DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING:
AMALIATULWALIDAIN
PENDAHULUAN
RUMUSAN MASALAH
1.Apa motif konflik antar umat beragama di Tolikara?
PEMBAHASAN
1. MOTIF KONFLIK
KESIMPULAN
Penyebab konflik antar umat beragama karena kurangnya rasa solidaritas dan
toleransi dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Seperti yang di
jelaskan dalam pembahasan sebelumnya.
"Insiden itu bukan karena speaker," ungkap Ismail saat dihubungi Republika, Ahad (19/7). Menurutnya,
peristiwa ini murni didorong rasa kebencian masyarakat Papua terhadap umat Islam di Tolikora. Oleh
sebab itu, Ismai menegaskan HTI sangat mengutuk keras kejadian yang menggemparkan masyarkat
tersebut.
Seperti diketahui, sebuah Masjid dan sejumlah kios terbakar saat pelaksanaan shalat Idul Fitri, Jumat
(17/7) di Kabupaten Tolikora, Papua. Penyebab insiden ini karena penggunaan speaker saat pelaksanaan
shalat. Suara takbir dari speaker umat Islam dinilai telah memancing reaksi umat Kristiani yang saat itu
akan menggelar kegiatan keagamaan.
Ismail mengungkapkan, rasa kebencian terhadap umat Islam di sana terbukti dengan surat pelarangan
shalat Ied yang dikeluarkan Gereja Injil di Indonesia (GDII) tertanggal 11 Juli 2015. Menurutnya, surat itu
jelas ditunjukkan kepada umat Islam yang akan merayakan shalat ied pada 17 Juli. Bahkan, kata dia,
permintaan itu juga telah dikirim kepada DPRD, Kapolda dan Pemda setempat.
Menurut Ismail, sikap-sikap kebencian terhadap umat Islam sudah sering terjadi. Bahkan, lanjut dia,
sebelum insiden yang sangat disayangkan pada hari kemenangan umat Islam tersebut.
Berdasarkan laporan pihaknya di Tolikora, Ismail mengungkapkan, umat Islam di sana memang selalu
mendapatkan perilaku yang tidak menyenangkan dari masyarakat setempat. Ia menerangkan, umat
Islam telah dilarang membangun kubah di atas Masjidnya. Kemudian, ujar dia, mereka melarang umat
Islam menggunakan plang nama Masjid.
Selain itu, Ismail juga menyatakan, umat Islam juga telah menuruti permintaan masyarakat setempat
untuk tidak pernah menggunakan speaker pada pelaksanaan ibadah. Ia juga menegaskan, saat peristiwa
itu, umat Islam tidak memakai speaker sama sekali. "Kami menerima laporan bahwa umat Islam tidak
menggunakan speaker saat takbir," terangnya.
Walaupun memakai speaker, Ismail mengungkapkan, masyarakat setempat juga diharapkan untuk
toleransi. Menurutnya, pemakaian speaker saat takbir hanya berlangsung satu jam. "Kalaupun pakai,
apa salahnya masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan umat Islam untuk bertakbir dalam
satu jam saja," tambahnya.
PAPUA - Setelah melakukan upaya pengusutan terhadap insiden Tolikora, Kepala Kopolisian Daerah
Papua, Irjen Yotje Mende mengungkap bahwa insiden yang lebih tepat disebut sebagai tragedi itu
terjadi akibat surat edaran kontroversial yang dikeluarkan Badan Pekerja Gereja Injil di Indonesia (GIDI).
Surat edaran tersebut berisi larangan merayakan Idul Fitri di Karugaba dengan alasan bertepatan
dengan Seminar dan Kebaktian Rohani (KKR) Internasional pemuda GIDI.
Menurut Yotje, surat edaran yang ditandatangani oleh Pendeta Marthen Jingga dan Pendeta Nayus
Wenda itu sebenarnya tidak disetujui oleh Presiden GIDI sendiri dan juga Bupati Tolikora namun tetap
beredar di kalangan peserta KKR. Akibatnya surat tersebut lantas menimbulkan salah tafsir yang
kemudian berbuntut pembubaran paksa terhadap umat muslim yang shalat Ied di lapangan Koramil
yang berdekatan dengan lokasi.
Di tambah, saat massa tengah melakukan aksi tidak terpuji itu, ada beberapa rekannya tertembak
aparat yang berupaya melindungi umat muslim dari amuk massa. Sontak, amarah mereka memuncak
hingga membakar kios-kios di sekitar sebagai pelampiasan dari aksi mereka.
"Massa pemuda yang jumlahnya 500-an orang, lalu berhadapan dengan aparat. Karena salah seorang
peuda tertembak aparat, mereka lalu melampiaskan kemarahan dengan membakar rumah kios yang tak
jauh dari lapangan. Api dengan cepat menyebar membakar puluhan kios yang terbuat dari kayu.
Mushala yang berada dalam deretan kios ikut terbakar,” terang Yotje.
Namun begitu, menurut Yotje, pihak-pihak terkait sudah berepakat untuk berdamai. Sementara Bupati
Tolikora, Usman Wanimbo mengungkap komitmennya untuk bertanggungjawab penuh atas kerusakan.