Anda di halaman 1dari 104

KEARIFAN LOKAL

DISUSUN

OLEH

NUR IZA DORA, M.Hum

TADRIS PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TAHUN AKADEMIK GENAP 2019/2020

1
DESKRPSI MATA KULIAH

Deskripsi mata kuliah kearifan lokal ini adalah tentang pengertian


kearifan lokal sebagai fenomena keilmuan, serta menyangkut
mengenai budaya. Selanjutnya budaya dijabarkan mengenai
pengertian, unsur-unsur budaya serta penyebab perubahan budaya itu
sendiri.
Kearifan lokal juga mencakup nusantara dan dinamika perubahan
serta asal usul budaya nusantara. Serta bagaimana pengaruh faktor
lintas budaya dan globalisasi terhadap kearifan lokal nusantara.
Terakhir mengenai pendidiknan berbasis kearifan lokal, serta
pentingnya pendidikan berbasis kearifan lokal serta pendekatannya.

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................. i


BAB I KAJIAN KEARIFAN LOKAL ....................................................... 1
A. Pengertian Kearifan Lokal .................................................................... 1
B. Pengertian Kearifan Lokal dalam
Persektif Human Ecologytheory ........................................................... 7
C. Local Genius sebagai Local Wisdom ................................................... 11
D. Fungsi Kearifan Lokal ......................................................................... 14
BAB II KEARIFAN LOKAL SEBAGAI FENOMENA
KEILMUAN ....................................................................................... 17
A. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal pada Aras Individu .................... 17
B. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal pada Aras Individu ..................... 21
BAB III BUDAYA ....................................................................................... 23
A. Pengertian Budaya ............................................................................... 23
B. Unsur-unsur Budaya ............................................................................ 27
C. Wujud Budaya ..................................................................................... 31
D. Sifat-sifat Kebudayaan ......................................................................... 34
E. Penyebab Perubahan Budaya ............................................................... 35
F. Bentuk-bentuk Perubahan Kebudayaan ............................................... 37
BAB IV KEARIFAN LOKAL NUSANTARA DAN DINAMIKA
PERUBAHAN .................................................................................... 41
A. Dinamika Pemahaman Kearifan Lokal Nusantara ................................ 41
B. Asal Usul Budaya Nusantara ............................................................... 48
BAB V FAKTOR LINTAS BUDAYA DAN GLOBALISASI.................. 51
A. Benturan Nilai dan Relativitas Budaya ................................................ 51
B. Orientasi Nilai ...................................................................................... 52
C. Globalisasi ............................................................................................ 52
BAB VI PENGARUH FAKTOR LINTAS BUDAYA
DAN GLOBALISASI TERHADAP
KEARIFAN LOKAL NUSANTARA ............................................... 58

3
A. Kearifan Lokal sebagai Budaya Lokal ................................................. 58
B. Faktor Lintas Budaya dan Globalisasi ................................................. 61
BAB VII PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL ............ 63
A. Relevansi Kearifan Lokal dengan Pembangunan ................................ 64
B. Rekonstruksi Kearifan Lokal .............................................................. 66
BAB VIII PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL ................. 68
A. Latar Belakang Perlunya Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal ........... 63
B. Model Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal ........................................ 68
C. Pentingnya Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal ................................ 71
D. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal sebagai Pendekatan ................... 86
E. Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Pendidikan ....................................... 88
F. Pentingnya Sentuhan Kearifan Lokal dalam
Penyelengaraan Kearifan Lokal ........................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 98

4
BAB I
KAJIAN KEARIFAN LOKAL

A. Pengertian Kearifan Lokal


Kearifan atau wisdom pada masyarakat merupakan pengetahuan asli
suatu masyarakat yang tinggal di pedesaan. Pengetahuan asli itu bermanfaat
untuk mengatur kehidupan manusia baik mengatur hubungan antar manusia
dalam suatu masyarakat, hubungan manusia dengan alam, maupun hubungan
manusia dengan Tuhan. Pengetahuan asli itu dahulu diwariskan secara turun
temurun, dari satu generasi ke generasi lain.
Pengetahuan asli itulah yang terus-menerus dipedomani dalam kebiasaan
kehidupan mereka dalam mengelola mata pencaharian dan membentuk
kepribadian. Pengetahuan-pengetahuan asli masyarakat itu perlu dihimpun dan
diimplementasikan demi peningkatan kesejahteraan hidup manusia dan
pembentukan peradabannya.
Kemendikbud (2013: 2-3), secara derivasional istilah kearifan lokal
(local wisdom) terdiri atas dua kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).
Kata kearifan (wisdom) berarti kebijaksanaan dan lokal (local) berarti
setempat. Dengan demikian, kearifan lokal atau local wisdom berarti gagasan-

5
gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik dan berbudi luhur, yang dimiliki, dipedomani, dan dilaksanakan
oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal diperoleh dari tradisi budaya atau
tradisi lisan, karena kearifan lokal merupakan kandungan tradisi lisan atau
tradisi budaya yang secara turun temurun diwarisi dan dimanfaatkan untuk
menata kehidupan komunitas.
Sedyawati (2012: 382), menjelaskan bahwa kearifan lokal hendaknya
diartikan sebagai “kearifan dalam kebudayaan tradisional”, dengan catatan
yang dimaksud dalam hal ini ialah kebudayaan tradisional suku-suku bangsa.
Kata kearifan hendaknya juga dimengerti dalam arti luasnya yaitu tidak hanya
berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan juga segala unsur
gagasan, termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penangangan kesehatan,
dan estetika. Dengan pengertian tersebut maka yang termasuk sebagai
penjabaran kearifan lokal di samping peribahasa dan segala ungkapan
kebahasaan yang lain adalah juga berbagai pola tindakan dan hasil budaya
materialnya. Dalam arti yang luas itu , maka diartikan bahwa kearifan lokal itu
terjabar ke dalam seluruh warisan budaya baik yang tangible maupun yang
intangible.
Menurut Balitbangda Depsos RI kearifan lokal itu merupakan
kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercermin dalam
sikap, perilaku dan cara pandang masyarakat yang kondusif Di dalam
mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun non material)
yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan
kearah yang lebih baik. Memang kearifan lokal itu adalah nilai budaya yang
positif. Di samping itu kearifan lokal ini dapat digunakan sebagai spirit untuk
menumbuhkan etos kerja masyarakat pedesaan dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Kearifan lokal dimanfaatkan leluhur kita sejak dahulu untuk mengatur
berbagai tatanan kehidupan secara arif. Para pemimpin desa atau pemimpin
komunitas pada zaman dahulu dapat memimpin rakyat dengan bijaksana
meskipun pendidikan formal mereka tidak begitu tinggi, bahkan tidak pernah
menempuh pendidikan formal.

6
Wibowo dan Gunawan (2015: 16-18), menjelaskan beberapa pendapat
ahli tentang definisi kearifan lokal, sebagai berikut:
1. Menurut Haryati Soebagio kearifan lokal merupakan sebuah identitas
atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa
tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal
dari luar atau bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri.
Kearifan lokal sifatnya menyatu dengan karakter masyarakat, karena
keberadaannya selalu melaksanakan dan dilestarikan dalam kondisi
tertentu malah sangat dihormati.
2. Rahyono mendefinisikan kearifan lokal sebagai sebuah kecerdasan yang
dimiliki oleh kelompok etnis tertentu, yang diperoleh melalui
pengalaman etnis tersebut bergulat dengan lingkungan hidupnya.
Berdasarkan definisi Rahyono tersebut dapat kita ketahui bahwa kearifan
lokal merupakan buah atau hasil dari masyarakat atau etnis tertentu
melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat
lain. Kearifan lokal ini akan melekat sangat kuat pada masyarakat atau
etnis tertentu. Ini karena nilai-nilai kearifan lokal teruji dan melalui
proses panjang bahkan usianya hampir menyamai keberadaan sebuah
masyarakat etnis tertentu.
3. Suhartini mendefinisikan kearifan lokal sebagai sebuah warisan nenek
moyang yang berkaitan dengan tata nilai kehidupan. Tata nilai kehidupan
ini menyatu tidak hanya dalam bentuk religi tetapi juga dalam budaya
dan adat istiadat. Ketika sebuah masyarakat melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya, mereka mengembangkan suatu kearifan baik yang
berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat,
nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan
hidupnya. Semua kearifan yang berkaitan dengan adaptasi terhadap
lingkungan inilah yang disebut sebagai kearifan lokal.
4. Putu Oka Ngakan menyebut kearifan lokal sebagai bentuk kearifan juga
cara sikap terhadap lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat
di suatu tempat atau daerah. Dengan demikian kearifan lokal itu merujuk
pada lokalitas dan komunitas tertentu. Singkatnya, kearifan lokal

7
menurut Putu Oka Ngakan merupakan tata nilai atau perilaku hidup
masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup
secara arif.
5. Sementara Keraf menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan
atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam
komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati,
dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia,
alam maupun gaib.
6. Francis Wahono, secara lengkap memberikan definisi mengenai kearifan
lokal. Menurutnya kearifan lokal merupakan kepandaian dan strategi-
strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan
ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan
kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti
pada etika, tetapi sampai pada norma, tindakan dan tingkah laku sehingga
kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang Mama Domani manusia
dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari
maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.
Dalam konteks konteks pembicaraan yang dikembangkan sampai dewasa
ini istilah kearifan lokal yang paling sering digunakan dalam tidak saja belasan
tahun terakhir ini tidak dapat diselesaikan lagi Sebenarnya digunakan untuk
Jelaskan istilah local genius yang dicetuskan oleh H.G. Quaritch Wales.
Theresia, dkk (2015: 66-68), kearifan lokal merupakan gagasan gagasan
atau nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat atau lokal yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Kearifan lokal dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik
yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu
kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai
budaya yang baik yang ada dalam wilayah tersebut. Nilai-nilai kearifan lokal
ini sudah diajarkan secara turun-temurun oleh orang tua.

8
Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta merta tetapi proses panjang
sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan
mereka. Qatar ujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya
yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Artinya, sampai
batas tertentu ada nilai-nilai perineal yang perbedaan intensitasnya, mengarang
visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Kearifan lokal
merupakan modal utama masyarakat dalam membangun dirinya tanpa merusak
tatanan sosial yang adaptif dalam lingkungan alam sekitarnya.
Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam
struktur sosial masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai pedoman,
pengontrol dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi
kehidupan baik saat berhubungan dengan sesama maupun dengan alam.
Tentang hal ini Odong S mencirikan kearifan lokal dengan dasar:
1. Semangat kemandirian dan keswadayaan
2. Memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan
3. Menjamin gaya hidup dan keberlanjutan
4. Mendorong teknologi tepat guna yang efektif dari segi biaya dan
memberi kesempatan untuk memahami dan memfasilitasi perancangan
pendekatan program yang sesuai
Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekedar sebagai aturan tingkah
laku seseorang tetapi lebih jauh yaitu mampu mendengar Musashi kehidupan
masyarakat yang penuh keadaan. Secara substansial kearifan lokal itu adalah
nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat
setempat kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan
dinamis,berkembang dan Diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi
dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Kearifan
lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakan pada level lokal dan kegiatan
masyarakat pedesaan baik di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan dan
pengelolaan sumber daya alam.
Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari
periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya

9
dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang
begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal
sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat
untuk hidup bersama secara dinamis dan damai, yang bermuara pada wujud
menjadi tradisi atau agama.
Dalam kearifan lokal terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan
budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu
dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya serta diekspresikan dalam
tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Jadi untuk
melaksanakan pembangunan di suatu daerah anaknya pemerintah mengenal
lebih dahulu Seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang
menjadi sasaran pembangunan tersebut.
Jalan umum tenaga dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa
memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata
tersebut adalah ikon atau sumber pendapatan yang mampu menyejahterakan
rakyat di daerah itu. Lebih sederhananya, sebuah pembangunan akan menjadi
sia sia jika Pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau potensi yang
tepat untuk pembangunan di daerah tersebut.
Di pihak lain Puguh menyatakan bahwa kearifan lokal adalah pandangan
hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Sistem pemungutan Merdeka
meliputi seluruh unsur kehidupan baik agama, ilmu pengetahuan, ekonomi,
teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian. Mereka
mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk
mempertahankan, memperbaiki serta mengembangkan unsur kebutuhan
mereka dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang
terdapat pada warga mereka. Bertolak dari definisi itu maka kearifan lokal
merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu atau
budaya lokal dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu atau
masyarakat lokal.Dengan kata lain kearifan lokal bersemayam pada budaya
lokal.

10
Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai dan norma budaya yang
berlaku dalam menata kehidupan masyarakat. Nilai dan norma yang diyakini
kebenarannya menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat
setempat. Oleh karena itu sangat beralasan jika Geertzmengatakan bahwa
kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat
komunitasnya. Hal ini berarti kearifan lokal yang didalamnya berisi nilai dan
norma budaya untuk kedamaian dan kesejahteraan dapat digunakan sebagai
dasar dalam pembangunan masyarakat.
Kearifan lokal pada hakekatnya sudah sejak lama merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat dan hingga saat ini masih dimanfaatkan terutama oleh
komunitas pedesaan. Mereka mampu bertahan dengan mata pencaharian yang
hampir seluruhnya tergantung pada keahlian khusus yang pengaturan asli yang
dimiliki untuk kelangsungan hidup mereka. Kearifan lokal mempunyai
relevansi istimewa dan yang paling istimewa mereka hidup rukun dan damai,
jauh lebih rukun daripada masyarakat perkotaan yang memiliki pendidikan
lebih tinggi. Dengan demikian pembangunan masa depan harus tetap
mempertimbangkan dan bahkan memberdayakan kembali kearifan lokal.
Kearifan lokal adalah seperangkat Pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat untuk menyelesaikan secara baik dan benar persoalan atau
kesulitan yang dihadapi, yang dipelajari atau diperoleh dari generasi ke
generasi secara lisan atau menghargai contoh tindakan. Menurut Warren
kearifan lokal adalah sistem pengetahuan lokal atau pengetahuan yang khas
yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau benda tertentu yang telah
berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal balik antar
masyarakat dan lingkungannya.
Kearifan lokal diartikan sebagai pengetahuan yang secara turun-temurun
dimiliki oleh suatu masyarakat pedesaan yang ada di Indonesia. Kearifan lokal
yang akan di inventarisasikan diantaranya pandangan hidup, konsep tata ruang,
pengetahuan masyarakat mengenai lingkungannya, teknologi tradisional dalam
mencari nafkah serta tradisi dalam pemeran lingkungan alam. Pengetahuan
tersebut pada akhir yang diharapkan dapat melahirkan perilaku sebagai hasil

11
dari adaptasi terhadap lingkungannya implikasi positif terhadap kelestarian
alam.
Kearifan lokal idealnya lebih disebut penemuan tradisi. Hobsbown
mendefinisikan kearifan lokal yaitu seperangkat praktik yang biasanya
ditentukan oleh aturan-aturan yang diterima secara jelas satu samar samar
maupun spiritual atau bersifat simbolik ingin menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma perilaku tertentu melalui pengulangan secara otomatis
mengindikasikan adanya kesinambungan dengan masa lalu.
B. Pengertian kearifan lokal dalam perspektif human ecologytheory
Rahardiansah dan Prayitno (2013: 68-71), sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa kearifan lokal monyet dalam kebiasaan-kebiasaan
masyarakat yang memiliki pemahaman yang sama mengenai sesuatu.
Pemahaman bersama mengenai sesuatu itu terbentuk dari proses yang sama
pula di mana mereka berinteraksi dalam lingkungan yang sama. Pemahaman
yang sama mengenai sesuatu ini dapat terjadi karena pada dasarnya setiap
lingkungan pasti memiliki setting tertentu mengenai hubungan hubungan ideal
kelompok mereka. Settinginilah sebenarnya menjadi ruh dari tingkah laku
masyarakat.
Menurut teori Human ecology Terdapat hubungan timbal balik antara
lingkungan dengan tingkah laku. Lingkungan dapat mempengaruhi tingkah
laku atau sebaliknya, tingkah laku juga dapat mempengaruhi lingkungan.
Penekanan Teori ini adalah adanya setting dalam lingkungan. Lingkungan
tersusun atas struktur-struktur yang saling mempengaruhi di mana dalam
struktur-struktur tersebut terdapat setting setting tertentu pula.
Satu hal yang menarik dari teori ini adalah pengakuan adanya set tingkah
laku satu hal yang menarik dari teori ini adalah pengakuan adanya set tingkah
laku atau behavioral setting yang dipandang sebagai faktor tersendiri dalam
sebuah interaksi sosial. Set tingkah laku yang dimaksud disini adalah set
tingkah laku kelompok bukan tingkah laku individu yang terjadi sebagai akibat
kondisi lingkungan tertentu. Set tingkah laku ini muncul sebagai respon dari
kondisi lingkungan yang ada misalnya dalam lingkungan Pesantren telah

12
disusun pola interaksi atau Kia guru tidak Santri, Kyai adalah modal bagi
santrinya dan santri harus mengikuti modelnya.
Susunan pola interaksi di atas mampu memunculkan sheet tingkah laku
santri yang menjadikan Kyai sebagai suri tauladan Nya sehingga segenap
ucapannya Harus dipatuhi. Jika ada salah seorang dalam kelompok itu tidak
mengikuti saya tingkah laku yang ada maka terganggulah lingkungan itu.
Setiap orang akan membicarakan atau memarahi anak yang tidak mengikuti set
tingkah laku kelompok tersebut makan anak itu bisa dikeluarkan dari
pesantren. Dengan demikian, dengan menggunakan pendekatan teori Human
ecology dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal muncul sebagai reaksi
kelompok terhadap lingkungannya sehingga terjadi keseimbangan hidup dalam
kelompok tersebut.
Bangsa Indonesia tidak akan mungkin mengelak dari globalisasi, sebagai
konsekuensi dari posisinya yang menyemesta itu dan konsekuensi zaman
globalisasi. Yang bisa kita lakukan hanyalah meminimalisir dampak negatif
globalisasi. Globalisasi dan modernisasi pasti terjadi dan tidak terelakkan. Era
globalisasi yang diboncengi neoliberalisme dan modernisasi melaju diiringi
pesatnya revolusi iptek atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Dunia tanpa
batas yang menganut aliran kebebasan, kebebasan berkreativitas dan kebebasan
berpendapat serta kebebasan berekspresi. Bila kita duduk di suatu kursi akan
melihat dan berkomunikasi dengan orang di tempat yang paling jauh didunia
luar sana, maka kemajuan teknologi informasi dan Telekomunikasi
mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak langsung setelah
melahirkan budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya masyarakat
Indonesia.
Era globalisasi ini akan berpengaruh terhadap segala bidang kehidupan
termasuk di dalamnya dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Salah satu
kekuatan utama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan adalah masalah
identitas bangsa. Oleh karena itu jati diri bangsa adalah sesuatu yang harus
diperjuangkan. Jangan sampai jati diri bangsa ini semakin luntur seiring
dengan derasnya informasi dari luar.

13
Fenomena pengobatan dunia harus disikapi dengan arif dan positive
thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat
bagi kemajuan. Namun tidak boleh lengah dan terlena, karena era keterbukaan
dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak
budaya bangsa. Monolog globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukankah kita tidak
mau ketinggalan dalam Iptek dengan negara lain. Akan tetapi perlu kecerdasan
dalam menjaring dan menyaring efek globalisasi. Akses kemajuan teknologi
Informatika dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestari dan
pengembang nilai-nilai budaya lokal. Dengan munculnya era globalisasi ini,
maka semakin disadari pula pentingnya mempertahankan kebudayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Harus diakui, aktor utama dalam proses globalisasi masa kini adalah
negara-negara maju. Mereka berupaya mengekspor nilai-nilai lokal di
negaranya untuk disebarkan ke seluruh dunia sebagai nilai-nilai global. Mereka
dapat dengan mudah melakukan itu karena mereka menguasai arus teknologi
informasi dan komunikasi lintas batas negara bangsa. Sebaliknya, pada saat
yang sama negara-negara berkembang seperti negara kita tidak mampu
menyebabkan nilai-nilai lokal nya karena adanya kompetitifnya yang rendah.
Akibatnya, negara-negara berkembang hanya menjadi penonton bagi masuk
dan berkembangnya nilai-nilai negara maju yang dianggap nilai-nilai global ke
wilayah negaranya.
Dengan derasnya arus globalisasi ini dikhawatirkan budaya bangsa
khususnya budaya lokal akan mulai terkikis sehingga sedikit demi sedikit.
Budaya asing clinic in mewabah dan mulai mengikis eksistensi budaya lokal
yang sarat makna. Agar eksistensi budaya lokal tetap Kukuh maka diperlukan
pemertahanan budaya lokal. Fenomena anak usia sekolah yang senang dengan
budaya asing menjadikan kewaspadaan untuk mengangkat dan melestarikan
budaya lokal agar menjadi bagian integratif dalam pembelajaran di sekolah.
Dengan mengintegrasikan budaya lokal ke dalam pembelajaran di sekolah
diharapkan jati diri bangsa akan tetap Kukuh.

14
Upaya upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia termasuk
didalamnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas
sosial, kekeluargaan dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar.
Pudarnya budaya bangsa disebabkan oleh banyak faktor. Dalam kenyataannya
di dalam struktur masyarakat terjadi ketimpangan sosial baik dilihat dari status
maupun tingkat pendapatan. Kesenjangan sosial yang semakin melebar itu
menyebabkan orang kehilangan harga diri. Budaya lokal yang lebih sesuai
dengan karakter bangsa semakin sulit dicernakan, sementara itu Budaya global
lebih mudah merasuk.
Budaya lokal merupakan budaya yang dimiliki oleh suatu wilayah dan
mencerminkan keadaan sosial di wilayahnya. Beberapa hal yang termasuk
budaya lokal diantaranya adalah cerita rakyat, lagu daerah, ritual kedaerahan,
adat istiadat daerah, dan segala sesuatu yang bersifat kedaerahan.
Pengintegrasian budaya lokal ke dalam pembelajaran sastra sungguh amat
penting. Hal ini dilakukan dalam upaya penanaman nilai-nilai yang terkandung
dalam budaya lokal juga sekaligus untuk meminimalisir pengaruh negatif
budaya luar khususnya budaya barat yang dibawa oleh globalisasi.
Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan
pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal
yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam
pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah
dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya lokal dalam
pembelajaran di sekolah.
C. Local Genius sebagai Lokal Wisdom
Rahardiansah dan Prayitno (2013: 61-62), Dalam disiplin antropologi
dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula
pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara
panjang lebar pengertian local genius ini. Antara lain Haryati Soebadio
mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural Identity, identitas
kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan
sendiri.

15
Konsep local genius sebenarnya merupakan konsep yang dikenal dan
populer dikalangan para arkeolog. Istilah local genius pertama-tama
dikemukakan oleh HG Quaritch Wales yang kemudian dikembangkan oleh
FDK Bosch. Inilah secara konseptual merumuskan pengertian yang terkandung
oleh local genius.
Hakikat local genius atau kearifan lokal dalam sudut pandang positif
secara implisit menyangkut:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar.
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar ke dalam
kebudayaan asli.
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur-unsur budaya luar ke
dalam kebudayaan asli.
4. Memiliki kemampuan mengendalikan.\
5. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya.
Dalam pandangan Islam Ketut Gobyah, kearifan lokal (local genius)
adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan
lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai
nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di
dalamnya dianggap sangat universal.
S. Swarsi mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan
keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada
filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara
tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga
dapat bertahan dalam waktu yang lama bahkan melembaga. Dalam penjelasan
tentang „urf, kearifan berarti ada yang memiliki kearifan (al-addahal-ma'rifah),
yang dilawankan dengan al-addahal-jahiliyyah. Kearifan adat dipahami
sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta
dianggap oleh baik ketentuan agama.

