Anda di halaman 1dari 110

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT.Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
Kearifan lokal. Buku ini disusun untuk melengkapi tugas kearifan lokal Bengkulu.
Pengembangan dan penyusunan materi diberikan secara urut. Penyajian materi di desain untuk
memperkuat pemahaman tentang kearifan lokal dengan penjelasan yang cukup panjang.

Dalam penyusunan modul ini tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun
penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan
dan dorongan teman - teman ,sehingga kendala-kendala tersebut dapat teratasi. Penyusunan
buku ini disesuaikan dengan referensi yang di dapat dari jurnal, buku, artikel, maupun internet.
Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan penyusun demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga buku ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca dan bermanfaat bagi pendidik serta rekan-
rekan dalam mengembangkan ilmu pemhaman tentang kearifan lokal di Bengkulu terkhusus
di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Muko-Muko.

Penulis

Bengkulu, 28 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
KONSEP DAN PENTINGNYA KEARIFAN LOKAL ................................................. 4
A. Kearifan Lokal (Local Wisdom) .................................................................... 4
B. Tujuan dan Manfaat Kearifan Lokal ............................................................. 5
C. Landasan Teori Kearifan Lokal ..................................................................... 7
D. Ciri-ciri Kearifan Lokal ................................................................................... 9
E. Pentingnya Mempelajari Kearifan Lokal untuk Sekolah Dasar ............. 11
F. Soal Evaluasi .................................................................................................. 14
WUJUD, FUNGSI, DAN MAKNA KEARIFAN LOKAL ......................................... 15
A. Wujud Kearifan Lokal ...................................................................................... 15
B. Fungsi Kearifan Lokal ....................................................................................... 16
C. Makna Kearifan Lokal ...................................................................................... 17
D. Identitas Kearifan Lokal yang Ada di Provinsi Bengkulu .......................... 19
E. Soal Evaluasi ....................................................................................................... 25
KEHIDUPAN INDONESIA PADA MASA PRAAKSARA DAN KEHIDUPAN
INDONESIA PADA MASA HINDU BUDHA ..................................................................... 26
A. Kehidupan Masyarakat Indonesia Pada Masa Praaksara ........................... 26
B. Kehidupan Masyarakat di Provinsi Bengkulu .............................................. 39
KEBUDAYAAN .......................................................................................................... 45
A. Pengertian Kebudayaan ............................................................................... 45
B. Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli....................................................... 45
C. Unsur-Unsur Kebudayaan ............................................................................... 51
D. Wujud Kebudayaan .......................................................................................... 52
E. Kebudayaan Daerah Di Indonesia .................................................................. 54
F. Kebudayaan Daerah Yang Ada Di Provinsi Bengkulu ................................ 59
G. Hubungan Antara Kebudayaan Dan Tradisi ................................................ 66
MULTIKULTURALISME ........................................................................................... 69

ii
A. Pengertian Multikulturalisme ......................................................................... 69
B. Multikulturalisme dan Persebarannya ........................................................... 70
C. Akar Sejarah Multikulturalisme ...................................................................... 72
D. Masyarakat Indonesia yang Multikultural.................................................... 75
E. Multikulturalisme dan Kearifan Universal .................................................... 77
F. Pentingnya Pendidikan Multikultural ............................................................ 80
G. Soal Evaluasi .................................................................................................. 84
KEARIFAN LOKAL KABUPATEN SELUMA & KABUPATEN MUKO-MUKO . 85
A. Kearifan Lokal Sarafal Anam....................................................................... 85
B. Urutan Kegiatan Sarafal Anam ................................................................... 86
C. Perlengkapan atau Atribut Kegiatan Sarafal Anam................................. 87
D. Makna dan Nilai Sarafal Anam ................................................................... 93
E. Kearifan Lokal Ritual Cilok Kai .................................................................. 95
F. Perlengkapan Acara Ritual Cilok Kai......................................................... 96
G. Proses Pelaksanaan Ritual Cilok Kai .......................................................... 97
H. Makna dan Nilai Ritual Cilok Kai ............................................................. 100
I. Soal Evaluasi ................................................................................................ 101
GLOSARIUM ............................................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 105
INDEKS ...................................................................................................................... 107

iii
Kelompok 1/6D
Bab.I.

KONSEP DAN PENTINGNYA KEARIFAN LOKAL

A. Kearifan Lokal (Local Wisdom)

M
enurut bahasa, kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal.
Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya
bijaksana, sedangkan local
artinya setempat. Dengan demikian pengertian
kearifan lokal menurut tinjauan bahasa
merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai
setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di Gambar 1.1 Sarafal Anam
tempat tersebut. Sumber : https://rakyatbengkulu.disway.id

Sedangkan secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) juga terdiri dari dua kata,
yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local). Sebutan lain untuk kearifan lokal diantaranya adalah
kebijakan Naela Khusna Faela Shufa (Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal), setempat (local
wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious).

Menurut Utari (2016) pengertian dari kearifan lokal merupakan, “kecendikiaan terhadap
kekayaan setempat atau suatu daerah berupa pengetahuan, kepercayaan, norma, adat istiadat,
kebudayaan, wawasan dan sebagainya yang merupakan warisan dan dipertahankan sebagai
sebuah identitas dan pedoman dalam mengajarkan kita untuk bertindak secara tepat dalam
kehidupan”.

Berdasarkan pengertian kearifan lokal yang telah dipaparkan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan potensi dari suatu
daerah serta hasil pemikiran manusia maupun hasil karya manusia yang mengandung nilai yang
arif dan bijaksana serta diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi ciri khas daerah
tersebut. Pengintegrasian kearifan lokal dalam pembelajaran sebagai untuk meningkatkan rasa
cinta kearifan lokal dilingkungannya serta sebagai upaya menjaga eksistensi kearifan lokal di
tengah derasnya arus globalisasi.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 4


Kemudian, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang
dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka,
menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta
meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul
lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau
hukum setempat.

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang
mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari
kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya
lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah
terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan
secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam
aktivitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang
tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal bukan hanya
tepat diterapkan dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan siswa
serta sebagai penanaman karakter dan membekali siswa untuk menghadapi segala
permasalahan di luar sekolah. Dikarenakan penyelenggaraan pendidikan memiliki peran
strategis dalam pengenalan serta pewarisan budaya maka pembelajaran berbasis kearifan lokal
sangat tepat diterapkan disekolah. Khususnya sekolah dasar karena sekolah dasar adalah tahap
awal peserta didik memperoleh pengetahuan dan sebagai dasar sebelum melangkah menuju
pengetahuan seterusnya dalam tingkatan yang lebih tinggi.

B. Tujuan dan Manfaat Kearifan Lokal

Tujuan kearifan lokal yaitu melestarikan nilai-nilai dan kebudayaan masyarakatnya.


Kearifan lokal merupakan sebuah pandangan hidup dan juga sebuah strategi di dalam
kehidupan dengan berwujud aktivitas dari masyarakat lokal itu. Tujuan dari kearifan lokal itu
adalah bisa sebagai pelindung kebudayaan lokal dari kebudayaan asing sehingga dapat lestari.
Di dalam bidang pariwisata, kearifan lokal juga bisa bermanfaat untuk melindungi kawasan
dari kerusakan. Pandangan masyarakat tentang bagaimana merawat alam bisa menjadi strategi
yang jitu untuk memberi kesadaran terhadap masyarakat. Berikut adalah manfaat adanya
kearifan lokal:

1. Melahirkan Generasi yang Bermartabat


Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 5
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak anak muda di Indonesia yang tidak
mengenal potensi dan kekayaan alam dan budaya di daerah masing-masing. Dengan
mengintegrasikan pembelajaran berbasis kearifan lokal ke sekolah-sekolah, Anda
biasanya mengenal budaya Indonesia lebih baik. Selain itu, Anda akan lebih peduli
dengan budaya daerah tersebut. Bagaimanapun, Anda akan menjadi lebih kompeten dan
bermartabat dalam hal mempertahankan keberadaan budaya daerah yang ada.
2. Merefleksikan Nilai-nilai Budaya
Salah satu keuntungan dari mengintegrasikan pembelajaran berbasis kearifan lokal di
semua tingkat sekolah adalah Anda dapat mencerminkan nilai-nilai budaya yang ada di
lingkungan lokal. Anda akan terlibat langsung dalam identifikasi atau analisis semua
potensi lokal dan keuntungan sekolah. Produk keunggulan kearifan lokal tercantum
dalam program ini. Kearifan lokal dijelaskan dalam berbagai aspek seperti sumber daya
alam, sumber daya manusia, sejarah, geografi dan budaya yang berbeda.
3. Membentuk Karakter Bangsa
Keuntungan lain dari mempelajari kearifan lokal adalah dapat berpartisipasi dalam
pembentukan karakter bangsa. Jika Anda membayangkan keragaman potensi dan
budaya di daerah perumahan Anda, Anda akan lebih peduli dengan warisan budaya
negara. Kearifan lokal ini juga bisa dijadikan modal untuk membentuk karakter
bangsawan bangsa. Karakter bangsawan bangsa Indonesia yang selalu dimiliki.
Pembelajaran ini akan menggabungkan berbagai fitur pembentukan karakter positif
masyarakat Indonesia. Karakter yang berbeda, seperti kehati-hatian dan kesadaran,
kontrol diri, toleransi, patriotisme, meminimalkan keinginan dan perilaku yang baik.
4. Berkontribusi Menciptakan Identitas Negara
Indonesia dengan nilai-nilai luhurnya adalah salah satu identitas nasional. Dengan
belajar berdasarkan kearifan lokal, Anda dapat membantu menciptakan identitas
nasional yang kuat. Upaya mengembangkan karakter bangsa dapat dicapai melalui
pembelajaran sekolah. Materi yang berhubungan dengan budaya seperti bahasa,
makanan, tarian dan lagu adalah kontribusi yang sangat berguna untuk memperkuat
identitas masyarakat Indonesia sebagai negara dengan kelimpahan dan beragam budaya
adat. Anda tahu budaya khas daerah di mana Anda tinggal.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 6


C. Landasan Teori Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan bentuk perilaku manusia dalam menghargai segala ketentuan
yang telah menjadi tuntunan hidup dari para leluhur. Kearifan lokal terwujud dalam
perilaku positif manusia dalam hubungannya dengan manusia, alam dan lingkungan sekitar
yang bersumber dari nilai-nilai dan norma-norma seperti nilai agama, adat istiadat, budaya
setempat, serta petuah atau nasihat nenek moyang yang terbentuk secara alamiah dalam suatu
komunitas.

Local wisdom merupakan satu perangkat pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan
strategi kehidupan yang berwujud dalam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang
mampu menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Fajarini, 2014;
Saputra, 2011; Cheng, 2002; Triyanto, 2017). Kearifan lokal menjadi pengetahuan dasar dari
kehidupan, didapatkan dari pengalaman ataupun kebenaran hidup, bisa bersifat abstrak atau
konkret, diseimbangkan dengan alam serta kultur milik sebuah kelompok masyarakat tertentu
(Mungmachon, 2012: 174).

Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal
dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri Wibowo (2015:17). Identitas dan
Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar agar
tidak terjadi pergeseran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam mengolah
kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik.

Fajarini (2014:123), Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing
sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat
“local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious.

Menurut Hilmi (dalam Susiati, 2018), terapat beberapa tipe kearifan lokal, yaitu
1) kearifan lokal yang berhubungan dengan pengobatan; 2) kearifan lokal dalam
hubungannya dengan sistem produksi; 3) kearifan lokal dalam hubungannya dengan
makanan; 4) kearifan lokal dalam hubungannya dengan sesama manusia; 5) kearifan lokal
dalam hubungannya dengan pakaian; dan 6) kearifan lokal dalam hubungannya dengan
perumahan.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 7


Fungsi kearifan lokal, yaitu 1) untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM);
2) untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; 3) untuk konservasi dan
pelestarian alam; 4) sebagai petuah, sastra, dan pantangan atau larangan; 5) bermakna
sosial; 6) bermakna etika, sikap, adab, dan moral (Hilmi, 2015: 86).

Adapun karakteristik kearifan lokal, yaitu (1) harus menggabungkan pengetahuan


kebajikan yang mengajarkan orang tentang etika dan nilai-nilai moral; (2) kearifan lokal harus
mengajar orang untuk mencintai alam, bukan untuk menghancurkannya; dan (3) kearifan lokal
harus berasal dari anggota komunitas yang lebih tua (Mungmachon, 2012:174). Kearifan lokal
dapat berbentuk nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum, adat, aturan-aturan
khusus.

Selanjutnya, nilai-nilai yang relevan dengan kearifan lokal, antara lain nilai kejujuran,
tanggung jawab, disiplin, kreatif, serta kerja keras (Haryanto, 2014: 212). Dalam karya seni,
khususnya seni tradisional, kearifan lokal akan tercermin dalam bahasa, baik secara lisan
maupun tulisan: pepatah, pantun, nyanyian, atau petuah. Berdasarkan sejarahnya, seni
pertunjukan tradisional berawal dari upacara dan ritual keagamaan tradisional yang bersifat
magis, disampaikan dalam bentuk mantra-mantra secara berulang (Sastrowardoyo, 1995;
Hasanuddin, 1996).

Menurut Tjahjono, yang peneliti jelaskan dalam bahasa peneliti sendiri local wisdom
(kearifan lokal), yaitu sesuatu yang berhubungan dengan sistem norma dan nilai-nilai yang
diatur, digunakan, dipahami, dipakai, oleh komunitas masyarakat daerah atau lokal, yang di
dasarkan pada pengetahuan dan juga pengalaman pribadi yang mereka miliki dalam
berkomunikasi dengan lingkungan di mana mereka berada. (Tjahjono: 2000) Local Wisdom
memiliki beberapa ciri-ciri di antaranya: 1. Mampu mengendalikan diri 2. Tempat untuk
melindungi dari pengaruh kebudayaan yang berasal luar daerah. 3. Mampu mengakomodasikan
kebudayaan yang datang dari luar. 4. Mampu memberikan dan mengarahkan pada
perkembangan kebudayaan. 5. Mampu menghubungkan budaya asli dan kebudayaan yang
datang dari luar.

Local wisdom (kearifan lokal) bentuknya dapat dikelompokkan kedalam dua aspek
ialah wujud yang nyata dan tidak berwujud. Local wisdom, dalam bentuk wujud nyata
diantaranya: a. Sistem nilai (Tekstual) , yang mana khusus dituliskan di dalam kitab primbon,
atau dengan selembar daun lontar. b. Arsitektur bangunan c. Benda-benda tradisional yang
ditinggalkan seperti keris dan sebagainya. Local Wisdom yang tidak berwujud misalnya, kata-

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 8


kata yang disampaikan melalui komunikasi yang verbal baik berupa lagu-lagu, yang mana lagu-
lagu yang disampaikan itu mengandung nilai-nilai tradisional, dan juga melalui kata-kata yang
disampaikan secara verbal tadi local wisdom yang juga tidak berwujud yang lainnya misalnya
nilai-nilai sosial yang juga di komunikasikan secara verbal dari satu generasi kepada generasi
berikutnya. Hal ini sebagaimana contoh local wisdom yang mengandung sikap dari lingkungan
yang di Jawa yaitu: sopan santun, tata krama dan Iain-lainnya.

D. Ciri-ciri Kearifan Lokal

Ciri-ciri kearifan lokal pada umumnya yaitu :

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar

Setiap negara, daerah, atau wilayah memiliki adat budayanya masing-masing. Berbeda
dengan negara kita yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat, kebanyakan orang-
orang dari negara asing di luar sana sudah melupakan adat dan istiadat nenek moyang mereka.
Mereka lebih suka dengan kehidupan bebas yang dianggap modern tanpa terikat dengan petuah-
petuah apalagi adat lama yang dianggap ketinggalan zaman. Tidak hanya itu, seiring
berjalannya waktu, budaya asing juga mulai merambah ke berbagai wilayah di Indonesia.

Sebaliknya, Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang juga mengandung nilai-nilai
budaya yang sangat kuat. Mengingat usia dari nilai-nilai budaya ini sudah mencapai puluhan
atau ratusan tahun, nilai-nilai budaya pada kearifan lokal ini sangat dipercaya oleh masyarakat
setempat. Kepercayaan yang kuat inilah yang membuat budaya asing tidak bisa dengan mudah
masuk dan mempengaruhi masyarakat. Dengan begitu, karakteristik masyarakat dari suatu
daerah akan tetap terjaga dengan baik.

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

Menghindari budaya asing yang masuk ke Indonesia bukan hal yang mudah untuk
dilakukan. Apalagi, di era globalisasi seperti sekarang, dimana segalanya bisa terhubung
dengan mudah dan cepat. Budaya atau tren dari luar biasanya menyebar cepat melalui Youtube,
televisi, dan media sosial.

Karena keberadaan teknologi inilah yang membuat budaya asing bisa dengan mudah
memasuki Indonesia. Namun, disisi lain, berbeda dengan budaya luar, kearifan lokal memiliki
fleksibilitas yang cukup tinggi, sehingga bisa diakomodir dengan mudah tanpa harus merusak
kepercayaan kearifan lokal yang sudah ada sebelumnya. Alhasil kalaupun ada budaya asing
yang masuk, budaya asing ini hanya akan jadi tren sesaat dan bukannya menggantikan budaya
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 9
warisan nenek moyang yang sudah ada. Apalagi sampai merusak kepercayaan yang sudah
berusia puluhan hingga ratusan tahun.

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli

Kearifan lokal memiliki kemampuan bukan hanya untuk mengakomodasi, tetapi juga
mengintegrasikan budaya asing yang masuk dan memadukannya dengan budaya yang sudah
ada dengan baik. Contoh dari ciri ini adalah
pembangunan sebuah gedung di Indonesia.
Tidak jarang arsiteknya memadukan budaya
lokal dengan mencontek desain bangunan
tradisional di Indonesia, kemudian
memadukannya dengan arsitektur modern.

Gambar 1.2 Masjid Raya di Sumatera Barat


Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/masjid-jamik-bengkulu/

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan budaya luar yang masuk

Budaya asing bukanlah sesuatu yang bisa ditolak dengan mudah. Namun disisi lain,
kearifan lokal yang menjadi adat dan budaya asli juga mengakar begitu kuat, sehingga akan
sulit untuk menghilangkannya dari masyarakat. Alih-alih hilang dan digantikan oleh budaya
asing, kepercayaan terhadap kearifan lokal yang lebih kuat, sehingga membuat kita justru
mampu mengendalikan budaya asing yang masuk.

Bukan hanya itu, kita juga bisa dengan mudah menyaring budaya asing yang masuk.
Dengan kata lain, kita menentukan mana budaya asing yang bisa diterima di Indonesia, dan
mana budaya asing yang memiliki nilai buruk.

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya di masyarakat

Kearifan lokal yang sudah dipercaya oleh masyarakat sejak lama mau tidak mau juga
akan mempengaruhi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak, kearifan lokal
yang sudah berusia puluhan tahun pada akhirnya akan menjadi kepercayaan atau pedoman yang
dianut oleh masyarakat setempat.

Alhasil ketika terjadi sesuatu pun, masyarakat akan menjadikan kearifan lokal sebagai
patokan sebelum mengambil sikap atau tindakan tertentu. Kebiasaan ini juga membuat
masyarakat di wilayah tertentu dapat mengembangkan budaya yang sudah ada menjadi lebih

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 10


terarah dari sebelumnya. Dengan kata lain, kearifan lokal memiliki ciri berupa dapat
memberikan arah bagi masyarakat setempat.

E. Pentingnya Mempelajari Kearifan Lokal untuk Sekolah Dasar

Muatan Pendidikan karakter banyak mengandung berbagai nilai tradisional yang


berakar di dalam masyarakat. Dalam sejarah bangsa, keyakinan kepada sesuatu yang mistis
merupakan bagian kehidupan dari sebagian suku bangsa. Hal yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana cara menerapkan kearifan lokal sebagai dasar untuk membentuk karakter peserta
didik?

Asriati (2012) menjelaskan sangat penting untuk menghidupkan kembali budaya lokal
atau kearifan lokal sebagai bentuk pembangunan karakter. Penyebabnya adalah kearifan
lokal akan mengantar peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Pilar yang menopang
kehidupan manusia, mendorong untuk bersikap jujur sebagai bentuk pertanggungjawabannya
kepada Tuhan YME. Aspek inilah yang mendorong manusia untuk berpikir akan Tindakan atau
perilaku yang diperbuat olehnya, apakah sejalan atau malah menyimpang dari ajaran yang
dianutnya.

Selain nilai dan norma agama, dalam masyarakat juga masih berlaku dan sangat kental
dengan nilai maupun norma yang selalu bersumber pada adat istiadat. Kearifan lokal yang
mengajar kebaikan (antara lain dorongan kerja keras, kesopanan berbahasa, aturan hormat
kepada orang lain, dsb) hingga kearifan lokal yang mengajarkan ajaran melestarikan alam, akan
terus diwariskan dan sebenarnya masih ada di sekitar kita, yang tentunya tak luput sejalan
dengan kearifan lokal yang berpegang pada norma agama. Dikarenakan hal itu, maka ketika
pendidikan karakter kembali gencar diperbincangkan, maka dengan itulah Pendidikan karakter
dapat diperkuat dengan adanya kearifan lokal. Tidak hanya itu, kearifan lokal pun seperti
terlahir kembali semenjak gencarnya Pendidikan karakter, sehingga dapat selalu dimanfaatkan
di dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara.

Kearifan lokal layaknya budaya, bermakna sebuah gagasan yang bersifat arif serta
bijaksana, mengandung nilai-nilai yang baik, dan tertanam dalam kehidupan anggota
masyarakat. Kearifan lokal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat memiliki banyak
bentuk seperti, hukum adat, aturan khusus, etika, norma, nilai, serta kepercayaan yang dianut
oleh suatu kaum. Asriati (2012) menyebutkan nilai-nilai luhur yang terkait dengan kearifan
lokal adalah: 1) baik dan rendah hati, 2) jujur, 3) kreatif, kerja keras, serta percaya diri, 4)
kepemimpinan dan keadilan, 5) cinta damai, toleransi, dan persatuan, 6) peduli dan kasih
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 11
sayang, 7) mandiri, disiplin, dan tanggung jawab, 8) cinta kepada Tuhan dan semesta-Nya,
9) santun dan hormat.

Masyarakat dapat membentuk dirinya dengan tidak merusak pada tatanan sosial dengan
berpegang pada kearifan lokal. Kearifan lokal yang berfungsi sebagai rambu, pedoman, serta
pengontrol perilaku baik dengan sesama manusia maupun dengan alam. Namun sayangnya,
ketenaran kearifan lokal kian memudar seiring berkembangnya jaman, banyak masyarakat yang
tidak lagi menjadikan kearifan lokal sebagai nilai luhur yang sudah ada sejak lama. Hal ini
menjadikan keberhasilan penanaman Pendidikan karakter perlu adanya daya dukung seperti
waktu, pikiran, tenaga, semangat, kemauan, serta komitmen yang dimiliki. Semakin besar
daya dukung yang diberikan, maka berbanding dengan tingkat keberhasilan
pengimplementasian Pendidikan karakter.

Masuknya muatan keunggulan lokal


pada pembelajaran, yang ada di sekitar
peserta didik akan memotivasi peserta didik di
dalam belajar. Usaha menghubungkan kegiatan
pembelajaran dengan fakta atau kejadian di
dunia nyata, serta dapat membuat proses
pembelajaran yang sangat bermakna. Sehingga
diharapkan peserta didik mampu mengikuti
aktivitas pembelajaran dengan semangat serta
kemauan sendiri.

Fungsi sosial merupakan salah satu fungsi dari sekolah, sehingga dalam menjalankan
fungsinya harus dapat mensosialisasikan siswa sehingga mereka dapat hidup bermasyarakat.
Masyarakat adalah tempat untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan belajar untuk berubah lebih
baik sebagai manusia. Sekolah adalah sebagai tempat belajar untuk siswa agar dapat hidup.

Dalam masyarakat. Oleh sebab itu, kurikulum sekolah baiknya memberi perhatian khusus
pada penanaman Pendidikan karakter. Kearifan lokal yang terdapat di sekitar peserta didik baik
yang bersifat sakral maupun yang profan (bagian dari keseharian) akan terus berkembang dan
tumbuh didalam kesadaran masyarakat. Beragam budaya Indonesia sebagai kearifan lokal
merupakan modal besar untuk membangun bangsa. Salah satu dalam membangun bangsa
dengan memanfaatkan kearifan lokal yakni dengan memasukkan berbagai nilai positif
kearifan lokal lewat kurikulum Pendidikan sebagai suatu mata pelajaran.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 12


Tujuan pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah supaya siswa paham dengan potensi
serta keunggulan daerah tempat tinggalnya, memahami segala aspek yang memiliki hubungan
dengan potensi tersebut, sehingga siswa nantinya dapat mengolah potensi serta kekayaan
sumber daya alam di daerah tempat tinggal. Hasil akhir yang diharapkan adalah memperoleh
pendapatan dari hasil melestarikan tradisi, budaya, serta sumber daya baik kalam maupun
manusia yang menjadi potensi daerah, juga mampu bersaing baik skala nasional ataupun global.

Kearifan lokal mempunyai ciri khas serta fungsi secara umum seperti berikut: (1) mampu
membangun mekanisme dan kebersamaan untuk bertahan dari adanya gangguan ataupun
perusak solidaritas di dalam kelompok.; (2) sebagai unsur budaya yang bertumbuh dari bawah,
berkembang dalam masyarakat, dan eksis; (3) sebagai bagian-bagian perekat animo sosial; (4)
dapat diubahnya pola pikir serta hubungan yang saling menguntungkan individu maupun
kelompok yaitu dengan meletakkan di atas kesamaan; (5) berfungsi mewarnai kebersamaan di
dalam komunitas tertentu; (6) sebagai penanda identitas. Pentingnya pelaksanaan pembelajaran
yang berbasiskan kearifan lokal sejalan dengan tujuan Pendidikan yaitu upaya dalam
mewariskan budaya. Didukung pernyataan Shufa (2018) bahwasannya dengan pendidikan,
berbagai nilai luhur dalam kebudayaan bisa diperkenalkan dan disampaikan kepada peserta
didik dan dapat mengembangkan sehingga mereka dapat menjadi ahli waris yang
membanggakan serta mampu melestarikan budaya bangsa. Pernyataan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwasannya kearifan lokal sangat tepat untuk diterapkan di sekolah, khususnya di
SD. Hal tersebut dikarenakan SD merupakan tempat awal bagi peserta didik untuk memperoleh
ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai dasar untuk melangkah kepada tingkatan yang jauh
lebih tinggi. Pembelajaran yang berbasis kearifan lokal juga bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan siswa serta menanamkan karakter pada peserta didik sebagai bekal untuk
menghadapi permasalahan kehidupan di luar lingkungan sekolah.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 13


F. Soal Evaluasi

1. Apa itu kearifan lokal dan bagaimana perannya kehidupan bermasyarakat?


2. Sebutkan manfaat & tujuan dari menjaga kearifan lokal!
3. Sebutkan ciri-ciri kenari lokal secara umum!
4. Mengapa masyarakat perlu menjaga kearifan lokal di daerah mereka masing-masing?
5. Bagaimana peran pemerintah dalam mendukung pemberdayaan masyarakat melalui
kearifan lokal?

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 14


Bab.II

WUJUD, FUNGSI, DAN MAKNA KEARIFAN LOKAL

A. Wujud Kearifan Lokal

K
earifan lokal terdiri dari dua jenis, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata
atau dikenal dengan istilah tangible dan juga kearifan lokal tidak berwujud
atau yang biasa disebut intangible.

1. Kearifan Lokal Berwujud Nyata atau Tangible

Sesuai dengan namanya, kearifan lokal berwujud nyata adalah kearifan lokal yang bisa
kita lihat dan sentuh wujudnya. Kearifan lokal dalam bentuk nyata atau tangible ini bisa dilihat
dalam berbagai bentuk, baik itu dalam bentuk tekstual seperti tata cara, aturan, atau sistem
nilai. Bentuk selanjutnya adalah arsitektural seperti berbagai jenis rumah adat yang ada di
setiap daerah di Indonesia. Misalnya rumah Gadang di Sumatera Barat, rumah Joglo dari Jawa
Tengah, atau rumah Panggung dari Jambi.

Bentuk kearifan lokal berwujud nyata lainnya adalah cagar budaya seperti patung,
berbagai alat seni tradisional, senjata tradisional yang diwariskan turun temurun dari generasi
ke generasi lainnya, hingga tekstil tradisional seperti kain batik dari Pulau Jawa dan kain tenun
dari Pulau Sumba.

2. Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud atau Intangible

Kebalikan dari kearifan lokal berwujud yang nyata dan bisa dilihat serta dirasakan,
kearifan lokal tidak berwujud atau intangible ini tidak bisa dilihat wujudnya secara nyata.
Namun, walaupun tidak terlihat, kearifan lokal jenis ini bisa didengar karena disampaikan
secara verbal dari orang tua ke anak, dan generasi selanjutnya.

Bentuk kearifan lokal tidak berwujud antara lain adalah nasihat, nyanyian, pantun, atau
cerita yang mengandung pelajaran hidup bagi generasi selanjutnya yang bertujuan agar para
generasi muda di wilayah tersebut tidak melakukan tindakan buruk yang dapat merugikan diri
sendiri, masyarakat, serta alam sekitar yang menjadi rumah serta sumber penghidupan mereka.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 15
Contohnya adalah kepercayaan asal Papua yang dikenal dengan nama Te Aro Neweak
Lako. Kepercayaan ini merupakan bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud atau intangible,
dimana masyarakat mempercayai bahwa alam merupakan bagian dari diri mereka.

B. Fungsi Kearifan Lokal

Fungsi dari kearifan lokal adalah sebagai berikut.

1. Konservasi Pelestarian Sumber Daya Alam yang Ada

Kearifan lokal memiliki cakupan yang cukup luas. Bukan hanya adat istiadat, kearifan
lokal juga merupakan pandangan hidup masyarakat mengenai sumber daya alam yang ada di
wilayah mereka. Kearifan lokal yang ada membuat masyarakat lebih sadar mengenai
pentingnya sumber daya alam yang ada disekitar mereka.

Alih-alih merusak, kearifan lokal justru membantu untuk mendorong masyarakat di


wilayah tertentu untuk melakukan konservasi agar alam tempat mereka tinggal tetap terjaga
dan tidak mengalami kerusakan. Misalnya, nelayan Aceh yang memiliki hari-hari yang
pantang dipakai untuk melaut, seperti hari Jumat atau hari raya Idul Fitri. Selain dua hari
tersebut, ada beberapa hari lainnya yang juga ditetapkan sebagai hari terlarang untuk melaut.

Hal ini dilakukan agar ikan memiliki kesempatan untuk berkembang biak dengan
maksimal. Selain itu, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan juga dilarang untuk menangkap
ikan dengan pukat harimau atau bom yang dapat merusak terumbu karang dan mengganggu
ekosistem di lautan.

2. Menjadi Petuah, Kepercayaan, dan Pantangan

Orang-orang tua kita di masa lalu, tentu ingin yang terbaik untuk kehidupan anak cucunya
kelak. Sayangnya, mereka tidak bisa hidup selamanya untuk menjaga agar anak cucunya tetap
menjalani kehidupan yang baik.

Sebagai gantinya, nenek moyang kita mewariskan berbagai kearifan lokal. Dengan
kearifan lokal yang melekat pada masyarakat, maka bukan hanya merupakan pandangan hidup
yang bisa menjadi lebih baik. Lebih dari itu, kearifan lokal juga mencakup nasihat atau petuah,
pantangan yang tidak boleh dilanggar, juga kepercayaan yang dipelihara dengan baik. Petuah
dan nasihat lama ini diwariskan tentu saja untuk menjaga agar kehidupan setiap generasi di
wilayah tertentu dapat berjalan baik.

3. Menjadi Ciri Utama Sebuah Masyarakat


Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 16
Kearifan lokal yang ada juga mencakup adat dan istiadat. Meski seringkali dianggap kuno,
tetapi adat dan istiadat inilah yang justru membuat sebuah daerah jadi unik dan berbeda dari
daerah lainnya di Indonesia.

Dengan adanya kearifan lokal, maka masyarakat akan menganggap seperangkat tradisi
sebagai hal yang sudah seharusnya dilakukan, karena mereka sudah terbiasa dengan adat
istiadat dan budaya tersebut. Selain itu, masyarakat setempat juga sudah menganggap bahwa
kearifan lokal merupakan hal yang memang harus dilakukan di wilayah tersebut.

Namun, beda ceritanya dengan para turis, dan pelancong yang berkunjung ke suatu
wilayah identik dengan kearifan lokalnya. Kearifan lokal yang tercermin dalam adat istiadat
dan budaya ini jelas tidak bisa ditemukan di wilayah lain, karena itulah yang membuat turis
merasa terkesan dengan wilayah tersebut.

Lihat saja Bali, bukan hanya punya alam yang cantik, Bali juga memelihara adat dan
budaya yang diwariskan oleh para nenek moyang kepada mereka. Alhasil, warisan budaya
inilah yang membuat Bali terasa berbeda, terasa lebih istimewa, terasa lebih berkesan
dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang ada di dunia.

4. Pengembangan sumber daya manusia

Kearifan lokal mencakup nilai-nilai yang menjadi acuan sikap dan perilaku seseorang. Hal
ini berhubungan dengan proses pengembangan sumber daya manusia (SDM). Oleh sebab itu,
berbagai kegiatan pengembangan SDM sebaiknya berlandaskan kearifan lokal. Misalnya,
kegiatan yang berkaitan dengan upacara daur hidup.

5. Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan

Nilai budaya yang melekat di masyarakat dalam suatu daerah tidak akan lepas dari
kearifan lokal. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat berkembang baik
jika berlandaskan kearifan lokal.

C. Makna Kearifan Lokal

Kearifan lokal dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup. Pemikiran termaksud
dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat
diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan
anjuran untuk kemuliaan manusia. Penguasaan atas kearifan lokal, akan mengusung jiwa
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 17
mereka semakin berbudi luhur. Kearifan lokal dalam konteks bahasa lokal (Jawa) tentu
memiliki kekhasan. Orang Jawa yang menyimpan kearifan lokal tidak sekedar pikiran yang
berperan, tetapi juga rasa. Orang Jawa tidak sekedar memiliki pengalaman biasa, melainkan
sebuah laku, hingga muncul kearifan lokal (Wagiran, 2011).

Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam


masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam
memanfaatkan sumberdaya alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan
dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Jika kesadaran tersebut
dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pengelolaan
lingkungan. Dalam pendekatan kebudayaan ini, penguatan modal sosial, seperti pranata
sosialbudaya, kearifan lokal, dan norma-norma yang terkait dengan pelestarian lingkungan
hidup penting menjadi basis yang utama (Suhartini, 2009).

Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini
mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan
karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka terikat
dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama.
Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling
melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku
(Putra, 2016).

Dalam setiap kearifan lokal tentunya memiliki makna positif yang berperan dalam
terbentuknya nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Makna adalah arti dari sebuah kata atau benda,
makna didapat pada saat menggunakan bahasa dikarenakan adanya peran bahasa dalam
komunikasi dan proses berpikir, khususnya hal yang menyangkut bagaimana mengidentifikasi,
memahami ataupun meyakini (Sumaryono, 1999). Makna adalah arti atau maksud yang dapat
merujuk pada hal-hal berikut:

1. Makna Simbol, yaitu makna yang terdapat dalam bentuk-bentuk budaya


seperti bahasa, ritual dan konstrusi simbolik yang di dalamnya memiliki pemaknaan
yang melebihi dari simbol itu sendiri (Paul Ricoeur, 2013).

2. Makna Estetika, yaitu suatu sosok benda yang mempunyai sifat indah, segala
hasil seni, meskipun tidak semua hasil seni indah, atau sifat-sifat yang merujuk
kepada sesuatu yang indah di mana manusia mengekspresikan perasaan indah tersebut

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 18


melalui berbagai hal yang mengandung unsur estetis dinilai secara umum oleh
masyarakat (Khairi, 2010).

3. Makna Filosofis, yaitu makna yang terkandung dari nilai (budaya) yang
terpancar dari benda sebagai kekuatan dalam tiap aksen yang ada dalam benda
tersebut (Syarofie, 2012).

D. Identitas Kearifan Lokal yang Ada di Provinsi Bengkulu

1. Kain Besurek

Kain besurek bermotif bahasa arab, budaya, dan alam


menandakan Akulturasi budaya lokal dan arab. Mulai dikenal
sejak tahun 2015. Besurek berasal dari melayu dialek artinya
bersurat atau bertulisan dengan maksud tulisan berciri
kaligrafi arab gundul. Sebagai bentuk keagungan kepada
tuhan, media dakwah islam, serta kecintaan terhadap budaya
dan alam. Motifnya ada 7 macam: kaligrafi arab, rembulan,
kembang melati, burung kuau, pohon hayat kombinasi
kembang cengkih dan kembang cempaka serta perpaduan
relung paku dan burung punai. Gambar 2.1 Kain Batik Besurek
Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

Kain yang digunakan berbahan dasar katun dan sutra, serta cenderung berwarna merah
kecoklatan dan merah manggis. Biasanya digunakan untuk untuk penutup kepala bagi raja
penghulu, buayan dalam upacara cukur bayi, penutup jenazah, dan untuk upacara adat
pengantin. Penggunaanya hingga kini tidak hanya pada ritual adat melainkan bisa fashion
sehari-hari, apalagi pemerintah daerah sekarang sudah menerapkan batik besurek sebagai baju
kedinasan. Sehingga penggunaanya bisa dijangkau oleh semua orang namun nilai jualnya
masih cukup tinggi. Dikarenakan masih menggunakan alat tradisonal dan itulah yang
membedakan dengan kain sablon lainnya

2. Tabot

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 19


Tabot merupakan Tradisi Bengkulu dirayakan setiap tahunnya dari tanggal 1 hingga 10
muharam. Untuk memperingati hari kebangkitan islam
dan mengenang imam Husein ali bin abu thalib cucu
nabi Muhammad
SAW. Yang dulunya perna menjadi
tawanan oleh tentara Yazid Bin Muawiyah di Padang
Karbala, Irak untuk membela islam serta meyampaikan
nahi mungkar. Menyampaikan kebenaran bukan hal
mudah, Melainkan harus disuarakan jika kebenaran
Gambar 2.2 Perayaan Tabot di Bengkulu
tidak ditegakan maka kebatilan akan berkuasa. Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

Awalnya tabot dibawa oleh para pekerja islamiyah syiah Madras dan Bengali, India bagian
selatan. Untuk membuat benteng malborough , dibawah naungan Tentara inggris. Secara
harfiah tabot berasal dari bahasa arab yg artinya tabut. Ritual tabot menjadiakan acuan
masyarakat untuk tetap semangat karena setiap perbuatan memberikan kebaikan.
pelaksanaannya dengan serangkaian upacara adat dan diakhiri dengan arakarakan bangunan
berhias (tabot) yang diiringi musik dol ( alat musik Bengkulu). Menariknya setiap tradisi tabot
pemerintah menyelenggarakan festival, tentu menarik wisata untuk berkunjung serta
mendekatkan yang jauh atau sebagai ajang silahturami keluarga.

3. Dol

Dol merupakan instrument pengiring musik


yang digunakan untuk perayaan tabot dan hari
besar lainnya. Dol sejenis beduk namun
ukurannya lebih kecil, terbuat dari bonggol
pohon kelapa yang dilubangi serta dilapisi kulit
kerbau atau lembu. Alat pemukulnya dari kayu
yang dilapisi kain. Dol diwarnai dengan corak
Gambar 2.3 Alat Musik Dol
Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

menarik, ukuran yang cukup besar dan ringan. Tidak menutup kemungkinan anak kecil untuk
memainkanya. Dari muda hingga tua sangat mahir. maka dari itu, pelastariannya lebih
ditingkatkan supaya dol akan selalu eksis.Dengan suara gemuruh yang kencang membuat
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 20
orang disekitar bersemangat. sensasi ini yang membedakan dengan alat musik lainnya. Dulu
dol hanya dimainkan oleh garis keturunannya. Orang Bengkulu keturunan india atau disebut
sipai, Sehingga jika bukan keturunannya sangat sulit untuk mencoba namun kini semua orang
boleh untuk mencobanya.

4. Kesenian sarafal Anam

Kesenian sarafa anam digunakan untuk


adat acara perkawinan dan aqiqah. oleh suku
lembak termasuk daerah Lebong, Bengkulu
Tengah dan Kota Bengkulu. Awalnya sarafal
anam diperkenalkan oleh Syech Serunting ulama
banten sebagai media untuk menyebarkan agama
islam.

Gambar 2.4 Sarafal Anam


Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

Sejak saat itu H. Wajid Bin Raud yang merupakan masyarakat asli suku Lembak
sebagai tokoh yang dipercaya dan dihormati menerima serta mengembagkan sarafal anam
secara turun temurun. Seni vokal Dengan lantunan ayat suci al-qur’an serta syairnya, serasa
membuat hati tenang dan damai. Dengan tujuan sebagai bentuk pujian terhadap segala
keberkahan oleh allah swt, doa dan wujud syukur hamba kepada tuhannya. Nilainya sebagai
panutan masyarakat berupa kehidupan sosial : kebersamaan dan gotong royong terhadap
sesama yang melibatkan beberapa laki-laki yang berzikir. Syair melayu yang disenandungkan
dengan melantunkan syair Bisyarih dan tanakal (syair arab) diiringi oleh rebana. yang
memainkannya harus mengikuti ajaran islam dengan memakai kopiah, baju muslim serta kain
sarung Pemerannya diperuntukan laki-laki sebab lakilaki sebagai pemipin selayak
yang memimpin doa untuk kaumnya.

5. Kerajinan kulit lantung

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 21


Daya tarik dengan khas tiada tanding menjadikan
provinsi Bengkulu kreatif dengan segala kekayaan
yang dipunya. Kulit lantung diambil dari pohonnya
lalu ditipiskan dengan cara dipukulpukul, inilah asal
mula kulit lantung. Dengan memanfaatkan pohon
karet, dan pohon ibuh untuk menciptakan berbagai
kerajinan tangan unik dan nilai jual. Seperti:
tas,dompet gantungan,celengan, bingkai foto dan
perabotan rumah lainnya. Bukan hanya sekedar nilai
guna melainkan ada sejarah didalamnya.

Gambar 2.5 Tas dari Kulit Lantung


Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

Awalnya pada tahun 1943 masa pendudukan Jepang. kulit lantung dibuat menjadi
pakaian sehari-hari. Kain yang disebut sebagai kain Terjajah ini merupakan lambang
perjuangan rakyat terhadap penjajah. Orang terdahulu memutar otak untuk tetap survive. Meski
tekanan, keadaan memburuk, kelaparan serta penindasan lainnya Tak menyurut semangat. Jika
diam dan hanya berpasrah diri hingga waktu berlalu tidak akan perna ada kreatif sedemikian
rupa ini. Maka tetaplah konsisten serta usaha semaksimal untuk membangkitkan potensi yang
ada dalam diri.

Menjadikan nilai plus dari kerajinan kulit lantung dari getahnya, karena menurut
penilaian masyarakat bengkulu getah membuat barang tidak mudah rusak. Sehingga bisa
digunakan dengan jangka waktu yang lama dan juga harganya ekonomis. Tentu menjadi pilihan
bagi para ibu rumah tangga untuk bisa bergaya, tidak perlu mengerluarkan biaya mahal bahkan
bisa terlihat indah dan berkualitas.

6. Opai Malem Likua

Tradisi serawai dan rejang yang masih dipakai sampai kini. pada malam 27 ramadhan
diadakannya kegiatan membakar batok kelapa setinggi 1,5 meter. pembakaran dilakukan
dihalaman depan rumah setelah magrib.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 22


Uniknya satu rumah hanya boleh
membakar 1 lunjuk batok kelapa sebagai
lambang kesaan Allah SWT. itu menandakan
G
bahwa budaya tidak lepas dari agama. Agama a
m
selalu mengambil perannya untuk b
a
budaya.Konon katanya sebagai bentuk rasa r

syukur kepada allah SWT serta menjadi 1


.
ucapan doa kepada terdahulu atau meninggal 6

dunia agar arwahnya tentram. Gambar 2.6 Opai Malem Likua


Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

Dengan berkeyakinan itu suku serawai dan rejang mempercayai bahwasanya batok
kelapa yang dibakar sebagai penyambutan kedatangan roh dan penerang jalan para roh. dengan
aroma yang khas kelapa membuat orang tetap berada didekatnya. Nyaman dengan kenikmatan
malam bersama orang-orang tercinta sehingga opai melem likua menjadi pilihan berkumpul
bersama keluarga.

7. Marhaban Buai Bayi


Pelaksanaanya dengan melantukanMarhaban buai bayi merupakan tradisi adat provinsi
bengkulu untuk bayi sedang aqiqah dengan maksud memberikan pujian serta doa agar
kedepannya selalu terjaga dalam kebaikan. Bayi diletakan dibuaian kain bermotif besurek
digendong bujang (laki-laki belum menikah). shalawat diringi rebana serta dengan ramuan
yang sudah dibacakan doa seperti air kelapa diberikan dikepala bayi dengan maksud shalwat
yang dibacakan menjadi rahmat untuk bayi.
Setelah itu bayi dikelilingi untuk dicukur
G
rambutnya.Menarik dalam tradisi ini ada a
m
banjar uang atau bendera yang ditempelkan b
a
uang menjadi moment untuk anak-anak r

kecil mengambilnya jadi setiap diadakan 1


.
aqiqah anak kecil sangat tertarik untuk ikut. 7

Gambar 2.7 Marhaban Buai Bayi


Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 23


8. Berejung

Berejung merupakan tradisi yang tidak terlepas dari tarian adat suku serawai. dengan memulai
tarian adat, lalu dipertengahan dengan berejung, setelah itu ditutup tarian adat.

Biasanya berejung untuk acara pernikahan dan peresmian. Sebagai pertunjukan nyanyian
dengan logat serawai dengan
mengungkapkan isi hati sesuai
pengalaman yang terjadi. Namun tidak
terlepas disitu berejung juga dapat
memberikan nasihat dan nilai dengan
penyampaian yang unik sehingga orang
yang datang merasa terhibur dan tidak
merasa digurui.
Gambar 2.8 Berejung
Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/

9. Kenduri Nasi Santan

Masyarakat suku lembak di Kota Bengkulu menggelar tradisi kenduri nasi santan
menjelang panen raya. Kenduri nasi santan ini sudah turun temurun dilakukan sebagai bentuk
rasa syukur karena tanaman padi milik mereka sudah memasuki musim panen raya. Dalam
tradisi ini, mereka menikmati nasi santan (nasi uduk) yang telah dimasak di rumah untuk
dimakan bersama di area persawahan yang akan dipanen. Tradisi ini dipimpin oleh tokoh adat.
Biasanya, tokoh adat bakal menjadi pembaca
doa saat kenduri nasi santan. Sebelum
memanjatkan doa yang dibawakan tokoh
masyarakat, tuan rumah membakar kemenyan
didekat batang padi didekat pondok. Usai
membakar kemenyan, tokoh masyarakat
memberikan kata pengantar doa.

Gambar 2.9 Keduri Nasi Santan


Sumber : https://news.okezone.com/

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 24


E. Soal Evaluasi

1. Jelaskan perbedaan antara kearifan lokal berwujud nyata dan kearifan lokal yang tidak
berwujud?
2. Sebutkan fungsi" dari kearifan lokal?
3. Salah satu identitas kearifan lokal yang ada di provinsi Bengkulu adalah Tabot yang
dimaknai sebagai?
4. Jelaskan mengapa kearifan lokal dimaknai sebagai sebuah pemikiran tentang hidup?
5. Sebutkan contoh" kearifan lokal yang ada di provinsi Bengkulu?

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 25


Bab.III

KEHIDUPAN INDONESIA PADA MASA PRAAKSARA DAN


KEHIDUPAN INDONESIA PADA MASA HINDU BUDHA

W
ilayah Indonesia merupakan wilayah yang memilki letak yang strategis,
sehingga tidak heran jika terjadi akulturasi beragam budaya yang terjadi sejak
zaman nenek moyang sampai zaman era global saat ini. Letak yang strategis
tersebut sangat didukung oleh sumber daya manusianya. Kehidupan Indonesia pada zaman
praaksara dan pada masa hindu budha senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Semua itu bertahap dan melalui proses yangsangat lama. Tentunya corak kehidupan yang saat
ini kita lakukan adalah kembangan dari corak kehidupan pada zaman praaksara.

A. Kehidupan Masyarakat Indonesia Pada Masa Praaksara

Istilah pra-aksara yang berasal dari gabungan kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya
sebelum dan aksara berarti tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa pra-aksara adalah
masa sebelum manusia mengenal bentuk tulisan. Masa pra-aksara disebut juga dengan masa
pra-sejarah, yaitu suatu masa dimana manusia belum mengenal tulisan.

Pada awalnya, masyarakat pra aksara hidup secara nomaden. Dalam perkembangannya,
kehidupan mereka mengalami perubahan dari nomaden menjadi semi nomaden. Akhirnya
mereka hidup secara menetap di suatu tempat, dengan tempat tinggal yang pasti. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat pra aksara menggunakan beberapa jenis peralatan,
baik yang terbuat dari batu maupun logam. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara telah
menghasilkan alat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Berdasarkan
perkembangan kehidupan, manusia pra aksara terbagi menjadi tiga masa, yaitu masa berburu
dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.

1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat bergantung pada alam sekitarnya.
Daerah yang ditempati manusia pra aksara adalah daerah yang banyak menyediakan bahan

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 26


makanan dalam jumlah yang cukup dan mudah memperolehnya. Daerah tersebut juga banyak
dikunjungi oleh binatang, oleh karena itu manusia pra aksara mudah untuk berburu binatang.

Manusia yang hidup pada zaman berburu dan mengumpulkan ini diperkirakan semasa
dengan zaman paleolithikum. Secara geografis pada zaman ini masih banyak tergantung pada
kondisi alam sekitar. Manusia kadang harus menyesuaikan diri dan bertahan hidup sesuai
dengan kondisi lingkungannya.

Daerah padang rumput, sungai dan danau merupakan tempat-tempat ideal bagi manusia
pra aksara, karena disitulah akan tersedia air dan bahan makanan yang berlimpah sepanjang
tahun. Pada zaman itu, manusia pra aksara menempati tempat tinggal sementara di gua-gua
payung yang dekat dengan sumber makanan seperti siput, kerang, ikan, air dan lain-lain.

Sedangkan untuk sumber penerangan mereka menggunakan api yang diperoleh dengan
cara mebenturkan sebuah batu dengan batu sehingga menimbulkan percikan api dan membakar
bahan-bahan yang mudah terbakar seperti serabut kelapa kering, lumut kering, rumput kering.

a. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana sangat tergantung pada alam. Mereka akan tetap tinggal ditempat tersebut selama
bahan makanan masih tersedia dengan cukup. Namun ketika mereka telah kehabisan sumber
makanan atau alam sekitarnya tidak lagi menyediakan sumber makanan, maka mereka akan
berpindah dan mencari tempat-tempat lain yang sekiranya kaya akan bahan makanan.
Kehidupan yang selalu berpindah-pindah atau nomaden inilah ciri manusia pra aksara pada
masa berburu. Hasil perburuan mereka kumpulkan untuk keperluan perpindahan tempat,
sebelum mereka mendapatkan tempat yang baru.

b. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana masih pada tingkatan sederhana sekali. Karena mereka hidup berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat yang lain, maka mereka hidup secara berkelompok dan tersusun dalam
keluarga-keluarga kecil. Dalam satu kelompok ada seorang pemimpin kelompok. Pemimpin
kelompok inilah yang dalam perkembangan selanjutnya di sebut ketua suku. Ketua suku
memimpin anggota kelompok untuk berpindah pindah dan mencari tempat yang baru. Anggota
kelompok laki laki bertugas berburu hewan sedangkan yang perempuan bertugas

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 27


mengumpulkan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Walaupun tidak ada pembagian kerja secara
khusus namun mereka selalu menjalankan tugas hidup secara alami.

Gambar. Ilustrasi Kehidupan Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan


Sumber:http://www.gurusejarah.com

c. Kehidupan Budaya

Kajian budaya dapat di lihat dari hasil karya mereka yang telah ia buat. Alat-alat pada
zaman pra aksara dapat memberikan petunjuk bagaimana cara manusia pada masa itu hidup.
Pada tingkatan permulaan, cara pembuatan peralatan ditunjukkan pada kegunaannya lalu
ditingkatkan pada cara pembatannya. Karena peralatan manusia pra aksara pada waktu itu
terbuat dari batu maka hasil budaya yang dikembangkan pada zaman tersebut adalah hasil
budaya batu. Sehingga tidak heran jika zaman tersebut terkenal dengan zaman batu. Diantara
hasil budaya batu yang pernah ditemukan antara lain; kapak perimbas, kapak penetak, kapak
genggam, serpih bilah, dan lain-lain.

2. Masa Kehidupan Bercocok Tanam

Setelah melewati masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan, maka mereka
menuju masa kehidupan bercocok tanam. Mereka telah merasakan kehidupan berpindah-
pindah kurang menguntungkan karena harus berulangkali membuka ladang. Selain itu dengan
bercocok tanam dirasakan persediaan makanan akan tercukupi sepanjang tahun, tanpa harus
membuka ladang lagi. Selain bercocok tanam juga dikembangkan memelihara hewan ternak.

Manusia yang hidup pada masa bercocok tanam ini diperkirakan semasa dengan zaman
neolithikum. Secara geografis pada zaman ini sangat menggantungkan iklim dan cuaca alam.
Hal ini karena sangat di butuhkan untuk bercocok tanam. Hasil dari penen mereka juga sangat

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 28


di pengaruhi dari kondisi tekstur tanah yang mereka gunakan. Manusia kadang harus
menyesuaikan dan belajar banyak dari pengalaman yang mereka dapatkan sebelumnya.

a. Kehidupan Ekonomi

Pada masa ber bercocok tanam ini, manusia mampu mengolah lahan secara sederhana
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara ekonomi mereka telah menghasilkan produksi
sendiri untuk memenuhi kebutuhan kelompok. Mereka membabat hutan dan semak belukar
untuk di tanami. Produksi yang mereka hasilkan antara lain dari jenis tanaman umbi umbian.
Karena jenis tanaman ini mudah di kembangkan dan tidak memerlukan teknik pertanian yang
begitu rumit.

Selain pertanian, sumber ekonomi yang lain adalah beternak. Dengan memelihara ayam,
kerbau, babi hutan dan lain-lain mereka sangat terbantu dalam menjalani hidup. Fungsi hewan
ternak selain sebagai sumber makanan untuk juga membantu dalam berburu, karena kegiatan
berburu dan mengumpulkan makanan masih mereka lakukan.

Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan sudah melakukan kegiatan


perdagangan sederhana yaitu barter atau tukar menukar barang. Barang yang di pertukarkan
pada waktu itu ialah hasil-hasil cocok tanam, hasil laut yang di keringkan dan hasil kerajinan
tangan seperti gerabah dan beliung. Hasil umbi umbian sangat di butuhkan oleh penduduk
pantai dan sebaliknya hasil ikan laut yang di keringkan sangat di butuhkan oleh mereka yang
hidup di pedalaman.

b. Kehidupan Sosial

Kehidupan bercocok tanam mempengaruhi tata kehidupan sosial secara kelompok.


Dengan hidup bercocok tanam memberi kesempatan pada manusia untuk menata hidup lebih
teratur. Mereka hidup secara berkelompok dan membentuk masyarakat perkampungan kecil.
Dalam sebuah kampung terdiri dari beberapa keluarga dan dalam kampung di pimpin oleh satu
ketua kampung atau ketua suku. Strata sosial dari ketua suku adalah paling tinggi, karena
kriteria yang di ambil berdasarkan orang yang paling tua atau yang paling berwibawa secara
religius. Dengan demikian semua aturan yang telah di tetapkan kan di taati dan di jalankan oleh
seluruh kelompok tersebut.

Kebutuhan hidup secara bersama-sama di kelola untuk kepentingan bersama. Kegiatan


yang memerlukan tenaga besar seperti membangun rumah, berburu, membuat perahu,
membabat hutan untuk ladang pertanian diserahkan pada kaum laki-laki. Sedangkan kegiatan

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 29


mengumpulkan makanan, menabur benih di ladang, beternak, merawat rumah dan keluarga
yang masih kecil di serahkan pada kaum perempuan. Sedangkan ketua kampung atau suku
sebagai komando dari semua kegiatan diatas sekaligus sebagai pusat religi pada kepercayaan
yang mereka anut. Dari sinilah mulai muncul strata sosial dalam sebuah komunitas masyarakat
kecil. Secara berangsur-angsur namun pasti kelompok ini kan membentuk sebuah masyarakat
yang besar dan kompleks sehingga kan muncul suatu masyarakat kompleks di bawah
kekuasaan yang kelak di sebut kerajaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Budha.

c. Kehidupan Budaya

Pada masa bercocok tanam telah menghasil budaya yang mengarah pada usaha bercocok
tanam yang syarat dengan kepercayaan/religi. Bentuk alat-alatnya pun lebih halus dan sudah
bergaya seni. Secara fungsi alat-lat ini digunakan selain sebagai alat bercocok tanam juga
sebagai alat upacara keagamaan. Alat tersebut antara lain kapak persegi, kapak lonjong,
gerabah, alat pemukul kayu dan perhiasan/manik-manik.

Kapak persegi digunakan sebagai pengerjaan kayu membuat rumah, menggarap ladang
dan alat upacara. Kapak Lonjong digunakan untuk mencangkul tanah dan memotong kayu.
Alat pemukul kulit kayu di gunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus. Kerajinan
gerabah di gunakan untuk alat-alat rumah tangga dan upacara keagamaan. Perhiasan berupa
gelang dari batu dan kulit kerang di gunakan sebagai seni asesoris dan benda benda upacara
sebagai kepercayaan terhadap roh nenek moyang.

Ada sebuah kepercayaan bahwa orang yang meninggal dunia akan memasuki alam
tersendiri. Oleh karena itu, pada masa ini, jika ada orang yang meningal dunia di bekali benda
benda keperluan sehari-hari seperti perhiasan, manikmanik dan alat periuk lainnya.
Tujuannnya adalah agar arwah orang yang meninggal dunia mendapatkan perjalanan yang
lancar dan mendapatkan kehudupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan ghaib di alam sekitar ini. Kekuatan ghaib
berasal dari arwah nenek moyang mereka yang telah maninggal dunia. Mereka mempercayai
bahwa kekuatan ghaib dari arwah roh nenek moyang mereka bisa bertempat tempat di gunung
tinggi, hutan lebat, batu besar, pohon tua, gua yang gelap, pantai dengan ombak yang besar dan
temapat tempat keramat lainnya. Mereka menghubungkan antara kejadian-kejadian alam
seperti gunung meletus, petir, ombak, gempa bumi, gerhana matahari dan bulan adalah atas
ikut campur tangan dari kekuatan ghaib yaitu arwah nenek moyang mereka. Agar kejadian-
kejadian tersebut tidak menimpa mereka, maka mereka mengadakan pemujaan dan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 30
persembahan. Kepercayaan terhadap arwah roh nenek moyang inilah yang di sebut
kepercayaan animisme. Selain kepercayaan terhadap arwah roh nenek moyang mereka juga
mempercayai pada bendabenda tertentu yang memiliki kekuatan ghaib. Karena benda tersebut
mempunyai kekuatan ghaib maka harus di puja. Kepercayaan terhadap benda-banda yang
memiliki kekuatan ghaib inilah yang di sebut dengan kepercayaan dinamisme.

Berkaitan erat dengan kepercayaan tersebut, maka pada masa bercocok tanam ini
munculah tradisi pendirian bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu yang di sebut
tradisi megalitihk. Tradisi ini di dasari oleh kepercayaan bahwa ada hubungan yang erat antara
orang yang sudah meninggal dengan kesejahteraan masyarakat dan kesuburan ketika bercocok
tanam. Oleh sebab itu jasa seseorang yang berpengaruh terhadap masyarakat perlu di abadikan
dalam sebuah monumen atau bangunan besar yang terbuat dari batu. Bangunan ini kemudian
menjadi lambang orang yang meninggal dunia sekaligus tempat penghormatan serta media
persembahan dari orang yang masih hidup ke orang yang sudah meninggal dunia tersebut.
Bangunan megalithik tersebut antara lain dolmen, menhir, kubur peti batu, waruga,
sarkofagus,dan punden berndak.

3. Masa Kehidupan Perundagian

Kehidupan zaman perundagian di perkirakan sejaman dengan masa zaman perunggu.


Pada zaman ini peradapan manusia sudah mencapai tingkat yang tinggi. Hal ini di tandai
dengan munculnya sekelompok orang yang mempunyai keahlian atau keterampilan tertentu
dalam pembuatan gerabah, pembuatan perhiasan dan pembuatan perahu. Yang paling menonjol
adalah pembuatan bahan-bahan dari logam. Dengan munculnya masa perundagian maka secara
umum berakhirlah masa pra aksara di Indonesia walau dalam kenyataannya ada beberapa
daerah di pedalaman yang masih berada di zaman batu.

Kegiatan berladang mulai berganti ke persawahan. Kegiata persawahan memungkinkan


adanya pengaturan masa bercocok tanam sehingga mereka tidak hanya tergantung pada kondisi
iklim dan cuaca namun sudah bisa berfikir kapan saatnya yang cocok bercocok tanam dan
kapan saatnya untuk beternak. Kondisi geografis inilah yang perlu di cermati agar mereka tidak
gagal panen. Mereka bisa banyak belajar dari pengalaman alam. Dari alamlah mereka bisa
mengetahui arah angin, berlayar ke antar pulau, mencari penghasilan di laut dan mengadakan
perdagangan antar wilayah.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 31


a. Kehidupan Ekonomi

Masyarakat pada masa perudagian telah mampu mengatur kehidupan ekoniminya.


Mereka telah mampu berfikir bagaimana memenuhi kehidapan mereka di masa mendatang.
Hasil panen pertanian di simpan untuk masa kering dan di perdagangkan ke daerah lainnya.
Kegiatan peternakan juga berkembang dan jenis hewan ternaknya sudah mulai beragam.
Masyarakat juga sudah mengembangkan kuda dan berbagai jenis unggas. Bahkan jenis hewan
tertentu di gunakan untuk membantu dalam bercocok tanam dan perdagangan. Kemampuan
memproduksi, mengkomsumsi dan mendistribusikan inilah yang menopang meningkatnya
kesejahteraan hidupnya.

Teknologi berkembang dengan pesatnya seiring dengan munculnya sekelompok


masyarakat yang punya kemampuan pengecoran logam. Seiring dengan kemajuan tersebut
maka memungkinkan adanya pergagangan yang lebih luas jangkauannya. Walau masih bersifat
barter namun setidaknya hal ini menambah nilai ekonomis yang tinggi karena beragamnya
barang-barang yang di-barterkan. Bukti bukti perdagangan antar pulau pada masa perundagian
ini adalah dengan di temukannya nekara di Selayar dan Kepulauan Kei yang di hiasi gambar-
gambar binatang seperti gajah, merak dan harimau. Padahal binatangbinatang tersebut tidak
ada di Indonesia bagian timur. Hal ini menunjukkan bahwa nekara tersebut berasal dari daerah
Indonesia bagian barat.

b. Kehidupan Sosial

Pada masa perundagian, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami
perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan
hidup. Aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang
mereka pilih atas dasar musyawarah. Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih
dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang
memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang
demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih.

Dalam tata kehidupan yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti singa, harimau
dan bison merupakan prestige tersendiri jika mampu menaklukkannya. Perburuan tersebut
selain sebagai mata pencaharian juga dimaksudkan untuk menanbah strata sosial tersendiri.
Jika orang yang mampu menaklukkan harimau maka mereka telah mampu menunjukkan
tingkat keberanian tinggi dan kegagahan dalam suatu lingkungan masyarakat.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 32


Kehidupan masyarakat di zaman perundagian memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat.
Peranan solidaritas ini tertanam dalam hati setiap orang sebagai warisan yang telah berlaku
sejak nenek moyang. Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam
mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan individu agak terbatas karena adanya aturan-
atauran yang apabila dilanggar akan membahayakan masyarakat. Pada masa ini sudah ada
kepemimpinan dan pemujaan kepada sesuatu yang suci di luar diri manusia yang tidak mungkin
disaingi serta berada diluar batas kemampuan manusia. Kehidupan masyarakat mulai
dibedakan berdasarkan golongan-golongan tertentu, seperti golongan pengatur upacara-
upacara yang berhubungan dengan kepercayaan, petani, pedagang dan pembuat benda-benda
dari logam (pandai logam).

Sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada zaman


perunggu, karena pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks dan terbagi menjadi
kelompok-kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Ada kelompok petani, kelompok
pedagang, kelompok undagi (pengrajin atau tukang). Masing-masing kelompok memiliki
aturan sendiri, dan adanya aturan yang umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-
masing kelompok. Aturan yang umum dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau musyawarah
dalam kehidupan yang demokratis. Dengan demikian sebenarnya sistem kemasyarakatan
masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah dilandasi dengan musyawarah dan gotong
royong.

c. Kehidupan Budaya

Pada masa perundagian, seni ukir mengalami perkembangan yang pesat. Ukiran di
terapkan pada benda-benda nekara perunggu. Seni hias pada benda-benda perunggu
menggunakan pola-pola geometris sebagai pola hias utama. Hal ini terlihat dari temuan di
Watuweti (Flores) yang menggambarkan kapak perunggu, perahu dan melukis unsur-unsur
dalam kehidupan yang dianggap penting. Pahatan-pahatan pada perunggu dan batu untuk
menggambarkan orang atau binatang menghasilkan bentuk yang bergaya dinamis dan
memperlihatkan gerak. Terdapat pula kecenderungan untuk melukiskan hal-hal yang bersifat
simbolis dan abstrak-realistis, seperti yang tampak pada gambar-gambar manusia yang diukir
sebagai bulu burung bermata lingkaran pada nekara perunggu.

Teknologi pembuatan benda-benda logam (khusus perunggu) kemudian mengalami


perkembangan yang sangat pesat, di samping membuat perkakas untuk keperluan sehari-hari,
misalnya kapak, corong, dan sebagainya, mulai dikembangkan pula pembuatan benda-benda

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 33


yang memiliki nilai estetika dan ekonomis, misalnya nekara, boneka perunggu, gelang, cincin,
bandul kalung, dan sebagainya. Benda-benda tersebut ternyata menjadi salah satu komoditi
dalam hubungan perdagangan antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya.

4. Kehidupan Indonesia Pada Masa Hindu Budha

Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia telah memiliki


kebudayaan yang cukup maju. Unsur-unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki kebudayaan asli tidak begitu saja
menerima budaya-budaya baru tersebut. Proses masuknya pengaruh budaya Indonesia terjadi
karena adanya hubungan dagang antara Indonesia dan India.

Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan
asli Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari
peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain seperti berikut.

Masuknya Hindu Budha ke Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh tersebut dapat dilihat dalam berbagai bidang,
antara lain:

a. Bidang Agama

Sebelum budaya Hindu-Budha datang, di Indonesia telah berkembang kepercayaan


yang berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan itu bersifat animisme,
dinamisme, dan totemisme. Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Budha, masyarakat
Indonesia secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu dan Budha, diawali oleh
golongan elite di sekitar istana. Dalam perkembangannya di masyarakat, kepercayaan
animisme dan dinamisme tetap berkembang di masyarakat. Sementara itu, kepercayaan
totemisme mendapat bentuk baru, terutama pada masa Majapahit, berupa penggunaan
nama hewan sebagai nama manusia, seperti Gajah Mada, Lembu Sora, Mahesa
Wongateleng, Kebo Ijo, Lebu Tal, dan sebagainya.

b. Bidang Politik dan Pemerintahan

Lahirnya berbagai kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia merupakan salah


satu bukti adanya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia. Pada awalnya, masyarakat

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 34


Indonesia belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem
pemerintahan yang berlangsung di Indonesia masih berupa pemerintahan kesukuan yang
dipimpin oleh seorang kepala suku. Dengan demikian, masuknya pengaruh India
membawa pengaruh pada terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
di Indonesia. Kerajaan tersebut antara lain Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram
kuno, Medang, Kediri, Singasari, Majapahit.

c. Bidang Sastra dan Bahasa

Pengaruh Hindu-Budha pada bahasa adalah dikenal dan digunakannya bahasa


Sansakerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia. Pada masa kerajaan Hindu-
Budha di Indonesia seni sastra sangat berkembang terutama pada zaman kejayaan
kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain:

1) Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.

2) Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan
Kediri.

3) Gatot kaca sraya, karya Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan Kediri.

4) Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada zaman
kerajaan Majapahit.

d. Bidang Seni Tari

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 35


Relief-relief yang terdapat pada candi-candi terutama candi Borobudur dan Prambanan
menunjukan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang pada masa itu. Tarian perang,
tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng) merupakan jenis tarian yang terlihat
di relief candi tersebut. Alat gamelan nampaknya digunakan untuk mengiringi tarian
tersebut. Alat-alat gamelan tersebut, antara lain gendang, gong, kecer, gambang, saron,
dan kenong. Hiasan pada candi atau sering disebut dengan relief yang terdapat pada
candicandi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang dalam
kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Budha. Epik yang tertera dalam relief candi
Prambanan misalnya mengambil dari cerita Ramayana dan relief pada candi Penataran
mengambil epik kisah Mahabharata.

Tarian bercorak hindhu-buddha

e. Bidang Seni Bangunan

Bidang seni bangunan adalah salah satu peninggalan budaya Hindu-Budha di Indonesia
yang sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Peninggalan candi yang
becorrak Hindu dan Budha yang tersebar di Jawa tengah antara lain:

• Candi yang bercorak Hindu : Candi Penataran, Candi Prambanan, candi komplek
Dieng (candi Bima, candi Arjuna, Candi Puntadewa, Candi Nakula, dan candi
Sadewa)

• Candi yang bercorak Budha : candi Borobudur, candi Plaosan, candi Pawon, candi
Mendut, candi Kalasan, dan candi Sari

• Candi bercorak akulturasi Hindu-Budha dan animisme-dinamisme: candi Sukuh.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 36


f. Terjadi Akulturasi Kebudayaan

Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Budha, masyarakat telah memiliki kebudayaan


yang cukup maju. Unsur-unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang
sebelumnya memiliki kebudayaan asli tidak begitu saja menerima budaya-budaya baru
tersebut. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan
kebudayaan asli Indonesia sehingga terjadi peleburan antara budaya asli Indonesia
dengan budaya Hindu Budha. Proses inilah yang disebut dengan akulturasi. Proses
akulturasi tersebut dapat di lihat dari berbagai bidang. Antara lain sebagai berikut.

1) Bidang Keagamaan

Pada awalnya, masyarakat Indonesia banyak menganut animisme dan dinamisme.


Setelah masuknya pengaruh India, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian
berakulturasi dengan agama Hindu-Budha. Akulturasi kebudayaan tersebut
menghasilkan sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Budha dengan
kebudayaan asli bangsa Indonesia.

2) Bidang Politik
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 37
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Sebelumnya,
masyarakat masa pra aksara mengenal sistem kepemimpinan berdasarkan primus
inter pares. Dengan pengaruh Hindu-Budha, kelompok-kelompok kecil masyarakat
bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat
berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Kemudian, pemimpin ditentukan secara
turun-temurun berdasarkan hak waris sesuai dengan peraturan hukum kasta. Oleh
karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan
kerajaan bercorak Hindu-Budha lainnya.

3) Bidang Sosial
Masuknya kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia mengenal aturan
kasta, yaitu: Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para sarjana), Kasta Ksatria (para
prajurit, pejabat dan bangsawan), Kasta Waisya (pedagang petani, pemilik tanah dan
prajurit). Kasta Sudra (rakyat jelata dan pekerja kasar). Namun, unsur budaya
Indonesia lama masih tampak dominan dalam semua lapisan masyarakat. Sistem
kasta yang berlaku di Indonesia berbeda dengan kasta yang ada di India, baik ciri-
ciri maupun wujudnya.
Hal ini tampak pada kehidupan masyarakat dan agama di kerajaan Kutai.
Berdasarkan silsilahnya, Raja Kundungga adalah orang Indonesia yang pertama
tersentuh oleh pengaruh budaya India. Pada masa pemerintahannya, Kundungga
masih mempertahankan budaya Indonesia karena pengaruh budaya India belum
terlalu merasuk ke kerajaan. Penyerapan budaya baru mulai tampak pada waktu
Aswawarman, anak Kundungga, diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya.

4) Bidang Pendidikan

Dalam Prasasti Nalanda dikenal model pendidikan asrama. Lembaga- lembaga


pendidikan semacam asrama merupakan salah satu bukti pengaruh dari kebudayaan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 38
Hindu-Budha di Indonesia. Lembaga pendidikan tersebut berubah menjadi model
pendidikan pesantren pada masa Islam, dan berkembang menjadi model pendidikan
berasrama pada masa modern.

5) Bidang Arsitektur

Punden berundak merupakan salah satu arsitektur masa Megalitikum. Arsitektur


tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi.
Jika diperhatikan, Stupa Borobudur sebenarnya mengambil bentuk bangunan
punden berundak agama Budha Mahayana. Pada Candi Sukuh dan candi-candi di
lereng Pegunungan

Penanggungan, pengaruh unsur budaya India sudah tidak begitu kuat. Candi-candi
tersebut hanyalah pundenberundak.Begitu pula fungsi candi di Indonesia, candi
bukan sekadar tempat untuk memuja dewadewa seperti di India, tetapi lebih sebagai
tempat pertemuan rakyat dengan arwah nenek moyangnya. Candi dengan patung
induknya yang berupa arca merupakan perwujudan raja yang telah meninggal. Hal
ini mengingatkan pada bangunan punden berundak dengan menhirnya

B. Kehidupan Masyarakat di Provinsi Bengkulu

1. Pada Zaman Praaksara

Asal usul penghuni yang pertama di Daerah Bengkulu, belum dapat ditentukan dengan
pasti. Hal ini disebabkan belum adanya penyelidikan secara mendalam dan sumber-
sumber lain yang benar-benar dapat kita harapkan belum pula diketemukan.

Namun, dengan memperhatikan letak geografis bumi Indonesia yang terletak di antara
benua-benua dan di tengah-tengah dunia, serta hasil-hasil dari penelitian dan penggalian
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 39
yang telah dilaksanakan di Indonesia, tentulah dapat membantu dan memberi petunjuk
tentang kejadian dan hubungan sejarah Bengkulu pada zaman praaksara.

Dalam penggalian dan penyelidikan yang dilakukan oleh ahli pra sejarah di masa
lampau, telah membuktikan kepada kita banyaknya fosil-fosil dan artefak yang
terpendam di dalam bumi sepanjang jalur daerah Cina Selatan, Indonesia, Malaka,
Sumatera dan Pulau Jawa.

Begitu juga pada jalur daerah Cina, kepulauan Formusa, Philipina, Sulawesi, Irian dan
sekitarnya. Jalur-jalur ini menggambarkan arus perkembangan perpindahan manusia
dan kebudayaan, yang mungkin sekali kebudayaannya, terutama di daerah Asia
Tenggara.

Kalau di pulau Jawa telah ditemukan bagian kerangka jenis manusia pertama, misalnya
temuan atas Pithecanthropus Erectus tahun 1960 oleh E. Dubois di dekat Trinil, lembah
Bengawan Solo, dan antara tahun 1936-1941, juga di lembah Bengawan Solo ditemukan
"Homo Mojokertonsis” dan "Meganthropus Paleojavanicus”, begitu pun antara tahun
1931-1934 ditemukan "Homo Soloensis” oleh Von Koeningswald, maka ada juga
kemungkinan di pulau Sumatera khususnya di daerah Bengkulu pernah dihuni oleh
jenis-jenis manusia yang sejenis dengannya atau pun yang lebih tua dari jenis-jenis
manusia yang sudah ditemukan dan diselidiki di pulau Jawa itu.

Pada zaman Mosolitiekum, pada bekas tempat tinggal mereka yang terdiri dari bukit
karang (Kjokkenmoddinger) dan gua-gua banyak ditemukan sisa-sisa kebudayaan dan
fosil-fosil manusia dan binatang. Kjokken moddinger berasal dari Bahasa Denmark,
(Kjokken = dapur; moddinger = sampah) yang artinya sampah-sampah dapur yang
terdapat di sepanjang pantai Sumatera Timur Laut di antara Bangka dan Medan;
mungkin semua dari sisa-sisa makanan yang dipungutnya dari Laut selama bertahun-
tahun, sehingga menjadi sebuah bukit karang yang membantu. Bekas ini telah
menunjukkan sudah adanya manusia yang hidup menetap. Kecuali hasil-hasil
kebudayaan dari kjokken moddinger itu diketemukan juga bekas-bekas manusia seperti
tulang belulang, gigi dan pecahan-pecahan tengkorak. Dari sebuah penyelidikan yang
teliti memberikan kesimpulan bahwa manusia Mosolitikum itu termasuk dalam
golongan bangsa Papua Melanesoide, yaitu nenek moyang suku bangsa Irian dan
Melanesia. Dengan kesimpulan ini, apakah dapat pula kita katakan bahwa jenis manusia

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 40


itulah yang tertua penghuni dunia pertama di pulau Sumatera atau nenek moyangnya
penduduk Sumatera sekarang, semuanya ini masih merupakan teka-teki dan gelap.

Barulah pada jaman neolitikum kita menemukan bukti-bukti yang telah diselidiki oleh
ahli ahli pra sejarah yang terkenal tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.
Von Heine Gelderm telah mengadakan penyelidikan tentang kapak persegi. Berdasarkan
penemuan dan persebaran kapak persegi itu, beliau berpendapat bahwa pangkal
kebudayaan kapak persegi itu terletak di hulu-hulu sungai besar Asia Tenggara, dari
daerah Yunan, Cina Selatan kebudayaan itu tersebar menghilir lembah-lembah sungai
tersebut akhirnya sampai berpusat di daerah Tonkin. Proses ini tidaklah terjadi
sekonyong-konyong. Di daerah ini para pendukung kebudayaan itu menetap,
mengerjakan pertanian dan peternakan. Mereka berkenalan pula dengan laut, maka
timbullah kepandaian membuat perahu. Dengan perahu bercadik mereka mengarungi
lautan, dan orang-orang Neolitikum itu bersebaran bersama kebudayaan (kapak persegi)
ke semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa Bali dan terus ke Timur.

Adapun pendukung kapak persegi itu ialah bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia
yang nantinya menurunkan langsung ke bangsa Indonesia. Bangsa ini mendatangi
kepulauan kita kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi. Kapak persegi ini di Indonesia
terutama sekali didapatkan di Sumatera, Jawa dan Bali. Kapak ini banyak terbuat dari
bahan batu api dan chaleodom. Pembuatan kapak-kapak dari batu api terpusat di
beberapa "pabrik". Pabrik kapak persegi itu antara lain ditemukan didekat Lahat
(Sumatera Selatan), Bogor, Sukabumi, Karawang dan Tasimalaya. Prof. Dr. H. Kern
beberapa tahun sebelumnya (tahun : 1889) telah mengadakan penyedikan berdasarkan
atas perbandingan bahasa.

Di dalam bahasa-bahasa Austronesia yang sekarang bersebaran, terutama di seluruh


Asia Tenggara banyak mempunyai kesamaan pada nama dan kata-kata. Berdasarkan ini
pula dapat dicari kembali di mana daerah asal bahasa itu. Penyelidikan yang seksama
ini menghasilkan kesimpulan tentang satu induk bahasa, yaitu bahasa Austronesia.
Kecocokan pendapat kedua orang ahli ini, didukung pula akan kesamaan penghidupan
nenek moyang bangsa Indonesia; bersawah, berternak, bermasyarakat. bertempat
tinggal tetap dan berperahu bercadik. Sisa-sisa kehidupan tersebut di atas hingga
sekarang dapat pula kita saksikan pada kelompok-kelompok masyarakat di Sumatera
umumnya dan di daerah Bengkulu pada khususnya. Begitu pun mengenai tipologi

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 41


bentuk manusia yang hidup di pulau itu, dan yang telah melalui proses beberapa
keturunan hingga sekarang masih menunjukkan persamaan-persamaan, misalnya
mengenai warna kulit, raut muka dan sebagainya.

Di daerah Sumatera bagian Selatan, termasuk daerah Bengkulu banyak ditemui hasil
kebudayaan-kebudayaan batu besar atau megolitikum. Sebagai sisa-sisa kebudayaan
batu besar itu dapat berbentuk dolmen, menhir, kuburan atau pun batu berundak. Jenis-
jenis dari kebudayaan batu besar itu masih dapat kita saksikan di daerah Kabupaten
Rejang Lebong, dan Kabupaten Bengkulu Selatan. Begitu pun kebiasaan hidup sebagai
penangkap ikan, nelayan yang menggunakan perahu bercadik masih banyak kita lihat di
sepanjang pantai daerah Bengkulu. Juga kebiasaan hidup sebagai petani dengan alat-alat
tradisionalnya hingga sekarang masih dapat kita saksikan di daerah pedalaman.

