Diajukan Kepada :
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Nias dan Tradisi Lisan
Oleh :
Kelompok 1
UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Oktober 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan juga pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.
Penulis
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................2
3.1 Kesimpulan...............................................................................................7
3.2 Saran.........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................8
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan adanya kearifan lokal, maka tatanan sosial dan alam sekitar
menjadi tetap lestari dan terjaga. Selain itu, kearifan lokal juga merupakan bentuk
kekayaan budaya yang harus selalu digengam erat dan teguh terutama oleh
generasi muda karena kearifan lokal merupakan bentuk dan juga karakteristik
dari suatu daerah yang dipertahankan secara turun temurun.
Di pulau nias, kearifan lokal merupakan bentuk pemujaan dan juga hal-hal
yang berhubungan dengan masuknya agama di derah kepulauan nias. Selain itu,
pada umumnya kearifan lokal di kepulauan nias khususnya kota gunungsitoli
merupakan tradisi yang sudah ada dan dikembangkan sehingga menjadi adat
istiadat yang unik. Di beberapa daerah lain di kepulauan nias, kearifan lokal juga
dapat digunakan sebagai media untuk melakukan tradisi-tradisi pemujaan dan
penyembahan terhadap nenek moyang ataupun keluarga.
Ciri-ciri dari sebuah kearifan lokal suatu daerah atau wilayah adalah
sebagai berikut :
5
Tetap menjadikan budaya sebagai bentuk petuah yang memiliki
nilai-nilai budaya yang kuat karena merupakan sebuah karakteristik suatu
daerah yang sudah dilestarikan dengan baik.
b. Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya yang berasal dari luar
Kearifan lokal sebagai bentuk karakteristik bersifat fleksibilitas
yang cukup tinggi sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa
harus menghilangkan atau merusak makna yang terkandung di dalamnya.
6
2.3 Fungsi Kearifan Lokal
7
dalam pengertian budaya. Suatu masyarakat yang berbudaya berarti suatu
masyarakat yang mempunyai pikiran dan akal budi yang sudah maju.
Masyarakat tersebut memiliki kebiasaan-kebiasaan hidup yang
dilaksanakan dari generasi ke generasi dan sudah menyatu di dalam diri
mereka kebiasaan-kebisaan tersebut (Zalukhu, Sukawati. 2012 : 1).
8
memperhatikan kepentingan umum. Dalam interaksi sosial, ada berbagai
jenis faktor yang berpengaruh yaitu :
1) Imitasi, meniru gaya orang laian seperti gaya, sikap, tingkah laku dan
sebagainya.
2) Sugesti, interaksi sosial yang mendapat pengaruh baik dari diri sendiri
maupun orang lain.
3) Simpati, bentuk ketika seorang merasa tertarik dengan individu lainnya.
4) Empati, ketika seseorang mampu merasakan perasaan orang lain.
Dalam perkembangan zaman ini, berinteraksi dengan lingkungan sekitar
adalah hal yang lumrah karena manusia juga butuh orang lain dalam
berbagai hal, baik itu segi pekerjaan, meminta bantuan, dan sebagainya.
Pada zaman dulu, sosial masyarakat sangat kental dengan
kekeluargaan atau kerabat dekat. Yang dimana ketika makan, baik itu
makan pagi, siang dan malam, maka seluruh anggota keluarga harus
menunggu kedatangan namada (orang tua : Ayah). Barulah seluruh
anggota keluarga bisa makan. Begitu pula, ketika ada yang memanen padi
maka kerabat dekat tersebut akan bersedekah kepada kerabat lain untuk
memberikan simpatinya (manga wakhe sawuyu). Dan sosial masyarakat
dulu tersebut, kini mulai terkikis karena adanya berbagai anggapan dan
perkembangan dari zaman.
Zaman dulu juga, sering terjadi pencurian karena adanya masyarakat
yang kurang mampu dalam mengelola pekerjaan, lebih besar rasa iri hati.
Oleh karena itu, setiap keluarga menyiapkan fangöna berupa garihoya
yang digunakan untuk memukul maling/pencuri yang biasanya garihoya
ini diletakkan disetiap sudut pintu rumah agar memudahkan dalam
mengambilnya untuk mengejar maling. Garihoya biasanya terbuat dari geu
akhe, geu fino, dan bentuknya beragam seperti gambar dibawah ini yang
mirip dengan parang.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3. 2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
10