16
Adat kebiasaan pada dasarnya terwujud secara alamiah dan niscaya
bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang
berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu
tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami
penguatan secara terus menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara
sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak
baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila
demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.
D. Contoh-contoh
Rahardiansah dan Prayitno (2013: 74), kearifan lokal biasanya terujud
sebagai sistem filosofi, nilai, norma, hukum adat, etika, lembaga sosial, sistem
kepercayaan melalui upacara. Di satu sisi berfungsi sebagai pengolah bagi
kelakuan dan di sisi lain merupakan cara-cara, strategi-strategi manusia dan
masyarakat untuk survive dan adaptif dalam menghadapi perubahan
lingkungan. Secara teoritis konseptual bentuk kearifan lokal tertuang pada
artefak, sosiofak, ideofak atau kombinasinya yang lebih rinci terdapat pada
berbagai aspek kehidupan seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertanian, upacara dan lain-lain.
Elly Burhainy Faizal mencontohkan beberapa kekayaan budaya, kearifan
lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan alam yang pantas digali
lebih lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya sekarang dan yang akan
datang. Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah antara lain sebagai berikut:
1. Papua, terdapat kepercayaan terhadap tearonetwork (alam adalah aku).
Gunung Erstbeg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah
dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka
pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian
lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini, yaitu tata nilai tambah
dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana' ulen. Kawasan
hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur
dan dilindungi oleh aturan adat.

17
4. Masyarakat Indah Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan
kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan
mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan
dengan rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu
sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana
dan ramah lingkungan.
5. Masyarakat kesepuhan Pancer Pengawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat.
Mereka mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan
hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas izin sesepuh
adat.
6. Bali dan Lombok masyarakat mempunyai awig-awig.
Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam
masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus menerus dalam kesadaran
masyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang
sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampah yang profan.
Bosch menunjukkan pentingnya kreativitas para anggota masyarakat
dalam mengembangkan kebudayaan nya kalau terjadi akulturasi yaitu kalau ke
dalam kehidupan kebudayaan yang datang pengaruh dari luar yang berlainan
dengan kebudayaannya sendiri. Contoh-contoh yang dikemukakan adalah
tentang yang terjadi pada abad ke-8 sampai ke 4 Masehi, tatkala pengaruh
India menyerbu ke Indonesia. Pada waktu itu muncul penemuan-penemuan dan
karya-karya baru terutama dalam perjanjian dan kesusasteraanyang
memperlihatkan bahwa pengaruh dari India itu diserap oleh nenek moyang kita
sambil mereka tetap mempertahankan kepercayaan terhadap leluhur yang
sudah berkembang dengan sebelum kedatangan pengaruh dari India. Dalam
candi-candi seperti Borobudur ternyata kepercayaan terhadap nenek moyang
mendapat tempat sehingga candi itu tidak semata-mata hanya memberikan
keyakinan agama Buddha saja.
Bagaimanapun hal itu membuktikan bahwa pengaruh dari luar India itu
tidak kita telan atau tidak begitu saja melainkan merangsang kreativitas bangsa
kita untuk menciptakan dan merumuskan kepercayaan yang berlainan dengan
yang mempengaruhinya, karena telah memasukkan unsur-unsur yang telah ada

18
dalam kebudayaan kita sendiri. Dengan demikian nenek moyang kita telah
membangun candi-candi yang meskipun terpengaruh oleh tradisi pembangunan
Candi keagamaan seperti di India, namun Borobudur, Prambanan, download
dan lain-lain mempunyai karakteristik sendiri yang memperlihatkan kreativitas
nenek moyang kita. Begitu juga karya karya sastra yang ditulis dalam bahasa
Jawa kuno, meskipun ceritanya berdasarkan epos Ramayana dan Mahabarata
dari India, namun karya nenek moyang kita memperlihatkan perbedaan-
perbedaan yang merupakan ciptaan hasil kreatifitas nenek moyang kita sendiri,
karena tidak terdapat dalam babonnya yang asli di India. Arjuna Wiwaha,
Dewa Ruci dan sejumlah karya sastra lainnya adalah karya asli nenek moyang
kita di Indonesia, walaupun berpangkal dari karya sastra India atau ciptaan
baru yang merupakan sempalan dari cerita india itu. Tema cerita Dewa Ruci
misalnya merupakan masalah yang tidak terdapat dalam cerita aslinya di India.
E. Fungsi Kearifan Lokal
Rahardiansah dan Prayitno (2013: 74), menurut Nyoman Sirtha bentuk-
bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat istiadat, hukum adat dan aturan aturan khusus. Oleh karena
bentuknya yang bermacam-macam Dunia hidup dalam aneka budaya
masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam, antara lain
memberikan informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal yaitu:
1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam
2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia misalnya berkaitan
dengan upacara daur hidup konsep kanda pat rate.
3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat
6. Bermakna sosial misalnya pada upacara daur pertanian
7. Bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara Ngaben
8. Penyucian roh leluhur
9. Bermakna politik misalnya dalam upacarangangkukmerana dan
kekuasaan patron client.

19
Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak bertambah luas ranah
kearifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologi sampah yang sangat
pragmatis dan teknis. Kearifan lokal dimanfaatkan leluhur kita sejak dahulu
untuk mengatur berbagai tatanan kehidupan secara arif. Para pemimpin desa
atau pemimpin komunitas pada zaman dahulu dapat memimpin rakyat dengan
bijaksana meskipun pendidikan formal mereka tidak begitu tinggi, bahkan
tidak pernah menempuh pendidikan formal. Ini membuktikan bahwa kearifan
lokal sebagai local genius mampu mengatur tatanan kehidupan.
Kearifan lokal berusaha untuk membuat masyarakat hidup rukun dan
damai dengan berbagai cara termasuk pengelolaan konflik. Tarikan lokal tidak
sekedar sebagai aturan tingkah laku seseorang, Tetapi lebih jauh mampu
mendinamisasi kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera. Sebagai nilai
dan norma yang luhur tarikan lokal di satu sisi menjadi sebuah lapisan atau
filter untuk kepribadian yang baik untuk kesejahteraan manusia dan misi dan
untuk diikuti oleh masyarakatnya.
Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai dan norma budaya yang
berlaku dalam menata kehidupan masyarakat. Nilai dan norma yang diyakini
kebenarannya menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat
setempat. Oleh karena itu sangat beralasan jika Geertzmengatakan bahwa
kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat
komunitasnya. Hal ini berarti kearifan lokal yang didalamnya berisi nilai dan
norma budaya untuk kedamaian dan kesejahteraan dapat digunakan sebagai
dasar dalam pembangunan masyarakat.
Kearifan lokal pada hakekatnya sudah sejak lama merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat dan hingga saat ini masih dimanfaatkan terutama oleh
komunitas pedesaan. Mereka mampu bertahan dengan mata pencaharian yang
hampir seluruhnya tergantung pada keahlian khusus yang pengaturan asli yang
dimiliki untuk kelangsungan hidup mereka. Kearifan lokal mempunyai
relevansi istimewa dan yang paling istimewa mereka hidup rukun dan damai,
jauh lebih rukun daripada masyarakat perkotaan yang memiliki pendidikan
lebih tinggi. Dengan demikian pembangunan masa depan harus tetap
mempertimbangkan dan bahkan memberdayakan kembali kearifan lokal.

20
BAB II
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI FENOMENA KEILMUAN

A. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal (Metodologis pada aras individual)


Rahardiansah dan Prayitno (2013: 63-68), kearifan lokal merupakan
usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan pada fakta fakta atau
gejala gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat
tertentu. Definisi ini bisa jadi setara dengan definisi mengenai indigenous
psychology yang didefinisikan sebagai usaha ilmiah mengenai tingkah laku
atau pikiran manusia yang asli yang tidak ditransformasikan dari luar dan
didesain untuk orang dalam budaya tersebut. Hasil akhir dari indigenous
psychology adalah pengetahuan yang menggambarkan tentang kearifan lokal

21
yaitu gambaran mengenai sikap atau tingkah laku yang mencerminkan budaya
asli.
Secara metodologis pembentukan indigenous psychology masih
meminjam metode-metode ilmiah yang lazim dipakai sampai saat ini dengan
mengkontekstualisasikan teori-teori yang ada dengan kecenderungan-
kecenderungan lokal yang berkembang. Pada tahap ini, operasionalisasi teori-
teori yang ada di kembangkan atau dimodifikasi menurut karakter-karakter
masyarakat dan kepentingan lokal. Hal ini penting dipahami karena ketika
berbicara tentang keilmuan kita tidak bisa lepas dari teori-teori barat yang
secara faktual telah mengembangkan tradisi ilmiah lebih awal. Dengan
demikian, sebagai usaha awal masih perlu untuk menggunakan teori-teori barat
sebagai pendekatan.
Selanjutnya, kerangka metodologi penelitian tidak lagi kuantitatif murni,
Tetapi lebih mengarah pada penelitian kualitatif atau kuantitatif dan kualitatif.
Oleh karena basis teori belum dimiliki dalam Khazanah kearifan lokal, maka
melalui teori-teori barat kemudian dilakukan kajian secara komprehensif.
Pendalaman ini mengacu dan mengikuti gerak dan kepentingan masyarakat
setempat. Ciri kajian ini menjadi karakteristik pertama dalam penelitian
kualitatif. Melalui kajian yang mendalam dapat diangkat Khazanah keilmuan
dari kearifan lokal yang berkembang dan bersifat ilmiah.
Untuk memahami Bagaimana kearifan lokal berkembang dan tetap
bertahan, maka perlu pemahaman dasar mengenai proses proses kejiwaan yang
membangun dan mempertahankan nya. Proses-proses itu meliputi pemilihan
perhatian (selectiveattention), penilaian, pembentukan dan kategorisasi konsep,
atribusi atribusi, emosi dan memori. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai
proses proses data sebagai berikut.
1. Selected attending
Dalam kehidupan sehari-hari, Setiap orang pasti selalu berhadapan
dengan banyak stimulus sehingga para ahli jiwa sepakat bahwa semua
stimulus tidak mungkin untuk diproses. Oleh karena itu, individu dalam
menghadapi banyaknya stimulus tersebut akan melakukan apa yang disebut
sebagai selectiveattention.Selectiveattentionmerupakan proses tempat

22
seseorang melakukan penyaringan terhadap stimulus yang tidak sesuai ada
yang mampu menyentuh perasaan. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan
persatuan kita terbatas, maka harus belajar bagaimana caranya membatasi
jumlah informasi yang kita terima dan diproses.
Terkait dengan proses pembentukan kearifan lokal, maka proses
pemilihan perhatian menyediakan mekanisme kejiwaan untuk membatasi
informasi-informasi yang diterima dan diproses. Dalam kehidupan
pesantren, terdapat banyak informasi-informasi ajaran-ajaran mengenai tata
cara berperilaku santri yang berasal dari kitab-kitab kuning. Oleh karena
kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka kita perlu
membatasi informasi-informasi yang masuk dengan menetapkan beberapa
informasi untuk kita terima, misalnya santri hanya memilih sikap tawadhu',
sederhana, ikhlas , patuh dan sebagainya.
2. Appraisal
Beberapa stimulasi yang telah dipilih secara konstan akan dinilai.
Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap stimulus yang dianggap
memiliki arti bagi kehidupan seseorang dan yang mampu menimbulkan
reaksi-reaksi emosional. Hasil penilaian ini adalah keputusan yang berupa
respon respon individu yang oleh Lazarus disebut penyesuaian. Proses ini
relevan dengan terbentuknya pengetahuan atau kearifan lokal karena
pemilihan terhadap informasi yang masuk lebih menekankan pada
pertimbangan berguna bagi kehidupan mereka. Terkait dengan
pembentukan dan berkembangnya kearifan lokal ini, maka proses appraisal
ini menyediakan sebuah mekanisme kejiwaan di mana kita secara aktif
menilai informasi yang masuk dan kita proses hanya yang bermakna bagi
kita. Misalnya dalam kehidupan pesantren, seorang santri menilai dari
sekian ajaran tentang tingkah laku maka yang dianggap bermakna hanya
kepatuhan dan kebersamaan.
3. Concept FormationandCategorization
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang menghadapi stimulus yang
banyak dan tidak mungkin diikuti semuanya. Semua orang, benda-benda,
tempat-tempat, kejadian-kejadian dan aktivitas yang kita alami tidak

23
mungkin dapat diterima dan disajikan oleh pikiran kita dalam sebuah unit
informasi yang bebas. Oleh karena itu, melalui mekanisme kejiwaan dibuat
gambaran mental yang digunakan untuk menjelaskan benda-benda, tempat-
tempat, kejadian-kejadian dan aktivitas yang kita alami yang kemudian
disebut konsep. Melalui konsep-konsep seseorang dapat mengevaluasi
informasi informasi, membuat keputusan-keputusan dan bertindak
berdasarkan konsep tersebut.
Kategorisasi adalah proses tempat konsep-konsep psikologis yang
dikelompokkan. Studi mengenai pembentukan kategori melibatkan
pengujian Bagaimana seseorang mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa,
benda-benda, aktivitas-aktivitas ke dalam konsep-konsep. Pembentukan
konsep dan kategorisasi memberikan cara untuk mengatur perbedaan dunia
sekeliling kita menjadi sejumlah kategori kategori tertentu. Kategori
kategori tersebut didasarkan pada sifat-sifat tertentu dan objek yang kita
rasa atau serupa secara kejiwaan.
Terkait dengan pembentukan dan perkembangan kearifan lokal, maka
pada bagian pembentukan konsep dan kategorisasi ini menyediakan kepada
kita cara-cara untuk mengorganisasikan perbedaan ajaran ajaran tingkah
laku yang ada di sekitar kita ke dalam sejumlah kategori berdasarkan
kepentingan tertentu. Misalnya kepatuhan adalah cara bertingkah laku santri
sebagai orang yang akan menuntut ilmu dengan seorang Kiai dan
kebersamaan adalah cara bertingkah laku santri sebagai orang yang hidup
jauh dari orang tua dan merasa senasib seperjuangan.
4. Attributation
Satu karakteristik umum dari manusia adalah perasaan butuh untuk
memenangkan sebab-sebab peristiwa dan perilaku yang terjadi. Attribution
yang menjadi satu karakter diri yang menggambarkan proses mental untuk
menghubungkan atau membuat Perkalian antara satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya atau satu perilaku dengan perilaku atau peristiwa lainnya.
Attributionini membantu kita untuk menyesuaikan informasi baru mengenai
dunianya dan membantu mengatasi ketidak sesuaian antara cara baru
dengan cara lama dalam memahami sesuatu.

24
Terkait dengan pembentukan dan berkembangnya kearifan lokal,
maka pada bagian attribution ini menyediakan fungsi-fungsi penting dalam
kehidupan kita untuk mengorganisasikan informasi informasi yang
bermakna bagi kita secara kejiwaan dengan mengontrol antara niat
(intentioni) dengan perilaku. Misalnya pilihan perilaku patuh santri itu
penting bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu karena kepatuhan santri
terhadap Kiai akan berimplikasi pada kepatuhan santri terhadap ajaran-
ajaran yang disampaikan Kyai muncul kecenderungan atau niat untuk
melaksanakan apapun yang diajarkan Kyai.
5. Emotion
Emosi merupakan motivator yang paling penting dari perilaku yang
kita dapat mendorong seseorang untuk lari jika takut dan memukul jika
sedang marah. Emosi adalah perangkat penting yang terbaca untuk memberi
tahu kepada kita cara untuk menginterpretasikan peristiwa atau situasi di
sekeliling kita pada saat kita melihatnya. Terkait dengan pembentukan dan
berkembangnya kearifan lokal, maka pada bagian emosi ini menyediakan
kepada kita dorongan dorongan untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan
kita. Misalnya apa pun yang diajarkan kayak itu pasti baik dan membawa
berkah atau kebaikan sehingga dapat mendorong santri selalu mengamalkan
ajaran ajaran Kyai. Kebutuhan mendapatkan berkah dari kita seolah menjadi
motivator bagi santri untuk selalu patuh pada Kyai.
Semua proses kejiwaan di atas merupakan proses yang saling
berinteraksi satu sama lain sehingga dapat di gambarkan rangkaian kejiwaan
pembentukan dan berkembangnya kepatuhan. Kepatuhan sebagai informasi
umum menjadi informasi khusus yaitu sebagai sistem motivator nilai dalam
diri santri untuk melakukan aktivitas aktivitas selama di pesantren.
Kepatuhan sebagai bentuk kearifan lokal yang berlaku di pesantren dapat
menjadi energi potensial untuk proses transfer dan internalisasi nilai-nilai
keislaman melalui Kia sebagai modal yang dipatuhi.
B. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal (Metodologis pada aras individual)
Theresia, dkk (2015: 70-71),pada arus kelompok kearifan lokal mengejek
dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang memiliki pemahaman yang sama

25
mengenai sesuatu. Pemahaman bersama mengenai sesuatu itu terbentuk dari
proses yang sama pula di mana mereka berinteraksi dalam lingkungan yang
sama. Pemahaman yang sama mengenai sesuatu itu dapat terjadi karena pada
dasarnya setiap lingkungan pasti memiliki setting tertentu mengenai hubungan
hubungan ideal kelompok mereka. Setting inilah sebenarnya menjadi ruh dari
tingkah laku masyarakat.
Menurut teori human ecology Terdapat hubungan timbal balik antara
lingkungan dengan tingkah laku. Lingkungan dapat mempengaruhi tingkah
laku atau sebaliknya tingkah laku juga dapat mempengaruhi lingkungan.
Penekanan teori ini adalah adanya setting dalam lingkungan. Lingkungan
tersusun atas struktur-struktur yang saling mempengaruhi di mana dalam
struktur struktur tersebut terdapat setting setting tertentu pula.
Satu hal yang menarik dari teori ini adalah pengakuan adanya set tingkah
laku yang dipandang sebagai faktor tersendiri dalam sebuah interaksi sosial.
Set tingkah laku yang dimaksud disini adalah tingkah laku kelompok bukan
tingkah laku individu yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu.
Set tingkah laku ini muncul sebagai respon dari kondisi lingkungan yang ada.
Jika ada salah seorang dalam kelompok itu tidak mengikuti saya tingkah
laku yang ada maka terganggu lingkungan itu. Setiap orang akan
membicarakan atau memarahi orang atau anggota yang tidak mengikuti
tingkah laku kelompok tersebut bahkan orang tersebut dapat dikeluarkan dari
sistem sosialnya. Dengan demikian dengan menggunakan pendekatan teori
ekologi dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal muncul sebagai reaksi
kelompok terhadap lingkungannya sehingga terjadi keseimbangan hidup dalam
kelompok tersebut.

26
BAB III
BUDAYA

A. Pengertian Budaya
Menurut Maran (2000: 24-25), para pakar antropologi budaya Indonesia
umumnya sependapat bahwa kata kebudayaan berasal dari bahasa sanksakerta
“buddhayah” bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Secara etimologis, kata kebudayaan berarti hal budi atau akal. Secara
etimologis, kebudayaan berarti hal-hal yang berkaitan dengan akal. Namun, ada
juga anggapan bahwa kata budaya berasal dari bahasa majemuk budi-daya
yang berarti daya dari budi atau daya dari akal yang berupa cipta, karsa dan
rasa.

27
Kata kebudayaan itu sepadan dengan kata culture dalam bahasa Inggris.
Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa Latin colere yang berarti merawat,
memelihara, menjaga, mengolah, terutama mengolah tanah atau bertani. Kata
latin cultural baru dipakai pada abad ke-17. Sedangkan pada abad pertengahan
orang belum menggunakan kata tersebut. Yang dibicarakan orang pada abad
pertengahan bukan culture melainkan humanitas, civilitas.
Mempelajari pengertian kebudayaan bukan suatu kegiatan yang mudah,
mengingat banyaknya batasan konsep dari berbagai bahasa, sejarah dan sumber
bacaannya atau literaturnya, baik yang berwujud maupun yang abstrak yang
secara jelas menunjukkan jalan hidup bagi kelompok orang (masyarakat).
Demikian pula dalam pendekatan metodenya sudah banyak disiplin ilmu lain
seperti sosiologi, psikoanalisis, mengkaji bermacam-macam masalah
kebudayaan, yang tingkat kejelasannya bergantung pada konsep dan penekanan
masing-masing unsur konsepnya.
Bahkan ada yang bertentangan dalam hal pertanyaan tentang segi
epistimologis dan ontologis. Walaupun demikian, menurut Kluckhohn dalam
Sulaeman (1995: 10-11) hampir semua antropologi setuju dengan dalil
proposisi yang diajukan oleh Herkovits dalam bukunya yang berjudul Man and
His Work tentang teori kebudayaan yaitu:
1. Kebudayaan dapat dipelajari
2. Kebudayaan berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan,
psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia.
3. Kebudayaan mempunyai struktur
4. Kebudayaan dapat dipecah-pecah ke dalam berbagai aspek
5. Kebudayaan bersifat dinamis
6. Kebudayaan mempunyai variabel
7. Kebudayaan memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan
metode ilmiah.
8. Kebudayaan merupakan alat bagi seseorang untuk mengatur keadaan
totalnya dan menambah arti bagi kesan arifnya.
Sulasman (2013: 18-20), mengemukakan definisi kebudayaan menurut
beberapa ahli:

28
1. Krober dan Klukhon memandang kebudayana terdiri dari berbagai pola,
bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan
diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara
tersendiri dari kelompok-kelompok manusia.
2. Linton dalam bukunya The Cultural Background of Personality
menyatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari sebuah tingkah
laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta
diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
3. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun menurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic.
4. Bronislaw Malinowski mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan
hidup manusia yang integral terdiri atas peralatan dan barang-barang
konsumen, berbagai peraturan untuk kehidupan masyarakat, ide-ide dan
hasil karya manusia, keyakinan dan kebiasaan manusia.
5. C. Klukhan dan W. H. Kelly mencoba mendefinisikan kebudayaan
sebagai hasil tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hukum,
psikologi yang implisit, eksplisit, rasional, irasional, terdapat pada setiap
waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
6. Dawson dalam buku Age of The Gods mengatakan bahwa kebudayaan
adalah cara hidup bersama.
7. J.P.H. Dryvendak, mengatakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan dari
cetusan jiwa manusia sebagai yang beragam berlaku dalam masyarakat
tertentu.
8. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai buah budi
manusia yaitu hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat,
yaitu zaman dan alam bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagian yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai.

29
9. Keontjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
10. Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan ialah
manifestasi dari cara berfikir.
11. Selo Seomarjan dan Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa
kebudayaan ialah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
12. Sidi Gazalba, kebudayaan dimaknai sebagai kumpulan segala upaya
dan usaha manusia yang dikerjakan dengan mempergunakan hasil
pendapat untuk memperbaiki kesempurnaan hidup.
Budaya ialah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat-istiadat, bahasa, parkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Seseorang
yang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya akan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, dan ini membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak
dan luas. Banyak aspek budaya yang turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia. Bebarapa alasan sulitnya orang berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dari definisi budaya bahwa budaya ialah suatu perangkat
rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri.
Citra yang memaksa itu mengambil bentuk yang berbeda dalam berbagai
budaya seperti individualisme kasar di Amerika, keselarasan individu dengan
alam di Jepang dan kepatuhan kolektif di Cina. Citra budaya yang berisfat
memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai
perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat
dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah

30
yang menyediakan kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas
seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
ialah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Adapun perwujudan
kebudayaan ialah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni
dan lain-lain, dan kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Maran (2000: 49), menjelaskan ciri-ciri kebudayaan yaitu:
1. Kebudayaan adalah produk manusia. Manusia adalah pelaku sejarah dan
kebudayaannya.
2. Kebudayaan selalu bersifat sosial, artinya kebudayaan tidak pernah
dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama,
bukan karya perorangan.
3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya, kebudayaan itu
diwariskan dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya melalui
suatu proses belajar. Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu
karena kemampuan belajar manusia. Tampak di sini bahwa kebudayaan
itu selalu bersifat historis, artinya proses yang selalu berkembang.
4. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspres,
ungkapan kehadiran manusia. Sebagai ekspresi manusia kebudayaan itu
tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik sebab
mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan
dirinya.
5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhuan berbagai kebutuhan manusia.
Tidak seperti hewan, manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan
cara-cara yang beradab, atau dengan cara-cara manusiawi. Hewan,
misalnya tidak mampu mengolah makanan hingga terasa enak dan lezat
untuk disantap. Hewan kalau lapor langsung saja mencaplok bahan-

31
bahan mentah yang disediakan alam baginya. Sedangkan manusia harus
mengolah terlebih dahulu bahan makanan dari ladang yang digarapnya
dengan teknik-teknik tertentu, sehingga makananya pantas untuk
disantap. Meskipun sangat lapar, manusia ternyata bisa menahan diri
seandainya makanan belum tersedia di meja makan. Pokoknya, cara
manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya berbeda dengan cara
hewan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
B. Unsur-unsur Budaya
Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan di dunia. Menurut
Koentjaraningrat (2002: 203-209), ada tujuh unsur kebudayaan universal yang
disusun oleh beberapa sarjana antropologi. Tujuh unsur kebudayana ini dapat
ditemukan pada semua bangsa di dunia, terdiri dari:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari misalnya pakaian,
perumahan, alat rumah tangga, senjata, dan sebagainya.
2. Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi misalnya
pertanianpeternakan dan sistem produksi.
3. Sistem kemasyarakatan misalnya kekerabatan, sistem perkawinan, sistem
warisan.
4. Bahasa sebagai media komunikasi yang baik lisan maupun tertulis
5. Sistem ilmu pengetahuan
6. Kesenian misalnya seni suara, seni rupa dan seni gerak.
7. Sistem religi
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal menjelma dalam bentuk tiga wujud
kebudayaan baik dalam bentuk sistem sosial, sistem budaya atau kebudayaan
berbentuk fisik. Sistem ekonomi misalnya mempunyai wujud berbagai konsep-
konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat yang berhubungan
dengan ekonomi.
Sistem ekonomi juga mempunyai wujud yang berupa tindakan-tindakan
dan interaksi berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli transpor,
pengecer dan konsumen. Selain itu sistem ekonomi juga mempunyai unsur-
unsur kebudayaan fisik berupa peralatan, komoditi dan benda-benda ekonomi.

32
Demikian juga sistem riligi, mempunyai wujud sebagai sistem
keyakinan, gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh halus, neraka, surga dan
sebagainya. Mempunyai wujud berupa upacara-upacara, baik yang bersifat
musiman maupun yang bersifat kadangkala, selain itu sistem religi juga
mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religius.
Sistem kesenian yang berwujud gagasan-gagasan, ciptaan-ciptaan
pikiran, cerita-cerita, syair-syair yang indah. Namun, kesenian juga dapat
berwujud tindakan-tindakan interaksi berpola antara seniman pencipta,
seniman penyelenggara, sponsor kesenian, penonton, dan konsumen hasil
kesenian, selain itu kesenian juga dapat berwujud benda-benda indah, candi,
kain tenun yang indah, benda-benda, kerajinan, dan sebagainya.
Wujud sistem budaya dari suatu unsur kebudayaan universal berupa adat,
dan pada tahap pertamanya adat dapat diperinci ke dalam beberapa kompleks
budaya, tiap kompleks budaya dapat diperinci lebih lanjut ke dalam beberapa
tema budaya dan akhirnya pada tahap ketiga tiap tema budaya dapat diperinci
lebih khusus ke dalam berbagai tindakan.
Ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masing juga mempunyai
wujud fisik, walaupun tidak ada satu wujud fisik untuk keseluruhan dari satu
unsur kebudayana universal. Oleh sebab itu, kebudayana fisik tidak perlu
diperinci menurut keempat tahap pemerincian seperti yang dilakukan pada
sistem budaya dan sistem sosial. Namun, semua unsur kebudayana fisik sudah
tentu secara khusus terdiri dari benda-benda kebudayaan.
Unsur kebudayaan universal sistem mata pencaharian misalnya dapat
diperinci ke dalam beberapa sub unsur seperti: perburuan, perladangan,
pertanian, peternakan, perdagangan, perkebunan. industri, kerajinan, industri
pertambangan, industri jasa, dan industri manufaktur. Tiap bagian sub unsur
mempunyai wujudnya sebagai sistem budaya atau disebut juga adatnya, sub
unsur budaya juga mempunyai wujud sosial berupa aktivitas sosialnya, dan dan
setiap sub unsur budaya juga mempunyai wujud fisik berupa berbagai peralatan
yang merupakan benda-benda kebudayaan.
Begitu juga dengan unsur kebudayaan universal lainnya, misalnya
organisasi sosial yang wujudnya terdiri dari sub sistem budaya, sistem sosial

33
dan benda-benda. Sedangkan sub unsurnya terdiri dari sistem kekerabatan,
sistem komunikasi, sistem pelapisan sosial, sistem pimpinan, sistem politik dan
sebagainya. Demikian juga dengan unsur kebudayaan universal berupa
kesenian yang terdiri dari sistem budaya, sistem sosial, dan benda-benda fisik
dari seni rupa, seni suara, seni gerak, seni sastra, seni drama dan sebagainya.
Unsur-unsur kebudayana universal tersebut ada yang bersifat universal
seperti misalnya sistem kekerabatan. Sub unsur itu pasti ada di dalam setiap
masyarakat dan kebudayaan di mana pun juga berada di dunia. Namun, untuk
keperluan logika dari metode pemerintahan sistem kekerabatan sebaiknya tetap
dimasukkan saja ke dalam golongan adat atau kompleks budaya, dan tidak ke
dalam golongan unsur kebudayaan universal. Hal ini disebabkan karena sistem
kekerabatan hanya merupakan suatu sub unsur khusus dalam rangka organisasi
sosial.
Contoh dari pemerincian adat dan aktivitas sosial ke dalam beberapa
kompleks budaya dan kompleks sosial misalnya pemerincian dari pertanian ke
dalam irigasi, pengelolaan tanah, penggarapan tanah, teknologi penanaman,
penimbunan hasil pertanian, pemrosesan dan pengawaten hasil pertanian dan
sebagainya. Contoh lain misalnya pemerincian dari sistem kekerabatan ke
dalam: perkawinan, tolong menolong, antar-kerabat, sopan-santun pergaulan
antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya. Setiap sub unsur
sudah tentu mempunyai peralatannya sendiri-sendiri yang secara konkret terdiri
dari benda-benda kebudayaan.
Dari contoh-contoh di atas jelas bahwa di antara unsur-unsur golongan
ketiga ini pun ada yang bersifat universal, yaitu perkawinan. Unsur ini dapat
dikatakan ada di setiap masyarakat. Namun seperti halnya contoh sistem
kekerabatan tersebut, demi logika sistematik pemerincian, maka sistem
perkawinan tidak kita sebut unsur kebudayaan universal melainkan tetap
kompleks budaya dan kompleks sosial saja.
Usaha pemerincian dapat dilanjutkan untuk memerinci kompleks budaya
dan kompleks sosial ke dalam tema budaya dan pola sosial. Contohnya:
perkawinan dapat diperinci ke dalam pelamaran, upacara pernikahan, perayaan,

34
mas kawin, harta pembawaan pengantin wanita, adat menetap sesudah nikah,
poligami, poliandri, perceraian dan sebagainya.
Akhirnya, masih ada satu tahap perincian lagi yaitu perincian dari tema
budaya dan pola sosial ke dalam gagasan dan tindakan. Dalam hal itu sub-sub
unsur mas kawin misalnya dapat kita perinci satu langkah lebih lanjut lagi ke
dalam sub-sub unsur yang kecil seperti bagian harta mas kawin yang berupa
ternak, bagian harta mas kawin yang berupa benda adat, bagian harta mas
kawin yang berupa benda-benda pralambang, bagian harta mas kawin yang
berupa uang tunai, upacara penyerahan mas kawin, upacara pertukaran harta
pengantin pria dan harta penganti wanita, dan sebagainya.
Di antara unsur-unsur golongan kecil ini biasanya tak ada yang bersifat
universal, karena unsur-unsur kebudayaan seperti itu sudah terlampau kecil.
Apabila kita tinjau mengenai sub unsur mas kawin tersebut di atas, maka
tampak harta mas kawin yang berupa ternak tidak terdapat di semua
kebudayaan di dunia.
Di Indonesia saja misalnya sub unsur kebudayaan harta mas kawin yang
berupa ternak tidak terdapat di seluruh masyarakat Indonesia kecuali pada
beberapa suku bangsa di Irian Jaya di mana babi merupakan unsur harta mas
kawin, bahkan tak ada juga di kebudayaan-kebudayaan di Asia Tenggara pada
umumnya.
Sebaliknya pada banyak kebudayaan suku-suku bangsa Afrika Timur,
ternak sapi merupakan unsur yang amat dominan dalam mas kawin. Adapun
unsur kecil upacara penyerahan mas kawin juga bukan suatu hal yang
universal. Pada kebudayana suku bangsa Jawa upacara itu tidak jelas ada,
sebaliknya dalam kebudayaan beberapa suku bangsa di pantai Utara Irian Jaya,
upacara itu merupakan suatu upacara penting tersendiri, lepas dari upacara
pernikahan.
C. Wujud Budaya
Menurut Sulasman dan Gumilar (2013: 35-37), wujud kebudayaan terdiri
dari:
1. Ide

35
Istilah ideologi meliputi nilai, norma, falsafah, kepercayaan, falsafah,
sentimen, kaidah etis. Pengetahuan atau wawasan tentang dunia, etos dan
semacamnya. Dalam penggunaan yang lebih modern dan sempit, ideologi
biasanya mengacu pada sistem gagasan yang dapat digunakan untuk
merasionalisasikan, memberikan teguran, memaafkan, menyerang,
menjelaskan keyakinan, kepercayaan, tindak, atau pengaturan kultural
tertentu.
Dalam pengertian ini, nuansa khusus tersebut dipertentangkan dengan
kenetralan pengetahuan dalam arti yang murni. Dikatakan pula bahwa
ideologi menggunakan atau bahkan mencocok-cocokkan fakta demi
mendukung sikap ideologisnya, dan bukan membenahi sistem gagasannya
sendiri ketika fakta menghendaki demikian. Oleh sebab itu, banyak peneliti
modern sungguh-sungguh berupaya untuk membedakan gagasan sebagai
pengetahuan di satu pihak, dan ideologi di pihak lain.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas ialah wujud kebudayaan sebagai tindakan berpola dari
manusia dari masyarakat itu. Sebagai perwujudan gagasan dalam
kebudayaan, aktivitas atau perilaku dibagi menjadi dua yaitu perilaku verbal
(lisan dan tulisan) dan nonverbal (artefak dan alam). Wujud perilaku sering
berbentuk sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-
pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Sistem sosial terkait pula dengan struktur sosial. Evans-Pritchard
mengemukakan bahwa struktur sosial merupakan konfigurasi kelompok-
kelompok yang mantap. Talcott Parsons menyebutkan bahwa struktur sosial
merupakan sistem harapan atau ekspektasi normatif. Leah mengatakannya
sebagai seperangkat norma atau aturan ideal, sedangkan Levi Strauss
berpendapat bahwa struktur sosial merupakan model.
Beberapa srtukturalis sosial berupaya menjelaskan struktur
kemasyarakatan dengan merumuskan beberapa kaidah tertentu yang

36
menjadi landasan organisasi. Sejumlah antropologi Inggris misalnya dalam
menganalisis masyarakat yang memerlakukan garis keturunan segmentaris
sering berbicara tentang kaidah segmenter itu hingga terkesan seolah-olah
warga masyarakat itu memiliki cetak biru dalam pikiran mereka tentang
masyarakat sendiri, yang kemudian mereka laksanakan. Radcliffe Brown
mengajukan beberapa prinsip struktural macam itu untuk menyoroti
beberapa ihwal dalam sistem kekerabatan: kaidah ekuivalensi saudara
sekandung, kaidah solidaritas garis keturunan dan seterusnya.
3. Artefak
Artefak ialah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-
hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kehidupan masyarakat, antara wujud kebudayana yang satu
tidak bisa dipisahkan dengan wujud kebudayana yang lain. sebagai contoh
wujud kebudayaan ideal memberi contoh dan arah ke pada tindakan
(aktivitas) dan karya (artefak). Sebagai perwujudan gagasan dalam
kebudayaan, perilaku dibagi menjadi perilaku verbal (lisan dan tulisan) dan
perilaku nonverbal (artefak dan alam). Keduanya membentuk kebudayana
material. Materi yang dimaksud dalam kebudayaan material meliputi benda-
benda bergerak yang disebut artefak itu.
Secara lebih terperinci, Woodward mengatakan bahwa istilah
kebudayaan material menekankan cara-cara benda tak bergerak di dalam
lingkungan berperan bagi manusia dan diberi peran oleh manusia, untuk
melaksanakan fungsi sosial, mengatur hubungan sosial, dan memberikan
makna simbolis kepada kegiatan manusia. Dengan demikian, inti
kebudayaan material ialah materi dan hubungannya dengan manusia bisa
menjadi alat untuk memahami kehidupan manusia pada masa lalu.
Keistimewaan materi dibandingkan dengan perilaku verbal ialah
meskipun bisa materi dapat bertahan secara fisik. Pada pihak lain, perilaku
verbalitas bahasa dari masa lalu hanya bisa diperoleh jejaknya melalui
tulisan yang terpatri pada artefak (sudah berupa materi). Walaupun begitu,

37
sebenarnya hubungan antara bahasa dan ilmu kebahasaan (linguistik)
dengan kebudayaan material lebih luas dan dalam lagi.
D. Sifat-sifat Budaya
Sarinah (2016: 18-20), budaya memiliki sifat universal artinya terdapat
sifat-sifat umum yang melekat pada setiap kebudayaan, kapanpun dan
dimanapun berada itu berada. sifat-sifat itu adalah sebagai berikut:
1. Budaya adalah milik bersama
Budaya adalah milik masyarakat pendukung budaya yang
bersangkutan. Budaya bukan milik perseorangan. Dalam catatan catatan
etnografi tidak pernah ditemukan budaya si anu atau panen yang ada adalah
budaya suku bangsa X, masyarakat bangsa y, budaya nasional dan
seterusnya.
William A. Havilland mendefinisikan budaya sebagai seperangkat
peraturan atau norma yang dimiliki oleh anggota masyarakat nya. apabila
peraturan atau norma tersebut dilaksanakan atau dipantulkan melahirkan
perilaku yang oleh anggotanya dipandang layak dan diterima. Adapun
masyarakat didefinisikan sebagai sekelompok orang yang mendiami suatu
daerah tertentu, yang secara bersama-sama memiliki tradisi budaya yang
sama.
2. Budaya berkaitan dengan situasi masyarakatnya
Budaya mempunyai kecenderungan untuk bertahan terhadap
perubahan apabila unsur-unsur budaya yang bersangkutan masih sesuai
fungsinya dengan kepentingan kehidupan masyarakatnya. Contohnya,
budaya petani di desa cenderung bertahan tidak berubah selama
pertaniannya masih memberikan kesejahteraan baginya. budaya pun
mempunyai kecenderungan untuk berubah apabila unsur-unsurnya sudah
tidak sesuai lagi dengan fungsinya. Contohnya, karena lahan dan
perkebunannya banyak tergusur untuk pemukiman baru atau untuk proyek-
proyek industri, banyak penduduk yang semula hidup di daerah pinggiran
kota berurbanisasi ke kota. Akibatnya budaya mereka berubah yaitu harus
menyesuaikan diri dengan budaya Kota.
3. Budaya berfungsi untuk membantu manusia

38
Bronislaw Malinowaki, seorang antropologi kelahiran Polandia
menyatakan bahwa manusia mempunyai kebutuhan bersama baik yang bersifat
biologis maupun psikologis. sudah merupakan tugas budaya untuk memenuhi
kebutuhan kebutuhan tersebut. parsudi Suparlan, seorang ahli antropologi
Indonesia menyatakan bahwa budaya berfungsi sebagai pedoman hidup untuk
memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup manusia. Menurut Peddington,
Parsudi, superland mengklasifikasikan kebutuhan hidup manusia kedalam tiga
jenis:
a. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang paling mendasar
karena bertalian erat dengan kebutuhan biologis atau kebutuhan fisik
manusia. manusia akan punya apabila kebutuhan semacam ini tidak.
Contoh kebutuhan primer antara lain kebutuhan akan makanan,
minuman atau kebutuhan fisik yang lain seperti kebutuhan seksual
yang bertalian dengan reproduksi. kebutuhan akan sandang dan papan
termasuk juga ke dalam kebutuhan primer.
b. Kebutuhan sekunder atau kebutuhan sosial yakni kebutuhan manusia
untuk bergaul dan hidup bersama. contoh kebutuhan sekunder antara
lain berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat bahkan berbangsa dan
bernegara. Segala bentuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia akan
lebih mudah diperoleh melalui usaha bersama dibandingkan dengan
usaha perorangan.
c. Kebutuhan integratif yakni kebutuhan hidup manusia yang
mengintegrasikan atau memadukan seluruh kebutuhan hidupnya.
kebutuhan integratif akan terpenuhi bersamaan dengan pemenuhan
kebutuhan primer dan sekundernya. Pemenuhan kebutuhan integratif
mewujudkan hidup manusia yang sejahtera, aman dan tertib serta
mampu menikmati liburan atau rekreasi dan hiburan.
4. Budaya diteruskan dan diwariskan melalui proses belajar
Semua budaya diteruskan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui proses belajar bukan diwariskan secara biologis. Artinya
seorang anak tidak akan secara otomatis pandai bicara tampil bermain dengan

39
sesama anak sebayanya atau patuh akan segala tradisi yang terdapat pada
lingkungan sosial budayanya.
Melalui proses panjang seorang individu semenjak dilahirkan akan
belajar berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Iya juga akan belajar
menyatukan dirinya dengan lingkungan budayanya. Proses belajar
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya disebut sosialisasi
sedangkan proses belajar seorang individu dengan lingkungan budaya disebut
kebudayaan atau enkulturasi.
E. Penyebab Perubahan Budaya
Sarinah (2016: 27-28), perubahan kebudayaan ialah suatu penerimaan
cara-cara baru atau suatu perbaikan dari cara-cara masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya. Jadi, perubahan kebudayaan terjadi sesuai dengan
perkembangan masyarakat pendukungnya. Tidak ada dukungan dari
masyarakat maka tidak aka nada perubahan baik kearah positif atau negative.
Selama hidupnya, setiap manusia atau masyarakat dalam arti luas pasti
mengalami perubahan-perubahan. Apabila misalnya dihubungkan dengan
definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Taylor, kebudayaan ialah suatu
kompleks yang meliputi unsur-unsur seperti pengetahuan, kepercayaan tersebut
baik untuk individu atau masyarakat baik secara lambat maupun secara cepat.
Maran (2000: 50-52), Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap
individu dan setiap generasi melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan
semua desain kehidupan sesuai dengan kepribadian mereka dan sesuai dengan
tuntutan zaman nya. Terkadang diperlukan banyak penyesuaian dan banyak
tradisi masa lampau ditinggalkan karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman
baru. Generasi baru tidak hanya mewarisi suatu edisi kebudayaan baru
melainkan suatu versi kebudayaan yang direvisi.
Kebudayaan pun mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor:
1. Perubahan yang disebabkan oleh perubahan dalam lingkungan alam,
misalnya perubahan iklim, kekurangan bahan makanan atau bahan bakar,
berkurangnya jumlah penduduk. Semua ini memaksa orang untuk

40
beradaptasi. Mereka tidak dapat mempertahankan cara hidup lama tetapi
harus menyesuaikan diri dengan situasi dan tantangan baru
2. Perubahan yang disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok
masyarakat yang memiliki norma norma, nilai-nilai dan teknologi yang
berbeda. Kontak budaya bisa terjadi secara damai, bisa juga tidak, bisa
dengan sukarela, bisa juga dengan terpaksa, bisa bersifat timbal balik (
hubungan perdagangan atau program pertukaran pelajar dan mahasiswa),
bisa juga secara sepihak ( invasi militer).
3. Perubahan yang terjadi karenadiscoveryatau penemuandaninventionatau
penciptaan bentuk baru. Discovery atau penemuan baru yang berupa
persepsi mengenai hakikat suatu gejala atau hakikat hubungan antara dua
gejala atau lebih. Discovery biasanya membuka pengetahuan baru
tentang sesuatu yang pada dasarnya sudah ada. Misalnya, penemuan
bahwa Bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi melainkan Bu
Mila yang mengelilingi matahari membawa perubahan besar dalam
pemahaman manusia tentang alam semesta. Invention adalah penciptaan
bentuk baru dengan mengkombinasikan kan kembali pengetahuan dan
materi-materi yang ada. Misalnya penciptaan mesin uap, pesawat
terbang, satelit dan sebagainya.
4. Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau suatu bangsa
mengadopsi Beberapa elemen kebudayaan material yang telah
dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain. Pengertian elemen-elemen
kebudayaan yang bersangkutan dimungkinkan oleh Apa yang disebut
difusi yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari masyarakat
yang satu ke masyarakat lainnya. Melalui difusi misalnya teknologi
komputer yang dikembangkan oleh bangsa barat diadopsi oleh berbagai
bangsa di dunia. Gejala ini menunjukkan adanya interdependensi erat
antara Kebudayaan satu dengan kebudayaan lain. Pengertian semacam ini
membawa serta perubahan-perubahan sosial secara mendasar karena
elemen kebudayaan material semacam komputer, mobil, traktor, televisi
dan sebagainya Itu bisa mengubah seluruh sistem organisasi sosial.

41
5. Perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya
dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau
karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang
realitas. Perubahan ini biasanya berkaitan dengan munculnya pemikiran
ataupun konsep baru dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.
Kebudayaan Yunani kuno misalnya secara langsung dibentuk oleh
filsafat yang muncul di sana pada abad ke 6 SM dan mencapai
puncaknya dalam pemikiran filsuf filsuf terkemuka seperti Socrates
Plato, Aristoteles. Kebudayaan dan peradaban bangsa masa modern pun
dibentuk langsung oleh ilmu modern. Begitu pula munculnya suatu
agama membawa perubahan dalam seluruh karakter suatu kebudayaan,
sebagaimana tampak dalam transformasi peradaban kuno oleh agama
Kristen, dan transformasi masyarakat Arab oleh agama Islam. Dalam
contoh tersebut para nabi dan Reformasi us memiliki satu Padang Baru
tentang realitas kehidupan.
F. Bentuk-bentuk Perubahan Kebudayaan
Bentuk-bentuk perubahan kebudayaan antara lain:
1. Evolusi
Menurut Supardan (2011: 202), konsep evolusi mengacu pada sebuah
transformasi yang berlangsung secara bertahap. Walaupun istilah tersebut
merupakan istilah umum yang dipakai dalam berbagai bidang studi. Dalam
pandangan antropolog, istilah evolusi merupakan gagasan bahwa bentuk-
bentuk kehidupan berkembang dari satu bentuk ke bentuk lain melalui mata
rantai transformasi dan modifikasi yang tidak pernah putus, pada umumnya
diterima sebagai awal landasan berpikir mereka.

2. Difusi
Menurut Supardan (2011: 205), difusi ialah proses penyebaran unsur-
unsur kebudayaan secara meluas sehingga melewati batas tempat di mana
kebudayaan itu timbul. Dalam proses difusi ini erat kaitannya dengan
konsep inovasi (pembaharuan). Menurut Everett M. Rogers dalam karyanya
Diffusion og Innovation cepat tidaknya suatu proses difusi sangat erat

42
hubungannya dengan empat elemen pokok, yaitu: sifat inovasi, komunikasi
dengan saluran tertentu, waktu yang tersedia dan sistem sosial warga
masyarakat.
3. Asimilasi dan Akulturasi
Menurut Lauer (1989: 407), Asimilasi ialah suatu proses sosial yang
terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan
yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga sifat khas
dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing
berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Biasanya suatu proses asimilasi terjadi antara suatu golongan dengan
golongan minoritas yang berubah dan menyesuaikan diri dengan golongan
mayoritas, sehingga sifat-sifat khas dari kebudayaanya lambat laun berubah
dan menyatu dengan kebudayaan golongan mayoritas.
Menurut Supardan (2011: 206), akulturasi ialah proses pertukaran atau
saling mempengaruhi dari suatu kebudayana asing yang berbeda sifatnya
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun
diakomodasikan dan diintegrasikan ke dalam kebudayana itu sendiri tanpa
kehilangan kepribadianya sendiri. Proses akulturasi sangat penting dalam
pembelajaran ilmu-ilmu sosial maupun studi sosial, mengingat sebagaimana
dijelaskan R. Linton bahwa percepatan budaya inti dengan kebudayaan
lahirian adalah berbeda.
Perubahan budaya inti biasanya lebih lambat dibandingkan dengan
budaya lahiriah. Karena itu, budaya lahir yang berupa benda-benda fisik,
pakaian, rumah, gaya hidup dan sebagainya lebih cepat berubah
dibandingkan dengan budaya inti yang berupa sistem keyakinan, sistem
nilai budaya, adat istiadat yang dipelajari sejak dini dan sebagainya.
Dalam rangka menjelaskan perubahan dan interaksi antar kelompok
konsep asimilasi dibagi kedalam beberapa kategori:
1. Asimilasi kebudayaan atau akulturasi yang bertalian dengan perubahan
dalam pola-pola kebudayaan guna penyesuaian diri dengan kelompok
mayoritas

43
2. Asimilasi struktural yang berkaitan dengan masuknya golongan golongan
minoritas secara besar-besaran ke dalam klik klik, perkumpulan dan
Pranata pada tingkat kelompok primer dari golongan mayoritas
3. Asimilasi perkawinan yang berkaitan dengan perkawinan antar golongan
etnis secara besar-besaran
4. Asimilasi identifikasi yang bertalian dengan tidak adanya prasangka
5. Asimilasi perilaku yang bertalian dengan tidak adanya diskriminasi
6. Asimilasi Civic yang bertalian dengan tidak adanya bentrokan mengenai
Sistem nilai dan
Di Amerika konsep asimilasi ini digunakan oleh Milton Gordon
untuk menjelaskan hubungan hubungan antar kelompok kelompok yang
latar belakang etnisitas atau agamanya berkelainan yakni Negro, Yahudi,
Katolik di luar Negro, Katolik berbahasa Spanyol, dan Puerto Rico.
Di Indonesia sejak dulu sampai sekarang konsep asimilasi masih
jarang digunakan sebagai konsep yang utama dalam upaya menjelaskan
perubahan serta interaksi antar kelompok kelompok dalam masyarakat dan
kebudayaan. beberapa penelitian Jelaskan hubungan hubungan antar
kelompok Cina, keturunan Arab dengan masyarakat penduduk pribumi.
dalam rangka mengkaji interaksi kelompok kelompok di Indonesia para ahli
dan sarjana menggunakan konsep konsep adaptasi, akulturasi, amalgamasi,
integrasi, interaksi, identitas, keserasian, minoritas, pembauran, persepsi,
perubahan, dan persistensi dan lain sebagainya.
Mengenai konsep akulturasi seperti dapat dilihat dalam konsep Milton
Gordon adalah salah satu kategori dari asimilasi yang bertalian dengan
similasi kebudayaan. asimilasi dan akulturasi sebagai konsep untuk
menjelaskan perubahan serta pola pola interaksi antar kelompok kelompok
dalam masyarakat dan kebudayaan tiada lain adalah hasil dari suatu proses
hubungan. antar warga kelompok-kelompok yang terlibat di dalamnya.
masyarakat Indonesia sangat majemuk dan heterogen. bagaimana konsep
itu dapat menerangkan perubahan, pola hubungan antar kelompok
masyarakat Indonesia yang demikian mungkin akan menjadi jelas ketika

44
konsep asimilasi dan akulturasi diletakkan dalam kaitanya dengan keadaan
masyarakat Indonesia dan perubahannya.
7. Inovasi, Discovery dan Invention
Menurut Lauer (1989: 407) inovasi ialah suatu proses pembaruan dari
penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, serta penataan
kembali dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru, sehingga suatu
sistem produksi dari produk-produk baru. Dengan demikian, inovasi ialah
pembaruan unsur-unsur teknologi dan ekonomi dari kebudayaan.
Inovasi berkaitan erat dengan penemuan baru dalam teknologi.
Biasanya melalui dua proses yaitu tahap discovery (penemuan dari suatu
unsur kebudayaan yang baru, baik suatu alat atau gagasan baru dari
seseorang atau sejumlah individu. Discovery tersebut akan berubah menjadi
invention apabila suatu penemuan baru telah diakui, diterima, dan
diterapkan oleh masyarakat.

BAB IV
KEARIFAN LOKAL NUSANTARA DAN DINAMIKA PERUBAHANYA

A. Dinamika Pemahaman Kearifan Lokal Nusantara

45
Rahardiansah dan Payitno (2011: 156-154) tentu saja dalam menyerap
pengaruh yang datang dari luar itu, nenek moyang kita telah melakukan
pemilihan yang cocok ( artinya yang sesuai dengan apa yang sudah ada pada
diri kita) diambil, sedangkan yang tidak cocok dibuang atau ditinggalkan.
Setyawati Sulaeman malah menunjukkan bahwa sebelum kedatangan orang
India, di Nusantara sudah ada kehidupan bermasyarakat dan berbudaya yang
cukup tinggi. Kalau para peneliti lain, terutama orang asing menggambarkan
seakan-akan kebudayaan India itu dibawa oleh orang-orang India (meski ada
perbedaan pendapat tentang apakah kaum Brahmana, kaum Satria, kaum
Waisya, ataukah kaum Sudra), satyawati mengemukakan dugaan akan
kemungkinan para pelaut Nusantara sendiri yang berlayar ke tempat asal
kebudayaan itu,karena penemuan membuktikan bahwa para pelaut Nusantara
bukan saja pandai membuat perahu yang dapat mengaruhi Samudra, melainkan
juga pandai mengemudikannya di lautan. Bukti-bukti sejarah menunjukkan
bahwa para pelaut Nusantara telah mencapai Madagaskar, bahkan Afrika dan
Cina.
J.L.A. Brandes dan NJ. Krom menunjukkan bahwa ada 10 kegiatan yang
Sudah dimiliki orang Jawa sebelum kedatangan orang India, yaitu: wayang,
gamelan, metrik sendiri, batik, pengerjaan logam, mata uang sendiri, teknologi
pelayaran, astronomi, penanaman padi di sawah, sistem pemerintahan yang
sangat teratur.
Brandes berpendapat bahwa ke sepuluh hal itu tidak diperoleh karena
kedatangan orang Hindu. Krom juga berpendapat demikian, walaupun menurut
dia batik berasal dari India, sedang yang sembilanlagi memang sudah ada di
nusantara sebelum kedatangan orang kedatangan orang India. Terhadap
pendapat N.J. Krom itu, Satyawati mengemukakan bantahan, sebab Kalau
benar batik di Nusantara berasal dari India, mengapa di Birma, Thailand, dan
Kamboja yang letaknya lebih dekat dengan India tidak ada batik? Lagi pula
batik telah dikenal juga di Cina. Tidak mustahil orang Nusantara belajar
membatik dari Cina.
Dari uraian mereka kita melihat bahwa pada masa yang jauh lampau
dulu, bangsa kita telah memperlihatkan kemampuan kearifan lokalnya dalam

46
menghadapi pengaruh yang datang dari luar yang dianggap sebagai tantangan.
Hanya Ayatrohaedi yang membahas masalah kontemporer yaitu tentang bahasa
Indonesia. Menurut Ayatrohaedi bahasa Indonesianya sekarang menjadi bahasa
nasional merupakan hasil kearifan lokal bangsa kita di Nusantara
mempertahankan bahasa yang sudah digunakan pada berabad-abad yang
lampau, yang dalam catatan orang Cina disebut bahasaK'un-lun. Bahasa
K'unlun itulah yang kemudian menjadi bahasa Melayu yang melahirkan dua
macam bahasa negara yaitu bahasa Indonesia di Indonesia dan Bahasa
Malaysia di Malaysia.
Diskusi ilmiah arkeologi dengan tema local genius dalam kebudayaan
Indonesia itu diselenggarakan oleh ikatan ahli arkeologi sebagai jawaban para
ahli arkeologi terhadap tantangan menteri pendidikan dan kebudayaan
Republik Indonesia yaitu Profesor Dr. NugrohoNotosusanto yang pada tahun
sebelumnya yaitu 1983 dalam pertemuan ilmiah arkeologi yang
diselenggarakan di Ciloto meminta agar para ahli arkeologi lebih
meningkatkan keterlibatan profesionalnya dalam pembinaan dan
pengembangan kebudayaan nasional. Dalam diskusi itu, istilah yang digunakan
adalah local genius dan cultural Identity dengan bermacam terjemahan bahasa
Indonesia seperti:
1. kepribadian budaya bangsa,
2. Identitas kepribadian bangsa,
3. Cerlang budayan, dan lain lain.
Sedangkan istilah kearifan lokal belum digunakan. Pada umumnya para
ahli itu mengemukakantesis yang mengatakan bahwa bangsa kita di nusantara
pada waktu menerima pengaruh dari India telah memperlihatkan
kepribadiannya sehingga pengaruh itu tidak ditelan begitu saja mentah-mentah,
melainkan melalui pemilihan berdasarkan nilai-nilai yang sudah menjadi
miliknya, kemudian menciptakannya kembali dengan kreativitas yang tinggi
sehingga melahirkan karya-karya yang bersifat khas kita. Artinya pengaruh
yang datang dari India itu tidak menenggelamkan kita melainkan merangsang
daya cipta leluhur kita untuk menciptakan karya-karya yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan bangsa kita waktu itu.

47
Patut disayangkan bahwa penelitian mengenai ketahanan kearifan lokal
kita ketika menerima terjangan dari pengaruh masa masa sesudahnya belum
mendapat perhatian para ahli sejarah, antropologi dan sosiologi kita sehingga
kita belum dapat gambar yang jelas tentang ketahanan kearifan lokal kita
ketika menghadapi terjangan dari kebudayaan asing yang datang kemudian,
seperti pengaruh kebudayaan dan agama Islam dan kemudian pengaruh
Kebudayaan Barat yang dibawa oleh penjajah Belanda dan terjangan
globalisasi masa kini.
Memang kita sudah lama dalam menghadapi kebudayaan warisan nenek
moyang kita dan kebudayaan asing mempunyai sikap yang dirumuskan dalam
kalimat ambil yang baik nya dan buang yang buruk nya. Masalahnya dalam
pembangunan karakter bangsa itu kita belum membahas secara ilmiah dan
tegas tentang nilai-nilai yang hendak kita bangun, sehingga arti baik dan buruk
yang terdapat dalam rumusan itu bukan perkara kecil. Berbagai budaya lokal
kita yang usianya sudah berabad-abad mempunyai sistem nilai sendiri, yang
tidak semuanya sesuai dengan maksud pembangunan karakter bangsa. Bangsa
di situ niscaya adalah bangsa Indonesia yang negaranya merupakan republik
dengan menetapkan sistem demokrasi sebagai anutan politiknya.
Kearifan lokal baru menjadi wacana dalam masyarakat pada tahun 1980-
an, ketika nilai-nilai budaya lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia
sebagai warisan nenek moyang sudah hampir habis diterjang oleh arus
modernisasi yang menjadi kebijakan dasar pembangunan yang dilaksanakan
oleh Orde Baru. Modernisasi yang membukakan diri kepada globalisasi
ditambah oleh semangat nasionalisme yang hendak mengatur agar di seluruh
Indonesia kehidupan masyarakat seragam. Dengan demikian kekayaan budaya
lokal baik berupa kesenian, sastra, hukum adat, dan lain-lain banyak yang
hanyut dan hilang, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pemerkayaan
budaya nasional yang hendak dibangun.
Memang sudah lama ada wacana bahwa kebudayaan nasional itu
merupakan gabungan puncak-puncak kebudayaan daerah seperti pernah
dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara dan dicantumkan dalam undang-undang
dasar 1945 yang asli. Namun wacana itu baru sekedar wacana. Tidak ada usaha

48
merumuskan lebih nyata misalnya tentang puncak-puncak kebudayaan daerah
Apakah dengan sendirinya puncak-puncak itu merupakan anasir-anasir yang
baikdari kebudayaan lama yang tidak hendak kita gunakan dalam membangun
kebudayaan baru? Bagaimana dengan puncak puncak kebudayaan yang pada
dasarnya bersifat feodal? Bukankah feodalisme bertentangan dengan dasar
negara yang menetapkan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang
demokratis yang berdasarkan kedaulatan rakyat seperti yang sudah dirumuskan
dalam undang-undang dasar 1945 dan undang-undang dasar yang sudah
diamandemen.
Ternyata kita mudah sekali merumuskan gagasan gagasan besar tetapi
tidak merasa perlu segera merumuskannya menjadi langka langkah konkrit.
Kita semua setuju dengan falsafah negara Pancasila dan kita juga setuju dengan
semboyan bahwa Pancasila jangan hanya dihafalkan tetapi harus diamalkan,
namun tak ada yang merasa perlu merumuskan nya secara konkrit Bagaimana
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang mengucapkannya
sebagai hafalan, namun tindakannya sendiri merupakan tafsirannya pribadi
sesuai dengan kepentingannya. Pada masa demokrasi terpimpin misalnya
semua partai menyebut dirinya pancasilais sejati dan menyebut partai yang lain
yang tidak se aliran dengannya sebagai pancasilais gadungan. Hal itu hanya
memperlihatkan sifat bangsa kita, paling tidak pemuka-pemuka partai itu
berlomba-lomba menjilat pemimpin besar revolusi Soekarno. Ketika presiden
bertukar Makasih suka menjilat itu tetap dipertahankan.
Seperti telah dikemukakan Bosch, yang penting ialah mengembangkan
kreativitas para pelaku budaya sendiri sehingga dapat menumbuhkan kearifan
lokal ketika menghadapi terjangan pengaruh kebudayaan asing. Yang menjadi
soal, Bagaimana caranya agar kita dapat mengembangkan kreativitas para
pelaku budaya itu. Bosch menunjukkan bahwa banyak orang yang pergi ke
Indiauntuk belajar dan ketika pulang ke tanah air menciptakan karya-karya
yang ternyata tidak seluruhnya sama dengan apa yang dipelajarinya di India.
Unsur-unsur lokal sudah masuk ke dalamnya sehingga tercipta karya-karya
yang tidak ada di India.Karya-karya itulah yang membuktikan adanya kearifan
lokal pada bangsa kita di Nusantara.

49
Hal itu menunjukkan bahwa untuk membangkitkan kearifan lokal, harus
ada campur tangan pemerintah atau negara. Artinya pemerintah atau negara
harus membuat pola atau rencana yang jelas untuk merangsang kreativitas
bangsa dalam pembangunan. Sepanjang pengetahuan penulis, meskipun pernah
ada rencana pembangunan semesta, rencana pembangunan lima tahun dan
semacamnya namun tidak ada yang secara jelas dan tegas usaha untuk
merangsang kreativitas. Yang kita rencanakan terutama membuat bangunan-
bangunan fisik dan kemajuan ekonomi, sedangkan pembangunan manusia
hanya cukup dirumuskan saja sebagai membangun manusia seutuhnya.
Pembangunan manusia berarti kita harus mendahulukan pendidikan.
Pendidikan yang ditujukan buat kepentingan anak didik, sedangkan pada
prakteknya pendidikan kita melalui sekolah-sekolah selama ini hanya menjadi
Project buat para penyelenggara nya saja. Ujian Nasional dianggap sebagai
upacara penting dalam mendidik anak anak bangsa Karena pada kegiatan
tersebut tersedia jumlah uang yang tidak sedikit. Tentang artinya buat anak
didik Ternyata banyak anak didik yang bunuh diri karena tidak lulus ujian
nasional, tidak pernah kita pertimbangkan. Berbagai alasan dicari-cari untuk
mempertahankan berlangsungnya ujian nasional.
Lembaga pendidikan sekarang dianggap sebagai ladang untuk
menampung hidup sejumlah orang, bukan artinya tidak ada pendidik yang
sungguh-sungguh membuktikan dirinya buat kepentingan pendidik dan
kepentingan anak didik. Selama pendekatan para pejabat dan mereka yang
langsung menangani pendidikan, terutama yang menangani perguruan tinggi
tidak mengutamakan kepentingan anak didik maka pendidikan di negara kita
akan gagal. Artinya kita tidak dapat menumbuhkan tenaga-tenaga kreatif yang
akan melahirkan karya-karya yang akan menjadi kebangsaan bangsa dan
negara. Tidak akan ada tenaga tenaga terdidik sebagai hasil usaha berencana
pemerintah yang mampu menghadapi terjangan globalisasi dan kemudian
melahirkan karya-karya monumental sebagai bukti adanya kearifan lokal
sebagai bangsa.
Sebagai bangsa kita sudah membuktikan bahwa menghadapi semua terus
jangan pengaruh dari berbagai kebudayaan yang datang dari luar telah

50
menghasilkan akulturasi yang tidak mainkan nilai-nilai yang kita punyai,
melainkan menggunakannya sebagai kekuatan yang merangsang kreativitas
sehingga melahirkan karya-karya unggul yang khas. Apakah terjangan
globalisasi yang dapat kita sekarang akan dapat juga kita hadapi tanpa
menghilangkan nilai-nilai yang kita punyi masih merupakan tanda tanya.
Apakah kita sebagai bangsa masih tetap dapat memanfaatkan kearifan lokal
kita ke dalam menghadapi terjangan pengaruh kini?
Dalam hal ini kita sepenuhnya mengharapkan akan adanya faktor-faktor
kebutuhan karena ternyata pemerintah selama ini boleh menganggap perlu
untuk membuat strategi dalam menghadapi globalisasi. Kecenderungannya
pemerintah membiarkan globalisasi yang didukung oleh model-model besar
menyerbu Indonesia. Dibiarkannya Karya Budaya tradisional berhadapan
langsung dengan penyerbukan selain didukung oleh modal besar juga
menggunakan peralatan hasil teknologi paling akhir. Keberadaan budaya
daerah diserahkan sepenuhnya oleh pemerintah kepada para pendukung budaya
itu sendiri.
Pemerintah senantiasa berbangga mengenai keluhuran budaya warisan
nenek moyang kita tetapi tak pernah menyusun program, jangankan berusaha
secara nyata dan berkelanjutan, Bagaimana memelihara dan mengembangkan
nya supaya tetap hidup kita mengharapkan adanya kreatifitas dari para pelaku
budaya kita dalam menghadapi terjangan globalisasi, dengan memanfaatkan
kearifan lokal yaitu nilai-nilai yang kita punya dalam budaya peninggalan
nenek moyang kita sendiri. Yang menjadi soal ialah selama ini kita tidak
pernah punya program yang jelas terhadap warisan budaya nenek moyang kita.
Bahkan cenderung sama sekali tidak kita hiraukan. Pemerintah selama ini
menyerahkan hidup matinya kebudayaan tradisional kepada para pendukung
budaya itu sendiri, pemerintah seperti berlepas tangan. Perhatian kepada
kebudayaan daerah yang merupakan peninggalan nenek moyang sering disebut
sebagai kebudayaan adiluhung itu hanya diucapkan sekedarnya pada saat-saat
seremonial saja.
Meskipun Kelurahan budaya nenek moyang kita diakui oleh para ahli
asing maupun bangsa kita sendiri, namun pemerintah tidak pernah punya

51
program yang jelas sebagaimana agar nilai-nilai yang terdapat dalam
kebudayaan warisan nenek moyang itu dikenal oleh anak cucunya menjadi
milik kita sebagai bangsa Indonesia. Tak ada kesempatan buat anak cucu kita
mengenali nilai-nilai yang terkandung dalam karya karya sastra berupa naskah
naskah lama yang ditulis dalam berbagai bahasa ibu, meskipun diakui bahwa
Nilainya sangat lucu sekali dan patut menjadi kebanggaan nasional, dengan
demikian akan menjadi modal untuk mengkreasikan kearifan lokal. Tidak ada
kesempatan bagi generasi muda jawa untuk mengenal nilai-nilai yang terdapat
dalam karya-karya sastra Jawa bukan hanya yang masih berupa naskah
melainkan juga yang sudah di transkripsi dan pernah terbit berupa buku.
Begitu juga dengan anak-anak Sunda, anak-anak Bali, anak-anak Bugis,
anak-anak Batak dan anak-anak suku bangsa lain lain, mereka semua tidak
diberi kesempatan untuk mengenal karya-karya klasik leluhurnya melalui
lembaga pendidikan kita. Ironisnya mereka diberi kesempatan luas untuk
mengenal karya tari asing yang ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa bahasa
Barat modern lainnya seperti Perancis, Jerman, Belanda dan Rusia Sekarang
juga dengan karya-karya dalam bahasa Jepang dan Cina. Sejak SMP mereka
diberi kesempatan untuk mempelajari bahasa Inggris dan sejak SMA
mempelajari bahasa bahasa lainnya. Padahal mempelajari naskah-naskah lama
Dalam bahasa Jawa kuno, Sunda kuno dan lain-lain baru mungkin di tingkat
perguruan tinggi dan itupun dalam fakultas sastra dan Fakultas Ilmu Budaya
tertentu artinya tidak di semua Fakultas Ilmu Budaya yang ternyata hanya
sedikit sekali mahasiswa yang tertarik mempelajari.
Dengan sistem pendidikan seperti sekarang, nilai-nilai yang seharusnya
menjadi perlengkapan manusia Indonesia buat menghadapi tantangan
globalisasi dengan kearifan lokal, tidaklah kita punyai. Pendidikan melalui
kampus-kampus lebih banyak memperkenalkan anak didik kita dengan
kebudayaan barat daripada membuat mereka agar mengenal kebudayaan
warisan nenek moyangnya. Dengan demikian bangsa kita tidak mempunyai
nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam warisan kebudayaan leluhurnya,
yang tidak sampah diperkenalkan kepada mereka melalui pendidikan formal
maupun nonformal. Perkenalan dengan kebudayaan warisan nenek moyang

52
kita hanya terjadi secara kebetulan atas usaha pribadi atau kelompok kecil
tertentu saja. Tidak ada usaha berencana secara terus-menerus agar anak didik
Kita sejak kecil mengenal sumber budayanya. Dengan demikian mereka tidak
sempat membaca kembali, menafsirkan Dalam krasikan makna serta
memanfaatkan kearifan lokal dalam pembangunan karakter bangsa. Karena itu
janganlah heran kalau pembangunan kita selama ini menyebabkan kita sebagai
bangsa menjadi kian berkarakter.
B. Asal Usul Budaya Nusantara
Rahardiansah dan Payitno (2011: 165-168), uraian suku lengkap yang
menggambarkan kekayaan budaya nusantara dari sisi unsur-unsurnya dapat
mengukir dalam buku manusia dan kebudayaan di Indonesia oleh
koentjaraningrat. Menurut Fuad Hasan budaya nusantara yang peluru
merupakan kebudayaan hidup yang tidak dapat dihindari. Kebhinekaan ini
harus dipertandingkan bukan dipertentangkan. Keberagaman ini merupakan
manifestasi Gagasan dan nilai sehingga saling menguatkan untuk
meningkatkan wawasan dalam saling apresiasi. Kebhinekaan yang menjadi
bahan perbandingan untuk menemukan persamaan pandangan hidup yang
berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan.
Beberapa sumber dapat dilakukan untuk melihat budaya Jawa.
Pembagian corak budaya Nusantara antara lain sebagai berikut: budaya
Melayu, budaya Jawa, non Jawa, non Melayu. Kekayaan budaya Nusantara
antara lain dalam hal bahasa, kesenian, agama dan perkembangan hukum dapat
diakses ke informasi lebih dalam konteks Pusat budaya Jawa, lingkup istana,
tentang semangat berbudaya Jawa dan pandangan-pandangannya.
Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau
kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kegiatan manusia
memperlakukan lingkungan alamiahnya itulah kebudayaan. Kebudayaan
merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam
menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat
diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan,
kreativitas dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan
diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dan

53
mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam
perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi
kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.
Dengan melihat kearifan lokal sebagai bentuk kebudayaan maka ia akan
mengalami reinforcement secara terus-menerus menjadi yang lebih baik. Ali
Moertopo mengatakan bahwa humanisasi merupakan ideal proses dan tujuan
kebudayaan. Oleh karena itu maka kearifan lokal sebagai manifestasi
kebudayaan yang terjadi dengan penguatan pembuatan dalam kehidupannya
menunjukkan sebagai salah satu bentuk manis asasi manusia dalam
berkebudayaan. Artinya sebagai manifestasi humanitas manusia, kearifan lokal
dianggap baik sehingga ia mengalami penguatan secara terus menerus. Tetapi
apakah yg akan tetap menjadi dirinya tanpa perubahan, benturan kebudayaan
akan menjawabnya.
Dinamika kebudayaan merupakan suatu hal yang niscaya. Hal ini tidak
lepas dari aktivitas manusia dengan akalnya. Dinamika atau perubahan
kebudayaan dapat terjadi karena berbagai hal. Secara fisik, bertambahnya
penduduk, berpindahnya penduduk, masuknya penduduk asing, masuknya
peralatan baru dan mudahnya akses masuk ke daerah dapat menyebabkan
perubahan pada kebudayaan tertentu. Dalam lingkup hubungan antar manusia,
hubungan individu dan kelompok dapat juga mempengaruhi perubahan
kebudayaan. Satu hal yang tidak bisa dihindari bahwa perkembangan dan
perubahan akan selalu terjadi. Di kalangan antropolog ada tiga pola yang
dianggap paling penting berkaitan dengan masalah perubahan kebudayaan
yaitu evolusi, difusi dan akulturasi. Landasan dari semua ini adalah penemuan
atau inovasi. Perubahan pada budaya Nusantara sendiri akan merupakan
sebuah wacana Yang Maha luas akibat pengertian norma budaya Nusantara
sendiri yang sangat luas.
Dalam perjalanannya budaya Nusantara baik yang masuk kawasan istana
atau pun di luar istana tidak statis. Iya bergerak sesuai dengan perkembangan
zaman. Dengan adanya kontak budaya, difusi, asimilasi dan akulturasi
sebagaimana dikatakan sebelumnya, nampak bahwa perubahan budaya di
masyarakat akan cukup signifikan. Salah satu kajian tentang perubahan

54
masyarakat Jawa, yang sudah semestinya mengubah tatanan dan aspek-aspek
budaya yang tampak dalam karya Niels Mulder yang berjudul pribadi dan
masyarakat Jawa. Masih banyak lagi kajian tentang pergeseran dan perubahan
budaya yang harus dieksplorasi lebih lanjut. Soerjanto Poepowardojo juga
menjelaskan Bagaimana perubahan kebudayaan sebagai akibat orientasi nilai
budaya yang berubah serta langkah-langkah kebijakan yang dapat dilakukan.

BAB V
FAKTOR LINTAS BUDAYA DAN GLOBALISASI

A. Benturan Nilai dan Relativitas Budaya

55
Rahardiansah dan Prayitno (2013: 168-169), individu dan kelompok
masyarakat biasanya mengandung nilai sendiri sendiri. Bila terjadi pertemuan
diantaranya satu dengan yang lain dampak tidak cocok maka pihak yang satu
biasanya merasa benar dan menyalahkan pihak yang lain. Apabila satu
dianggap salah oleh yang lain maka ini menunjukkan bahwa tindakan tindakan
kultural bukan semata-mata bersifat subjektif atau pribadi Tetapi lebih menjadi
bersifat intersubjektif. Individu sesungguhnya tidak bertindak sendiri. Makna
suatu tindakan adalah makna yang ditangkap bersama dengan orang lain.
Makna ini didasarkan pada asumsi asumsi tindakan kultural.
Oleh karenanya penilaian kultural menjadi relatif meskipun dalam
konteks etis ada pihak yang mengambil posisi relativitas etis dan absolutisme
moral. Menurut pandangan teologi di atas relativitas tersebut adalah kebenaran
Tuhan. Dalam budaya tertentu orang mungkin harus mengagung-agungkan
dirinya depan umum dalam rangka memberi semangat rakyat, tetapi dalam
budaya yang lain tindakan tersebut mungkin dianggap sombong bahkan
dilarang.
Dari penjelasan ini dapat kita pahami bahwa dalam aneka ragam budaya
dengan segenap nilai kultural nya, ada pemahaman yang tidak selalu sama
antara yang dianggap baik di pihak yang satu yang berbeda dengan penilaian
pihak lain. Hal yang menjadikan masing-masing orang atau kelompok orang
berbeda-beda dan menilai sesuatu secara berbeda-beda adalah karena orientasi
nilai masing-masing mereka yang berbeda. Perbedaan latar belakang dan
orientasi budaya inilah yang sering menyebabkan terjadinya konflik.
Oleh karena itu perlu masing-masing orang atau kelompok orang
menyadari perbedaan orientasi nilai budaya ini. Tentang bagaimana orang yang
berbeda nilai budaya ini dapat saling memahami dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain dengan jalan dialog. tentang orientasi nilai budaya
secara lengkap dapat dilihat pada model kuantum individu, sosial dan kosmos.
Data dimaksud dipakai sebagai upaya memahami aneka pemahaman dan
konsentrasi individu atau kelompok pada orientasi budaya tertentu.
Jadi di sini bahwa orienasi nilai berbeda antara individu atau kelompok
yang satu dengan yang lain akan menyebabkan bagaimana mereka menilai

56
sesuai juga akan berbeda. Dalam konteks kearifan lokal penjelasan ini
memungkinkan adanya spesifikasi dari masing-masing budaya lokal yang
muncul dan dapat diwacanakan.
B. Orientasi Nilai
Amri (2005: 122-123) Orientasi nilai sebagai sebuah konsep, disatu
pihak tampak lebih khusus daripada konsep nilai,karena ditujukan kepada hal-
hal yang sudah tertentu. Namun di pihak lain Konsep ini tampak lebih luas
karena disamping menyangkut hal-hal yang seharusnya diinginkan juga
menyangkut hal-hal yang seharusnya tidak diinginkan. C. Kluckhohnbahwa
orientasi nilai adalah suatu konsepsi yang umum dan terorganisasi tentang
alam, tentang tempat manusia dan alam, tentang hubungan manusia dengan
manusia.
Di sini konsepsi tersebut ditempatkan dalam konteks hubungan manusia
dengan lingkungannya dan hubungan antar manusia. Orientasi nilai sebagai
sebuah konsepsi mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan
alam dan dengan manusia yang lain. Menurut Kluckhohnbahwa secara formal
orientasi nilai dapat didefinisikan sebagaisuatu konsepsi yang umum dan
bersistem atau mempengaruhi perilaku tentang alam, tentang tempat manusia
dalam alam, tentang hubungan manusia dengan manusia, dan tentang yang
seharusnya diinginkan dan tidak seharusnya diinginkan, sebagaimana mereka
itu dapat dikaitkan dengan hubungan manusia lingkungan dan antar manusia.
Orientasi nilai digunakan untuk melihat susunan variasi orientasi nilai
baik didalam suatu masyarakat tertentu maupun untuk membandingkan
perbedaan orientasi nilai antara berbagai masyarakat.
C. Globalisasi
Rahardiansah dan Payitno (2011: 169), globalisasi adalah suatu keadaan
tetapi juga suatu tindakan di mana Aktivitas kehidupan tidak lokal dalam suatu
negara tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi global ketika
transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara massal. Istilah komunikasi
Global juga kita temukan ketika kita berbincang-bincang tentang penggunaan
internet sebagai media komunikasi yang dapat mengakses berita dari seluruh
dunia tanpa ada aturan yang terlalu ketat. Globalisasi bukan gejala baru,

57
bahkan negara-negara maju untuk masa sekarang ini sudah menggunakan
istilah globalisasi baru. Bagi Indonesia dan negara-negara Asia,globalisasi
masih merupakan pengalaman baru. Globalisasi sebagai gejala perubahan di
masyarakat yang hampir melanda seluruh bangsa sering dianggap ancaman dan
tantangan terhadap integritas suatu negara. Dengan demikian bila suatu negara
mempunyai identitas lokal tertentu, dalam hal ini kearifan lokal, Iya tidak
mungkin lepas dari pengaruh globalisasi ini.
Dalam lingkungan yang pesimistik, Suatu bentuk ketakutan terhadap
globalisasi sehingga orang atau lembagaharus mewaspadai secara serius
dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu. Bagaimanapun globalisasi
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari sehingga yang terpenting adalah
bagaimana menyikapi dan memanfaatkan secara baik efek Global sesuai
dengan harapan dan tujuan hidup kita. Dalam hal kearifan lokal Nusantara,
Bagaimana kearifan lokal tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak
ketinggalan zaman. Bagaimana kearifan lokal dapat mengikuti arus
perkembangan Global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas lokal
kita akan menyebabkan ia akan terus hidup dan mengalami penguatan.
Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka
perkembangan budaya yang melanda dan untuk tidak larut dan hilang dari
identitasnya sendiri.
Theresia,dkk (2015: 61-65), pengaruh globalisasi sangat besar bagi
perubahan lingkungan dan kebudayaan lokal. Dorongan terhadap pentingnya
pembangunan berbasis kearifan lokal semakin menguat karena keberhasilan
pembangunan fisik dan ekonomi tidak selalu dibarengi dengan pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup, pertama lunturnya nilai-nilai Budaya
tradisional seperti maraknya budaya kekerasan dan budaya instan.
Kebudayaan yang berkembang saat ini telah banyak meninggalkan rumus
aslinya. Arus globalisasi bukanlah faktor tunggal penyebab degradasi moral
dan degradasi budaya tetapi juga disebabkan oleh:
1. Kebudayaan lokal dianggap kurang praktis, terlalu banyak aturan, ritual
dan mahal.

58
2. Kebudayaan lokal menuntut unggah ungguh atau tata krama pergaulan
yang dinilai menghambat kesetaraan dalam kehidupan yang demokratis.
3. Lunturnya spritual Heritage yang telah mau diwariskan nenek moyang
seperti budaya agraris yang akrab dan manusiawi karena tergerus oleh
budaya industri yang Individual, lebih menghargai benda dan budaya
transaksional.
4. Memudarnya nilai-nilai pendidikan masyarakat yang adiluhung dan nilai-
nilai keteladanan.
5. Berkurangnya nilai keteladanan dan kewaskitaan memahami makna
simbolis dan nilai filosofisiPenyerangan Budaya global yang
menyebabkan perbedaan atau kemajemukan antar budaya.
Pada gilirannya era globalisasi telah mengharapkan masyarakat pada
tantangan Tantangan untuk menghadapi penjajahan ipteks dalam mewujudkan
peningkatan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan yang berbasis
kebudayaan.
Karena itu Fenomena globalisasi harus disikapi dengan arif dan positif
Karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi
kemajuan. Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat karena itu berarti
menghambat kemajuan. Globalisasi yang tidak terhindarkan harus dapat yang
diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri
dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan
strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Oleh karena itu perlu
dilakukan revitalisasi budaya melalui langkah-langkah strategis sebagai
berikut:
1. Pemahaman atas falsafah budaya lokal perlu dilakukan sesegera mungkin
ke semua golongan dan semua usia secara berkelanjutan.
2. Peningkatan kualitas pendidik, pemangku budaya yang berkelanjutan.
3. Pengembangan kesenian tradisional perlu menjadi perhatian para
pemangku kebijakan.
4. Penggalangan jejaring antar pengembang kebudayaan
5. Peningkatan peran media cetak dan elektronik dan visual dalam membuat
promosikan budaya lokal

59
6. Pengaitan kajian kajian budaya dengan aspek kehidupan bermasyarakat
yang lain seperti teknologi, kesehatan dan pertanian serta lain-lain.
Lebih lanjut Wirotomu menekankan pentingnya langkah-langkah
pembangunan berbasis nilai yang meliputi:
1. Pemimpin nasional yang merupakan presiden pilihan rakyat harus dapat
menggalang konsensus nasional dengan semua komponen nasional dan
daerah baik yang formal maupun informal untuk mengembangkan nilai
nilai strategis tertentu yang paling diperlukan oleh bangsa ini untuk dapat
menjawab tantangan zaman pada masa kini
2. Nilai-nilai yang akan dikembangkan bukan nilai-nilai ideal yang bersifat
final seperti Pancasila tetapi nilai instrumental yang strategis yang Tentu
saja tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar bahkan akan menjunjung
tercapainya nilai-nilai tersebut
3. Perumusan nilai-nilai strategis perlu dilakukan dengan proses bottom-up
yakni mendengar aspirasi dan masalah masalah konflik di masyarakat.
Nilai-nilai itu kemudian perlu dirumuskan oleh kelompok Pakar,
budayawan, pemimpin agama dan adat.
4. Nilai yang akan dikembangkan dalam suatu kurun waktu tertentu
sebaiknya tidak terlalu banyak tetapi terfokus pada beberapa nilai
strategis yang benar-benar perlu dikembangkan dalam masyarakat kita
saat ini untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita dari masyarakat
lainnya.
5. Nilai-nilai tersebut harus dirumuskan secara singkat, popular dan mudah
diingat oleh semua orang dan memang benar benar mengenai di hati
Sanubari masyarakat kita. Misalnya nilai anti korupsi, nilai kerukunan
dan nilai kemandirian.
6. Nilai-nilai itu perlu didefinisikan secara operasional ke dalam butir-butir
yang dapat dicapai dan diukur oleh masyarakat. Misalnya di bawah ini
suatu contoh penjabaran dari nilai strategis sampai indikator.
Selain itu Puguh menawarkan beberapa langkah strategis yang perlu
dilakukan untuk merevitalisasi budaya lokal untuk pembangunan berbasis
kearifan lokal sebagai berikut:

60
1. Inventarisasi dan pengkajian kearifan lokal
Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal telah
diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu dalam membangun masyarakat
madani berbasis kearifan lokal perlu dilakukan inventarisasi, dokumentasi
dan pengkajian terhadap budaya lokal untuk menemukan kearifan lokal.
2. Pengetahuan budaya lokal sebagai muatan lokal
Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal untuk membangun
masyarakat dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal dalam bentuk
muatan lokal. Namun demikian gagasan untuk memberikan muatan lokal
yang berupa pengetahuan budaya yang dalamnya terdapat kearifan lokal
dalam pendidikan umum dalam kenyataannya menghadapi kendala yang
berkaitan dengan kurikulum dan tenaga pengajarnya. Untuk mengatasi
permasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelajaran maupun tenaga
pengajarnya dapat diupayakan dan dilegalkan dengan penggunaan tenaga
tenaga non guru dalam masyarakat yang mempunyai keahlian keahlian yang
khas mengenai berbagai aspek kehidupan yang khas di wilayah setempat.
Pengetahuan budaya lokal dapat dipilah ke dalam pengetahuan dan
keterampilan bahasa serta pengetahuan dan keterampilan seni. Selain itu
dapat ditambahkan pengetahuan tentang adat-istiadat atau sistem budaya
yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya nasional khususnya
tentang kearifan lokal yang dilakukan dengan pembangunan masyarakat.
3. Pengembangan Forum Komunikasi pemikiran budaya
Pemerintah tidak harus menyelenggarakan sendiri segala upaya
pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal. Berbagai elemen
masyarakat juga memiliki tugas dalam kegiatan tersebut. Demi tercapainya
cita-cita luhur yang harmonis diperlukan berbagai forum dialog. Prakarsa
untuk memulai forum ini dapat dilakukan oleh pemerintah dengan
melibatkan elemen-elemen di luar birokrasi pemerintahan seperti lembaga-
lembaga kebudayaan dan penyelenggaraan media massa swasta meliputi
radio, televisi, majalah dan surat kabar. Dalam forum Dialog itu perlu
dibahas masalah-masalah aktual di bidang kebudayaan yang berkembang di
masyarakat seperti budaya lokal yang menghambat terbentuknya

61
masyarakat madani, pembentukan warga negara Indonesia yang Dwi
budayawan lokal dan nasional, mempersiapkan eksekutif yang mampu
menghayati nilai-nilai budaya yang luhur dan lain-lain.
4. Penyelenggaraan festival budaya lokal
Unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk membangun
masyarakat madani dapat dipergelarkan dalam bentuk festival budaya.
Sebagai contoh festival seni tradisi, upacara tradisi dan permainan
tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai Wahana untuk membangun
kesadaran pluralisme, membangun integrasi sosial dalam masyarakat dan
tumbuhnya multikulturalisme.
Langkah-langkah strategi Sebagaimana telah diuraikan di atas
diharapkan akan membentuk suatu kesadaran kultural yang pada gilirannya
akan membentuk ketahanan cultural pada masyarakat. Kesadaran dan ke
kanan cultural menjadi pilar yang sangat kuat untuk membangun
masyarakat yang berbasis budaya lokal

BAB VI
PENGARUH FAKTOR LINTAS BUDAYA DAN GLOBALISASI
TERHADAP KEARIFAN LOKAL NUSANTARA

A. Kearifan Lokal sebagai Budaya Lokal

62
Rahardiansah dan Payitno (2011: 76-80), manusia mempunyai kapasitas
untuk menyerap apa yang terjadi di sekelilingnya, selanjutnya menganalisis
dan menafsirkan baik sebagai hasil pengamatan maupun pengalaman yang
pada gilirannya dapat digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Cari pengetahuan merupakan
keluaran dari proses pembelajaran, penjelasan berdasarkan pemikiran dan
persepsi mereka. Namun demikian dalam tataran filsafat ilmu pengetahuan
bukanlah merupakan kebenaran yang bersifat mutlak atau hakiki. Pengetahuan
sendiri tidak mengarah ke suatu tindakan nyata. Dibalik pengetahuan atau di
sisi pengetahuan dalam masyarakat ada norma budaya atau kewajiban yang
dapat mempengaruhi arah keputusan yang diambil baik kemudian bersifat
positif maupun negatif.
Pilihan tindakan tidak lepas juga dari pertimbangan faktor-faktor
eksternal Seperti kekuatan pasar, kebijakan pemerintah termasuk kondisi
keuangan rumah tangga petani sendiri sehingga mungkin mendorong petani
untuk memilih tindakan pengelolaan yang sederhana baik secara teknis
maupun ekologis. Namun petani dapat belajar akibat dari tindakan mereka dan
akan memperkaya serta mempertajam pengetahuannya. Pengamatan dan
tanggapan seksama terhadap hasil uji coba atau pervasi bahkan kerugian akibat
Serangan hama dan penyakit serta kerusakan akibat alam seperti musim iklim
akan lebih memperkaya sistem pengetahuannya. Lebih lanjut tambahan
pengetahuan petani juga mungkin diperoleh dari sumber eksternal seperti radio,
televisi, tetangga dan penyuluh. Ringkasnya sistem pengetahuan petani bersifat
dinamis karena terus berubah sesuai dengan waktu dan interaksi dengan
lingkungan yang berkembang.
Istilah local genius acap kali dipakai di kalangan para pegiat lembaga
non pemerintah atau LSM. Istilah ini menunjukkan tokoh atau figur lokal di
desa atau daerah yang jauh dari kota yang memiliki kemampuan berpikir atau
keadaan yang tidak bisa dipandang remeh. Umumnya dipahami bahwa orang-
orang yang berkualitas baik dari segi pemikiran, keahlian atau hasil karya itu
ada di daerah perkotaan atau di pusat kota pemerintah. Namun ternyata tidak
selalu demikian. Fakta menunjukkan meski di daerah yang terpencil jauh dari

63
pusat informasi atau pusat kegiatan politik ada saja ditemukan orang-orang
yang memiliki kemampuan yang istimewa. Orang-orang seperti inilah yang
sering disebut sebagai istilah local genius.
Menurut Johnson pengetahuan atau indigenous adalah sekumpulan
pengetahuan yang diciptakan oleh sekelompok masyarakat dari generasi ke
generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan seperti ini
berkembang dalam lingkup lokal, menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat. Pengetahuan ini juga merupakan hasil kreativitas dan Inovasi Atau
dicoba secara terus menerus dengan melibatkan masukkan internal dan
pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi baru
setempat.
Oleh karena pengetahuan indigenous ini tidak dapat diartikan sebagai
pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau Tak Berubah. Pengetahuan
indigenous ini berkembang melalui tradisi lisan dari mulut ke mulut atau
melalui pendidikan informal dan sejenisnya dan selalu mendapatkan tambahan
dari pengalaman baru, tetapi pengetahuan ini juga dapat hilang atau tereduksi.
Sudah tentu pengetahuan pengetahuan yang tidak relevan dengan perubahan
keadaan dan kebutuhan akan hilang atau ditinggalkan. Kapasitas Petani dalam
mengelola perubahan juga merupakan bagian dari pengetahuan Indigenous.
Dengan demikian pengetahuan indigenous dapat dilihat sebagai sebuah
akumulasi pengalaman kolektif dari generasi ke generasi yang dinamis dan
siang selalu berubah terus menerus mengikuti perkembangan zaman.
Indigenous berarti asli atau pribumi. Kata indigenous dalam pengetahuan
indigenous merujuk pada masyarakat indigenous. Yang dimaksud dengan
masyarakat indigenous disini adalah penduduk asli yang tinggal di lokasi
geografis tertentu yang mempunyai sistem budaya dan kepercayaan yang
berbeda dengan sistem pengetahuan dunia intelektual atau internasional.
Kenyataan ini menyebabkan banyak pihak yang berkeberatan dengan
Penggunaan istilah pengetahuan indigenous atau mereka lebih menyukai
Penggunaan istilah pengetahuan lokal.
Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk pada
pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah

64
tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pada pendekatan ini kita tidak perlu
mengetahui apakah masyarakat tersebut penduduk asli atau tidak. Yang jauh
lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah
tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya bukan
Apakah mereka itu penduduk asli atau tidak. Hal ini penting dalam usaha
memobilisasi pengetahuan mereka untuk merancang intervensi yang lebih tepat
guna.
Dalam beberapa pustaka istilah pengetahuan indigenous sering kali
diluncurkan dengan pengetahuan lokal. Perkembangan terakhir menunjukkan
bahwa kata indigenous dalam pengetahuan indigenous lebih merujuk pada sifat
tempat, di mana pengetahuan tersebut berkembang secara insitu bukan pada
asli atau tidaknya aktor yang mengembangkan pengetahuan tersebut. Jika kita
berpedoman pada konsep terakhir ini maka pengetahuan indigenous sama
dengan pengetahuan lokal dan dalam paparan selanjutnya kedua istilah tersebut
berarti sama. Pengetahuan lokal suatu masyarakat petani yang hidup di
lingkungan wilayah yang spesifik biasanya diperoleh Berdasarkan pengalaman
yang diwariskan secara turun-temurun.
Adakalanya suatu Teknologi yang dikembangkan di tempat lain dapat
diselaraskan dengan kondisi lingkungannya sehingga menjadi bagian integral
sistem pertanian mereka. Karenanya teknologi eksternal ini akan menjadi
bagian dari teknologi lokal mereka sebagaimana layaknya teknologi yang
mereka kembangkan sendiri. Pengetahuan praktis petani tentang ekosistem
lokal sumber daya alam dan bagaimana mereka saling berinteraksi akan
tercermin baik di dalam teknik bertani maupun keterampilan mereka dalam
mengelola sumber daya alam.
Jadi pengetahuan indigenous tidak hanya sebatas pada apa yang
dicerminkan dalam metode atau Teknik Pertanian saja, tetapi mencakup
tentang pemahaman, persepsi dan suara hati atau perasaan yang berkaitan
dengan lingkungan yang seringkali melibatkan perhitungan pergerakan bulan
atau matahari, astrologi, kondisi geologis dan meteorologis. Pengetahuan lokal
yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya

65
dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu
lama Inilah yang disebut kearifan budaya lokal.
B. Faktor Lintas Budaya dan Globalisasi
Luasnya budaya dan kemungkinan pengembangannya menjadi tantangan
tersendiri. Disamping itu perspektif perubahan yang terjadi juga menjadi
peluang tersendiri untuk menelusuri eksistensinya. Dari unsur internalnya
sendiri sampai yang eksternal seperti pengaruh lintas budaya dan globalisasi.
Hanya saja perkembangan zaman yang demikian pesat membuat kearifan
lokal mulai tergerus. Hal ini menurut Hidayat Widiyanto karena kearifan lokal
dimaknai sebagai sebuah nilai dari leluhur yang tidak boleh didiskusikan
kandungan nilainya. Generasi terdahulu mungkin dapat menerima Konsep ini,
tetapi generasi saat ini memerlukan logika berpikir dalam menerima nilai-nilai
yang terkandung dalam kearifan lokal. Oleh karena itu menurut Hidayat
Widiyanto penggalian kearifan lokal sebagai basis Pendidikan karakter yang
nantinya bisa disisipkan dalam muatan lokal merupakan upaya revitalisasi
kearifan lokal sehingga menjadi pemaknaan ulang dan anak didik lebih
menghayati nya karena itu tidak lepas atau tidak jauh dari budaya mereka.
Ada banyak hal untuk menjelaskan Bagaimana pengaruh hubungan lintas
budaya dan globalisasi mempengaruhi kearifan lokal. Dalam perspektif nilai
hal tersebut dapat dilihat misalnya dalam nilai etis, apa yang dianggap baik
pada budaya masa lalu tidak tentu demikian untuk masa sekarang. Apa yang
dianggap wajar dan diterima pada budaya masa lalu mungkin sekarang
dianggap aneh atau sebaliknya. Kita dapat melihat bagaimana orang
melengkapi cara berpakaian zaman sekarang dengan model pakaian adat
terbuka ini dianggap wajar, tetapi tidak demikian dengan orang dulu. Begitu
juga bagaimana laki-laki dan perempuan bergaul, berbeda baik menurut
pengertian budaya orang dulu dengan orang sekarang. Hal-hal tersebut
menunjukkan Betapa kearifan lokal itu membuat banyak tantangan dengan
adanya pengaruh budaya asing. Peluang penggalian dan analisis dapat juga
dilihat dari aspek nilai lain di bawah ini.
Dalam konteks nilai religi, hubungan antara religi dan perkembangan
budaya juga menunjukkan hal serupa. Bagaimana keberagaman orang Bali

66
berubah akibat pengaruh luar. Antara lain pergeseran ini menyebabkan
penampilan budaya Bali menjadi berbeda antara dulu dan sekarang dan yang
akan datang. Bagaimana nilai tertentu terkait dengan kehidupan religius lokal
bertemu dengan budaya asing, di Arab sendiri dan di Indonesia dalam
akulturasi budaya Arab dan Islam yang tidak ada pengharaman untuk
memanfaatkan budaya asing dan sebaliknya.
Kearifan lokal dapat didekati dari nilai-nilai yang berkembang di
dalamnya seperti nilai religius, nilai etis, nilai estetis, intelektual atau bahkan
nilai lain seperti ekonomi, teknologi dan lainnya. Maka kekayaan kearifan
lokal menjadi lahan yang cukup subur untuk digali, diwacanakan dan dianalisis
mengingat faktor perkembangan budaya terjadi dengan begitu pesatnya.

