Anda di halaman 1dari 9

KLIPING

KONFLIK AGAMA DI TOLIKORA

DISUSUN OLEH :

MUHAMAD ALFIAN (2019310004)

DOSEN PEMBIMBING:

AMALIATULWALIDAIN

UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
SISTEM KOMPUTER
2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2


BAB 1 ..................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN...................................................................................................... 3
LATAR BELAKANG MASALAH.................................................................................. 3
RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 3
BAB 2 ..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................ 4
BAB 3 ..................................................................................................................... 5
KESIMPULAN.......................................................................................................... 5
BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH


Konflik di Tolikara sangat menyedihkan dan patut dikecam sekeras-jerasnya.
Pertama, umat Nasrani dari Gidi (Gereja Injili di Indonesia) menyerang umat
Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di Markas
Korem 1702-11 di Tolikara. Pada hal umat Islam dimanapun tidak pernah
melakukan tindakan bar-bar yang melarang apalagi mengusir umat Nasrani
yang sedang melaksanakan ibadah.

Kedua, aparat keamanan sama sekali tidak antisipatif. Sejatinya antisipatif,


karena pimpinan Gidi sudah membuat surat yang melarang umat Islam
melaksanakan shalat Idul Fitri dilapangan dan memasang pengeras suara.
Selain itu, pada saat yang sama, umat Nasrani dari Gidi melaksanakan
kebaktian rohani sekaligus seminar internasional dengan jarak sekitar 200
meter dari lapangan tempat diselenggarakannya shalat Idul Fitri, sehingga
patut di duga bisa menciptakan konflik horizontal.

RUMUSAN MASALAH
1.Apa motif konflik antar umat beragama di Tolikara?

2. Bagaimana penyelesaian dan solusi?


BAB 2

PEMBAHASAN
1. MOTIF KONFLIK

Pertama, motif ekonomi. Hampir semua konflik di Indonesia baik konflik


vertikal maupun konflik horizontal, penyebab utamanya adalah faktor
ekonomi. Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa konflik Tolikara,
pemicu utamanya adalah faktor sosial ekonomi. Dalam realitas sosial
ekonomi, pendatang dimanapun selalu lebih maju tingkat kehidupan
ekonomi mereka ketimbang penduduk asli. Kesenjangan sosial ekonomi
tersebut, saya menduga keras menjadi pemicu konflik di Tolikara.

Kedua, ketidakadilan dalam berbagai bidang. Di negeri kita masih banyak


ketidakadilan. Rakyat jelata yang pada umumnya kurang pendidikan dan
miskin, menjadi sasaran empuk dari praktik ketidakadilan. Saya yakin
seyakin-yakinnya, masyarakat Tolikara juga merasakan ketidakadilan.
Misalnya Papua luar biasanya kekayaan alamnya, tetapi masyarakatnya
masih bodoh, miskin dan terkebelakang. Kondisi demikian mudah
dieksploitasi untuk marah dan mengamuk. Salah satu bentuknya
menyerang kaum Muslim yang sedang shalat Idul Fitri di Tolikara.

Ketiga, separatisme. Sudah bukan rahasia umum bahwa oknum-oknum


pemimpin agama di Papua bukan saja mendukung separatisme, tetapi
berdasarkan pengalaman saya sewaktu menjadi anggota parlemen di awal
Orde Reformasi, saya menduga mereka menjadi prime mover untuk
mewujudkan separatisme di Papua.
Upaya separatisme terus berkobar karena mendapat dukungan dari pihak
asing yang ingin menguasai Papua yang kekayaan alamnya luar biasa
dengan cara memerdekan Papua.
BAB 3

KESIMPULAN
Penyebab konflik antar umat beragama karena kurangnya rasa solidaritas dan
toleransi dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Seperti yang di
jelaskan dalam pembahasan sebelumnya.

Dan cara penanggulangannya dengan menumbuhkan sikap terbuka antar


perbedaan yang ada tetapi harus tetap memegang teguh iman dan kepercayaan
masing-masing.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden yang menyebabkan sebuah Masjid dan sejumlah kios terbakar di
Kabupaten Tolikora, Papua diniai bukan karena pengeras suara. Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia
(Jubir HTI) Ismail Yusanto mengaku tidak setuju jika kerusuhan itu dikarenakan pengeras suara
(speaker).

"Insiden itu bukan karena speaker," ungkap Ismail saat dihubungi Republika, Ahad (19/7). Menurutnya,
peristiwa ini murni didorong rasa kebencian masyarakat Papua terhadap umat Islam di Tolikora. Oleh
sebab itu, Ismai menegaskan HTI sangat mengutuk keras kejadian yang menggemparkan masyarkat
tersebut.

