INDONESIA
No. Telp : (021)55791011 Kode Pos : 15131 Tahun Ajaran 2023 – 2024
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyusun makalah ini.
Makalah ini merupakan panduan bagi para pelajar, untuk dapat belajar dan
mempelajari lebih lanjut tentang Kearifan Budaya Lokal pada daerah-daerah lain
yang pastinya telah menerapkan hal tersebut. Yang bertujuan dapat menumbuhkan
proses belajar mandiri, agar kreativitas dan penguasaan materi pelajaran optimal
sesuai dengan yang di harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................5
C. TUJUAN PENULISAN........................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL................................................................6
B. TIPE-TIPE KEARIFAN LOKAL.......................................................................8
C. FUNGSI KEARIFAN LOKAL...........................................................................9
D. CONTOH-CONTOH KEARIFAN SOSIAL DI DALAM SEBUAH
MASYARAKAT.........................................................................................................10
E. TANTANGAN KEARIFAN LOKAL...............................................................12
BAB III...........................................................................................................................17
KESIMPULAN..............................................................................................................17
A. KESIMPULAN...................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-
perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik,
tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan
lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia.
Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya
agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan
dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok
orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha
manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari
depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan
direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan
penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam
kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai
kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam
perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi
menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri
dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti
setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka
local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai,
pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius.
Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh
Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar
pengertian local genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati
4
Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity,
identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut
mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan
kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito
(dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah
potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk
bertahan sampai sekarang.
Penulis membahas mengenai kearifan lokal di latar belakangi oleh
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu pulau, budaya,
suku bangsa, bahasa, adat istiadat serta terdiri dari beberapa agama. oleh
sebab itulah penulis angkat judul ini mengingat agar kaum muda penerus
bangsa dapat mempertahankan kearifan lokal yang sudah dari dulu ada
seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi saat ini. diharapkan
agar anak muda di Indonesia tidak terlena dengan perkembangan zaman
yang serba praktis di dunai yang super canggih dan sudah modern akibat
berkembangnya dunia teknoligi dan informasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?
2. Apa saja Tipe Kearifan lokal ?
3. Apa maanfaat kearifan lokal ?
4. Apa saja contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia?
5. Apa saja tantangan kearifan lokal?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?
2. Mengetahui tipe kearifan lokal?
3. Mengetahui maanfaat kearifan lokal
4. Mengetahui contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia
5. mengetahui tantangan kearifan lokal
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
hal yang statis melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari
tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di masyarakat.
Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah
semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta
adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini
dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia,
alam maupun gaib.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya
yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk
mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa
memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah
tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah
diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku
anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira
merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal
adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam
mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu
sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari
generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul
lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan
juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima
dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara
itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu
dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari
karena telah terinternalisasi dengan sangat baik.
7
B. TIPE-TIPE KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal adalah persoalan identitas. Sebagai sistem pengetahuan
lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal
yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang
dapat ditelusuri:
1. Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan
dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan
makanan pokok setempat.
Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian
dari kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat
dapat tetap terjaga
2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan
dan pengobatan.
Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional
dengan khasiat yang berbeda-beda.
3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja
berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai
bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja.
Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan
pertanian, dll.
4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan
dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut
Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di
Ambon, dll.
5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan
iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
8
6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan
lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena
kebutuhan-kebutuhan di atas.
Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain
sebagainya
9
D. CONTOH-CONTOH KEARIFAN SOSIAL DI DALAM SEBUAH
MASYARAKAT
1. Kearifan Lokal di Bengkulu
Ada beberapa etnik yang bersinggungan langsung dengan alam
diantaranya etnik Rejang dan Serawaiyang. Etnik Rejang memiliki
kearifan dengan mengetahui zonasi hutan, mereka sudah menentukan
imbo lem (hutan dalam), imbo u'ai (hutan muda) dan penggea imbo
(hutan pinggiran). Dengan zonasi yang mereka buat, maka ada aturan-
aturan tentang penanaman dan penebangan kayu. Hampir mirip dengan
Etnik Rejang, Serawai yang dikenal sebagai tipikal masyarakat
peladang telah mengembangkan kearifan lokal dalam pembukaan
ladang yaitu "celako humo" atau "cacat humo", dimana dalam
pembukaan ladang mereka melihat tanda-tanda alam dulu sebelum
membuka ladang dimana ada 7 pantangan yaitu:
a. ulu tulung buntu, dilarang membuka ladang di hutan tempat mata
air
b. sepelancar perahu
c. kijang ngulangi tai
d. macan merunggu
e. sepit panggang
f. bapak menunggu anak
g. dan nunggu sangkup
tujuh pantangan ini jika dilanggar akan berakibat alam dan
penunggunya (makhluk gaib) akan marah dan menebar penyakit.