BAB VII
PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

67
Pembangunan sebagai suatu proses pada hakekatnya merupakan
pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam tempo yang relatif cepat,
tidak dapat dipungkiri telah membawa kita pada kemajuan iptek, pertumbuhan
ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi dan sebagainya. Akan
tetapi pada sisi lain pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-
pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang pa dalam kenyataannya telah
meningkatkan kesejahteraan sebagian kecil dari keseluruhan kehidupan bangsa
kita, salah pula menciptakan jarak yang lebar antara si kaya dan si miskin,
antara kecanggihan dan keterbelakangan. Oleh karena itu, penyimakan yang
cermat dan seksama terhadap masalah-masalah budaya yang muncul
mengiringinya merupakan suatu hal yang sama sekali tidak boleh diabaikan.
Kebutuhan untuk membangun kebudayaan bangsa bagi kita
sesungguhnya dimulai semenjak kita berhasil mendirikan suatu negara bangsa.
Dalam kaitan ini, kearifan lokal yang terkandung dalam sistem seluruh budaya
daerah atau etnis yang sudah lama hidup dan berkembang adalah menjadi
unsur budaya bangsa yang harus dipelihara dan diupayakan untuk
diintegrasikan menjadi budaya baru bangsa sendiri secara keseluruhan.
Pengembangan kearifan kearifan lokal yang relevan dan kontekstual
memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa, terutama jika dilihat
dari sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti penting bagi
identitas daerah itu sendiri. Koreografi, musik dan sastra yang menempatkan
nilai-nilai lukanya sebagai sumber inspirasi kreatif, bagi daerah yang
bersangkutan akan mendorong rasa kebanggaan akan budayanya dan sekaligus
bangga terhadap daerahnya karena telah berperan serta dalam menyumbang
pembangunan budaya bangsa. Karya-karya seni budaya, yang digali dan
sumber-sumber lokal jika ditampilkan dalam wajah atau wacana keindonesiaan
Saya memiliki sumbangan yang sangat besar bagi terciptanya identitas Barus
keseluruhan bagi bangsa secara keseluruhan.
Kearifan lokal yang juga meniscayakan adanya muatan budaya masa
lalu, dengan demikian juga berfungsi untuk membangun Kerinduan pada
kehidupan nenek moyang menjadi tonggak kehidupan masa sekarang. Dengan
cara demikian, situasi sadar budaya dapat ditumbuhkan. Dengan cara demikian

68
pula kesadaran masyarakat terhadap sejarah pembentukan bangsa dapat
ditumbuhkan. Anggapan bahwa yang relevan dengan kehidupan hanyalah masa
kini dan di sini juga dapat dihindari. Kearifan lokal dapat dijadikan jembatan
yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, generasi nenek moyang
dan generasi sekarang, demi menyiapkan masa depan dan generasi mendatang.
Pada gilirannya, kearifan lokal pun dapat dijadikan semacam simpai perekat
dan pemersatu antar generasi.
Keunikan tradisi lokal dan pengalaman keagamaan tidak ditempatkan
sebagai akar kebangsaan. Kebijakan politik kenegaraan lebih bersumber dari
konsep kebangsaan dan nasional di tas berdasar ide monokultur yang dapat
mengatasi tiap keunikan lokal. Bhinneka Tunggal Ika hanya jargon, Kak
mencari sumber inspirasi pengembangan Tata sosial, politik, ekonomi, budaya
dan keagamaan. Keyakinan atas Tuhan sebagai aktor Maha unik gagal
memperkaya spritualitas dan kepekaan kemanusiaan otentik saat kesalahan
keagamaan disusun berdasarkanide serupa. Praktik kesalahan keagamaan
mudah memicu konflik yang kompleks dalam praktik kebangsaan dan
sebaliknya.
A. Relevansi kearifan lokal dan pembangunan
Theresia, dkk (2015: 71-72), setiap masyarakat yang berbeda
geografisnya akan mengembangkan pranata-pranata dan kelembagaan yang
sesuai dengan kondisi geografisnya masing-masing sebagai salah satu strategi
adaptasi dalam berproduksi dan bereproduksi. Oleh karena itu menemukenali
unsur-unsur kearifan lokal suatu masyarakat sangat penting dalam proses
pemberdayaan dan pembangunan bagi mereka. Sebab, setiap masyarakat
memiliki potensi keswadayaan sendiri-sendiri yang dilandasi oleh latar
belakang sosial budaya yang unik dan khusus serta kondisi ekologi dan
geografis yang berbeda-beda.
Kearifan lokal ataulocal wisdommerupakan bagian dari sistem budaya,
Biasanya berupa larangan-larangan yang mengatur hubungan sosial maupun
hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Kearifan lokal berfungsi untuk
menjaga kelestarian dan kesinambungan Aset yang dimiliki suatu masyarakat
sehingga masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan nya dari generasi

69
ke generasi berikutnya, tanpa harus merusak atau menghabiskan aset tersebut.
Oleh sebab itu, kearifan lokal selalu dijadikan pedoman atau acuan oleh
masyarakat dalam bertindak atau berperilaku dalam praksis kehidupannya. Hal
ini merupakan wujud dari kesadaran terhadap hukum kausalitas atau sebab
akibat dan pemahaman terhadap hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.
Kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan
dinamis, berkembang dan Diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi
dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakan pada level
lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya
alam dan kegiatan masyarakat pedesaan dalam kearifan lokal kearifan budaya
lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah
sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya serta
diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang
lama. Jadi untuk melaksanakan pembangunan di suatu daerah, hendaknya
pemerintah mengenal lebih dulu Seperti apakah pola pikir dan apa saja yang
ada pada daerah yang menjadi sasaran pembangunan tersebut. Adalah sangat
membuang tenaga dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa
mengkomunikasikan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata
tersebut adalah ikon atau sumber pendapatan yang mampu menyejahterakan
rakyat di daerah itu. Atau lebih sederhananya sebuah pembangunan akan
menjadi sia sia jika Pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau
potensi yang tepat untuk pembangunan di daerah tersebut. Pembangunan
tersebut akan tidak tepat sasaran bahkan mungkin akan menyelenggarakan
rakyat dan tidak membawa kemajuan berarti karena ketidaktahuan pemerintah
terhadap kearifan lokal maupun kearifan budaya lokal pada daerah tersebut.
Pembangunan yang tepat bukan berarti menghilangkan adat istiadat atau
menghilangkan kekayaan budaya pada suatu daerah, tapi sebenarnya
memajukan potensi dan kekayaan yang ada pada daerah tersebut. Sebab Jika
pembangunan malam menghilangkan adat istiadat maka bisa dipastikan bahwa
bangsa tersebut akan kehilangan jati dirinya.

70
Dalam pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal mengandung
arti peletakan nilai-nilai setempat sebagai input kebijakan pembangunan, yang
dimaknai sebagai apresiasi terhadap praktik praktik pembangunan yang
diinisiasi pelaku-pelaku lokal.
B. Rekonstruksi kearifan lokal
Theresia, dkk (2015: 72-73), dalam bingkai kearifan lokal ini,
masyarakat bereksistensi dan berkoeksistensi satu dengan yang lain. Namun
dari waktu ke waktu nilai-nilai luhur itu mulai meredup, memudar dan
kehilangan makna substansinya. Lalu yang tertinggal hanya kulit permukaan
semata, menjadi simbol yang tanpa arti. Bahkan akhir-akhir ini budaya
masyarakat hampir secara keseluruhan mengalami reduksi, menampakan diri
sekedar pajangan yang sangat formalitas. Kehadirannya tak lebih untuk
komersialisasi dan mengeruk keuntungan.
Kearifan lokal terdapat dalam kebudayaan lokal yang dijiwai oleh
masyarakatnya namun sejalan dengan perubahan sosial kultural yang demikian
cepat kebudayaan lokal yang menyimpan kearifan lokal sebagai sinyalemen
para ahli sebagai telah terus oleh kebudayaan global. Oleh karena itu perlu
Anda revitalisasi budaya lokal yang relevan untuk membangun masyarakat
madani. Untuk merevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya Strategi politik
kebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan dan implementasi
kebijakan yang jelas. Salah satu diantaranya adalah adanya Peraturan daerah
tentang pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan budaya lokal yang dapat
menjadi payung hukum dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kegiatan
budaya oleh dinas dinas atau lembaga-lembaga terkait.
Tentu banyak faktor yang membuat carikan lokal dan budaya masyarakat
secara umum kehilangan geliat kekuatannya. Selain kekurangmampuan
masyarakat dalam secara kreatif dan kontekstual kearifan lokal mereka faktor
lainnya adalah pragmatisme dan kecelakaan yang biasanya dimulai dari
sebagian elite masyarakat. Kepentingan subjektif diri mengantarkan mereka
untuk memanfaatkan kearifan lokal. Mereka menggunakannya secara artifisial
tapi sekaligus menghancurleburkan nilai-nilai luhur yang dikandungnya. Pada

71
gilirannya masyarakat luas yang struktur dan hubungannya masih bersifat
patron klien meneladani sikap dan perilaku elite mereka.
Kendati tidak menjamin persoalan akan selesai, rekonstruksi kearifan
lokal sangat niscaya untuk dilakukan. Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya
untuk kembali kepada jati diri mereka melalui pemakaian kembali dan
rekonstruksi nilai-nilai Luhur budaya mereka.
Dalam kerangka itu upaya yang perlu dilakukan adalah menguap makna
substantif kearifan lokal. Sebagai misal keterbukaan dikembangkan dan
kontekstualisasi kan menjadi kejujuran dan nilai turunannya yang lain. Kalau
Sandi formulasi sebagai keramahtamahan yang halus. Harga diri diletakkan
dalam upaya pengembangan prestasi dan demikian seterusnya. Pada saat yang
sama hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam
seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas tokoh bangsa bukan sekedar
menjadi identitas suatu masyarakat tertentu.
Untuk itu sebuah ketulusan memang perlu dijadikan modal dasar bagi
segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan dari masing-
masing dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan serta mau
berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit di
berbagai tingkatan perlu menjadi Garda depan bukan dalam ucapan tapi dalam
praksis konkret untuk memulai.
Dari ketulusan seluruh elemen bangsa masing-masing lalu merajut
kebhinekaan menjadikannya untaian yang kokoh dan indah. Dengan untaian
yang menyatukan satu dengan yang lain Mereka bersama-sama menjalani
kehidupan secara arif dan bijak. Disana pijar pijar lampu kehidupan pasti akan
menerangi menuju kehidupan yang lebih baik, sejahtera, damai dan penuh
keadilan.

BAB VIII
PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

72
A. Latar Belakang Perlunya Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Globalisasi telah menyebabkan generasi muda Indonesia terpengaruh
budaya kebarat-baratan (westernisasi). Sebagian besar pengaruh tersebut
bertentangan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya
usaha menangkal pengaruh budaya globalisasi tersebut dengan penggalian
kembali nilai-nilai luhur budaya asli yang selanjutnya disosialisasikan kepada
generasi muda. Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah dengan
melaksanakan pendidikan berbasis kearifan lokal. Pendidikan berbasis kearifan
lokal ialah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat
dengan situasi konkret yang mereka hadapi, yang mengedapankan aspek
kebersamaan yang kental sehingga jiwa setia kawan, gotong royong, dan rasa
memiliki terpatri dalam jiwa setiap peserta didik.
B. Model Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Rahardiansah dan Prayitno (2011: 224-232), model pendidikan berbasis
kearifan lokal adalah model pendidikan yang memiliki relevansi tinggi bagi
pengembangan kecakapan hidup dengan bertumpu pada
pemberdayaanketerampilan dan potensi di masing-masing daerah. Dalam
model pendidikan ini, materi pelajaran harus memiliki makna dan relevansi
tinggi terhadap pemberdayaan hidup mereka secara nyata, berdasarkan realitas
yang mereka hadapi. Kurikulum yang harus disiapkan adalah kurikulum yang
sesuai dengan kondisi lingkungan hidup, minat dan kondisi psikis peserta didik
yaitu anak-anak korban bencana. Juga harus memperhatikan kendala-kendala
sosiologis dan kultural yang mereka hadapi.
Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan
peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi.
Objek pendidikan di sini adalah realitas pahit berupa musibah bencana yang
telah meluluhlantakkan apa yang selama ini mereka punya. Menurut Paulo
Freire dengan dihadapkan pada problem dan situasi konkret yang dihadapi,
peserta didik akan semakin bertang untuk menanggapinya secara kritis.
Dalam praktiknya, anak-anak korban bencana di didik Bagaimana
menghadapi kondisi alam yang sudah porak poranda. Dididik Bagaimana
memanfaatkan kembali secara Arif kondisi alam tersebut. Atau dididik cara

73
hidup yang Arif pagar alam tidak lagi marah, mengingat daerah-daerah yang
diterjang bencana seperti Jember dan sekitarnya adalah daerah yang dinyatakan
rawan terhadap bencana di masa mendatang. harus ditanamkan pada pikiran
anak-anak korban bencana bahwa manusia tidak sekedar hidup, namun juga
bereksistensi sehingga mereka termotivasi untuk berusaha mengatasi situasi
keterbatasannya.
Artinya mereka harus dididik bersama-sama menghadapi realitas pahit
yang menimpanya sebagai persoalan yang mau tak mau harus dihadapi bukan
direduksi atau dihindari. Sehingga mereka mampu berpikir secara kritis dan
kreatif dalam merespon kondisi sosio-kultural nya. Hal ini sesuai yang disebut
Freire sebagai pendidikan sejatidi mana pendidikan mampu mendorong peserta
didik menjadi pribadi sadar relasinya sesama dengan manusia maupun dengan
dunia atau lingkungan sekitarnya.
Di antara fenomena atau wujudkebudayaan yang merupakan bagian inti
kebudayaan adalah nilai-nilai dan konsep-konsep dasar yang memberikan arah
bagi berbagai tindakan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila
masalah ini menjadi agenda pembicaraan yang tidak henti-hentinya, terutama
di tengah masyarakat yang sedang berkembang karena kebudayaan dalam
keseluruhannya akan terkait juga dengan identitas masyarakat yang
menghasilkannya. Masalah itu bahkan menjadi begitu penting jika dikaitkan
dengan dan dimasukkan dalam perspektif pembinaan persatuan dan kesatuan
bangsa tidak terkecuali bagi kita sebagai masyarakat poskolonial.
Dalam perspektif historis kita sebagai bangsa telah mengalami berbagai
dan berulang kali proses akulturasi yakni tatkala kita bersemuka kebudayaan-
kebudayaan besar dari luar Indonesia, dengan yang lain di antaranya India
agama Hindu dan Budhanya, kebudayaan yang menyertai agama Islam dan
kebudayaan Eropa berikut konsep modernisasi nya. Dalam sejumlah
tulisannya, Umar kayam telah berkali-kali mengingatkan hal itu.
Akulturasi besar yang terjadi pada masa lampau membuktikan bahwa
kita sebagai bangsa mampu menyaring dan menyelesaikan unsur asing itu ke
dalam tata kehidupan dengan cara sedemikian rupa, sehingga terasa layanan
cocok serta terpaksa kan. Kini kita pun masih berada dalam proses tegur sapa

74
dengan yang lain, terutama dengan budaya barat yang dalam kenyataannya
telah terlebih dahulu mendunia. Akulturasi ini telah sering dengan upaya upaya
pembangunan di segala bidang.
Pada hakikatnya nya sejarah adalah guru kehidupan. Berkaca pada
lintasan sejarah dari generasi ke generasi Sudah saatnya bangsa kita kembali
memburu dan menemukan kesejatian diri sebagai bangsa yang terhormat dan
bermartabat. Temukan kembali sikap ramah itu menjadi entitas karakter bangsa
yang telah lama hilang, untuk selanjutnya diapresiasi dan menjadi laku utama
dalam kehidupan sehari-hari.
Ramah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung arti baik
hati dan menarik Budi bahasanya, manis tutur kata dan sikapnya, suka bergaul
dan menyenangkan dalam pergaulan. Beranjak dari pengertian ini, sikap ramah
jelas akan memberikan nilai tambah buat bangsa yang kini tengah memasuki
peradaban yang sakit dan sarat dengan berbagai pembusukan yang bisa
mengikis kesejatian diri bangsa. Oleh karena itu, menggali dan merevitalisasi
nilai-nilai keramahan menjadi hal yang niscaya dilakukan oleh segenap
komponen bangsa. Sikap ramah juga akan mampu meninggalkan sikap-sikap
Congkak, dendam dan kebencian yang selama ini benar-benar telah membuat
bangsa kita terpuruk ke dalam kubangan stagnasi dan situasi yang serba Chaos.
Akar kekerasan yang membeli sendi-sendi kehidupan bangsa Tentu saja
tidak lahir begitu saja. Sistem pendidikan kita yang belum efektif dalam
melahirkan generasi Generasi masa depan yang cerdas sekaligus bermoral yang
kemudian berselingkuh dengan kultur sosial masyarakat kita sakit
setidaknyasetidaknya telah memiliki andil yang cukup besar dalam
menciptakan lingkungan kekerasan.
Fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sebagaimana
termaktub dalam pasal 3 undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

75
pendidikan nasional, nyaris hanya menjadi slogan ketika kultur sosial
masyarakat dinilai tidak cukup kondusif dalam mendukung terciptanya
atmosfer pendidikan yang nyaman dan mencerahkan.
Nilai-nilai Luhur baku yang didengung-dengungkan di lembaga
pendidikan nyaris tak berguna dalam gendang Nurani siswa didik ketika
berbenturan dengan kenyataan sosial yang sakit. Nilai nilai kesantunan dan
keberadaan telah terkikis oleh muridnya perilaku-perilaku anomali sosial yang
berlangsung di tengah panggung kehidupan masyarakat. Ketika pendidik
menanamkan nilai-nilai moral dan religi, para peserta didik Harus melihat
kenyataan betapa masyarakat kita demikian mudah tersinggung dan lebih
mengedepankan emosi ketimbang Logika dan hati nurani dalam menyelesaikan
masalah. Nilai-nilai kearifan dan kesantunan platter bonsai menjadi perilaku
yang sarat darah dan kekerasan. Ketika pendidik menanamkan nilai kejujuran,
betapa anak-anak masa depan negeri ini harus menyaksikan banyaknya kaum
elit yang tega melakukan pembohongan publik, manipulasi dan korupsi. Hal itu
diperparah dengan tersingkirnya anak-anak miskin dari dunia pendidikan
akibat ketiadaan biaya.
Sampai kapanpun lingkungan kekerasan di negeri ini tidak akan pernah
terputus apabila tidak didukung oleh atmosfer dunia pendidikan yang nyaman
dan mencerahkan serta kultur sosial yang kondusif. Oleh karena itu, Sudah
Selayaknya fenomena Kekerasan ini mendapat perhatian serius dari semua
komponen bangsa untuk menghentikannya. Para elit negeri, tokoh-tokoh
masyarakat, pemuka agama, orang tua atau pengelola media, perlu bersinergi
untuk bersama-sama membangun iklim kehidupan masyarakat. Demikian juga
dari ranah hukum. Perlu diciptakan efek Jera kepada para pelaku kekerasan
agar tidak terus-menerus mewabah dan fosil dari generasi ke generasi.
Selain itu idealnya lingkungan keluarga juga harus memiliki filter yang
kuat terhadap gencarnya arus perubahan yang tengah berlangsung. Dalam
konteks demikian, peran orang tua menjadi amat penting dan vital dalam
memberdayakan moralitas anak. Orang tualah yang menjadi referensi utama
ketika anak-anak sedang tumbuh dan berkembang. Idealnya orang tua mesti
bisa menjadi patung teladan anak-anak. Anak-anak sangat membutuhkan

76
figuran utan moral dari orang tuanya sendiri tidak hanya pintar berkotbah
Tetapi juga mampu memberikan contoh konkret dalam bentuk perilaku, sikap
dan perbuatan.
Masyarakat juga harus mampu menjalankan perannya sebagai kekuatan
control yang ikut mengawasi perilaku kaum remaja kita. Deteksi dini terhadap
kemungkinan munculnya perilaku kekerasan mutlak diperlukan. Potong
secepatnya jalur agresivitas yang kemungkinan akan menjadi Jalan bagi
penganut mazhab kekerasan dalam menyalurkan naluri agresivitas nya. Ini
artinya dibutuhkan Sinergi yang kuat antara dunia pendidikan, orang tua,
tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama dan para pengambil kebijakan
untuk bersama-sama peduli terhadap perilaku kekerasan yang nyaris menjadi
budaya di negeri ini.
Menteri luar negeri Jerman Frank Walter Stienmeir dalam wawancara
dengan Deutschalnd pada Agustus atau September 2008, antara lain
menekankan pentingnya tatanan antarbangsa baru di tengah globalisasi yang
mengalir kencang. Situasi dunia yang tidak normal perlu ditata ulang sambil
memperhatikan isu-isu seperti perubahan iklim, menyusutnya SDA, konflik
sosial, terorisme internasional dan tatanan dunia yang berkutub majemuk.
Stabilitas dan keamanan dunia perlu mendapat perhatian dalam proses
normalisasi sosial ini.
Program normalisasi ini dimotori roh persaudaraan antar warga dalam
masyarakat majemuk. Keadilan dan kesejahteraan sosial diperjuangkan dalam
proses ini. Krisis apa pun perlu di manage agar tidak membahayakan seluruh
tatanan sosial. Sebuah pendekatan sosiologis berwawasan komprehensif dan
holistik akan menolong normalisasi ini sebab vested interest sering
menunggangi sebuah kekacauan sosial.
Asas normalisasi sosial ini ditemukan dalam hati dan pikiran setiap
manusia yang berkehendak baik untuk mereformasi tatanan sosial yang
menderita dan sakit melalui usaha terkecil dalam lingkup hidup masing-
masing. Keterbukaan dan kejujuran dalam komunikasi sosial tak terhindarkan
dalam masyarakat toleran. Topeng-topeng sandiwara dalam masyarakat kita
sudah saatnya ditinggalkan agar dialog sosial tumbuh lebih baik.