Seperti diketahui, sebuah Masjid dan sejumlah kios terbakar saat pelaksanaan shalat Idul Fitri, Jumat
(17/7) di Kabupaten Tolikora, Papua. Penyebab insiden ini karena penggunaan speaker saat pelaksanaan
shalat. Suara takbir dari speaker umat Islam dinilai telah memancing reaksi umat Kristiani yang saat itu
akan menggelar kegiatan keagamaan.

Ismail mengungkapkan, rasa kebencian terhadap umat Islam di sana terbukti dengan surat pelarangan
shalat Ied yang dikeluarkan Gereja Injil di Indonesia (GDII) tertanggal 11 Juli 2015. Menurutnya, surat itu
jelas ditunjukkan kepada umat Islam yang akan merayakan shalat ied pada 17 Juli. Bahkan, kata dia,
permintaan itu juga telah dikirim kepada DPRD, Kapolda dan Pemda setempat.
Menurut Ismail, sikap-sikap kebencian terhadap umat Islam sudah sering terjadi. Bahkan, lanjut dia,
sebelum insiden yang sangat disayangkan pada hari kemenangan umat Islam tersebut.

Berdasarkan laporan pihaknya di Tolikora, Ismail mengungkapkan, umat Islam di sana memang selalu
mendapatkan perilaku yang tidak menyenangkan dari masyarakat setempat. Ia menerangkan, umat
Islam telah dilarang membangun kubah di atas Masjidnya. Kemudian, ujar dia, mereka melarang umat
Islam menggunakan plang nama Masjid.

Selain itu, Ismail juga menyatakan, umat Islam juga telah menuruti permintaan masyarakat setempat
untuk tidak pernah menggunakan speaker pada pelaksanaan ibadah. Ia juga menegaskan, saat peristiwa
itu, umat Islam tidak memakai speaker sama sekali. "Kami menerima laporan bahwa umat Islam tidak
menggunakan speaker saat takbir," terangnya.

Walaupun memakai speaker, Ismail mengungkapkan, masyarakat setempat juga diharapkan untuk
toleransi. Menurutnya, pemakaian speaker saat takbir hanya berlangsung satu jam. "Kalaupun pakai,
apa salahnya masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan umat Islam untuk bertakbir dalam
satu jam saja," tambahnya.
PAPUA - Setelah melakukan upaya pengusutan terhadap insiden Tolikora, Kepala Kopolisian Daerah
Papua, Irjen Yotje Mende mengungkap bahwa insiden yang lebih tepat disebut sebagai tragedi itu
terjadi akibat surat edaran kontroversial yang dikeluarkan Badan Pekerja Gereja Injil di Indonesia (GIDI).
Surat edaran tersebut berisi larangan merayakan Idul Fitri di Karugaba dengan alasan bertepatan
dengan Seminar dan Kebaktian Rohani (KKR) Internasional pemuda GIDI.

Menurut Yotje, surat edaran yang ditandatangani oleh Pendeta Marthen Jingga dan Pendeta Nayus
Wenda itu sebenarnya tidak disetujui oleh Presiden GIDI sendiri dan juga Bupati Tolikora namun tetap
beredar di kalangan peserta KKR. Akibatnya surat tersebut lantas menimbulkan salah tafsir yang
kemudian berbuntut pembubaran paksa terhadap umat muslim yang shalat Ied di lapangan Koramil
yang berdekatan dengan lokasi.

Di tambah, saat massa tengah melakukan aksi tidak terpuji itu, ada beberapa rekannya tertembak
aparat yang berupaya melindungi umat muslim dari amuk massa. Sontak, amarah mereka memuncak
hingga membakar kios-kios di sekitar sebagai pelampiasan dari aksi mereka.

"Massa pemuda yang jumlahnya 500-an orang, lalu berhadapan dengan aparat. Karena salah seorang
peuda tertembak aparat, mereka lalu melampiaskan kemarahan dengan membakar rumah kios yang tak
jauh dari lapangan. Api dengan cepat menyebar membakar puluhan kios yang terbuat dari kayu.
Mushala yang berada dalam deretan kios ikut terbakar,” terang Yotje.

Namun begitu, menurut Yotje, pihak-pihak terkait sudah berepakat untuk berdamai. Sementara Bupati
Tolikora, Usman Wanimbo mengungkap komitmennya untuk bertanggungjawab penuh atas kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai