritik sastra merupakan salah satu metode kritik untuk mengenal
sastra dalam teks Perjanjian Baru. Dalam pengenalannya menyangkut susunan, gaya bahasa,
struktur, nada kosa kata, gagasan, kaitan teologi dan kekhususan atau ciri-ciri teks dan konteks
pendengar atau pembacanya.1Alkitab merupakan salah satu karya sastra yang sering disebut
sebagai “karangan bertujuan”, di mana karangan-karangan di dalamnya berupaya untuk
mempengaruhi pembacanya mengenai pandangan-pandangan, kebenaran-kebenaran dan sikap-
sikap hidup tertentu. Hampir semua sastra lisan alkitabiah dihasilkan untuk kebutuhan situasi-
situasi yang amat khusus. Kritik retorika memiliki keterkaitan dengan kritik sastra, oleh sebab itu
dalam menafsir teks Alkitab perlu mewaspadai dimensi-dimensi sastra dan retorik teks. Banyak
tekanan pada teknik penyusunan karangan dan ciri-ciri retorik menolong penafsir untuk
memahami bagaimana sebuah tulisan dikembangkan, bagaimana struktur dan gayanya
mempengaruhi penyajiannya, dan tujuan yang ada dalam pikiran penulis.2

1
A.A.Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016), Hlm. 227.
2
John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017) Hlm.87-88.
Kritik sastra atas teks-teks Alkitabiah berpandangan bahwa sebuah teks, atau suatu
bagian Kitab Suci, alinea (perikop) pada umumnya adalah bagian dari seluruh tulisan yang lebih
besar, yakni dokumennya sendiri. Setiap bagian dari seluruh tulisan yang lebih besar, setiap
bagian memberikan andilnya pada maksud keseluruhan dokumennya sediri. Sebagai bagian dari
seluruh tulisan yang lebih besar, setiap bagian memberikan andilnya pada maksud seluruh
dokumen. Oleh sebab itu penafsir harus melihat teks dalam struktur konteks luasnya dan juga
dalam struktur sub-subnya. Pengarang zaman dahulu sering memasukkan bahan-bahan dan
sumber-sumber yang sudah ada sebelumnya kedalam karangan-karangan mereka, maka struktur
dan bagan karangan mereka dapat berasal dari struktur sumber-sumber yang ada sebelumnya.3

Penafsir dianjurkan untuk berupaya menghubungkan bagian yang tengah ditafsir dengan
dengan konteks luasnya, dengan menetapkan kaitan-kaitan antar bagian teks. Hal ini perlu
dilakukan penafsir, karena kunci untuk menafsirkan teks sering kali terletak di luar teks itu
sendiri dan ditemukan dalam konteks luas karangan. Berkaitan dengan itu, menetapkan fungsi
literer teks adalah langkah yang amat menentukan dalam menafsirkan teks dan hal ini
berhubungan dengan arti bagian karangan ditentukan oleh arti bagian karangan yang lebih besar
dan turut pula menentukannya. dengan meneliti kaitannya makan penafsir membuka
kemungkinan untuk mengetahui teknik pengarang dalam menghubungkan teks terdahulu dengan
yang ingin ditambahkan demi menimbulkan dampak yang maksimal.4

Ada bermacam-macam teknik untuk menentukan struktur bagian-bagian karangan


ataupun juga keseluruhan karangan. Yakni “khiasmus”, yakni prinsip penyusunan bahan-bahan
karanga dalam pola yang simetris dengan komponen-komponen tertentunya saling berhubungan
dengan komponen-komponen lainnya. dan “inclusio”, yakni perumusan kembali atau parafrasa
atas gagasan (frasa) pendahuluan yang penting untuk menekankan kembali pokok dengan
maksud menekankan kembali pokok yang diajukan teks alkitabiah. Satu aspek lain dari kritik
sastra ialah “nada literer”, yakni cara-cara penggunaan kata yang tersamar.5

3
John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Hlm. 89-90.
4
John H. Hayes dan Carl R. Holladay,Hlm.92-93.
5
John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Hlm.94-95.
Struktur teks

22:1–2 Kerajaan sorga seperti sebuah pesta pernikahan

22:3–4 Datang ke pesta pernikahan

22:5–7 Menolak undangan, menganiaya pembawa pesan

22:8 Tamu yang diundang tidak layak

22:9–10 Mengumpulkan semua yang ditemukan oleh pembawa pesan

22:11 Seorang tamu yang tidak mengenakan pakaian pernikahan

22:12 Tamu itu terdiam

22:13 dibuang kedalam kegelapan

22:14 Banyak yang terpanggil, sedikit yang terpilih

Nada Literer

Ditemukan bahwa bagian itu adalah salah satu dari serangkaian ucapan kenabian.6 Dalam
teks ini nada literer dapat ditemukan pada ayat 11 dan pada ungkapan, “Hai saudara, bagaimana
engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Apabila dibaca sebagai kalimat
seru dan langsung akan berlawanan artinya apabila dibaca sebagai teguran dan koreksi, dimana
ketika kalimat tersebut menggunakan tanda tanya, itu hanya sebuah penekanan kalimat teguran
dan jika kalimat tersebut dibaca atau dimengerti menjadi tanda seru, maka hal itu merupakan
sebuah kalimat dimana ada seseorang yang merasa terugikan karena ada tamu yang pada saat itu
tidak memakai pakaian pesta. Pernyataan-pernyataan di Alkitab sering mau menyatakan sifat
atau kualitas lain daripada sebagai pernyataan langsung. Nada sebuah teks juga dapat bersifat
liturgis, maka dalam hal ini bahasanya lebih puitis, kurang langsung dan dimaksudkan untuk