77
Dalam perspektif kebudayaan lokal, setiap kelompok masyarakat
memiliki apa yang kita kenal sebagai kearifan lokal sebagai pedoman perilaku
bermasyarakat yang bersumber dari kebudayaan masyarakat itu sendiri. Pada
umumnya mereka mempunyai kemampuan, pengalaman hidup dan kearifan
tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam sekaligus pemanfaatannya,
dalam hal ini dikembangkan secara turun temurun. Menurut Zakaria kain
tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh
suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan
yang berkenan model-model pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam
secara Lestari.
Berdasarkan Pengertian tersebut di atas kita melihat bahwa kearifan
tradisional merupakan hasil akumulasi pengetahuan Berdasarkan pengamatan
dan pengalaman masyarakat di dalam proses interaksi yang terus menerus
dengan lingkungan yang ada di sekitarnya dan bisa mencakup generasi yang
berbeda. Tentu saja dengan keragaman masyarakat Indonesia kearifan
tradisional ini pun juga makin beragam dalam hal ini satu daerah dengan
daerah lain penerapannya akan berbeda meskipun tujuannya sama.
Dalam kearifan tradisional terdapat unsur-unsur yang cukup berharga
untuk mendukung program penyelamatan sumber daya genetik tanaman hutan
di Indonesia. Hal ini bisa demikian karena kearifan tradisional merupakan:
1. Dasar kemandirian dan keswadayaan
2. Memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan
3. Menjamin gaya hidup dan keberlanjutan
4. Mendorong teknologi tepat guna
5. Menjamin pendekatan yang efektif dari segi biaya
6. Memberikan kesempatan untuk memahami dan memfasilitasi
perancangan
7. Pendekatan program yang sesuai
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa berbagai jenis pengelolaan
sumber daya alam berdasarkan kearifan tradisional sangat banyak ragamnya.
Namun demikian pelaksanaan dan aplikasinya akan sangat berbeda antara satu
dengan daerah lainnya. Masing-masing karakteristik kearifan tradisional ini

78
akan sangat tergantung pada pemahaman masyarakat lokal terhadap alam
sekitar dan mengadaptasi nya pada pengelolaan sumber daya alam dengan
berbagai kondisi lingkungan hidup.
Kearifan tradisional dapat dijadikan komponen penting untuk
melaksanakan upaya penyelamatan sumber daya genetik tanaman hutan.
Dengan kearifan tradisional yang dimiliki masyarakat lokal akan mampu
melahirkan kearifan lingkungan, dalam hal ini dapat Berjalan seiring dan
sejalan dalam menjaga kelestarian sumber daya alam dan genetik. Selain itu
kearifan tradisional merupakan salah satu ciri kebudayaan nasional sehingga
patut digali dan dikembangkan lebih lanjut di masa yang akan datang.
Upaya pendekatan penyelamatan sumber daya genetik tanaman hutan
menjadi pola kolaboratif dan partisipatif merupakan alternatif untuk menjawab
tantangan di atas. Semua ini tentu saja didasarkan pada asumsi bahwa
masyarakat lokal memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan sumber daya
alam di sekitarnya. Sehingga akan penting perannya dalam pelibatan kegiatan
penyelamatan tanaman hutan di Indonesia. Di sisi lain masyarakat lokal
cenderung akan mau memberikan komitmen jangka panjang dalam upaya
penyelamatan konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan di Indonesia.
Komitmen ini tidak saja muncul tanpa adanya kepastian akses manfaat dan
akses ke pada proses pengambilan kebijakan dalam upaya penyelamatan
tanaman hutan pada tataran teknis atau lapangan.
Pendidikan bermuatan kearifan lokal merupakan pendidikan yang
memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara hidup saling
menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman budaya hidup di
tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi.Sebenarnya ide
pendidikan bermuatan kearifan lokal telah lama anda terutama dalam
hubungannya dengan pendidikan multikultural. UNESCO telah
merekomendasikan pada Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di
antaranya membuat empat pesan: yaitu:
1. Pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui
dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinekaan pribadi, jenis

79
kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan
untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan orang lain.
2. Pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi
Gagasan dan penyelesaian penyelesaian memperkokoh perdamaian,
persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat.
3. Pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik
secara damai tanpa kekerasan.\
4. Pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian
dalam diri peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu
membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan
untuk berbagi dan memelihara.
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan bermuatan
kearifan lokal yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara
maju, dikenal lima pendekatan yaitu:
1. Pendidikan mengenai perbedaan perbedaan kebudayaan atau
multikulturalisme
2. Pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman
kebudayaan
3. Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan
4. Pendidikan Dwi budaya
5. Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia
Kurikulum dalam pendekatan kearifan lokal haruslah berdasarkan pada
prinsip:
1. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat, teori,
model dan hubungan sekolah dengan lingkungan sosial budaya setempat.
2. Keragaman budaya menjadi dasar dalam pengembangan berbagai
komponen kurikulum seperti tujuan, konten, proses dan evaluasi.
3. Budaya di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek
studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar anak didik
4. Kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan
daerah dan Kebudayaan Nasional

80
Ada beberapa tahapan yang diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum berbasis kearifan lokal yaitu:
1. Merumuskan visi, misi, tujuan sekolah dan pengembangan diri yang
mencerminkan kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis kearifan lokal.
2. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bermuatan
kearifan lokal dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Urgensi dengan kehidupan peserta didik yang berhubungan dengan
multikultur
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
mata pelajaran lain yang memuat multikultur
c. Elevansi dengan kebutuhan peserta didik dalam masyarakat yang
multikultur
d. Keterpakaian atau kebermaknaan bagi peserta didik dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari
3. Mengidentifikasi materi pembelajaran yang bermuatan kearifan lokal
dengan mempertimbangkan:
a. Keberagaman peserta didik
b. Karakteristik mata pelajaran
c. Relevansi dengan karakteristik daerah
d. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan
spiritual peserta didik
e. Kebermanfaatan bagi peserta didik
f. Aktualisasi materi pelajaran
g. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntunan lingkungan
4. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang bermuatan multikultur.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta
didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang
dimaksud dapat terwujud Melalui penggunaan pendekatan pembelajaran
inkuiri dan berpusat pada peserta didik dan dengan menerapkan beberapa
metode yang relevan seperti metode diskusi, tanya jawab, bermain peran,

81
penugasan dan sebagainya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang bermuatan kearifan lokal
antara lain sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran multikultur disusun untuk memberikan
bantuan kepada para pendidik atau guru agar dapat melaksanakan
proses pembelajaran secara profesional
b. Kegiatan pembelajaran multikultur membuat rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan oleh peserta didik
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi
pembelajaran muatan multikultur
5. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi yang bermuatan kearifan
lokal. Indikator yang bermuatan multikultur merupakan penanda dan
pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan yang
bermuatan multikultur. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik
peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, lingkungan dan potensi
daerah yang dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur atau
dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat
penilaian.
6. Penentuan jenis penilaian bola yang bermuatan kearifan lokal. Penilaian
pencapaian kompetensi dasar yang bermuatan multikultur bagi peserta didik
dilakukan berdasarkan indikator yang bermuatan multikultur. Penilaian
dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis
maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek dan produk serta penggunaan portofolio dan penilaian
diri. Penilaian yang bermuatan multikultur merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan
hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
7. Menentukan sumber belajar yang bermuatan kearifan lokal. Sumber belajar
adalah rujukan, objek atau bahan yang bermuatan multikultur digunakan

82
untuk kegiatan pembelajaran yang berupa media cetak dan elektronik,
narasumber serta lingkungan fisik, alam sosial dan budaya. Penentuan
sumber belajar yang bermuatan multikultur dasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pelajaran, kegiatan
pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.
Pendidikan kearifan lokal mengendalikan sekolah dan kelas dikelola
sebagai suatu stimulasi karena hidup yang nyata dan plural terus berubah dan
berkembang. Institusi sekolah dan kelas adalah Wahana hidup dengan pemeran
utama peserta didik di saat guru dan seluruh tenaga kependidikan berperan
sebagai fasilitator. Pembelajaran dikelola sebagai dialog dan pengayaan
pengalaman hidup unik sehingga bisa tumbuh pengalaman dan kesadaran
kolektif Setiap warga dan peserta didik yang telah menjadi dasar etika politik
berbasis etika Kewargaan.
Pendidikan kearifan lokal didasari konsep kebermaknaan perbedaan
secara unik pada setiap orang dan masyarakat. Kelas disusun dengan anggota
KIN kecil hingga tiap peserta didik memperoleh peluang belajar semakin besar
sekaligus menumbuhkan kesadaran kolektif di antara peserta didik. Pada tahap
lanjut menumbuhkan kesadaran kolektif melampaui batas teritorial kelas,
kebangsaan dan nasionalitas, melampaui Territory ideologi keagamaan dari
tirai kamar berbeda.Gagasan itu didasari asumsi Setiap manusia memiliki
identitas, sejarah, lingkungan dan pengalaman hidup unik dan berbeda beda.
Perbedaan adalah identitas terpenting dalam paling otentik tiap manusia
daripada kesamaannya. Kegiatan belajar mengajar bukan ditujukan agar
peserta didik menguasai sebanyak mungkin materi ilmu atau nilai Tetapi
bagaimana setiap peserta didik mengalami sendiri proses berilmu dan hidup di
ruang kelas dan lingkungan sekolah.
Karena itu guru tidak lagi ditempatkan sebagai aktor tunggal terpenting
sebagai kamus berjalan yang serba tahu dan serba bisa. Guru yang efisien dan
produktif Ya Allah jika bisa menciptakan situasi sehingga tiap peserta belajar
dengan cara sendiri yang unik. Kelas disusun bukan untuk mengubah identitas
personal tetapi memperbesar peluang tiap peserta didik memunculkan kedirian
masing-masing. Pendidikan sebagai transfer ilmu dan nilai tidak memadai

83
namun bagaimana tiap peserta didik menemukan dan mengalami situasi berita
dan kehidupan otentik.
Gagasan pendidikan kearifan lokal bersumber dari prinsip martabat
keunikan diri setiap peserta didik. Pendidikan formal diletakkan dalam
idedeshooling Ivan Illich seperti demokrasi yang meletakkan suara rakyat
sebagai suara Tuhan. Zakir sebagai diri lebih penting dari realitas negara dan
partai seperti dalam masyarakat sipil atau Madani. Kegiatan belajar mengajar
bukan sebagai alat sosialisasi atau indoktrinasi guru tetapi warna dialog dan
belajar bersama. Di saat yang sama institusi negara dan Partai dikembangkan
sebagai Wahana aktualisasi dan representasi kepentingan rakyat.
Soalnya ialah Bagaimana memanipulasi kelas Bagaimana kehidupan
nyata dan membuat simulasi sehingga tidak peserta didik berpengetahuan teori
ilmu dan menyusun sendiri nilai kebaikan. Guru tidak dipandang lain sebagai
gudang ilmu dan nilai yang setiap saat setiap diberikan kepada peserta didik,
tetapi sebagai teman dialog dan partner menciptakan situasi berikut dan
bersosial. Pembelajaran di kelas disusun sebagai simulasi kehidupan nyata
Sehingga peserta didik berpengalaman hidup sebagai warga masyarakat nya.
Praktik politik akan bisa berfungsi sebagai pengayaan kecerdasan
kemanusiaan otentik jika dilakukan sebagai pendidikan multikultural. Praktik
kesalehan keagamaan akan mempertajam kepekaan kemanusiaan saat
dilakukan berbasis pengalaman lokal yang unik dari pemeluk agama. Dari sini
pula partai politik, gerakan keagamaan dan lembaga pendidikan bisa
menjalankan fungsi edukatif nya membangun warga sosial dan warga bangsa
yang sadar atas keunikan dirinya untuk hidup bersama orang lain.
C. Pentingnya Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Rahardiansyah dan Prayitno (2011: 274-276), Pendidikan berbasis
kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu
dekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Objek pendidikan di sini
adalah realitas pahit berupa musibah bencana yang telah meluluhlantakkan apa
yang selama ini mereka punya. Pendidikan berbasis kearifan lokal meskipun
sudah seringkali digembar-gemborkan sebagai suatu kepentingan dan

84
mendesaknya dalam kinerja pendidikan kita, tampaknya tidak sehebat
dengannya ketika sampai di lapangan.
Pendidikan berbasis kearifan lokal tampak pelan-pelan makin hilang dan
tampaknya kurang begitu mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan
pendidik. Jikapun ada yang mulai mempertimbangkan pentingnya pendidikan
karakter dalam program pendidikan mereka hal seperti ini sifatnya masih
tersebar dan bulu mencari gerakan bersama.
Pendidikan yang tepat untuk bangsa Indonesia adalah pendidikan yang
mengutamakan pendidikan masyarakat yang berbasis kearifan lokal,
mengedepankan aspek kebersamaan yang kental sehingga jiwa setia kawan,
gotong royong, rasa memiliki terpatri di dalam lubuk hati setiap warga negara
Indonesia.
Pertama, implementasi kearifan lokal sebagai landasan etika atau adab
dalam mengelola pendidikan harus diikuti pula dengan menghindari empat
jenis penyakit yang dapat mengganggu. Gambar penyakit tersebut adalah buruk
sangka kepada orang lain, terlalu bangga dengan suatu jabatan yang akhirnya
menjadi sombong, mengungkit-ungkit jasa atau sumbangan yang telah
diberikan kepada organisasi dan sifat selalu merasa serba baik atau arogan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan baik pada tingkat satuan pendidikan
dan tingkat kabupaten atau kota memerlukan suatu mekanisme yang jelas.
Kejelasan mekanisme tersebut harus dilandasi dengan nilai-nilai yang
disepakati bersama.
Ketiga, sebagai bangsa heterogen atau majemuk, multikulturalisme
menjadi sangat penting dikembangkan maka program-program multikultural
senantiasa diarahkan untuk menumbuhkan pemahaman dan prestasi dari
kelompok kelompok masyarakat agar tumbuh simpati terhadap perjuangan
multikultural tersebut.
Model pendidikan berbasis kearifan lokal adalah model pendidikan yang
memiliki relevansi tinggi bagi pengembangan kecakapan hidup dengan
bertumpu pada pemberdayaan keterampilan dan potensi lokal di masing-
masing daerah. Dalam model pendidikan ini, materi pembelajaran harus
memiliki makna dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup mereka

85
secara nyata, berdasarkan realitas yang mereka hadapi. Kurikulum harus
disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan hidup,
minat, dan kondisi psikis peserta didik. Juga harus memperhatikan kendala-
kendala sosiologis dan kultural yang mereka hadapi.
Untuk itu langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:
1. Kearifan lokal perlu menjadi bagian kurikulum pendidikan. Dimensi
kearifan lokal harus tercermin di dalam pelajaran kewarganegaraan,
geografi, sastra, sejarah, politik dan ekonomi. Pendidikan agama dan
moral perlu memperkenalkan realita pluralitas, tanpa mereduksi ke dalam
relativisme. Akan lebih baik bila pemeluk agama yang bersangkutan
memberi penjelasan.
2. Di dalam ruang publik, dimensi multikultural perlu mendapat dorongan,
selain dalam bentuk politik juga dalam ekspresi seni, teater, musik dan
film.
3. Perlu dikembangkan program yang memungkinkan dijaminnya
representasi minoritas di dalam politik, pendidikan dan lapangan kerja.
4. Pemerintah perlu mendorong pengelola media massa seperti radio,
televisi, koran, majalah dan internet agar memperhatikan dan mempunyai
kepedulian multikultural. Bentuk-bentuk kreativitas lain diperlukan untuk
mengintensifkan perjumpaan dan dialog.
Kebijakan pendidikan berbasis kearifan lokal biasanya musik kemapanan
kelompok mayoritas yang sudah menikmati privilese sebagai kelompok
dominan. Penyebabnya ialah bahwa kearifan lokal mempunyai implikasi
terhadap masalah representasi politik, budaya, lapangan kerja dan pendidikan.
Maka reaksi pertama biasanya akan mendiskualifikasi nya sebagai gagasan
yang mau mempertahankan hegemoni dan kepentingan kepentingan serta para
pendukung mereka. Pemahaman bahwa kelompok kelompok budaya dan
minoritas yang kuat akan mampu memberdayakan Civil Society tidak masuk
dalam perspektif para penantang multikulturalisme.
Secara makro, lembaga sebagai sistem terbuka berinteraksi dengan
lingkungan, apalagi situasi lingkungan global seperti sekarang ini tidak
mungkin dihindari tetapi harus diantisipasi. Jika dianalisis dari level mikro,

86
maka analisis mengarah kepada pribadi-pribadi anggota organisasi sekolah
meliputi sikap, perilaku, nilai-nilai, motivasi, kepemimpinan kepemimpinan,
kepribadian dan lain-lain. Pihak-pihak yang berkepentingan menginginkan agar
sekolah dapat bertahan hidup lama dan memberikan manfaat yang besar dalam
mempersiapkan generasi muda untuk dapat hidup survive dalam kompetisi
global. Berkaitan dengan hal ini ,
Tony Wagner dalam Rahardian dan Prayitno (2011: 278),
mengemukakan tujuh keterampilan yang perlu dimiliki peserta didik untuk
dapat hidup Survive dalam kompetisi global tersebut yaitu:
1. Keterampilan berpikir kreatif dan memecahkan masalah
2. Keterampilan bekerjasama melalui jaringan dan memimpin dengan
pengaruh bukan dengan kewenangan
3. Keinginan yang kuat dalam kemampuan beradaptasi
4. Memiliki inisiatif dan jiwa kewirausahaan
5. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif
6. Mengakses dan menganalisa informasi
7. Memiliki rasa ingin tahu dan mampu berimajinasi
Pendekatan kearifan lokal bahwa masyarakat majemuk atau plural dapat
bersatu melalui pengamatan nilai umum yang berlaku bagi setiap anggota
masyarakat. Nilai-nilai umum ini sebagai perekat bagi kelompok-kelompok
dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai umum ini bersumber pada budaya
dominan masyarakat multietnik yang menjadi acuan perilaku terpola. Melalui
pendekatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan toleransi untuk
memperkuat ketahanan sosial masyarakat.
Pendidikan yang berbasis kearifan lokal perlu diselenggarakan secara
komprehensif. Istilah komprehensif yang digunakan dalam pendidikan nilai
kearifan lokal mencakup berbagai aspek.
Pertama, isi pendidikan nilai harus komprehensif meliputi semua
permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai-nilai yang bersifat pribadi
sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai etika secara umum.
Kedua, metode pendidikan nilai kearifan lokal juga harus komprehensif.
Termasuk didalamnya penanaman nilai, pemberian teladan dan penyiapan

87
generasi muda agar dapat Mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi
pembuatan keputusan moral secara bertanggung jawab dan keterampilan
keterampilan hidup yang lain. Generasi muda perlu memperoleh penanaman
nilai-nilai tradisional dari orang dewasa yang menaruh perhatian kepada
mereka yaitu para anggota keluarga, guru dan masyarakat. Mereka juga
memerlukan teladan dari orang dewasa mengenai integritas kepribadian dan
kebahagiaan hidup. demikian juga mereka perlu memperoleh kesempatan yang
mendorong mereka memikirkan dirinya dan pelajari keterampilan-keterampilan
untuk mengarahkan kehidupan mereka sendiri.
Ketiga, pendidikan nilai kearifan lokal anak yang terjadi dalam
keseluruhan proses pendidikan di kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler, dalam
proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara upacara pemberian
penghargaan dan semua aspek kehidupan. Beberapa contoh mengenai hal ini
misalnya kegiatan belajar kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan
topik-topik tulisan mengenai kebaikan, penggunaan strategi klarifikasi nilai
Dan Dilema moral, pemberian celah dan tidak merokok, tidak korup, tidak
munafik, dermawan, menyayangi sesama makhluk Allah dan sebagainya.
Keempat, pendidikan nilai kearifan lokal Mbaknya terjadi melalui
kehidupan dalam masyarakat. Orang tua, lembaga keagamaan, penegak hukum,
polisi, organisasi kemasyarakatan, semua perlu berpartisipasi dalam pendidikan
nilai. Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan nilai
mempengaruhi kualitas moral generasi muda.
Disamping kita tetap menekankan segi akademik yang juga sangat
esensial ialah pemberian pendidikan mengenai kewajiban warga negara dan
nilai-nilai moral, serta sifat-sifat yang dianggap baik oleh Kebanyakan orang
tua, pendidik dan anggota masyarakat secara keseluruhan. Yang penting juga
ya Allah kita perlu mengajarkan kepada generasi muda keterampilan mengatasi
masalah, berpikir kritis dan kreatif serta membuat keputusan sendiri dengan
penuh rasa tanggung jawab. Tanpa itu semua sistem pendidikan tidaklah
berharga dalam masyarakat yang demokratis dan dalam dunia yang senantiasa
berubah.

88
Theresia, dkk (2015: 72), menjelaskan bahwa lima isu strategis yang
terkait dengan kearifan lokal ialah;
1. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
2. Komitmen global terhadap pembangunan sosial masyarakat adat
3. Pelestarian lingkungan yang menghindari keterdesakan masyarakat asli
dan ekspolitasi sumber daya alam yang berlebihan
4. Meniadakan marginalisasi masyarakat asli dalam pembangunan nasional
5. Memperkuat nilai-nilai kearifan masyarakat setempat dengan
mengintegrasikan dalam desain kebijakan dan program pembangunan.
Kearifan lokal ialah dasar untuk pengmbilan kebijakan pada level lokal
di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan
kegiatan masyarakat pedesaan. Membangun toleransi dengan menggunakan
pendekatan sistem budaya dalam kehidupan pada masyarakat majemuk
dimaksudkan dalam memelihara kearifan lokal harus berpedoman pada nilai-
nilai umum yang berlaku bagi semua anggota suatu komunitas. Semakin kuat
nilai-nilai umum tersebut, akan semakin kuat pula perekat bagi mereka.
Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara
sumber daya alam dan sosial.
D. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal sebagai Pendekatan
Rahardiansah dan Payitno (2011: 243-248), di Indonesia pendidikan
berbasis kearifan lokal relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang
dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada
masa otonomi dan desentralisasi yang baru dilakukan. Pendidikan berbasis
kearifan lokal yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan
demokrasi yang dijalankan sebagaicountersebagai kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru
akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional.
Pada level nasional berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa
orde baru memaksakan monokulturalisme yang nyari seragam, memunculkan
reaksi paklik yang bukan tidak mengandung implikasi-implikasi negatif bagi
rekonstruksi budaya Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses
otonomisasi dan desentralisasi Kekuasaan pemerintah terjadi peningkatan

89
gejala provinsialisme yang hampir tumpang tindih dengan etnisitas.
Kecenderungan ini jika tidak terkendali akan dapat menimbulkan tidak hanya
dis integrasi sosial kultural yang amat Parah tetapi juga disintegrasi politik.
Model pendidikan berbasis kearifan lokal di Indonesia maupun di negara-
negara lain menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan
sarana yang dipakai untuk mencapainya. Sejumlah kritikus melihat bahwa
revisi kurikulum sekolah yang dilakukan dalam program pendidikan berbasis
kearifan lokal di Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada terbatas
pada keragaman budaya yang ada, jadi terbatas pada dimensi kognitif.
Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan modul
pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran
termasuk revisi buku buku teks. Terlepas dari kritik atau penerapannya di
beberapa tempat, revisi pembelajaran seperti di Amerika Serikat merupakan
strategi yang dianggap paling penting dalam reformasi pendidikan dan
kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih
beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan intelektual,
aktivis dan praktisi pendidikan. Di Jepang aktivis kemanusiaan melakukan
advokasi serius untuk merevisi buku sejarah terutama yang menyangkut perang
Jepang pada perang dunia II di Asia. Walaupun belum diterima usah ini sudah
mulai membuka mata sebagai masyarakat akan pentingnya perspektif baru
tentang perang agar tragedi kemanusian tidak terulang kembali. Sedangkan di
Indonesia masih diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi buku-buku tips
agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga
dari berbagai latar belakang dalam pembentukan Indonesia. Indonesia juga
memerlukan pula materi pembelajaran yang bisa mengatasi dendam sejarah di
berbagai wilayah.
Model lainnya adalah pendidikan berbasis kearifan lokal tidak sekedar
merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem
pembelajaran itu sendiri. Affirmativeactiondalam seleksi siswa sampai
rekrumen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat
perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Contoh yang
lain adalah model sekolah pembauran Iskandar Muda di Medan yang

90
memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan
menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di Amerika Serikat bersamaan
dengan masuknya wacana multikulturalisme dilakukan berbagai lokakarya di
sekolah sekolah maupun masyarakat luas untuk meningkatkan kepekaan sosial,
toleransi dan mengurangi prasangka antar kelompok.
Untuk mewujudkan model-model tersebut pendidikan berbasis kearifan
lokal Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, pendidikan berbasis
kearifan lokal dapat mencakup tiga hal jenis transformasi yakni:
1. Transformasi diri
2. Transformasi sekolah dan proses belajar mengajar
3. Transformasi masyarakat
Menyusun pendidikan berbasis kearifan lokal dalam tatanan masyarakat
yang penuh permasalahan antar kelompok mengandung tantangan yang tidak
ringan. Pendidikan berbasis kearifan lokal tidak berarti sebatas merayakan
keragaman belakang. Apalagi jika tan masyarakat yang ada masih penuh
diskriminasi dan bersifat rasis. Dapat pula dipertanyakan apakah mungkin
meminta siswa yang dalam kehidupan sehari-hari mengalami diskriminasi atau
penindasan karena kulitnya atau perbedaan dari budaya yang dominan
tersebut? Dalam kondisi demikian pendidikan berbasis kearifan lokal lebih
tepat diartikan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran
bebas toleransi.
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan berbasis kearifan
lokal:
1. Tidak lagi terbatas pada menyamakan pandangan pendidikan dengan
persekolahan atau pendidikan berbasis kearifan lokal dalam program-
program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai
pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari
asumsi bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi
kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka
dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena
program-program sekolah harusnya terkait dengan pembelajaran
informal di luar sekolah.

