Anda di halaman 1dari 10

Bentuk Kearifan Lokal di Kota Gunungsitoli

Diajukan Kepada :

Arozatulo Bawamenewi, S.Pd.,M.Pd

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Nias dan Tradisi Lisan

Oleh :
Kelompok 1

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Oktober 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan juga pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Tidak lupa penulis menuliskan ucapan terimakasih kepada Bapak


Arozatulo Bawamenewi, S.Pd.,M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah
Bahasa Nias dan Tradisi Lisan yang telah memberikan bimbingan serta masukan
dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis juga menyampaikan rasa
terimakasih kepada rekan rekan yang telah ikut serta membantu, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini kedepannya dan lebih
bermanfaat bagi kita semua.

Gunungsitoli, Oktober 2023

Penulis

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan .......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................2

2.1 Pengertian Kearifan Lokal ........................................................................2


2.2 Ciri-ciri Kearifan Lokal ............................................................................2
2.3 Fungsi Kearifan Lokal ..............................................................................4
2.4 Bentuk Kearifan Lokal ..............................................................................4

BAB III PENUTUP..............................................................................................7

3.1 Kesimpulan...............................................................................................7
3.2 Saran.........................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................8

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap daerah pasti memiliki keunikan tersendiri yang menjadi ciri khas dari
sebuah daerah. Keunikan tersebut berasal dari adat istiadat, tradisi dan juga
kearifan lokal yang terdapat di daerah tersebut. Seiring dengan perkembang
zaman, adat istiadat, tradisi, dan budaya sebagai bentuk kearifan lokal yang
diturunkan dari nenek moyang mengganti dan bahkan merusak kearifan lokal
yang sudah ada.
Pelestarian kearifan lokal merupakan bentuk pemahaman dan juga kesadaran
seseorang atau sekelompok masyarakat yang ingin meneruskan dan melestarikan
budaya dan kearifan lokal yang sudah ada dan diwariskan secara turun temurun
oleh nenek moyang sehingga dapat diketahui dan dinikmati oleh anak cucu dari
masa ke masa.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari kearifan lokal?


b. Apa ciri-ciri kearifan lokal?
c. Apa fungsi kearifan lokal?
d. Bagaimana bentuk kearifan lokal di kota gunungsitoli dari sisi budaya,
tradisi lisan, bahan makanan, dan juga interaksi sosial?

1.3 Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui pengertian dari kearifan lokal.


b. Untuk mengetahui ciri-ciri kearifan lokal.
c. Untuk mengetahui fungsi kearifan lokal.
d. Untuk mengetahui bentuk kearifan lokal di kota gunungsitoli dari sisi
budaya, tradisi lisan, bahan makanan, dan juga interaksi sosial.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kearifan Lokal

Secara umum, kearifan lokal merupakan pandangan hidup suatu


masyarakat di wilayah tertentu mengenai lingkungan alam tempat mereka tinggal.
Pandangan hidup ini biasanya adalah pandangan hidup yang sudah berurat akar
menjadi kepercayaan orang-orang disuatu wilayah selama masa waktu yang lama.
Selain itu kearifan lokal merupakan bentuk pemikiran yang sangat sulit untuk
pisahkan dari kehidupan dan juga proses pemahaman masyarakat di suatu daerah.

Dengan adanya kearifan lokal, maka tatanan sosial dan alam sekitar
menjadi tetap lestari dan terjaga. Selain itu, kearifan lokal juga merupakan bentuk
kekayaan budaya yang harus selalu digengam erat dan teguh terutama oleh
generasi muda karena kearifan lokal merupakan bentuk dan juga karakteristik
dari suatu daerah yang dipertahankan secara turun temurun.

Di pulau nias, kearifan lokal merupakan bentuk pemujaan dan juga hal-hal
yang berhubungan dengan masuknya agama di derah kepulauan nias. Selain itu,
pada umumnya kearifan lokal di kepulauan nias khususnya kota gunungsitoli
merupakan tradisi yang sudah ada dan dikembangkan sehingga menjadi adat
istiadat yang unik. Di beberapa daerah lain di kepulauan nias, kearifan lokal juga
dapat digunakan sebagai media untuk melakukan tradisi-tradisi pemujaan dan
penyembahan terhadap nenek moyang ataupun keluarga.