Dengan gambaran seperti ini dapat kita katakan, bahwa asal usul penghuni yang pertama
datang ke daerah Bengkulu pun adalah bangsa Austronesia yang kampung asalnya
mungkin sekali di daerah Cina Selatan. Bangsa Austronesia sampai ke Nusantara
menemui tanah tempat tinggal yang terpisah-pisah karena alamnya yang terdiri dari
pulau-pulau, hutan dan gunung yang sukar ditembus, sehingga melahirkan suku-suku
bangsa baru.

Suku-suku bangsa yang mendiami daerah Bengkulu adalah suku bangsa Melayu dan di
daerah pedalaman lebih dikenal dengan nama Suku Rejang, Suku Lembak dan Suku
Serawai. Ketiga suku bangsa ini merupakan penduduk asli daerah Bengkulu.

2. Pada Masa Hindu Budha

Catatan tertulis yang menceritakan mengenai keadaan Bengkulu dari abad IV hingga
abad XII tidak banyak. Namun hal tersebut bukan berarti tidak terdapat peristiwa
sejarah yang terjadi di daerah ini. Sekitar abad XII abad XIII di daerah Bengkulu
terdapat kerajaan-kerajaan antara lain:

• Kerajaan Selebar di daerah Pelabuhan Pulau Baai dan Jenggalu.


• Kerajaan Sungai Serut.
• Kerajaan Sungai Lemau di Pondok Kelapa.
• Kerajaan Empat Petulai di daerah Rejang Lebong.
• Kerajaan Indera Pura.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 42
• Kerajaan Sungai Itam di daerah Lebak.
• Kerajaan Gedung Agung dan Manau Riang di Bengkulu Selatan.
Sampai pada akhir abad XV kerajaan-kerajaan di daerah Bengkulu berada di bawah
pengaruh Kerajaan Majapahit yang mengalahkan Sriwijaya pada abad XIII. Dalam
periode ini kerajaan-kerajaan di daerah Bengkulu, khususnya di daerah Rejang Lebong,
dipimpin oleh para biksu (pimpinan agama Budha) yang datang dari kerajaan Sriwijaya.
Pada periode ini di Bengkulu berkembang tulisan asli daerah dengan abjad Ka Ga Nga.
Setelah kekuasaan Kerajaan Majapahit mundur pada pertengahan abad XVI kerajaan-
kerajaan di daerah Bengkulu masuk ke dalam pengaruh Kesultanan Banten.

Pada saat Kerajaan Banten berada di bawah kekuasaan Belanda, maka Belanda ingin
mengadakan peninjauan terhadap perdagangan lada dan hasil bumi lainnya di
Bengkulu. VOC (Veranigde Oost Indische Campagnie) mendarat dan sampai di
Kerajaan Selebar pada tahun 1624, selanjutnya VOC mendirikan pos perdagangan pada
tahun 1633.

Pada awalnya Kerajaan Selebar memiliki hubungan yang baik dengan Kesultanan
Banten (masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa). Semenjak adanya serangan dari
Belanda terhadap Kesultanan Banten maka Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan
Haji yang bekerjasama dengan Belanda. Sejak saat itu perdagangan antara Kesultanan
Banten dan Kerajaan Selebar menjadi tidak baik, hal ini disebabkan karena Belanda
menerapkan sistem perbudakan di Kerajaan Selebar. Sistem perbudakan yang
diterapkan oleh Belanda di Kerajaaan Selebar menyebabkan adanya pemberontakan
dari Kerajaan Selebar dan berusaha mengusir Belanda dari Bengkulu.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 43


C. Soal Evaluasi

1. Jelaskan awal mula Kehidupan Masyarakat Indonesia Pada Masa Praaksara!


2. Berdasarkan perkembangan kehidupan, manusia pra aksara terbagi menjadi tiga
masa,coba kalian sebutkan dan jelaskan!
3. Jelaskan hubungan kehidupan ekonomi,sosial dan budaya!
4. Jelaskan masa Kehidupan parundagian!
5. Sekitar abad XII abad XIII di daerah Bengkulu terdapat kerajaan-kerajaan, coba
sebutkan kerajaan-kerajaan tersebut!

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 44


BAB IV

KEBUDAYAAN

A. Pengertian Kebudayaan

ata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah dari kata

K buddhi yang artinya budi atau akal, maka kebudayaan adalah sebagai hal
hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Dalam bahasa inggris
kebudayaan disebut “culture”, yang berasal dari kata lain yaitu “colere”
yang berarti mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani. Dalam bahasa Indonesia,
kata culture di adopsi menjadi kultur.

Sedangkan pengertian mengenai kebudayaan sendiri yaitu sistem pengetahuan yang


meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
perwujudan kebudayaan adalah benda benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda benda yang bersifat nyata,
misalnya pola pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan
lain lain yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

B. Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli

1. Ki Hajar Dewantara: “Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup


bermasyarakat”
2. Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di Universitas Indonesia:
“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara
belajar”.
3. Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lainlain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 45


4. Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.
5. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
6. R. Linton (The Cultural Background of Personality) Kebudayaan adalah
konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukannya
didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
7. Melville J. Herskovits, Kebudayaan adalah “ Man made part of the environment
“ (bagian dari lingkungan manusia).
8. Dawson (Age of The Gods), Kebudayaan adalah cara hidup bersama (culture is
common way of life).
9. V.H. Deryvendak, Kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia
sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
10. Sultan Takdir Alisyahbana, Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir

11. Dr. Moh. Hatta, Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa

12. Mangunsarkoro, Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa
manusia dalam arti yang seluas-luasnya
13. Drs. Sidi Gazalba, Kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa yang
menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang
membentuk kesatuan sosial dengan suatu ruang dan suatu waktu.
14. Larry A. Samovar & Richard E. Porter, Kebudayaan dapat berarti simpanan
akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki,
agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau
kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu
generasi.
15. Levo – Henriksson, Kebudayaan meliputi semua aspek kehidupan kita setiap
hari, terutama pandangan hidup – apapun bentuknya – baik itu mitos maupun sistem
nilai dalam masyarakat.
16. Rene Char, Kebudayaan adalah warisan kita yang diturunkan tanpa surat wasiat.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 46


17. C. A. Van Peursen, Kebudayaan merupakan gejala manusia dari kegiatan
berfikir (mitos, ideology, dan ilmu), komunikasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu alam
dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.
18. Dr. K. Kupper, Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman
dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu
maupun kelompok.
19. William H. Haviland, Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma
yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh
semua masyarakat.
20. M. Jacobs dan B.J. Stern,Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi
bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya
merupakan warisan social.
21. Francis Merill, Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social Semua
perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu
masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
22. Bounded et.al , Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan
dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya
simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan
keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang
kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi
agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
23. Mitchell (Dictionary of Soriblogy), Kebudayaan adalah sebagian perulangan
keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia
yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
24. Robert H Lowie, Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu
dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic,
kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri
melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal
atau informal.
25. Arkeolog R. Seokmono, Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik
berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 47


26. Malinowski mengatakart bahwa kebudayaan merupakan kesatuan dari dua
aspek fundamental, kesatuan pengorganisasian yaitu tubuh artifak dan sistem adat
istiadat.
27. Clifford geertz, mnegartikan kebudayaan sebagai sebuah sistem berupa
konsepsi-2 yang diwariskan dalam bentuk simbolik sehingga dengan cara ini manusia
mampu berkomunikasi, melestarikan, mengembangkan pengetahuan serta sikapnya
terhadapkehidupan.
28. Ralph L. Beals dan Harry Hoijer menyatakan konsep kebudayaan ialah
mengenal pasti kelakuan yang biasa dipraktikkan, diperolehi melalui pembelajaran
oleh sesuatu kumpulan masyarakat.
29. Lucy Mair menyatakan bahawa kebudayaan ialah milik bersama sesuatu
masyarakat yang mempunyai tradisi yang sama.
30. Djojodigono memberikan defenisi mengenai kebudayaan dengan mengatakan
kebudayaan itu adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa.
31. Ralph Linton ( 1839-1953 ) memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu “
Man’s social heredi “ yang artinya sifat social yang dimiliki oleh manusia secara turun
temurun.
32. J.P.H. Dryvendaf memberikan pendapat mengenai definisi kebudayaan, bahwa
kebudayaan itu adalah kumpulan dari letusan jiwa manusia sebagai yang beraneka
ragam berlaku dalam suatu mansyarakat tertentu.
33. W.H.Kelly memberikan sebuah definisi bahwa kebudayaan itu adalah sebuah
pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
34. Edward said: Kebudayaan adalah satu cara perjuangan melawan pemusnahan
dan pelenyapan. Kebudayaan adalah suatu bentuk ingatan melawan penghapusan.
35. FUAD HASSAN, 1998. Kebudayaan adalah suatu kerangka acuan bagi
perikehidupan suatu masyarakat yang sekaligus untuk mengukuhkan jati diri sebagai
kebersamaan yang berciri khas.
36. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
37. Harjoso, mengemukakan inti kebudayaan adalah 1. Kebudayaan yang terdapat
didalam masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain 2. Kebudayaan itu dapat
diteruskan dan dapat diajarkan 3. Kebudayaan itu terjabarkan dari komponen-
komponen biologis, psikologis, dan sosiologis dari eksistensi/keberadaan manusia. 4.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 48


Kebudayaan itu berstruktur atau mempunyai cara atau aturan tertentu 5. Kebudayaan
terbagi atas berbagi aspek-aspek baik itu social, psikologis 6. Kebudayaan itu bersifat
dinamis atau selalu berubah 7. Nilai-nilai dalam kebudayaan itu bersifat relative atau
antara masyarakat yang satu berbeda dengan denga masyarakat yang lain
38. Roucek & Warren, Kebudayaan itu terwujud bukan hanya seni tetapi juga
terwujud dalam benda-benda yang terdapat disekeliling maupun yang dibuat oleh
manusia, jadi menurut Roucek dan Warren Kebudayaan adalah ”cara hidup yang
dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk
dapat bertahan hidup, meneruskan keturunannya dan mengatur pengalaman
sosialnya”.
39. Sukidin, Basrowi & Agus Wijaka, mendefenisikan kebudayaan sebagai
“keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi
kehidupannya dengan cara belajar.
40. Bekker mengartikan kebudayaan sebegai penciptaan, penerbitan dan
pengolahan nilai- nilai insani/manusiawi, tercakup didalamnya usaha membudayakan
bahan alam mentah serta hasilnya dimana hal ini dapat dilihat dari hasil kerajinan.
41. Haji Agus Salim, kebudayaan adalah merupakan persatuan istilah budi dan daya
menjadi makna sejiwa dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
42. Elwood Menyatakan bahwa kebudayaan itu mencakup benda-benda material
dan spiritual, yang pada kedua-duanya diperoleh dalam interaksi kelompok atau
dipelajari dalam kelompok, kebudayaan mencakup kekuatan untuk menguasai alam
dan dirinya sendiri.
43. Edward Spranger, Kebudayaan sebagai segala bentuk atau ekspresi dari
kehidupan batin masyarakat. Sedangkan peradaban ialah perwujudan kemajuan
teknologi dan pola material kehidupannya.
44. Larson dan Smalley (1972: 39)Kebudayaan sebagai “blue print” yang memandu
perilaku orang dalam suatu komunitas dan diinkubasi dalam kehidupan keluarga. Ini
mengatur perilaku kita dalam kelompok, membuat kita peka terhadap masalah status,
dan membantu kita mengetahui apa tanggung jawab kita adalah untuk grup. budaya
yang berbeda struktur yang mendasari yang membuat bulat bulat masyarakat dan
komunitas persegi persegi.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 49


45. Richard brisling (1990: 11) Kebudayaan sebagai mengacu pada cita-cita
bersama secara luas, nilai, pembentukan dan penggunaan kategori, asumsi tentang
kehidupan,
dan kegiatan goal-directed yang menjadi sadar tidak sadar diterima sebagai “benar”
dan “benar” oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota
masyarakat.

46. Effat al-Syarqawi yang mengartikan kebudayaan sebagai khazanah sejarah


suatu bangsa/masyarakat yang tercermin dalam pengakuan/kesaksiannya dan nilai-
nilainya, yaitu kesaksian dan nilai-nilai yang menggariskan bagi kehidupan suatu
tujuan ideal dan makna rohaniah yang dalam, bebas dari kontradiksi ruang dan waktu
47. Parsudi Suparlan mendefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi
tingkah-lakunya
48. Ensiklopedi Indonesia (1982) Kebudayaan merupakan istilah untuk
menunjukkan segala hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan pengungkapan
bentuk.
49. Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990), Kebudayaan adalah himpunan
keseluruhan dari semua cara manusia berpikir, berperasaan, dan berbuat, serta segala
sesuatu yang dimiliki manusia sebagai anggota masayarakat, yang dapat dipelajari,
dan dialihkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
50. Geza Roheim mengatakan bahwa Kebudayaan itu senantiasa berkaitan dengan
latar belakang masa kanak-kanak seseorang yang terlambat dan berfungsi sebagai
keamanan diri. Mekanisme kebudayaan manusia serupa Jaringan-jaringan yang maha
besar dari percobaan-percobaan yang kurang lebih berhasil untuk melindungi
kemanusiaan dari kehilangan sesuatu.
51. Fizee (1982) memberi batasan pengertian dan cakupan kebudayaan sebagai
berikut: Kebudayaan dapat bererti: (1) Tingkat kecerdasan akal yang setinggi-
tingginya yang dihasilkan dalam suatu tempoh sejarah bangsa di puncak
perkembangannya; (2) Hasil yang dicapai sesuatu bangsa dalam lapangan
kesusastraan, falsafah, ilmu pengetahuan dan kesenian; (3) Dalam pembicaraan
politik, kebudayaan diberi erti sebagai way of life sesuatu bangsa, terutama dalam

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 50


hubungannya dengan adat istiadat, upacara keagamaan, penggunaan bahasa dan
kebiasaan hidup masyarakat.

C. Unsur-Unsur Kebudayaan

Unsur kebudayaan adalah sistem kekerabatan dan organisasi sosial. kehidupan


berbagai kelompok masyarakat diatur oleh adat istiadat di dalam lingkungan. Kesatuan
sosial yang paling dekat adalah keluarga inti dan kerabat dekat yang lainnya.

Unsur kebudayaan universal dipecah dalam unsur yag lebih kecil.


1. Culture Universe
• Kebudayaan semesta yang dijumpai di kelompok manapun di dunia.
2. Culture activities
• Kegiatan kebudayaan setempat
3. Trait Complexes
• Alat-alat yang melengkapi kegiatan kebudayaan setempat
4. Traits
• Unsur pelengkap yang lebih kecil daripada kompleks unsur yang masih
bisa diuraikan satu persatu. Misalnya : kerangka untuk bajak dalam
pertanian,unsure pelengkapnya terdiri dari bajak itu sendiri,orang dan
binatang.
5. Items
• Unsur terkecil yang tidak bisa di uraikan lagi. Misalnya : bajak terdiri
dari penarik,pisau bajak dan kemudi.

Ada beberapa ahli yang menyebutkan adanya unsur-unsur kebudayaan,antara lain :


1. Melville J.Herskovits, Menyebutkan ada empat unsur pokok
kebudayaan,yaitu :
a) Alat-alat teknologi
b) Sistem ekonomi
c) Keluarga
d) Kekuasaan politik

2. Clyde Kluckhohn, Menyebutkan tujuh unsur kebudayaan, yaitu :


Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 51
a) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
b) Mata pencarian hidup dan sistem ekonomi
c) Sistem kemasyarakatan
d) Bahasa
e) Kesenian
f) Sistem pengetahuan
g) Sistem kepercayaan
Unsur-unsur pokok kebudayaan diatas disebut sebagai kebudayaan universal.

3. Ralph Linton , Kegiatan kebudayaan dapat dipilah menjadi unsur


unsur yang lebih kecil lagi.
a) Peralatan dan perlengkapan hidup
b) Sistem mata pencarian : berburu dan
meramu,berternak,bertani,berdagang,dan menangkap ikan.
c) Sistem kemasyarakatan : Sistem kekerabatan,organisasi
sosial,bahasa,kesenian,sistem ilmu pengetahuan,dan sistem kepercayaan
(religi).

4. Koentjaraningrat (7 unsur kebudayaan yang universal),


Koentjaraningrat menyebut
7 unsur pokok yang universal,yakni :
a) Peralatan dan perlengkapan hidup
b) Mata pencarian hidup dan sistem ekonomi
c) Sistem kemasyarakatan
d) Bahasa
e) Kesenian
f) Sistem pengetahuan
g) Religi

D. Wujud Kebudayaan

Apabila kita memperhatikan definisi kebudayaan menurut Koentjoroningrat,


perwujudan budaya adalah :

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 52


1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai,
normanorma, dan peraturan.

Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan,sifatnya abstrak, tidak


dapat diraba atau difoto. Isi atau substansinya yaitu pengetahuan, nilai-nilai, etos,
pandangan hidup,kepercayaan, persepsi dsb. Lokasinya ada didalam alam pikiran
warga masyarakat dimana kebudayaan tersebut hidup: Gagasan bukan berada lepas satu
dari yang lain, melainkan kebudayaan tersebut hidup. Gagasan bukan berada lepas satu
dari yang lain, melainkan selalu berkaitan menjadi system. Ahli antropologi dan
sosiologi menyebut dengan system budaya (Cultural System) dalam bahasa Indonesia
disebut adat, atau adat istiadat.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas seta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.

Wujud kedua dari kebudayaan disebut sebagai system sosial (Social System).
Wujudnya adalah berbagai tindakan berpola dari manusia, yaitu aktivitas manusin yang
saling berhubungan, berinteraksi serta bergaul dengan lainnya dari waktu ke waktu
yang mengikuti pola tertentu yang berdasarkan tata kelakuan atau adat istiadat bersifat
konkret, dapat diobservasi, difoto, dan didokumentasikan.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud ke tiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan


hasil tisik dari aktivitas, perbuatan dan karya sema manusia dalam masyarakat. Sifatnya
paling konkret, karena berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat
ataupun difoto,contoh ; pabrik baja,. menara, kain batik, kancing baju dan lainnya.
Wujud kebudayaam tersebut sejalan dengan wujud budaya menurut Horley yaitu
mentifact, sostofact dan artifact.

J.J. Hoenigman membedakan ada tiga wujud kebudayaan sebagai berikut.

1. Gagasan

Wujud ideal kebudayaan yang berupa kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai,


norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba, dan tidak
dapat disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak di alam pikiran warga masyarakat
tersebut. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 53
maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku- buku hasil
karya para penulis.

Zaman sekarang kebudayaan ideal banyak juga yang tersimpan di dalam arsip, disket,
compact disc, microfilm, pita komputer, dan lain-lain.

2. Aktivitas

Wujud kebudayaan sebagai suatu aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
di masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak,
serta bergaul dengan manusia lainnya.

3. Artefak

Wujud kebudayaan fisik yang paling konkret berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya manusia di masyarakat berupa benda- benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.

E. Kebudayaan Daerah Di Indonesia

1. Upacara Potong Jari

Provinsi papua memiliki budaya yang sangat ekstrim, yaitu upacara potong
jari. Upacara potong jari ini dilakukan ketika terdapat salah satu orang yang mereka
cintai meninggal. Hal ini dilakukan untuk memaknai kesedihan karena ditinggal
oleh orang yang dicintainya. Dalam budaya mereka, tradisi ini merupakan tradisi
yang wajib dilakukan ketika mereka kehilangan salah satu orang yang dicintai atau
salah satu anggota keluarganya. Masyarakat pegunungan tengah di Papua percaya,
bahwa dengan memotong salah satu jari merupakan simbol dari rasa sakit dan
pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya.

2. Pesta Bakar Batu


Selain itu, masyarakat papua juga memiliki tradisi yaitu pesta bakar batu.
Dilakukannya ritual ini merupakan simbol bentuk rasa syukur karena mendapatkan
berkat yang melimpah. Selain untuk simbol mendapatkan berkat melimpah, tradisi
ini juga dilakukan sebagai simbol perdamaian.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 54


3. Tanam Sasi

Tanam sasi merupakan bentuk atau wujud upacara kematian yang dilakukan
oleh Suku Marin yang berasal dari Merauke. Sasi merupakan sejenis kayu yang
ditanam sesaat setelah seseorang meninggal. Kemudian Sasi yang ditanam akan
dicabut kembali setelah mencapai 1000 hari.