91
2. Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan-kebudayaan
dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya tidak perlu lagi
mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok kelompok
ini sebagai yang terjadi selama ini. Secara tradisional para pendidik
mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok kelompok sosial
yang relatifselfsufficientketimbang dengan sejumlah orang yang secara
terus-menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau
lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan berbasis kearifan lokal
pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-
program pendidikan berbasis kearifan lokal untuk menetapkan
kecenderungan memandang peserta didik secara stereotip menurut
identitas etnik mereka dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman
yang lebih besar mengenai persamaan dan perbedaan di kalangan peserta
didik dari berbagai kelompok etnik.
3. Karena pengembang kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya
membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah
memiliki kompetensi bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya-upaya
untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara ini adalah
antitesis terhadap tujuan pendidikan berbasis kearifan lokal.
Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok dalam
menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi
pluralisme budaya dan pendidikan berbasis kearifan lokal tidak dapat
disamakan secara logis.
4. Tempat pendidikan berbasis kearifan lokal meningkatkan kompetensi
dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi
ditentukan oleh situasi.
5. Kemungkinan bahwa pendidikan baik dalam luar maupun sekolah
meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa
kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari
konsep diri budaya atau dikotomi antara pribumi dan nonpribumi.
Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya
mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan Ini meningkatkan

92
kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia.
Kesadaran Ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural
berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi
yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak
didik.
Dalam konteks keindonesiaan dan kebhinekaan kelima pendekatan
tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat indonesia.
E. Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Pendidikan
Rahardiansah dan Payitno (2011: 279-288), nilai-nilai kearifan lokal
terdiri dari:
1. Realisasi nilai
Realisasi nilai merupakan istilah yang ditarikan oleh Sidney Simon
pada tahun 1980. Hal ini merupakan gerakan utama yang pertama dalam
bidang pendidikan nilai. Semua pendekatan untuk menolong individu
menentukan, menyadari, mengimplementasikan, bertindak dan mencapai
nilai nilai mereka yakin dalam kehidupan termasuk pendekatan realisasi
nilai hal tersebut juga dilukiskan sebagai pendidikan keterampilan hidup
mengajarkan pengetahuan keterampilan yang dapat menolong generasi
muda dalam mengarahkan diri mereka sendiri dalam dunia yang cepat
berubah dan kompleks. Banyak kurikulum dan metode pendidikan yang
telah dikembangkan untuk menolong generasi muda mengembangkan
keterampilan merealisasikan nilai-nilai, menjadi orang yang efektif dalam
semua situasi dan menemukan makna hidup. Yang paling menonjol adalah
mengenali diri sendiri, kesadaran akan harga diri, kecakapan merumuskan
tujuan, keterampilan berpikir, keterampilan membuat keputusan,
keterampilan berkomunikasi, keterampilan sosial, pengetahuan akademik
dan pengetahuan transedental.
2. Pendidikan watak atau karakter
Tujuan pendidikan What a adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional
tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang
baik dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini juga digambarkan sebagai
perilaku moral. Jika orang mengatakan bahwa kita perlu mengajarkan nilai-

93
nilai kepada anak biasanya yang dimaksudkan adalah nilai-nilai tradisional
atau perilaku moral. Karena istilah pendidikan nilai-nilai, nilai-nilai
tradisional dan perilaku moral mengandung makna yang kurang jelas
bahkan kadang-kadang kontroversial, para pendidik lebih suka
menggunakan istilah pendidikan watak. Watak merupakan konsep nama
yang berarti seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-
tanda kebaikan, kebijakan dan kematangan moral. Meskipun ada berbagai
perbedaan pada umumnya ciri-ciri watak yang baik dan menjadi tujuan
pendidikan mata adalah rasa hormat, tanggung jawab, rasa kasihan, disiplin,
loyalitas, keberanian, toleransi, keterbukaan, etos kerja dan kepercayaan
serta kecintaan kepada Tuhan. Yang terakhir ini merupakan aspek yang
sangat penting karena kualitas keimanan menentukan kualitas watak dan
kepribadian seseorang
3. Pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan nilai atau moral juga ditujukan untuk mengajarkan nilai-
nilai yang menjadi dasar negara yang menjadi dasar hukum dan politik. Di
Amerika Serikat kurikulum untuk pendidikan kewarganegaraan berisi nilai-
nilai fundamental dalam hal kesejahteraan masyarakat, hak-hak Individual,
keadilan, persamaan hak, kebhinekaan, kebenaran dan patriotisme. Di
Indonesia nilai-nilai pancasila telah diajarkan di semua jenjang pendidikan.
Yang menjadi masalah adalah strategi penyajian yang biasanya masih
terfokus pada pengembangan pengetahuan Pancasila belum sampai pada
tataran pengamalan nilai-nilai Pancasila. Lingkungan sosial yang kurang
kondusif juga merupakan faktor utama yang menghambat pengalaman nilai-
nilai Pancasila.
Secara tradisional pendidikan kewarganegaraan di Amerika diberikan
secara berulang dalam pelajaran sejarah dan ilmu pengetahuan sosial. Di
Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan pada masa lampu merupakan mata
pelajaran tersendiri kemudian diintegrasikan dalam pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Sayangnya mata pelajaran ini terlalu
diturunkan pada pemberian pengetahuan mengenai nilai-nilai Pancasila dan

94
kurang mementingkan Pendidikan Kewarganegaraan bahkan pernah diganti
dengan pelajaran pendidikan moral Pancasila.
Dalam program pendidikan nilai yang komprehensif di Amerika
Serikat Pendidikan Kewarganegaraan diberikan dalam berbagai segi. Aspek
aspek utama Pendidikan Kewarganegaraan meliputi pengetahuan untuk
menjadi warga negara yang baik, apresiasi terhadap sistem demokrasi dan
nilai-nilai Kewarganegaraan, keterampilan berpikir kritis, keterampilan
berkomunikasi, keterampilan bekerja sama dan keterampilan mengatasi
konflik.
Dalam alam demokrasi generasi muda perlu banyak belajar untuk
menjadi warga negara yang baik. Mereka harus mengetahui sejarah negeri
mereka hukum dan peraturan masyarakat kemerdekaan warga negara dan
nilai-nilai fundamental seperti pemerintahan yang konstitusional dan
kedaulatan rakyat pengecekan dan pengembangan ketiga kekuasaan
tersebut. Para pendidik boleh berargumentasi mengenai fakta dan konsep
yang harus diajarkan tetapi pengetahuan dasar tentang sejarah negeri sendiri
dan sistem hukum serta politik sangat esensial untuk menjadi warga negara
yang efektif karena hal itu tidak mungkin dapat dikesampingkan.
Pengetahuan mengenai sejarah dan sistem politik merupakan Siapa
yang belajar kognitif dan intelektual. Penghargaan terhadap sistem
demokrasi dan nilai-nilai Kewarganegaraan termasuk cabang belajar afektif
yang merupakan tujuan penting pendidikan kewarganegaraan. Tentu saja
kita ingin agar murid model menghargai Negeri mereka menghargai warisan
budaya menghargai hubungan hak dan kewajiban serta memperlakukan
kelompok lain di luar kelompoknya dengan rasa hormat dan toleran.
Penghargaan semacam ini lebih tinggi tingkatannya daripada pengetahuan
intelektual. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan Jangan hanya
berhenti pada pengembangan Rana intelektual.
Warga negara yang memiliki nilai-nilai demokrasi juga harus
memiliki keterampilan berpikir kritis. Gejala tunduk pada kediktatoran,
keinginan untuk mematuhi pemimpin yang menuju jurang keruntuhan
moral, merupakan kebalikan dari sifat sifat rakyat yang ideal. Tentu saja

95
yang dicita-citakan oleh pendiri setiap negara yang berlandaskan asas
demokrasi adalah rakyat yang kritis menanggapi informasi, yang mampu
membuat keputusan secara mandiri. Itulah sebabnya bagian yang sangat
esensial dalam pendidikan kewarganegaraan adalah mengembangkan
kemampuan murid-murid untuk berpikir secara logis, menganalisis
argumen, membedakan fakta dan pendapat, mengenali kekeliruan penalaran
memahami teknik teknik propaganda dan menganalisis pemikiran yang
klise.
Untuk menjadi warga negara yang efektif diperlukan keterampilan
berkomunikasi yang baik. Dengan mengekspresikan sikap kepercayaan dan
nilai-nilai secara efektif kita akan lebih mungkin mempengaruhi orang lain
sehingga nilai-nilai yang kita anut menjadi bagian dari nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat secara luas. Dengan menyimak perkataan orang lain
kita akan memperoleh wawasan wawasan yang penting yang meningkatkan
pemikiran kita sendiri, memungkinkan kita dapat menghargai orang lain dan
pandangan mereka serta membuat kita dapat mengungkapkan pandang kita
sendiri dengan lebih efektif. Jadi berbagai metode dan program yang
mengajarkan kepada generasi muda cara berkomunikasi dengan jelas dan
menyimak secara cermat tidak hanya menolong mereka menguasai nilai-
nilai yang bersifat pribadi tetapi juga melarang mereka menjadi anggota
masyarakat yang efektif.
Kita tidak mungkin dapat mengembangkan kepribadian tanpa bekerja
sama dengan orang lain. Kita perlu bekerja sama untuk mencapai hal-hal
yang baik. Untuk mencapai tujuan-tujuan perseorangan dan kelompok
diperlukan tidak hanya persaingan tetapi juga kerja sama. Suatu organisasi
tidak mungkin dapat mencapai keberhasilan tanpa ada persatuan di antara
para anggota organisasi tersebut. Demikian juga bangsa tidak mungkin
dapat memenangkan persaingan Global apabila penduduknya bercerai-berai
tidak memiliki persatuan yang kokoh.
Sisi lain dari belajar bekerja sama dalam belajar mengatasi konflik.
Apabila beberapa orang bekerja sama mereka biasanya menghadapi konflik
terutama dalam masyarakat yang memiliki kebhinekaan dalam hal suku

96
bangsa, agama, bahasa dan budaya Seperti halnya di Indonesia. Oleh karena
itu keterampilan mengatasi konflik merupakan materi yang sangat penting
untuk pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan nilai atau pendidikan
moral. Mengatasi konflik dengan kekuatan dan kekerasan pada dasarnya
merupakan tindakan yang tidak bermoral. Kedua belah pihak bank yang
mempunyai kala hanya mendapatkan manfaat yang sangat kecil baik untuk
perseorangan maupun untuk masyarakat. Keterampilan mengatasi konflik
dapat menolong seseorang lebih menghayati nilai-nilai yang dianutnya
dalam penyelesaian konflik yang lebih adil.
4. Pendidikan moral
Gerakan yang ke-4 dalam pendidikan nilai dan pendidikan moral
dapat diberi nama secara eksplisit yaitu pendidikan moral. Pendidikan moral
mencakup pengetahuan, sikap kepercayaan keterampilan dan perilaku yang
baik jujur dan penyayang dapat dinyatakan sebagaiistilah bermoral. Tujuan
utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom yang
mengalami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak
konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral mengandung
beberapa komponen yaitu pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral,
perasaan kasihan dan memperhatikan kepentingan orang lain serta tendensi
moral.
Titik awal pendidikan moral adalah membuat murid-murid memahami
konsep moralitas. Apa yang dimaksud dengan moralitas untuk menjawab
pertanyaan tersebut kita juga harus membahas konsep keadilan, kejujuran
dan etika. Hal ini dapat dimulai dengan pemahaman terhadap tradisi moral.
Dengan kata lain Salah satu bagian pendidikan moral di Indonesia dalam
mendorong generasi muda memahami tradisi moral masyarakat Indonesia.
Kita dapat menolong mereka Mami tradisi politik dan hukum yang berlaku
di Indonesia . Kemudian dilanjutkan dengan menggali konsep-konsep yang
lebih abstrak seperti keadilan kejujuran kesopanan benar dan salah, konsep-
konsep yang menjadi landasan hukum di suatu wilayah perlu digali
kontribusi agama terhadap pengembangan tradisi moral karena masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat religius.

97
Pada masa lampau moralitas dianggap sinonim dengan mengikuti
aturan moral masyarakat seperti tidak mencuri, bekerja keras bersifat hemat
dan sederhana. Akhir-akhir ini para pendidik tertarik pada pengembangan
moral dan penalaran moral serta hubungan yang rumit antara
perkembangan, kontak sosial dan pengaruh pendidikan yang menghasilkan
pemikiran dan tindakan moral. Suatu pendekatan telah dikembangkan untuk
mengajarkan keterampilan benar mengenai persoalan-persoalan moral.
Penalaran moral merupakan proses intelektual. Banyak orang yang
berpendapat bahwa moralitas yang sebenarnya lebih banyak berasal dari
perasaan daripada pikiran. Ajaran mencintai tetangga yang muncul dalam
setiap agama besar di dunia ini bukanlah suatu keputusan intelektual tetapi
keputusan berdasarkan pertimbangan perasaan atau hati nurani.
Oleh karena itu pendekatan-pendekatan lain dalam pendidikan moral
menekankan teknik-teknik yang di desain untuk meningkatkan rasa kasihan
dan mengutamakan kepentingan orang lain. Latihan empati banyak
digunakan untuk menolong murid-murid Memahami dan menghargai
perasaan orang lain. Proyek layanan digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada generasi muda untuk merasakan kepuasan setelah
menolong atau memberikan sesuatu kepada orang lain. Bacaan film dan
narasumber dapat digunakan untuk menolong pada modem mengapresiasi
keanekaragaman budaya atau perbedaan kondisi manusia.
Di atas pengertian moral keterampilan bernalar mengenai persoalan
moral serta prasangka seni yang mengutamakan kepentingan orang lain
adalah sikap sikap yang menunjukkan kematangan moral. Hal itu disebut
tendensi moral. Beberapa dari tendensi moral ini adalah suara hati
menyadari standar moral dan etika serta perihatin Apabila seseorang tidak
mengindahkannya mencintai kebaikan memiliki komitmen pada kebenaran
dan bertindak benar. Kontrol diri kecakapan mengontrol dan sakit hati dan
memuaskan diri untuk mengerjakan hal yang benar. Kerendahan hati
mengetahui keterbatasan diri sendiri mengembangkan pola perilaku yang
baik Budi dan jujur sampai berlakunya bersifat alami dan menjadi
kebiasaan. Kemauan komentar untuk mengerjakan hal yang benar Meskipun

98
hal itu sulit berbagai program metode yang dapat melihat attendance
internet ini sangat perlu dilaksanakan dalam pendidikan moral.
F. Pentingnya sentuhan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi
Rahardiansah dan Payitno (2011: 207-212), berbagai fenomena anomali
sosial, politik dan hukum seolah-olah telah menjadi bagian dari karakter para
pemimpin nasional dan lokal. Masyarakat yang geram dan marah terhadap
praktik hukum yang amburadul menampakan kejelasannya melalui parlemen
online dan parlemen jalanan sebagai protes terhadap aparat penegak hukum
yang dinilai mulai kehilangan kearifan dan ketidakberdayaan para wakil rakyat
dalam menyuarakan rasa keadilan.
Yang tak kalah tragis tentu praktik politik dan demokrasi yang
menampilkan wajah homo homini Lupus. Mereka menjadi serigala yang tega
memangsa sesamanya. Kecerdasan dan tingginya pengetahuan bukan
dimanfaatkan untuk mewujudkan kemaslahatan umat melainkan justru untuk
melestarikan dan mengembangkan suasana fasis yang menguntungkan
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Etika dan fatsun politik telah berubah
menjadi retorika dan slogan belaka. Yang menang selalu menepuk dada dan
tampil sebagai Goliath sedangkan yang kalah diposisikan sebagai David dan
pecundang. Mungkin ada benarnya kalau Michel Focault bilang bahwa
pengetahuan yang jatuh di tangan penguasa lalim dan tak berperasaan akan
menjadi mesin pembunuhan mematikan. Pendidikan Tidak diarahkan untuk
memanusiakan manusia secara utuh, lahir dan batin tetapi lebih diorientasikan
pada hal-hal yang bercorak materialistis, ekonomis dan teknokratis. Krim dari
santan nilai moral, kemanusiaan dan kemuliaan budi.
Pendidikan lebih mementingkan kecerdasan intelektual atau dan
penawaran tanpa diimbangi dengan intrinsiknya pengembangan kecerdasan
hati nurani emosi dan spiritual. Imbasnya apresiasi keluaran Pendidikan
terhadap keagungan nilai humanistik keluhuran dan kemuliaan Budi jadi nihil.
Mereka jadi kehilangan kepekaan Nurani, cenderung barber Anarki sebesar
kepala dan mau menang sendiri.

99
Iklan pendidikan kita yang krim dari santan nilai kemanusiaan semacam
itu disadari atau tidak telah melahirkan manusia-manusia berkarakter hedonis
penjilat hipokrit Arogan dan miskin kearifan. Ilmuwan memiliki tanggung
jawab sosial karena yang merupakan warga masyarakat yang memiliki fungsi
tertentu dalam masyarakat. Fungsi ilmuwan adalah secara terus-menerus
melakukan kajian ilmiah dan ikut bertanggung jawab atas produk keilmuan
sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tanggung jawab sosial ilmu
ialah memberikan pandangan atau perspektif yang benar. Dengan kemampuan
analisisnya atau kemampuannya mengadakan penyelidikan ilmiah ilmuwan
dapat menemukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Seorang ilmuwan juga memiliki tanggung jawab sosial dan moral
untuk dapat berikan contoh. Iya harus bersifat objektif terbuka menerima kritik
menerima pendapat orang lain kukuh dalam pendirian dan Berani mengakui
kesalahan. Untuk dapat berbuat demikian di samping kemampuan analisis juga
diperlukan integritas kepribadian.
Mahasiswa adalah calon ilmuwan. Oleh karena itu setiap mahasiswa
perlu mempersiapkan diri untuk dapat memikul tanggung jawab sosial seperti
yang diutarakan di atas. Mahasiswa seharusnya memiliki kepekaan terhadap
masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat terutama yang terkait dalam
bidang yang menjadi pilihannya. Iya harus mengidentifikasi dan menemukan
masalah dengan cepat kemudian Dengan berpikir kritis dan kreatif melakukan
analisis atau penelitian guna menemukan alternatif pemecahan masalah
tersebut.
Hanya orang-orang yang kreatif yang memiliki kepekaan terhadap
lingkungannya dan menyadari hal hal yang tidak disadari oleh orang lain.
Kerapkali kurangnya kesadaran terjadi karena sudah terbiasa berpikir dengan
pola-pola tertentu. Orang-orang yang dapat menghasilkan solusi dari suatu
masalah dengan baik jika memiliki pandangan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna kecuali ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala Oleh karena itu setiap
hal dapat ditingkatkan atau diperbaiki.
Kepekaan terhadap masalah-masalah sosial adalah kemampuan untuk
menyadari bahwa ada sesuatu masalah yang muncul atau kemampuan untuk

100
memilih suatu masalah besar yang kompleks menjadi masalah masalah yang
lebih sederhana serta memisahkan fakta-fakta yang tidak benar sehingga dapat
mengenali Masalah sebenarnya. Ada kecenderungan untuk menghasilkan suatu
solusi masalah dengan cepat tanpa masalah yang sebenarnya. Hal itu perlu
dihindari agar diperoleh solusi yang tepat.
Persoalan yang muncul dalam pelaksanaan pendidikan kearifan lokal
adalah dimana kita harus menggunakan metode tertentu Siapa yang harus
menggunakannya dan kapan kita harus menggunakannya. Pendidikan nilai
terjadi dimana saja baik secara sadar maupun tidak. Setiap orang dewasa
berperan sebagai modal atau memberi teladan yang baik, yang jelek ataupun
yang membingungkan karena perilakunya tidak konsisten.
Cara dosen berperilaku di kelas di jalan di lapangan olahraga dan tempat
lainnya merupakan bagian dari pendidikan nilai. Buku teks tugas-tugas dalam
sistem Penentuan nilai hampir semua aspek kurikulum dan pembelajaran
mengandung muatan nilai secara implisit dan eksplisit. Mata kuliah tertentu
seperti agama atau kewarganegaraan biasanya perjanjiannya masih secara
tradisional dengan info lokasi bahkan masih ada yang dengan indoktrinisasi
dan pemberian telah dan belum dilengkapi dengan fasilitas yg nilai dan
pengembangan keterampilan terkait dengan nilai-nilai yang sangat diperlukan
dalam kehidupan.
Sebenarnya setiap dosen memiliki kesempatan yang sangat besar untuk
melaksanakan pendidikan nilai. Apabila yang melaksanakan hanya dosen
tertentu meskipun tujuannya tercapai ya layaknya berteriak di padang pasir.
Idealnya setiap dosen mengimplementasikan empat metode dalam pendekatan
komprehensif. semakin banyak dosanya menyadari pentingnya pendidikan
nilai komprehensif dan mulai mengimplementasikannya hasilnya semakin
baik.Kapan setiap dosen perlu mengimplementasikan pendekatan
komprehensif?
Memang tidak realistic mengharapkan setiap jurusan menempatkan
empat metode tersebut secara lengkap dengan keterampilan serupa. Beberapa
dosen yang pada mulanya hanya menggunakan salah satu dari 4 negara
tersebut tentu tidak dilarang tetapi perlu diberi dorongan agar makin lama

101
makin Lampung menggunakan pendekatan komprehensif secara fleksibel.
Dosen yang bersangkutan dapat menentukan Kapan harus menggunakan
enkulturasi, pemberian teladan, fasilitasi nilai atau pengembangan
keterampilan atau kombinasi beberapa metode secara simultan.
Kenyataan menunjukkan bahwa tanpa kecerdasan ruhaniah dalam
mengembangkan ilmu telah timbul kehampaan sepi ditengah keramaian nilai
nilai kerohanian di tengah kekayaan seperti yang terjadi pada masyarakat di
negara negara sekuler. Tanpa kecerdasan kultural dalam pengertian Local
cultural telah terpola jiwa nasionalisme seperti yang terjadi dalam sebagai
masyarakat Indonesia saat ini. Tempat kecerdasan sosial seseorang atau
kelompok orang Batang suatu bangsa menjadi tidak sensitif terhadap
penderitaan golongan dhuafa bahkan tega menguras hak masyarakat luas yang
berada di luar jaringan penguasa.
Tentang kecerdasan emosional kemunafikan akan merajalela karena
hilangnya daya untuk kebaikan yang sebenarnya sampai dipahami
perbedaannya dengan kejahatan. Yang terakhir kecerdasan intelektual suatu
negara akan terlena dalam lembaga sedang berkembang and yang tidak tahu
kapan ke sudah perkembangan tersebut sampai ke daratan. Semua kejadian
tersebut perlu dipakai oleh golongan terdidik secara integratif apabila
kebahagiaan dunia akhirat yang kita dambakan.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan


Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali. 2003.

102
Laurer. Robert H. 2001. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka
Cipta.

Maran, Raga dan Rafael. 2000. Manusia dan Kebudayaan: Dalam Perspektif
Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Marzali, Amri. 2005. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta:


Kencaa.

Rahardiansah, Trubus dan A. Priyono. 2013. Transformasi Nilai Kearifan


Lokal dalam Pendidikan Bangsa: Dialektika Pentingnya Pendidikan
Berbasis Local Genius. Jakarta: Universitas Trisakti.

Sulaeman, Munandar. 1995. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Erasco.

Sulasman dan Setia Gumilar. 2013. Teori-teori Kebudayaan: Teori dan


Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia.

Sarinah. 2016. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Deepublish.

Satyananda, Made. Made Sumarna. A.A. GDE. Rai. Griya. 2014.Kearifan


Lokal Masatua: dan kaitannya dengan pendidikan karakter Bangsa di
Kabupaten karangasem Bali. Yogyakarta: Ombak.

Sedyawati, Edy. 2012. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan


Sejarah.Jakarta: Rajawali Pers.

Supardan. 2009. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Theresia, dkk. 2015. Pembangunan Berbasis Masyarakat: Acuan Bagi


Praktisi, Akademisi, dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat.
Bandung: Alfabeta.

Wibowo, Agus dan Gunawan. 2015. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan


Lokal: Konsep, Strategi dan Implementasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003.


2007. Jakarta: Sinar Grafika.

Yahya. 2009. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Padang: Sukabina Offset.

103
104

Anda mungkin juga menyukai