2.2 Ciri-ciri Kearifan Lokal

Ciri-ciri dari sebuah kearifan lokal suatu daerah atau wilayah adalah
sebagai berikut :

a. Bertahan dari gempuran budaya asing

5
Tetap menjadikan budaya sebagai bentuk petuah yang memiliki
nilai-nilai budaya yang kuat karena merupakan sebuah karakteristik suatu
daerah yang sudah dilestarikan dengan baik.
b. Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya yang berasal dari luar
Kearifan lokal sebagai bentuk karakteristik bersifat fleksibilitas
yang cukup tinggi sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa
harus menghilangkan atau merusak makna yang terkandung di dalamnya.

c. Mampu mengintergrasikan budaya asing ke dalam budaya asli di


Indonesia
Ciri kearifan lokal ini yaitu mampu memadukan budaya lokal
dengan perkembangan zaman ataupun budaya orang asing yang masuk ke
dalam daerah tersebut. Hal ini tentunya mampu melahirkan sesuatu yang
baru tanpa merusak maksud atau mana yang sebenarnya.

d. Mampu mengendalikan budaya asing yang masuk


Kearifan lokal yang menjadi adat dan juga budaya asli yang sudah
mengakar dan tertanam kuat di tengah masyarakat sehingga tidak mudah
hilang dari pemikiran masyarakat. Kepercayaan dan pemahaman terhadap
kearifan lokal yang lebih kuat mampu mengendalikan perkembangan
budaya asing yang masuk. Dalam hal ini, masyarakat akan menyeleksi
budaya atau hal-hal yang sesuai dengan kebudayaan yang sewajarnya dan
selaras dengan pemahaman dan karakteristik suatu daerah tersebut.

e. Memberi arah pada perkembangan budaya di masyarakat


Kearifan lokal yang sudah berusia puluhan tahun pada akhirnya
menjadi pedoman dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat.
Oleh sebab itu, dalam mengambil sikap ataupun tindakan, masyarakat
akan menjadikan kearifan lokal sebagai bahan perbandingan ataupun
patokan. Kebiasaan ini merupakan hal yang biasa yang dilakukan
masyarakat disuatu daerah dan sudah berkembang sehingga menjadi
tradisi dan juga memberikan arah bagi masyarakat setempat.

6
2.3 Fungsi Kearifan Lokal

Kearifan lokal memiliki sifat yang sangat tradisional tetapi keberadaan


dari kearifan lokal merupakan hal yang utama bahkan sebagai panduan yang
utama dalam sebuah kelompok masyarakat.

a. Konservasi pelestarian sumber budaya yang ada


Konservasi merupakan bentuk pelestarian atau pemeliharaan
budaya sehingga tetap terjaga dan tidak mengalami kerusakan.
b. Menjadi petuah, kepercayaan dan pantangan
Kearifan lokal yang melekat di dalam kehidupan masyarakat
mampu memberikan pandangan hidup yang lebih baik dan juga mencakup
nasihat atau bentuk bentuk petuah, pandangan, pantangan yang menjadi
bentuk kepercayaan yang dipeliharan dengan baik dalam suatu
masyarakat. Petuah dan nasihat ini diwariskan secara turun temurun
dengan lisan dan tulisan sehingga tetap terjaga.
c. Menjadi ciri khas/utama sebuah kelompok masyarakat
Dengan adanya kearifan lokal, maka masyarakat akan menganggap
seperangkat tradisi sebagai hal yang sudah biasa dilakukan sehingga secara
tidak langsung terikat dengan tradisi dan adat istiadat.

2.4 Bentuk Kearifan Lokal di Kota Gunungsitoli

a. Dari sisi budaya


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, budaya artinya pikiran atau
akal. Dalam pengertian budaya di atas maka sejumlah pola sikap,
keyakinan, perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan dan memberi
arti pada tingkah laku, mencakup norma-norma yang sedang berlaku di
tengah-tengah suatu suku atau kelompok masyarakat tertentu termasuk

7
dalam pengertian budaya. Suatu masyarakat yang berbudaya berarti suatu
masyarakat yang mempunyai pikiran dan akal budi yang sudah maju.
Masyarakat tersebut memiliki kebiasaan-kebiasaan hidup yang
dilaksanakan dari generasi ke generasi dan sudah menyatu di dalam diri
mereka kebiasaan-kebisaan tersebut (Zalukhu, Sukawati. 2012 : 1).

b. Dari sisi tradisi lisan


Mengucapkan salam merupakan bagian dari budaya manusia. Setiap suku
memiliki salam khusus yang dilisankan turun-temurun, seperti di
Gunungsitoli menyapa seseorang dengan salam “ya’ahowu”. Berbagai
tradisi lisan masyarakat Nias berupa cerita rakyat, hikayat dan karya sastra
lainnya seperti amaedola, ramuan herbal dan sebagainya.

c. Dari sisi bahan makanan


Khususnya Gunungsitoli, berbagai jenis makanan yang digunakan sebagai
makanan penahan lapar ataupun yang disuguhkan kepada tamu saat
masanya yang pada perkembangan zaman mulai terkikis dan mungkin
dibuat lebih bervariasi dari makanan-makanan yang dulu seperti gae ni
bogö (pisang di panggang) yang sekarang divariasikan menjadi pisang
goreng, kolak pisang, dan lain sebagainya.
Makanan lain diantaranya adalah gowi nifufu, gowirio/gae ni bogö,
gamumu, rigi, tödö gae, galametura (campuran tepung beras dengan santan
kelapa), talö, sifutu (campuran dari tepung beras dengan parutan kelapa),
mömö ni binögö, gi’a ni unagö, ni’owuru, harinake (babi yang dicincang),
lehe dalö nigule, tamböyö, hunö na’a, mbulu gowirio ni tutu, sagu-sagu,
talimbo ni binögö, lawugalö ni be’e gulo ano, gae ni zaza, galayu ni
binögö.

d. Dari sisi interaksi sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial adalah hal-hal yang


berkenaan dengan masyarakat atau sifat-sifat kemasyarakatan yang

8
memperhatikan kepentingan umum. Dalam interaksi sosial, ada berbagai
jenis faktor yang berpengaruh yaitu :
1) Imitasi, meniru gaya orang laian seperti gaya, sikap, tingkah laku dan
sebagainya.
2) Sugesti, interaksi sosial yang mendapat pengaruh baik dari diri sendiri
maupun orang lain.
3) Simpati, bentuk ketika seorang merasa tertarik dengan individu lainnya.
4) Empati, ketika seseorang mampu merasakan perasaan orang lain.
Dalam perkembangan zaman ini, berinteraksi dengan lingkungan sekitar
adalah hal yang lumrah karena manusia juga butuh orang lain dalam
berbagai hal, baik itu segi pekerjaan, meminta bantuan, dan sebagainya.
Pada zaman dulu, sosial masyarakat sangat kental dengan
kekeluargaan atau kerabat dekat. Yang dimana ketika makan, baik itu
makan pagi, siang dan malam, maka seluruh anggota keluarga harus
menunggu kedatangan namada (orang tua : Ayah). Barulah seluruh
anggota keluarga bisa makan. Begitu pula, ketika ada yang memanen padi
maka kerabat dekat tersebut akan bersedekah kepada kerabat lain untuk
memberikan simpatinya (manga wakhe sawuyu). Dan sosial masyarakat
dulu tersebut, kini mulai terkikis karena adanya berbagai anggapan dan
perkembangan dari zaman.
Zaman dulu juga, sering terjadi pencurian karena adanya masyarakat
yang kurang mampu dalam mengelola pekerjaan, lebih besar rasa iri hati.
Oleh karena itu, setiap keluarga menyiapkan fangöna berupa garihoya
yang digunakan untuk memukul maling/pencuri yang biasanya garihoya
ini diletakkan disetiap sudut pintu rumah agar memudahkan dalam
mengambilnya untuk mengejar maling. Garihoya biasanya terbuat dari geu
akhe, geu fino, dan bentuknya beragam seperti gambar dibawah ini yang
mirip dengan parang.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masyarakat memiliki kebiasaan-kebiasaan hidup yang dilaksanakan dari


generasi ke generasi dan sudah menyatu di dalam diri menjadi gaya hidup suatu
kelompok yang merupakan latar belakang bagi perwujudan kelakuan dan karya
manusia yang memberikan sumbangan bagi terwujudnya suatu gaya hidup yang
memiliki ciri khas. Bahkan, diantaranya mulai terkikis seiring kurangnya
pelestarian dan perkembangan zaman.

3. 2 Saran

Budaya, tradisi lisan, bahan makanan, dan sosial masyarakat Nias


khususnya Gunungsitoli di atas menurut kelompok masih kurang lengkap dan
untuk seterusnya alangkah lebih baik untuk terus digali dan melestarikan. Semoga
bermanfaat dan menambah wawasan.

DAFTAR PUSTAKA

Zalukhu, Sukawati. 2012. Seni Budaya Nias I. Yayasan Gema Budaya.

10

Anda mungkin juga menyukai