4. Yamko Rambe Yamko

Yamko Rambe Yamko merupakan salah satu judul lagu daerah yang berasal
dari Provinsi Papua. Meski irama pada lagu ini seperti menggambarkan kesan yang
menyenangkan, namun sebenarnya syair lagu ini berisi tentang kesedihan akibat
peperangan. Misalnya kesedihan terhadap pertikaian, perlawanan bangsa Indonesia
terhadap penjajahan, dan kesedihan yang diakibatkan Papua ingin memisahkan diri
dari Indonesia.

5. Tari Suanggi

Contoh budaya daerah selanjutnya adalah Tari Suanggi. Tari Suanggi adalah
tarian daerah yang asalnya dari Papua Barat dimana didalamnya mengisahkan
seorang istri yang meninggal akibat korban angi-angi atau jejadian. Seperti halnya
tari daerah lainnya, tari daerah ini juga mengandung gerakan-gerakan yang
mengarah kepada ritual atau upacara keagamaan. Diceritakan, Suanggi merupakan
roh jahat (Kapes) yang belum mendapatkan kenyamanan di alam baka. Roh jahat
ini nantinya akan merasuk pada tubuh wanita.

6. Bau Nyale

Bau Nyale merupakan salah satu upacara atau budaya daerah yang berasal
dari Lombok. Dalam bahasa sasak, “Bau” memiliki arti menangkap, sedangkan
“Nyale” merupakan sebutan untuk cacing laut didaerah Lombok. Pelaksanaan
upacara Bau Nyale ini biasanya diadakan di antara bulan Februari dan bulan Maret.
Masyarakat Lombok akan turun ke pantai saat air laut mengalami pasang-surut,
yaitu pada waktu dini hari untuk bersama-sama menangkap Nyale. Mereka
biasanya akan memakan atau menjual hasil tangkapan Nyale ini. Upacara Bau
Nyale ini berawal dari legenda Putri Mandalika yang diperebutkan oleh para
Pangeran dari berbagai kerajaan untuk dijadikan permaisuri.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 55


Karena sang Putri merasa gusar dan ditakutkan akan terjadi pertempuran
karena memperebutkan dirinya, maka Sang Putri memutuskan untuk mengundang
seluruh pangeran beserta rakyatnya untuk bertemu di Pantai Kuta Lombok pada
tanggal 20 bulan ke 10 dalam perhitungan bulan sasak di waktu sebelum Subuh.
Undangan ini disambut dan disetujui oleh seluruh Pangeran dan rakyat-rakyatnya.
Sehingga tepat di tanggal tersebut, mereka berbondong-bondong menuju lokasi
yang telah ditentukan oleh Sang Putri. Pada waktu yang di tunggu-tunggu, akhirnya
Sang Putri Mandalika muncul dengan dikawal oleh prajurit-prajurit yang
menjaganya. Saat itu, Sang Putri berhenti di sebuah batu besar di pinggir pantai.
Sang Putri kemudian mengatakan untuk menerima pinangan dari seluruh Pangeran.
Setelah Sang Puteri mengatakan hal tersebut, akhirnya Sang Putri meloncat
kedalam laut. Seluruh Pangeran dan rakyatnya kemudian mencarinya namun tidak
menemukannya. Beberapa saat setelah Sang Putri melompat, maka datanglah
sekumpulan cacing dengan beraneka warna yang kemudian masyarakat
mempercayainya sebagai jelmaan dari Putri Mandalika.

7. Merarik

Selain Bau Nyale, contoh budaya daerah yang berasal dari Lombok adalah
Merarik. Merarik merupakan bahasa sasak yang mempunyai arti Menikah.
Masyarakat Lombok memiliki cara unik untuk melangsungkan upacara pernikahan
yaitu dimana sang mempelai pria akan menculik mempelai wanita, kemudian
mempelai wanita akan dibawa kerumah mempelai pria.

Namun hal tersebut sebelumnya sudah melalui izin dan kesepakatan. Sesaat
setelah melakukan penculikan, hari esoknya baru akan dilakukan proses ijab qobul
supaya pernikahan kedua mempelai tersebut sah di mata agama atau negara.

8. Upacara Ngaben

Ngaben merupakan sebuah upacara pembakaran mayat yang dipercayai


serta dilakukan oleh masyarakat yang menganut agama Hindu khususnya
Masyarakat Bali. Masyarakat Hindu Bali mempercayai jika seseorang yang telah
meninggal dunia wajib untuk disucikan menggunakan media api yaitu dengan cara
dibakar hingga mayatnya berubah menjadi abu. Kemudian abu hasil pembakaran
mayat tersebut disebarkan atau di larungkan di sungai atau laut. Hal tersebut
bertujuan untuk penyucian elemen jiwa dan juga raga.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 56
9. Tradisi Penguburan Mayat di Desa Trunyan

Masih berhubungan dengan upacara kematian, masyarakat Bali juga


memiliki tradisi unik lainnya untuk menguburkan orang yang telah meninggal.
Tradisi tersebut dilakukan di desa Trunyan. Jika terdapat waga desa Trunyan yang
meninggal, maka mayatnya hanya akan diletakkan disekitar pohon yang terdapat di
hutan di sekitar desa Trunyan. Pohon yang akan dijadikan untuk meletakkan mayat
bukanlah pohon sembarangan, melainkan pohon taru dan menyan yang dapat
mengeluarkan enzim dan juga bau wangi. Hal ini dimaksudkan supaya bau busuk
dari mayat dapat tersamarkan oleh bau wangi yang dikeluarkan oleh pohon taru dan
menyan.

10. Tradisi Ngurek

Ngurek merupakan sebuah tradisi yang berasal dari Provinsi Bali. Tradisi
ini mirip dengan Debus yang berasal dari Banten. Para pelaku yang terlibat dalam
tradisi upacara ini diharuskan menusuk tubuhnya menggunakan keris. Tujuan dari
tradisi ini adalah untuk meyakinkan manusia akan Tuhan Yang Maha Esa (menurut
kepercayaan mereka). Pada saat seseorang melakukan tradisi ini, mereka yakin serta
meminta perlindungan atau pertolongan kepada Sang Kuasa.

11. Melasti

Berbicara mengenai Provinsi Bali memang tidak ada habisnya, termasuk


tradisi budaya daerah didalamnya. Untuk menyucikan manusia sebelum Hari Raya
Nyepi, masyarakat Bali diharuskan untuk melakukan upacara Melasti. Masyarakat
Hindu Bali akan melakukan sembahyang dan berdoa di tepi pantai. Mereka percaya,
dengan melakukan hal tersebut, maka unsur-unsur jahat dan buruk dalam diri
manusia dapat dibuang dan di larung ke lautan lepas.

12. Mesuryak

Mesuryak merupakan sebuah ritual yang dilakukan secara turun-temurun di


Desa Bongan, Tabanan, Bali. Upacara ini digelar bertepatan pada Hari Raya
Kuningan, yaitu 10 hari setelah Galungan dan dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Tujuan diadakannya upacara Mesuryak yaitu untuk memberikan bekal kepada para
leluhur yang akan kembali ke alam baka (Suarga Loka). Bekal ini dapat berupa uang

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 57


atau beras. Masyarakat bali percaya jika para leluhur mereka akan turun tepat pada
hari raya Galungan dan akan kembali lagi ke Nirwana pada hari raya Kuningan.

Mesuryak berasal dari kata suryak yang memiliki arti bersorak atau
berteriak. Pada umumnya upacara ini dilaksanakan pada pukul 9 pagi sampai 12
siang. Jika telah lewat jam 12 siang, mereka percaya jika para leluhur telah kembali
ke surga. Sebelum dimulainya upacara ini, semua masyarakat atau warga akan
melakukan ritual sembahyang di pura keluarga atau di pura kahyangan tiga yang
terdapat di desa setempat. Para leluhur yang telah dilepas kepergiannya akan
dibekali banten pengadegan (sesaji) yang diletakkan di depan pintu gerbang rumah
(kori). Biasanya sesajian ini terdiri atas beras, pis bolong, telur, dan juga
perlengkapan lainnya untuk disiapkan sebagai bekal leluhur.

Jika semua persiapan telah dilakukan, maka selanjutnya adalah melakukan


upacara Mesuryak. Setiap anggota keluarga akan memberi bekal kepada para
leluhur sesuai dengan kemampuannya. Misalnya saja dapat berupa uang logam atau
uang kertas dalam pecahan Rupiah. Selanjutnya uang akan dilempar untuk
diperebutkan oleh warga. Tradisi upacara Mesuryak yaitu bermakna kemakmuran.
Sedangkan uang yang dilempar untuk leluhur disimbolkan untuk ungkapan rasa
syukur kepada Sang Hyang Widi.

13. Perang Pandan

Mekare-Kare atau istilah lainnya upacara Perang Pandan merupakan sebuah


upacara dimana orang-orang yang terlibat didalamnya akan saling menghantamkan
daun pandan berduri dengan tujuan untuk dipersembahkan kepada Dewa Indra.
Meski mereka saling menghantam satu sama lain, mereka tidak akan merasa
kesakitan meskipun terdapat luka pada kulit. Setelah upacara tersebut, mereka akan
diobati dan juga disucikan oleh para pemangku adat.

14. Reuneuh Mundingeun

Tidak kalah dengan masyarakat Bali, masyarakat Sunda juga memiliki ritual
adat daerah. Ritual ini dilakukan ketika seorang perempuan mengandung lebih dari
9 bulan bahkan sampai usia kandungan mencapai 12 bulan namun belum
melahirkan. Didalam adat ini, perempuan yang hamil disebut dengan reuneuh
mundingeun. Dimana perempuan yang hamil diibaratkan dengan munding atau

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 58


kerbau yang sedang mengandung. Maksud dan tujuan daripada upacara ini adalah
agar perempuan yang hamil tersebut dapat segera melahirkan dengan selamat dan
juga agar dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

15. Tiwah

Contoh budaya daerah yang terakhir adalah berasal dari Suku Dayak yaitu
bernama ritual Tiwah. Ritual Tiwah ini dilakukan untuk upacara kematian. Seperti
halnya upacara adat lainnya, upacara kematian ini juga bersifat sakral. Dimana
tulang-tulang orang yang telah meninggal akan diambil kemudian diantar untuk
diletakkan di Sandung (Rumah kecil yang dibuat khusus hanya untuk mereka yang
telah meninggal dunia). Sebelumnya akan terdapat banyak ritual lain diantaranya
seperti tari-tarian, suara gong, dan juga hiburan.

F. Kebudayaan Daerah Yang Ada Di Provinsi Bengkulu

1. Temat Kajing (Muko-Muko)

Merupakan tradisi Khatam Qur’an Pengantin yang dilakukan pada saat


rangkaian prosesi adat pernikahan pada suku Muko-muko di Kabupaten Muko-
muko Provinsi Bengkulu. Tradisi ini memang sudah lama dilakukan sejak suku
Muko-muko mendiami wilayah Kabupaten Muko-muko sekitar abad ke 16 yang
banyak mendapat pengaruh budaya Minangkabau, budaya Kerinci dan budaya
Rejang. Temat Kajing merupakan kesenian yang terbentuk dari pengaruh budaya
Minangkabau dan agama Islam yang dapat dilihat dari sejumlah prosesi adat. Juga
mengacu pada semboyan adat Basandi Syarak, Syarak Basansi Kitabullah.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 59


Prinsip ABS SBK ini merupakan syarat dalam melangsungkan pernikahan
melalui tradisi Khatam Quran (Temat Kajing dalam Bahasa Muko-muko), tradisi
ini dilaksanakan saat pengantin akan melangsungkan akad nikah. Pada pagi hari
sekitar pukul 09.00 wib sebelum prosesi akad nikah yakni pada pukul 13.00 wib,
dengan diawali dari rumah induk balo (saudara perempuan ayah sipengantin),
pengantin perempuan (anak daro).

Induk bako akan membawa anak pisangnya (sipengantin perempuam) dari


rumahnya lengkap dengan rombongan, dengan diiringi music qasidah dan
membawa batang uang (mago), membawa satu buah talam (berisi sirih, tembakau
dan gula aren) serta tiga talam lain yang berisi beras dan kelapa. Penganti
perempuan akan berjalan bersama rombongan menuju rumah orang tuanya yang
menjadi tempat acara Temat Kajing dilaksanakan, dengan didampingi oleh inang
dan dipimpin oleh kepala kaum induk bako-nya.Sesampainya pada tujuan
pengantin akan disambut oleh kepala kaum orang tua sipengantin perempuan atau
diistilahkan Sipangkalan (tuan rumah), sedangkan untuk pengantin laki-laki dan
keluarganya tidak terlibat diacara tersebut.

Tradisi ini unik dikarenakan tidak semua daerah melaksanakannya, namun


bagi masyarakat Muko-muko wajib melakukan tradisi ini jika anak perempuannya
menikah. idak hanya itu anak perempuan yang ingin menikah harus mahir membaca
ayat suci Al-Quran sebelum melaksanakan Akad nikah, setiap bawaan dari keluarga
menandakan kebersamaan dan gotong royong. Serta bentuk kearifan local agar si
pengantin menjadi keluarga yang Bahagia. Dengan demikian pelestarian nilai
budaya dan sekaligus penanaman nilai-nilai agama tetap terus berlangsung.

2. Kain Besurek

Kain besurek bermotif


bahasa arab, budaya, dan
alam menandakan
Akulturasi budaya lokal dan
arab. Mulai dikenal sejak
tahun 2015. Besurek berasal
dari melayu dialek artinya
bersurat atau bertulisan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 60
dengan maksud tulisan berciri kaligrafi arab gundul. Sebagai bentuk keagungan
kepada tuhan, media dakwah islam, serta kecintaan terhadap budaya dan alam.

Motifnya ada 7 macam: kaligrafi arab, rembulan, kembang melati, burung


kuau, pohon hayat kombinasi kembang cengkih dan kembang cempaka serta
perpaduan relung paku dan burung punai. Kain yang digunakan berbahan dasar
katun dan sutra, serta cenderung berwarna merah kecoklatan dan merah manggis.
Biasanya digunakan untuk untuk penutup kepala bagi raja penghulu, buayan dalam
upacara cukur bayi, penutup jenazah, dan untuk upacara adat pengantin.

Penggunaanya hingga kini tidak hanya pada ritual adat melainkan bisa
fashion sehari-hari, apalagi pemerintah daerah sekarang sudah menerapkan batik
besurek sebagai baju kedinasan. Sehingga penggunaanya bisa dijangkau oleh semua
orang namun nilai jualnya masih cukup tinggi. Dikarenakan masih menggunakan
alat tradisonal dan itulah yang membedakan dengan kain sablon lainnya.

3. Tabot

Merupakan Tradisi Bengkulu


dirayakan setiap tahunnya dari
tanggal 1 hingga 10 muharam. Untuk
memperingati hari kebangkitan islam
dan mengenang imam Husein ali bin
abu thalib cucu nabi Muhammad
SAW. Yang dulunya perna menjadi
tawanan oleh tentara Yazid Bin
Muawiyah di Padang Karbala, Irak untuk membela islam serta meyampaikan nahi
mungkar. Menyampaikan kebenaran bukan hal mudah, Melainkan harus disuarakan
jika kebenaran tidak ditegakan maka kebatilan akan berkuasa.

Awalnya tabot dibawa oleh para pekerja islamiyah syiah Madras dan Bengali,
India bagian selatan. Untuk membuat benteng malborough , dibawah naungan
Tentara inggris. Secara harfiah tabot berasal dari bahasa arab yg artinya tabut. Ritual
tabot menjadiakan acuan masyarakat untuk tetap semangat karena setiap perbuatan
memberikan kebaikan.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 61
Pelaksanaannya dengan serangkaian upacara adat dan diakhiri dengan
arakarakan bangunan berhias (tabot) yang diiringi musik dol ( alat musik Bengkulu).
Menariknya setiap tradisi tabot pemerintah menyelenggarakan festival, tentu
menarik wisata untuk berkunjung serta mendekatkan yang jauh atau sebagai ajang
silahturami keluarga.

4. Dol

Merupakan instrument pengiring musik yang digunakan untuk perayaan


tabot dan hari besar lainnya. Dol sejenis beduk namun ukurannya lebih kecil,
terbuat dari bonggol pohon kelapa yang dilubangi serta dilapisi kulit kerbau atau
lembu. Alat pemukulnya dari kayu yang dilapisi kain.

Dol diwarnai dengan corak menarik, ukuran yang cukup besar dan ringan.
Tidak menutup kemungkinan anak kecil untuk memainkanya. Dari muda hingga
tua sangat mahir. maka dari itu, pelastariannya lebih ditingkatkan supaya dol akan
selalu eksis. Dengan suara gemuruh yang kencang membuat orang disekitar
bersemangat. sensasi ini yang membedakan dengan alat musik lainnya. Dulu dol
hanya dimainkan oleh garis keturunannya.

5. Kesenian sarafanl anam

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 62


Kesenian ini
digunakan untuk adat acara
perkawinan dan aqiqah. oleh
suku lembak termasuk
daerah lebong, Bengkulu
tengah dan kota Bengkulu.
Awalnya sarafal anam
diperkenalkan oleh Syech
Serunting ulama banten
sebagai media untuk
menyebarkan agama islam. Sejak saat itu H. Wajid Bin Raud yang merupakan
masyarakat asli suku Lembak sebagai tokoh yang dipercaya dan dihormati
menerima serta mengembagkan sarafal anam secara turun temurun.

Seni vokal Dengan lantunan ayat suci al-qur’an serta syairnya, serasa
membuat hati tenang dan damai. Dengan tujuan sebagai bentuk pujian terhadap
segala keberkahan oleh allah swt, doa dan wujud syukur hamba kepada tuhannya.
Nilainya sebagai panutan masyarakat berupa kehidupan sosial : kebersamaan dan
gotong royong terhadap sesama yang melibatkan beberapa laki-laki yang berzikir.

Syair melayu yang disenandungkan dengan melantunkan syair Bisyarih dan


tanakal (syair arab) diiringi oleh rebana. yang memainkannya harus mengikuti
ajaran islam dengan memakai kopiah, baju muslim serta kain sarung. Pemerannya
diperuntukan laki-laki sebab laki-laki sebagai pemipin selayak yang memimpin doa
untuk kaumnya.

6. Kerajinan kulit lantung

Daya tarik dengan khas tiada tanding menjadikan provinsi Bengkulu kreatif
dengan segala kekayaan yang dipunya. Kulit lantung diambil dari pohonnya lalu
ditipiskan dengan cara dipukul-pukul, inilah asal mula kulit lantung. Dengan
memanfaatkan pohon karet, dan pohon ibuh untuk menciptakan berbagai kerajinan
tangan unik dan nilai jual. Seperti: tas,dompet gantungan,celengan, bingkai foto dan

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 63


perabotan rumah lainnya. Bukan hanya
sekedar nilai guna melainkan ada sejarah
didalamnya.

Awalnya pada tahun 1943 masa


pendudukan Jepang. kulit lantung dibuat
menjadi pakaian sehari-hari. Kain yang
disebut sebagai kain Terjajah ini
merupakan lambang perjuangan rakyat
terhadap penjajah. Orang terdahulu
memutar otak untuk tetap survive. Meski
tekanan, keadaan memburuk, kelaparan serta penindasan lainnya Tak menyurut
semangat. Jika diam dan hanya berpasrah diri hingga waktu berlalu tidak akan perna
ada kreatif sedemikian rupa ini. Maka tetaplah konsisten serta usaha semaksimal
untuk membangkitkan potensi yang ada dalam diri.

Menjadikan nilai plus dari kerajinan kulit lantung dari getahnya, karena
menurut penilaian masyarakat bengkulu getah membuat barang tidak mudah rusak.
Sehingga bisa digunakan dengan jangka waktu yang lama dan juga harganya
ekonomis. Tentu menjadi pilihan bagi para ibu rumah tangga untuk bisa bergaya,
tidak perlu mengerluarkan biaya mahal bahkan bisa terlihat indah dan berkualitas.

7. Opai malem likua

Tradisi serawai dan rejang yang masih dipakai sampai kini. pada malam 27
ramadhan diadakannya kegiatan membakar batok kelapa setinggi 1,5 meter.
pembakaran dilakukan dihalaman depan rumah setelah magrib. Uniknya satu rumah

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 64


hanya boleh membakar 1 lunjuk batok kelapa sebagai lambang kesaan Allah SWT.
itu menandakan bahwa budaya tidak lepas dari agama. Agama selalu mengambil
perannya untuk budaya.