10
Pernah mendengar Gunung Kidul? Pasti bayangan kita langsung
kekeringan. Benar saja, salah satu keunikan Gunung Kidul adalah
kawasan Karst. Tetapi harus kita ingat bahwa kawasan ini telah dihuni
selama berabad-abad oleh masyarakatnya bahkan dari zaman batu.
Munculnya peradaban manusia yang berkembang pada kawasan ini
menggambarkan bahwa masyarakat di kawasan ini telah dapat
beradaptasi dengan kekeringan. Air menjadi sangat berharga di
kawasan ini. Apakah tidak ada sumber air di kawasan ini? Oh kita
jangan salah, kawasan ini memiliki sungai bawah tanah yang banyak
sekali tetapi karena merupakan kawasan karst agak sulit untuk
menaikkan air karena kedalamannya dan juga tipikal kawasan karst.
Masyarakat di kawasan ini melakukan pemeliharaan cekungan-
cekungan (sinkhole), mereka memodifikasi bagaimana cekungan ini
sebagai tabungan air mereka dengan menata batu dan menanami
tanaman seperti jarak dan jati di sekitar bibir cekungan. Batu sebagai
penyaring, sementara tanaman sebagai penyimpan air. Selain itu juga
para penduduk juga menampung air ketika musim hujan tiba sebagai
tabungan air ketika kemarau datang.
3. Kearifan Lokal Kediri
Cerita Panji adalah harta karun yang dimiliki Jawa Timur, lahir di
Kediri berkembang sejak zaman Majapahit. Salah satu dongeng Panji
adalah Enthit yang terkait dengan pertanian. Cerita semacam Enthit itu
memberikan inspirasi mengapa timun dapat ditanam sampai mentheg-
mentheg (gemuk dan menyenangkan). Mengapa berbagai sayuran itu
tumbuh subur dan menyehatkan. Bagaimana petani pada masa itu
memperlakukan lahannya, semuanya seolah-olah diserahkan pada
kekuasaan alam belaka. Semuanya dilakukan dengan cara organik.
Konsep pertanian dalam budaya Panji adalah soal tantra atau
kesuburan. Jadi bagaimana memperlakukan tanah (lahan) seperti
menyayangi istri dan ini hubungannya dengan konservasi alam.
11
4. Kearifan Lokal di Sumatera Utara
Sumatera Utara memiliki sekelompok masyarakat yang dikenal
sebagai Parmalim berpusat di Hutatinggi, Kecamatan Laguboti,
Kabupaten Toba Samosir. Parmalim menekankan lingkungan hidup
pada dasarnya memberi dukungan terhadap kelangsungan hidup
manusia, maka sewajarnya manusia juga memberi dukungan terhadap
lingkungan hidup. Air adalah sumber kehidupan, maka kita harus
memberi dukungan terhadap semua hal yang berkaitan dengan
pelestarian air. Pada saat menebang pohon, maka bisa dilakukan jika
sebelumnya sudah cukup banyak menanam tunas baru, selain itu
aturan penebangan juga dengan cara bahwa penebang tidak boleh
merobohkan pohon besar sampai menimpa anak pohon lain, jika
terjadi maka penebang harus diganti orang lain. Selain itu juga dalam
memetik umbi-umbian yang menjalar, umat Parmalim harus
menyisakan tunas sehingga bisa tumbuh kembali.
12
saluran irigasi secara besar-besaran untuk pengairan dan penggunaan
teknologi pertanian dengan traktor untuk mempercepat pekerjaan.
Sebagai akibat pelaksanaan revolusi hijau yang menekankan pada
tanaman padi secara monokultur dengan bibit unggul maka akan
mempengaruhi kehidupan petani lokal dalam menggunakan bibit lokal
yang sebenarnya mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit,
pupuk kandang dan pupuk organik yang digantikan dengan pupuk
kimia, penggunaan hewan untuk membajak yang digantikan traktor,
penggunaan obat-obatan dari tanaman untuk pertanian dengan obat-
obatan kimia. Melalui program pemerintah ini, petani nampak hanya
sebagai obyek, mereka tunduk patuh pada kehendak penguasa
sehingga hak petani untuk mengekspresikan sikap dan kehendaknya
terabaikan.