6
John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Hlm. 93.
membangkitkan perasaan tertentu.7 Nada Literer juga mempuyai tolak ukur yang mampu
meneguhkan, mengubah suatu sikap atau perilakunya.8 Tampak pada teks ini pertayaan pada ayat
11 tersebut menjadi tolak ukur kesalahan. Yaitu kesalahan tamu yang diundang dan tidak datang
itu. Dan kalimat pertanyaan tersebut pada ayat 11, meneguhkan bahwa seseorang yang datang ke
perjamuan kawin harus memakai baju pesta. Pertayaan itu juga seolah-olah ingin mengharapkan
suatu perubahan sikap tamu yang tak diinginkan tersebut dan juga pengharapan raja agar mereka
mengingat apa yang seharusnya mereka persiapkan sebelum perjamuan kawin akan
dilaksanakan.

Gaya bahasa

Penulis Matius dalam penulisan teks menggunakan gaya bahasa yang alegoris (kiasan), di
mana bisa kita lihat pada Matius 22:2 bahwa seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin
merupakan sebuah kiasan dari kerajaan Sorga itu sendiri.9

pendengar: Pada zaman penulisannya, teks ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi dan
orang Farisi pada zaman kekaisaran Romawi10 sebagai sebuah teguran bagi mereka karena
mereka tidak dapat mengerti dan menerima kerajaan Allah dalam diri Yesus.

Yesus mengucapkan satu perumpamaan yang ditujukan kepada anggota-anggota


Sanhedrin yang merupakan anggota-anggota mahkamah Agama, dimana dalam teks tersebut
ditujukan untuk para pemimpin Yahudi. Dimana konteks pada saat itu apabila orang-orang
Yahudi mendengar suatu perumpamaan tentang seorang raja, maka langsung mereka mengerti
bahwa raja itu merupakan kiasan untuk Yesus. dimana pada teks ini seorang raja merupakan
seseorang yang mengadakan perjamuan kawin pada saat itu. Apabila orang-orang Yahudi
mendengar tentang suatu perjamuan yang diadakan, maka mereka langsung mengerti bahwa itu
adalah ibarat untuk zaman mesias, dan apabila mereka dengar tentang orang yang diundang,
maka mereka mengerti bahwa itu adalah bangsa Israel.

7
John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Hlm. 95.
8
A.A. Sitompul dan Ulrich Beyer, metode penafsiran Alkitab, BPK Gunung mulia, jakarta, 2008 235
9
Margareth Davies, Matthew Second Edition,(Sheffield Phoenix Press : United Kingdom, 2009) Hal.171-173
Kristus menyebut injilNya sebagai pesta pernikahan, yang biasanya penuh dengan
kegembiraan untuk menerangkan bahwa injil Kristus membawa kegembiraan besar. Tetapi
kegembiraan itu seperti diduakan karena manusia merasa mendapatkan atau mencari
kebahagiaan ditempat lain, terdapat pada ayat 5.

Perjamuan kawin anak raja tidak boleh gagal. Tamu-tamu baru untuk di cari di “persim
pangan-persimpangan jalan”. Kota-kota Yunani paling baik diterjemahkan dengan
tempat-tempat dimana jalan-jalan keluar dari kota”. Orang-orang diluar kota itu diibaratkan
orang-orang diluar Israel (atau orang kafir). Dalam perumpamaan itu, sang raja ingin bertemu
dengan tamu-tamunya, tetapi ia mendapati bahwa tamu-tamunya tersebut ada yang tidak
memakai pakaian pesta, dan hal tersebut otomatis mengacaukan keberlangsungan perjamuan
kawin itu. 11

Jenis Sastra

Jenis Sastra dari Matius 22:1-14 ini termasuk sebuah sastra berbentuk Parabel
(perumpamaan). Hal ini dapat kita simpulkan berdasarkan gaya bahasa yang digunakan oleh
penulis kitab yang menggunakan bahasa-bahasa kiasan.12

11
J.J. de Heer, Injil Matius, (BPK Gunung Mulia: 431
12
Wim J.C Weren, Studies in Matthews Gospel (Koninklijke Brill NV : USA, 2014), hlm 277-296
Craig S.Keener, The Gospel of Matthew (Wim B. Ferdinans Publishing Co. : USA, 2009), hlm 517-526
Leon Morris, The Gospel According to Matthew (Wim B. Ferdinans Publishing Co. : USA, 2009), hlm 546-552
Herbert W. Basser & Marsha B. Cohen, The Gospel of Matthew and Judaic Traditions (Koninklijke Brill NV : USA,
2015), hlm 559-583

Anda mungkin juga menyukai