2. Teknologi Modern dan Budaya
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat
menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Selanjutnya Su
Ritohardoyo (2006:42) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi
pada masyarakat yang kebudayaannya sudah maju atau kompleks,
biasanya terwujud dalam proses penemuan (discovery), penciptaan
baru (invention), dan melalui proses difusi (persebaran unsur-unsur
kebudayaan). Perkembangan yang terwujud karena adanya inovasi
(discovery maupun invention) dan difusi inovasi mempercepat proses
teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut
secara bersama menghasilkan proses modernisasi dalam suatu
masyarakat yang bersangkutan. Teknologi modern secara disadari atau
tidak oleh masyarakat, sebenarnya menciptakan keinginan dan
harapan-harapan baru dan memberikan cara yang memungkinkan
adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
Melihat kenyataan tersebut maka mudah dipahami mengapa cita-
cita tentang teknologi lokal cenderung diabaikan, karena kebanyakan
orang beranggapan bahwa teknologi modern selalu memiliki tingkat
13
percepatan yang jauh lebih dinamis. Menurut Budisusilo dalam Francis
Wahono(2005:217) teknologi lokal sebagai penguatan kehidupan
manusia sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup dinamis,
misalnya dalam menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan
dasar. Selain menggusur pengetahuan dan teknologi lokal teknologi
modern dan seluruh sistem kelembagaannya juga mempunyai potensi
“perusakan seperti pembagian hasil yang timpang, pencemaran
lingkungan alam dan perusakan sistem nilai sosial-budaya masyarakat.
Banyak media informasi dan komunikasi dengan gencarnya
menawarkan produk berikut gaya hidup, gaya konsumsi, dan berbagai
sarana hidup yang dianggap sebagai tolok ukur kemajuan dan
kebahagiaan yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Budisusilo
dalam Francis Wahono (2005:218) menjelaskan sebagai akibat
perkembangan teknologi produksi yang pesat, baik pada sektor
pertanian (bioteknologi dan mekanisasi), sektor industri (manufaktur
dan eksplorasi alam), maupun sektor jasa (transportasi, medis,
laboratoris, komunikasi dan informasi), masyarakat pun menjadi
terbiasa menikmati produk barang dan jasa yang bersifat massif
dengan efisiensi teknis, kualitas dan jenis yang sama pada semua
belahan bumi. Di samping itu ketersediaan akses pada jaringan
pemasaran seperti : hypermarket, supermarket, minimarket bahkan
traditional market yang ditopang oleh fasilitas/alat bayar yang mudah
dan cepat seperti telemarket, cybermarket telah merubah budaya dan
kebiasaan baru sejumlah kalangan masyarakat. Pada gilirannya
teknologi modern menjadi “standard produksi bagi pasar dunia” yang
mengabaikan kemampuan penguasaan teknologi/pengetahuan
keanekaragaman sumberdaya lokal.
Percepatan integrasi tersebut telah seperti meningkatnya jumlah
pengangguran, kemiskinan, marginalisasi nilai kemanusiaan, krisis
lingkungan, kerusakan dan konflik sumberdaya alam dan lingkungan.
14
3. Modal Besar
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini
telah sampai pada titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah
lingkungan dan masyarakat. Di samping masalah lingkungan yang
terjadi di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi sumberdaya
alam, sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya
masyarakat asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar
wilayah eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya
laut, maupun hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal
dan menggantungkan kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang
seiring dengan masuknya modal besar baik secara legal maupun illegal
yang telah mngeksploitasi sumberdaya alam, maka kedaulatan dan
akses mereka terhadap sumberdaya tersebut terampas.
Fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam selama ini yang lebih
menitikberatkan kepada upaya perolehan devisa Negara melalui
eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Besarnya
keuntungan yang bias diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan
daya serap tenaga kerja pada sektor yang bersangkutan, semakin
menguatnya legitimasi beroperasinya modal besar di sektor tersebut.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan
hayati yang dimiliki dapat diekstraksi untuk mendapatkan surplus.
Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa
tersebut harus dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang
bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global.
Selanjutnya secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara
tatanan budaya lokal dan budaya modern yang melekat pada
industrialisasi dari sumberdaya alam yang dieksploitasi. Menurut
Rimbo Gunawan dkk, (1998:v) persoalan tersebut di satu pihak, yaitu
15
modernisasi melihat bahwa tatanan budaya lokal merupakan hambatan
yang harus “dihilangkan” atau “diganti” agar proses pembangunan
tidak mendapat gangguan serius dari komunitas lokal, sementara itu
masyarakat lokal memandang industrialisasi dari hasil sumberdaya
alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi hak-hak adat mereka
terhadap lingkungannya Kejadian-kejadian tersebut khususnya pada
sumberdaya hutan diperparah dengan banyaknya pengusaha illegal
yang hanya mementingkan keuntungan tanpa mempertimbangkan
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, yang juga wujud dari
keserakahan.
4. Kemiskinan dan Kesenjangan
Kemiskinan dan kesenjangan merupakan salah satu masalah yang
paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Masalah sosial
yang bersumber dari kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan pokok, sering kali tidak berdiri sendiri tetapi
saling berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan bukan saja menjadi
masalah di Indonesia, tetapi juga di banyak Negara berkembang.
Kemiskinan juga mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan
dengan aturan atau norma-norma yang sudah ada atau pun berkaitan
dengan kerusakan lingkungan.
16
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para
leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan
tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-
nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
17