Konon katanya sebagai bentuk rasa syukur kepada allah SWT serta menjadi
ucapan doa kepada terdahulu atau meninggal dunia agar arwahnya tentram. Dengan
berkeyakinan itu suku serawai dan rejang mempercayai bahwasanya batok kelapa
yang dibakar sebagai penyambutan kedatangan roh dan penerang jalan para roh.
Dengan aroma yang khas kelapa membuat orang tetap berada didekatnya. Nyaman
dengan kenikmatan malam bersama orang-orang tercinta sehingga opai melem
likua menjadi pilihan berkumpul bersama keluarga.

8. Marhaban Buai Bayi

Merupakan tradisi adat provinsi bengkulu untuk bayi sedang aqiqah dengan
maksud memberikan pujian serta doa agar kedepannya selalu terjaga dalam
kebaikan. Bayi diletakan dibuaian kain bermotif besurek digendong bujang ( laki-
laki belum menikah). Pelaksanaanya dengan melantukan shalawat diringi rebana
serta dengan ramuan yang sudah dibacakan doa seperti air kelapa diberikan dikepala
bayi dengan maksud shalwat yang dibacakan menjadi rahmat untuk bayi. Setelah
itu bayi dikelilingi untuk dicukur rambutnya. Menarik dalam tradisi ini ada banjar
uang atau bendera yang ditempelkan uang menjadi moment untuk anak-anak kecil
mengambilnya jadi setiap diadakan aqiqah anak kecil sangat tertarik untuk ikut.

9. Berejung

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 65


Merupakan tradisi yang
tidak terlepas dari tarian adat
suku serawai. dengan memulai
tarian adat, lalu dipertengahan
dengan berejung, setelah itu
ditutup tarian adat. Biasanya
berejung untuk acara
pernikahan dan peresmian.
Sebagai pertunjukan nyanyian dengan logat serawai dengan mengungkapkan isi
hati sesuai pengalaman yang terjadi. Namun tidak terlepas disitu berejung juga
dapat memberikan nasihat dan nilai dengan penyampaian yang unik sehingga orang
yang datang merasa terhibur dan tidak merasa digurui.

G. Hubungan Antara Kebudayaan Dan Tradisi

Tradisi dipahami sebagai segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.
Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan yang
bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilainilai
budaya, normanorma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian
menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi
sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia
dalam kehidupan sosial. Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai
kepercayaan dengan cara turun menurun yang dapat dipelihara.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa ‘‘Sansekerta’’ yaitu budaya dari kata
Buddhi yang artinya budi atau akal Maka kebudayaan adalah sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan budi atau akal. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut kultur
yang berasal dari kata lain yaitu klor yang berarti mengolah atau mengerjakan tanah
atau petani. Sedangkan pengertian mengenai kebudayaan sendiri yaitu sistem
pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia sedangkan dalam kehidupan seharihari,, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah bendabenda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup organisasi sosial, religi seni dan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 66
lain-lain yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat

Sedangkan secara umum, budaya atau kebudayaan merupakan cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh bersama serta diwariskan dari generasi ke generasi
berikutnya. Contohnya seperti adat ‘ngunduh mantu’ yang ada di Jawa yang akan
dilaksanakan ketika seseorang menikah. tradisi dan kebudayaan saling berkaitan satu
dengan yang lain, karena tradisi adalah bagian dari kebudayaan yang ada dalam
kehidupan masyarakat yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan dan warisan nenek
moyang

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 67


H. Soal Evaluasi
1. Menurut M. Jacobs dan B.J. Stern, Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi
bentuk?
2. Sebutkan unsur kebudayaan universal yang dipecah dalam unsur yag lebih kecil?
3. Sebutkan wujud kebudayaan menurut Hoenigman?
4. Provinsi papua memiliki budaya yang sangat ekstrim, yaitu upacara potong jari.
Upacara potong jari dilakukan pada saat?
5. Sebutkan 7 motif yang ada pada kain besurek?

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 68


BAB V
MULTIKULTURALISME

A. Pengertian Multikulturalisme

ultikulturalisme adalah buah ideologi mengakui dan mengagungkan

M perbedaan (Bennett 1995, Fay 1996, Jary Jary 1991, Nieto dan Reed, ed,
1997). Perbedaan maksudnya adalah perbedaan-perbedaan individual atau
orang perorang perbedaan daya. Perbedaan budaya mendorong terwujudnya
anekaragaman atau pluralilsme budaya sebuah corak kehidupan masyarakat yang
mempunyai keanekaragaman kebudayaan, yaitu yang kebudayaan-kebudayaan mereka
yang berbeda satu dengan lainnya, termasuk kebudayaan dari mereka yang tergoyang
sebagai kelompok minoritas.

Dalam pengertian multikulturalisme, sebuah masyarakat bangsa dilihat sebagai


memiliki sebuah kebudayaan yang utama dan berlaku umum (mainstream) di dalam
kehidupan masyarakat bangsa tersebut. Kebudayaan bangsa ini merupakan sebuah mozaik,
dan yang di dalam mozaik tersebut terdapat beranekaragam corak budaya yang merupakan
ekspresi dari berbagai kebudayaan yang ada dalam masyarakat-bangsa tersebut. Model
multikulturalisme ini bertentangan dengan model monoklturalisme yang menekankan
keseragaman atau kesatuan kebudayaan dengan melalui proses penyatuan kebudayaan-
kebudayaan yang berbeda-beda ke dalam sebuah kebudayaan yang , dominan dan
mayoritas. Di samping itu juga melalui proses asimilasi atau pembauran dimana jatidiri dari
kelompok-kelompok atau sukubangsa-sukubangsa minoritas harus mengganti jatidiri dari
kelompok atau sukubangsa yang dominan, dan mengadopsi cara-cara hidup atau
kebudayaan dominan tersebut menjadi cara-cara hidup dan kebudayaan yang baru. Dan bila
mereka yang tergolong sebagai minoritas tidak melakukannya akan diasingkan dari
masyarakat luas, bahkan kalau perlu dimusnahkan (Suparlan, 1999)

Dalam model multikulturalis- me penekanannya adalah pada kesederajatan


ungkapanungkapan budaya yang berbeda-beda, pada pengkayaan budaya melalui
pengadopsian unsurunsur budaya yang dianggap paling cocok dan berguna bagi pelaku
dalam kehidupannya tanpa ada hambatan berkenaan dengan asal kebudayaan yang diadopsi

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 69


tersebut, karena adanya batas-batas sukubangsa yang primordial. Dalam masyarakat
multibudaya atau multikultural, setiap orang adalah multikuluralis, kata Nathan Glazer
(1997), karena setiap orang mempunyai kebudayaan yang bukan hanya berasal dari
kebudayaan asal atau sukubangsa tetapi juga mempunyai kebudayaan yang berisikan
kebudayaan-kebudayaan dari sukubangsa atau bangsa lain.

Setiap orang telah menjadi mul- tikulturalis? Sukubangsa sebagai golongan sosial yang
askriptif dan sebagai masyarakat pemilik kebudayaan sukubangsa tetap ada dalam
masyarakat multikultural, tetapi sukubangsa sebagai sebuah ideologi dan sebuah satuan
politik diredupkan peranannya. Peranan sukubangsa tidak lagi harus ada dalam kehidupan
publik atau masyarakat luas, tetapi berada dalam suasana-suasana sukubangsa yang
merupakan ungkapan-ungkapan budaya sukubangsa dalam kehidupan masyarakat
sukubangsa yang bersangkutan. Model berpikir ini mungkin sejalan dengan model
kebijakan politik di zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang melarang didirikannya
partai politik sukubangsa tetapi mengagungkan kehidupan budaya sukubangsa di dalam
lingkungannya sendiri, dan menampilkan ungkapan-ungkapan budaya tersebut secara
nasional di bawah lambang bhinneka tunggal ika dengan penekanannya pada
keanekaragaman kebudayaan.

B. Multikulturalisme dan Persebarannya

Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendiri bangsa ini untuk
mendesain kebudayaan Indonesia, bagi pada umumnya orang Indonesia masa kini
multikulturalisme adalah sebuah konsep yang masih asing.

Konsep multikulturalisme di sini tidaklah dapat disamakan dengan konsep


keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi cirri masyarakat majemuk
(plural society). Karena, multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan
dalam kesederajatan. Mengkaji multikulturalisme tidak bisa dilepaskan dari
permasalahannya yang mendukung ideology ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan
penegakan hokum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan
golongan minoritas, prinsipprinsip etika dan moral, juga tingkat dan mutu produktivitas.
Konsep Multikulturalisme sebenarnya telah dituangkan oleh para pendiri bangsa Indonesia
untuk menggambarkan kebudayaan bangsa Indonesia kedalam sebuah konsep ideologi
bangsa (Pancasila). namun tidaklah dapat disamakan konsep Multikulturalisme dengan
konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 70
ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman
kebudayaan dalam kesederajatan (Bhineka Tunggal Ika).

Permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan
dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan
golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral dan tingkat serta mutu produktivitas.
Dalam upaya membangun masa depan bangsa, paham multikulturalisme sebagai sebuah
ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya
demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan
sebuah ideologi yang berdiri sendiri yang terpisah dari ideologi-ideologi lainnya.
Multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan
konsep-konsep untuk dijadikan acuan untuk memahaminya dan mengembangkannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep- konsep yang relevan dan mendukung
keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Sebagai
sebuah ideologi, multikulturalisme terdapat dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi
dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yaitu
hubungan antar manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya
yang ada merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan
memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi Indonesia. Multikulturalisme dibutuhkan di Indonesia untuk meningkatkan
masyarakat majemuk yang akan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural.
Masyarakat multikultural merupakan sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi
multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak
struktur masyarakat Indonesia pada tingkat lokal dan nasional.

Permasalahan multikulturalisme masih mengancam negeri ini. Terbukti, sepuluh


tahun terakhir ini masih ada saja peristiwa- peristiwa yang berakhir tragis, melanda
sejumlah daerah di Indonesia terkait dengan perbedaan agama, suku atau etnis. Adanya
keberagaman di negeri ini berpotensi sebagai pemicu konflik yang mengarah pada
kekerasan, penyerangan, perusakan, pembakaran, penganiayaan, penangkapan dan
intimidasi. Akibat keanekaragaman kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
multikultural Indonesia sering dijumpai berbagai masalah, seperti kesenjangan dalam aspek
kemasyarakatan, kesenjangan dalam sosiogeografis, kesenjangan perekonomian,

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 71


kesenjangan antara mayoritas, minoritas, pribumi, dan non pribumi serta berbagai konflik
sosial yang berbau Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA). Beberapa contoh yang
masih terekam seperti: tragedi Poso, Sampit, Mei 1998; penutupan dan pembakaran rumah-
rumah ibadah; Tragedi Monas; dan sejumlah perselisihan lain yang mengatasnamakan
keberagaman. Permasalahan multikulturalisme yang tercermin dalam berbagai peristiwa
seperti disebut di atas, terlihat sebagai produk sosial (kolektivitas) yang oleh pemikir
Prancis Pierre Bourdieu disebut sebagai habitus di dalam bukunya The Logic of Practice.
Habitus merupakan sebuah tindakan pengkondisian yang dikaitkan dengan keberadaan
suatu kelas (Bourdieu, 1990). Dalam hal ini, kelas dominanlah yang amat menentukan
jalannya struktur pengkondisian. Kelas dominan ini tentunya adalah mereka yang
memegang kekuasaan penuh, baik secara simbolik, sosial, atau budaya. Hal ini dilakukan
untuk bisa mengontrol segalanya, sehingga pengkondisian terlihat sebagai sebuah gejala
alamiah dan berkembang di lingkungan sosial tertentu.

C. Akar Sejarah Multikulturalisme

Secara historis, sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian
diikuti dengan masa yang disebut sebagai „era reformasi‟, kebudayaan Indonesia
cenderung mengalami disintegrasi.Indonesia cenderung mengalami disintegrasi. Dalam
pandangan Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak
akhir 1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural dalam
kehidupan bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of society) tercabik-cabik
akibat berbagai krisis yang melanda masyarakat.

Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuk
disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita, misalnya: disintegrasi sosial-
politik yang bersumber dari euphoria kebebasan yang nyaris kebablasan; lenyapnya
kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit
sehingga mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki;
merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral dan kesantunan
sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya;
berlanjutnya konflik dan kekerasan yang besumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis
dan agama seperti terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku, Ambon, Poso
dan lain-lain.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 72


Disorientasi, dislokasi atau krisis sosial-budaya dikalangan masyarakat kita semakin
merebak seiring dengan kian meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya Barat,
khususnya Amerika sebagai akibat proses globalisasi yang terus tidak terbendung. Berbagai
ekspresi sosial- budaya yang sebenarnya ‘alien’ (asing), yang tidak memiliki basis dan
preseden kulturalnya dalam masyarakat kita sehingga memunculkan kecenderugan-
kecenderungan „gaya hidup‟ baru yang tidak selalu sesuai dengan dan kondusif bagi
kehidupan sosial budaya masyarakat dan bangsa. Hal ini bisa dilihat misalnya dari semakin
merebaknya budaya McDonald, juga makanan instan lainnya dan dengan demikian budaya
serba instant; meluasnya budaya telenovela, yang menyebarkan permisivisme, kekerasan
dan hedonisme; mewabahnya MTVisasi, Valentine’ day dan kini juga pub night dikalangan
remaja bahkan orang tua. Gejala ini tidak lain dari pada „cultural imperialisme‟ baru yang
menggantikan imperliasme klasik yang terkandung dalam „orientalisme‟.

Dari berbagai kecenderungan ini, orang bisa menyaksikan kemunculan kultur hybrid,
budaya gado-gado tanpa identitas di Indonesia dewasa ini. Pada satu segi, kemunculan
budaya hybrid tampaknya tidak terelakkan, khususnya karena proses globalissi yang
semakin sulit dihindari. Tetapi pada segi yang lain, budaya hybrid apalagi yang bersumber
dari dan didominasi oleh budaya luar, karena dominasi dan hegemoni politik, ekonomi dan
informasi mereka dapat mengakibatkan krisis budaya nasional dan lokal lebih lanjut. Tidak
hanya itu, budaya hybrid dapat mengakibatkan lenyapnya identitas kultural nasional dan
lokal; padahal identitas nasional dan lokal tersebut mutlak diperlukan bagi terwujudnya
integrasi sosial, kulutral dan politik masyarakat dan negara-bangsa Indonesia.

Menurut Furnivall, masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih unsur-unsur atau tatanan-tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak
bercampur dan menyatu dalam satu unit politik tunggal. Teori Furnivall ini banyak
berkaitan dengan realitas sosial politik Eropa yang relatif „homogen‟, tetapi sangat
diwarnai chauvinisme etnis, rasial, agama dan gender. Berdasarkan kerangka sosial-
kultural, politik dan pengalaman Eropa, Furnivall memandang masyarakat-masyarakat
plural Asia Tenggara khususnya Indonesia, akan terjerumus ke dalam anarki jika gagal
menemukan formula federasi pluralis yang memadai.

Akar sejarah multikulturalisme bisa dilacak secara historis, bahwa sedikitnya selama
tiga dasawarsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu
perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 73
dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan secara terbuka, rasional
dan damai. Dalam konteks global, setelah tragedi 11 September 2001 dan invasi Amerika
Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas dalam era reformasi menambah
kompleksnya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia. Sejarah
menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman (pluralitas) telah melahirkan
penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi berbagai macam
pertikaian dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah
mengalir dari Yugoslavia, Cekoslovakia, Zaire hinga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai
Sudan, dari Srilangkan, India hingga Indonesia. Bahkan yang sekarang sedang terjadi di
Palestina, dimana ribuan rakyat tak berdosa harus dibantai demi mempertahankan
identitasnya sebagai orang yang merdeka. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen
etnis, ras, golongan dan juga agama.

Paling tidak ada tiga kelompok sudut pandang yang biasa berkembang dalam
menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan konflik yang sering muncul. Pertama,
pandangan kaum primordialis. Kelompok ini menganggap bahwa perbedaan genetika,
seperti suku, ras (juga agama), merupakan sumber utama lahirnya benturan kepentingan
etnis dan agama. Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Menurut mereka, suku, agama
dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk
mengejar tujuan yang lebih besar, baik dalam bentuk materiil maupun non-materiil.
Konsepsi ini lebih banyak digunakan oleh politisi dan para elit untuk mendapatkan
dukungan dari kelompok identitas. Ketiga, pandangan kaum konstruktivis, beranggapan
bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum
primordialis. Etnisitas, bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi
pergaulan sosial. Karenanya, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki
manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya.

Bagi mereka, persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah. Dalam
pandangan yang ketiga, terdapat ruang wacana tentang multikulturalisme dan pendidikan
multikultural sebagai sarana membangun toleransi atas keragaman. Wacana ini mulai ramai
dibicarakan dikalangan akademisi, praktisi budaya dan aktifis di awal tahun 2000-an di
Indonesia.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 74


D. Masyarakat Indonesia yang Multikultural

Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya masyarakat


multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut. Keragaman ras, etnis, suku
ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri, sebagaimana bangsa Indonesia. yang unik
dan rumit karena kemajemukan suku bangsa, agama, bangsa maupun ras. Masyarakat
multikultural Indonesia adalahsebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi
multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak
struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. Faktor-faktor penyebab
timbulnya masyarakat yang multikultural adalah keadaan geografis, pengaruh kebudayaan
asing, perkawinan campur dan juga iklim yang berbeda. Indonesia, sebagai sebuah negara
yang kaya akan khazanah budaya. Dilihat dari keadaan geografis Indonesia, terdapat
beribu-ribu pulauberjajar dari ujung Barat sampai ujung Timur, mulai dari Sumatra hingga
Papua. Setiap pulau memiliki suku bangsa, etnis, agama dan ras masing-masing. Dilihat
dari pengaruh kebudayaan asing, seperti masuknya etnis Cina, Arab dan maupun India dan
turunmenurun membuat masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaanyang berbeda dan
juga cara pandang hidup pula. Selain itu, pengaruh kebebasan barat seperti kesetaraan
gender, juga eksistensi lesbian dan gay yang menampakkan keberadaannya di umum,
membentuk beberapa kelompok yang merasa memiliki identitas dan keadaan yang sama
membuat kelompok di Indonesia juga mulai bermunculan meskipun terbatas dan diketahui
olehkalangan-kalangan tertentu. Sementara itu, iklim atau cuaca yang berbeda di Indonesia
membuat kebiasaan masyarakat untuk bercocok tanam berbeda-beda. Keadaan inilah yang
menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural.

Konsep Multikulturalisme di Indonesia sebenarnya telah dituangkan oleh para pendiri


bangsa Indonesia untuk menggambarkan kebudayaan bangsa Indonesia kedalam sebuah
konsep ideologi bangsa (Pancasila). namun tidaklah dapat disamakan konsep
Multikulturalisme dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan
suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan (Bhineka Tunggal Ika). Permasalahan
yang mendukung ideologi ini, yaitupolitik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum,
kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dangolongan minoritas,
prinsip-prinsip etika dan moral dan tingkat serta mutu produktivitas.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 75


Kemajemukan kebudayaan, negara-bangsa, dan nasionalisme. Negara-bangsa seperti
Indonesia dapat dikatakan lahir dan berkembang bersamaan dengan menguatnya semangat
nasionalisme di dunia yakni pada separuh pertama abad keduapuluh. Konsep nasionalisme
sendiri bersendikan tiga unsur, yaitu kesadaran identitas bersama, suatu ideologi mengenai
kesejarahan bersama dan rasa senasib sepenanggungan, dan adanya suatu gerakan sosial
bersama demi mencapai satu tujuan bersama. Nasionalisme akan menguat apabila setiap
unsur di atas mengalami peningkatan akibat adanya kekuatan dari luar yang dianggap
mengancam. Hadirnya musuh dari luar, misalnya, akan dapat memperkuat nasionalisme itu.
Menurut Asmuri (2017) dalam Agustianty kemajemukan budaya di Indonesia karena
Indonesia memiliki sekitar 300 suku, 200 bahasa daerah dan ribuan aspirasi kultural, maka
dalam interaksi social dituntut untuk bersikap toleran. Sejalan dengan pendapat
tersebut,(Slamet,dkk.2017) menyatakan bahwa nilai-nilai pendidikan multicultural berasl
dari keanekaragama budaya, bahasa, suku, agama. Multikulturalisme sebagai Pendekatan
dan sebagai Kebijakan Nasional Sebagaimana dikemukakan di atas multikulturalisme
adalah suatu ideologi jalan keluar dari persoa lan mundurnya kekuatan integrasi dan
kesadaran nasionalisme suatu bangsa sebagai akibat dari perubahan-perubahan di tingkat
global

Dalam menghadapi konsekuensi sosial yang ditimbulkan oleh adanya masyarakat


multikultural, kita sebagai warga Negara yang baik harus mengembangkan sikap kritis yang
bersifat membangun (konstruktif) demi tercapainya apa yang disebut dengan integrasi
sosial. Dengan tercapainya integrasi, maka stabilitas dan harmonisasi dalam kehidupan
masyarakat akan terwujud dengan sendirinya. Sikap kritis yang dimaksudkan adalah bentuk
sikap kita yang berupaya untuk merespon segala bentuk perbedaan dan keragaman dalam
budaya, suku bangsa, kepribadian, ras, dan yang lainnya sebagai bentuk penghormatan kita
atas segala perbedaan tersebut. Beberapa sikap kritis yang harus kita kembangkan dalam
menghadapi bentuk-bentuk konsekuensi sosial dari masyarakat multikultural di antaranya
adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan Sikap Toleran

2. Meninggalkan Sikap Primordialisme

3. Mengembangkan Sikap Nasionalisme

4. Menyelesaikan Konflik secara Akomodatif

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 76


5. Menegakkan Fungsi Hukum

6. Mengembangkan Kesadaran Peranan

Dalam masyarakat multikultural harus dikembangkan sikap toleransi atau sikap saling
pengertian dalam menghadapi segala perbedaan dalam nilai dan norma, agama,
kebudayaan, ras, suku bangsa, serta adat istiadat agar tercipta integrasi dalam masyarakat

E. Multikulturalisme dan Kearifan Universal

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,


multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme
(aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia
yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan
demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup
bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui
(politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang
kehidupan.

Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai


realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika
seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural
sebagai kemestian hidup yang kodrati, baik dalam kehidupan dirinya sendiri yang
multidimensional maupun dalam kehidupan masyarakat yang lebih kompleks, dan
karenanya muncul kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas dinamik kehidupan
adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa ditolak, diingkari, apalagi dimusnahkan (Musa
Asy‟arie, 2004).

Persoalan muncul manakala dinamika perubahan dalam kehidupan masyarakat yang


kompleks memunculkan konflik, yang dengan sendirinya akan mengguncang tatanan
multikulturalisme. Apalagi jika konflik itu melebar menjadi perebutan hegemoni kekuasaan
politik, ekonomi, wilayah dan harga diri yang berbasis pada suku, ras, agama, dan ideologi
politik, maka multikulturalisme akan dipandang sebagai kearifan yang sia-sia, yang tidak
bertanggung jawab dan tidak mencerminkan keberpihakan, sikap yang tidak realistik dan
cermin dari lemahnya solidaritas.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 77


Multikulturalisme sesungguhnya tidaklah datang tiba-tiba. Sebagai suatu kearifan,
multikultularisme sesungguhnya merupakan buah dari perjalanan intelektual yang panjang,
setelah sekian lama bergulat dan terlibat dalam berbagai gejolak dan konflik. Karena itu,
multikulturalisme bukan barang dagangan untuk diperjualbelikan kepada funding seperti
yang dituduhkan oleh sejumlah kalangan yang mencurigainya. Multikulturalisme adalah
posisi intelektual yang menyatakan keberpihakannya pada pemaknaan terhadap persamaan,
keadilan, dan kebersamaan, untuk memperkecil ruang konflik yang destruktif.

Kecurigaan terhadap multikulturalisme di tengah maraknya konflik, ketidakadilan


dan tajamnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, sosial,
ekonomi, politik, budaya, hukum dan keagamaan seperti sekarang ini memang bisa
dimengerti. Dalam setiap konflik sosial, apalagi yang berkembang menjadi kekerasan
terbuka, akan muncul sikap-sikap yang hitam-putih, kita dan mereka, atau minna wa
minhum. Pada tahap ini, multikulturalisme akan dipandang oleh mereka yang terlibat dalam
konflik sebagai sikap oportunistik, egoistik, tidak ada kepedulian, dan pertanda dari
lemahnya kepercayaan pada Tuhan (iman).

Karena itu, multikulturalisme memerlukan ruang dinamis untuk menguji kesahihan


pemikirannya sendiri dengan mengajak dan membuka dialog dengan berbagai kalangan
lintas agama, sosial, ekonomi, politik, budaya, sebagai manifestasi dari filosofi
multikulturalisme itu sendiri yang selalu berusaha menjauh dari jebakan penyempitan
wawasan paradigmatiknya. Melalui proses dialog itu, multikulturalisme akan menjadi
proses pemikiran sintetik baru yang lebih sahih. Mengapa Aktualisasi (penanamannya)
multikulturalisme akan menjadi proses pemikiran intelektual yang terus mengalir tanpa
batas, karena membatasinya berlawanan dengan jiwa dan makna multikulturalisme itu
sendiri. (setiawati, kel 4).

Tuntutan untuk mengambil sikap berpihak dalam konflik sosial yang multi
dimensional semakin mengeras, ketika simbol-simbol agama mulai terseret dalam konflik
itu. Sehingga, mereka yang tidak berpihak akan disudutkan sebagai orang yang lemah
imannya, karena termakan oleh godaan kepentingan duniawi yang telah menguasai
kehidupannya. Menurut mereka keberpihakan adalah panggilan agama, dan siapa yang
ikhlas memenuhi panggilan itu akan mendapatkan surga, karena pengorbanan mereka.
Kalau sampai orang tersebut menemui ajalnya, mereka dianggap mati syahid.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 78


Karena itu, multikulturalisme harus diletakkan pada posisinya yang tepat, apalagi
ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Multikulturalisme
seharusnya bukan ditempatkan pada posisi untuk keberpihakan negatif yang akan
memperparah konflik sehingga makin meluas dan tak terkendali, tetapi pada keberpihakan
positif untuk mencari solusi. Solusi tidak akan mungkin tercapai, jika pandangan
multikulturalisme tidak dijiwai dengan baik.

Multikulturalisme harus dibangun dengan berbasis pada pandangan filsafat yang


memandang konflik sebagai fenomena permanen yang lahir bersama-sama dengan
keanekaragaman dan perubahan yang dengan sendirinya selalu terbawa oleh kehidupan itu
sendiri, di mana pun, kapan pun dan siapa pun. Multikulturalisme memandang bahwa
adanya keanekaragaman, perubahan dan konflik sebagai sesuatu yang positif untuk
memperkaya spiritualitas dan memperkuat iman. Dengan demikian, multikulturalisme
seperti burung yang terbang mengangkasa dan melangit keluar dengan batas-batas
keberpihakan yang destruktif, melintasi batas-batas konflik untuk memberikan solusi
alternatif yang mencerdaskan dan mencerahkan.

Pada tahap ini, multikulturalisme sesungguhnya menjadi anugerah dan rahmat bagi
kehidupan semesta, karena kemungkinan harmoni kehidupan semesta itu tetap terjaga,
lestari dan berkesinambungan dengan semangat berlomba-lomba dalam kebajikan dengan
menumbuhkan persaingan yang sehat dan kreatif (fastabiqul al-khyirat). Sebagaimana
ditegaskan dalam QS. 5:48, yang maknanya sebagai berikut: “Untuk tiap-tiap umat di antara
kamu kami berikan aturan (syir‟ah) dan jalan yang terang (minhaj). Sekiranya Allah SWT
menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Tetapi, Allah hendak menguji
kamu atas pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya
kepada Allah lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang
telah kamu perselisihan.”

Multikulturalisme itu ibarat perjalanan mendaki puncak gunung untuk mendapatkan


cakrawala pandangan yang amat luas sehingga tidak terpenjara dalam pandangan yang
sempit. Bisa juga dikatakan sebagai perjalanan spiritual dan iman untuk menyatu dengan
kesemestaan illahi dan melihat anugerah-Nya yang amat luas dan beraneka ragam yang
komlpleks dalam kehidupan yang dinamis, dan kemudian membuahkan suatu kesalehan
sosial yang aktual membangun harmoni kehidupan bersama-sama menghentikan kekerasan,
penindasan dan fanatisme sempit.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 79
Pada tahapan ini, multikulturalisme sesungguhnya merupakan proses pengkayaan
spiritual dan menjadi penjelmaan iman yang cerdas. Iman bukan kata benda, tetapi kata
kerja: kreativitas dan moralitas. Iman pada hakikatnya merupakan proses penghayatan dan
penjiwaan yang cerdas atas keanekaragaman yang tergenggam dalam sunatullah yang
perkasa, sebagai penampakan kebesaran ilahi, sehingga iman tidak berada dalam ruang
yang seragam, statis dan kosong, tetapi berada dalam keterlibatan yang kreatif dalam
dinamika keanekaragaman, perubahan dan konflik, untuk menerangi jalan menuju ke
masadepan kehidupan bersama yang lebih damai, sejahtera dan berkeadilan.

Oleh karena itu, multikulturalisme bukanlah sekedar wacana tetapi realitas dinamik;
bukan kata-kata, tetapi tindakan; bukan simbol kegenitan intelektual, tetapi keberpihakan
yang cerdas untuk mencari solusi yang mencerahkan.

F. Pentingnya Pendidikan Multikultural

Pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif


pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan
pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti
sekarang.

1. Sarana alternatif pemecahan konflik

Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat


menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat,
khususnya di masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan
budaya. Dengan kata laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif
pemecahan konflik sosial-budaya.

Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan


bagi dunia pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan
sumber perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab
besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era
globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.

Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi


yang benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing
sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 80
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun,
hal itu masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya
maupun etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas
kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman
mengenai toleransi di masyarakat masih sangat kurang.

Penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila


terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan
tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain
sebagainya.

Menurut Sleeter dan Grant (1988:46), pendidikan multikultural dikatakan berhasil


apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya
multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural.

Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai,
toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan
oleh perbedaan budaya dan SARA.

2. Agar peserta didik tidak meninggalkan akar budaya

Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga


signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya
yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era
globalisasi.

Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi „ancaman‟ serius bagi
peserta didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya
diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki
kemampuan global, termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di
dalam maupun di luar negeri, peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang
banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal budayanya.

Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan
globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan
antar budaya.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 81
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka,
upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika
tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung
jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan
kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri.

Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun


Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena
keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan
yang harus kita jaga dan lestarikan.

3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional

Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi


sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus
dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.

Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat


dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti


sekarang menjadi filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan
fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit pendidikan.
b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya
sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju
pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan
(skills) yang harus dimiliki generasi muda.
c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial,
budaya, ekonomi, dan politik.
d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok
dan bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut,
perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan
kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan
kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 82


4. Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang
demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih
dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang
menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang
mensejahterakan rakyat Indonesia.

Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang
keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling
menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain.

Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah


demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa,
keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM,
hak budaya komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 83


G. Soal Evaluasi

1. Jelaskan pengertian multiculturalisme!


2. Bagaimana sejarah multicultural di Indonesia?
3. Mengapa Pendidikan multicultural sangat penting diakukan di Indonesia?
4. Jelaskan manfaat adanya multicultural bagi kebudayaan di Indonesia!
5. Bagaimana sikap kita terhadap masyarakat Indonesia yang multicultural?

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 84


BAB VI
KEARIFAN LOKAL KABUPATEN SELUMA & KABUPATEN
MUKO-MUKO

A. Kearifan Lokal Sarafal Anam

earifan lokal Sarafal Anam merupakan salah satu kearifan lokal yang

K dimiliki oleh masyarakat Suku Serawai khususnya di kabupaten Seluma.


Kearifan lokal Sarafal Anam merupakan salah satu bentuk kesenian yang
dilagukan dengan irama melayu atau kasidahan, yang berisikan nilai agama
berupa pujian-pujian kepada Nabi atau Rasul. Sarafal Anam ini dibawakan dengan lagu
khas serta dan diiringi dengan tabuhan rebana. Cerita yang dibawakan adalah cerita
sejarah latar belakang keturunan, dan sifat-sifat terpuji yang dimiliki Nabi Muhammad
SAW.
Syair-syair dari lagu Sarafal Anam memiliki makna tentang kisah Nabi Muhammad
SAW mulai lahir sampai pada kehidupan dewasa. Syair-syair yang dilantunkan oleh
pemeran Sarafal Anam tersebut juga banyak bercerita tentang perilaku Nabi
Muhammad SAW dalam menjalankan kehidupannya di masyarakat. Syair Sarafal
Anam juga berisikan selawat dan kisah Nabi Muhammad serta bercerita tentang para
sahabat Nabi. Dengan lantunan syair-syair tersebut suasana menjadi meriah dan
penontonnya menjadi senang semua tamu yang hadir merasa terhibur.
Mengenai masuknya kesenian Sarafal Anam ke Bengkulu ini tidak ada tahun yang
pasti. Namun diduga kuat masuknya kesenian ini, sejalan dengan masuknya Islam ke
Bengkulu. Mengenai masuknya Islam ke Bengkulu ada beberapa teori: pertama,
menyebutkan bahwa Islam masuk ke bengkulu melalui tokoh ulama Aceh, yakni
Tengku Malim Muhidin yang menyebarkan Islam di Gunung Bungkuk, dan berhasil
mengislamkan Ratu Agung, penguasa Gunung Bungkuk. Kedatangan Tengku Malim
Muhidin ini disebutkan pada tahun 1417 Masehi. Kedua, melalui kedatangan Ratu
Agung dari Banten menjadi Raja Sungai Serut. Ratu Agung menurut Siddik26 adalah
anak Sultan Hasanuddin dari Banten (1546-1570). Ratu Agung memerintah di Kerajaan
Sungai Serut diperkirakan pada tahun 1550-1570M. Ketiga, Ketiga melalui perkawinan
Sultan Muzaffar Syah (1620-1660 M), raja dari Kerajaan Indrapura dengan Putri

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 85


Serindang Bulan, puteri Rio Mawang (1550-1600 M) dari kerajaan Lebong (Depati
Tiang Empat).27 Keempat, melalui persahabatan antara Kerajaan Selebar dengan
Kerajaan Banten dan perkawinan antara Pangeran Nata Di Raja (1638-1710) dengan
Putri Kemayun, Putri Sultan Ageng Tirtayasa.28 Kelima, melalui hubungan antara
kerajaan Palembang Darussalam dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong. Dari
kelima teori di atas dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Bengkulu dalam rentang
waktu antara awal abad XV (1417) sampai akhir abad XVII karena itu tidak
mengherankan bahwa pada tahun 1685, Bloome melaporkan bahwa penduduk pesisir
Bengkulu telah memeluk agama Islam, berpuasa dan bersumpah dengan menggunakan
kitab suci al-Qur’an.

B. Urutan Kegiatan Sarafal Anam

Gambar 1
Pelaksanaan Sarafal Anam di Suku Serawai Kabupaten Seluma

Pertunjukan Sarafal Anam di kabupaten Seluma ini biasanya dilakukan pada acara
aqikah dan acara pernikahan. Pertunjukkan Sarafal Anam ini memiliki grub sekitar 25
orang dan lagu Sarafal Anam ini memiliki sekitar 5-6 lagu. Pertunjukan ini dilakukan
pada malam hari sesudah akad nikah, yang dimulai dari pukul 19.30 hingga pukul 02.00
WIB dan dilanjutkan keesokan harinya dari pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WIB.
Peserta pertunjukan hanya laki-laki yang mempunyai kemampuan untuk berzikir dan
membaca syair berzanji. Namun, sekarang durasi pertunjukan Sarafal Anam di
pernikahan hanya sekitar 30 menit dan dilakukan saat hari resepsi pernikahan saja
karena sudah ada hiburan-hiburan lain, contohnya organ tunggal.

Skema pertunjukan Sarafal Anam, dimulai dengan sesi “hadrah” yang intinya
mengundang atau mengumpulkan para tamu dan hadirin. Sesi ini berlangsung selama
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 86
15-30 menit. Sesi hadrah diisi dengan lagu jawab Yā Rabbanā (radat) sedangkan
syairnya menggunakan tiga syair dari tanakal, yakni tanakal (tanaqqal), wasirta, dan
aniat (hanī’an). Setelah pengunjung ramai, baru kemudian memasuki “sesi inti”, yakni
dengan syair sarafal anam. Syair yang biasa ditampilkan adalah tanakal (tanaqqal),
bisahri (bishahri), dan ulidal (wulidal). Masing-masing sesi biasanya dipimpin oleh
seorang “pimpinan” yang akan memulai dengan lagu “jawab” terlebih dahulu.
Misalnya salah satu lagu “jawab” (Yā Rabbanā) untuk sesi “hadrah” adalah sebagai
berikut:

Allah Ya Rabbanā salam


Amba islam bikhoiril basyar (2x)
Ama lahu salam a-a-a-am
Ama lahu salam a-a-a-am
Ama lahu salam, ama tuwan salam
Ama wailil badri i-i-i
Wa a-a- la ba-sar

Kemudian peserta yang lain akan mengulang lagu jawab tersebut sambil memukul
gendang secara “datar” dan bersamaan. Setelah syair jawab selesai barulah memasuki
syair tanakal (bait pertama), kemudian kembali ke syair jawab. Masing-masing syair,
baik tanakal dalam sesi hadrah, maupun tanakal, bisyahri, dan ulidah dalam Sarafal
Anam memiliki lagu jawab yang berbeda-beda. Yang paling menentukan dalam
pemilihan jenis lagu jawab adalah “pimpinan”nya, karena itu “pimpinan” biasanya
dipilih dari orang tua yang sudah berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang luas
tentang lagu-lagu tersebut

C. Perlengkapan atau Atribut Kegiatan Sarafal Anam

a. Pemain Dalam Kegiatan Sarafal Anam

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 87


Gambar 2
Pemain dalam pelaksanaan Sarafal Anam
Dalam pementasannya Syarafal Anam dimainkan oleh para lelaki yang masing-masing
memukul sebuah rebana besar dengan melantukan pujianpujian kepada Nabi
Muhammad SAW. Secara standar jumlah peserta Syarafal Anam ini berkisar sekitar 20
orang. Namun jumlah ini bisa bertambah atau berkurang sesuai tempat, moment dan
kesiapan-kesiapan peserta.19 Dalam „Bimbang Gedang‟(Kenduri Agung), Syarafal
Anam dipentaskan dalam bentuk semacam pertandingan antara 2 „ kusi‟ ( kongsi )
Syaraful Anam yang masing-masing terdiri dari 20 orang bahkan lebih dan masing-
masingnya melantunkan lagu Syaraful Anam sejak selesai waktu Isya‟ sampai waktu
malam, sedangkan dalam „ Bimbang Kecik‟ Syaraful Anam bias terdiri dari sekitar 8
orang saja. Bahkan waktu pentasnya pun bisa panjang atau pendek sesuai permintaan
Sahibul hajat.
b. Pakaian

Gambar 3
Pakaian yang dikenakan saat pelaksanaan Sarafal Anam
Kesenian Sarafal Anam yang merupakan kesenian bernuansa Islam, sehingga pakaian
para pemainnya tidak sembarangan. Di sini para pemain diwajibkan memakai pakaian
yang rapi dan sopan, maka dengan demikian para pemain diwajibkan memakai peci
sebagai penutup kepala, atasan baju kokoh atau baju lengan panjang, serta bawahan
memakai sarung. Ini dilakukan berdasarkan ajaran Islam dan aturan adat. Apabila para
pemain tidak mengenakan pakaian seperti itu, maka pemain tidak dibolehkan naik ke
atas Pengujung. Hal ini sudah merupakan aturan adat secara turun menurun.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 88


c. Syair Dalam Sarafal Anam

Gambar 4
Kitab Maulid
Dalam syair Sarafal Anam ini memiliki tiga nada, yakni pangkal, naik, dan turun.
Sedangkan jenis-jenis pukulan terhadap gendang akan menyesuaikan dengan tiga nada
tersebut pada nada pangkal dan turun dikenal pukulan “datar”, yakni pukulan rendah
dan renggang yang terdiri atas dua pukulan. Sedangkan saat nada “naik” terdiri dari dua
kelompok pukulan secara beruntun, kelompok pukulan pertama diiringi kelompok
pukulan kedua. Kelompok pukulan pertama terdiri atas 3 pukulan dan kelompok kedua
terdiri atas enam 6 pukulan lebih. Tenaga dan intensitas kelompok pukulan kedua lebih
bersemangat daripada kelompok pertama. Kelompok pukulan saat nada naik ini dikenal
dengan pukulan atau irama “rentak kudo”.
Adapun syair-syair yang digunakan dalam kegiatan Sarafal Anam yaitu syair Bisyahri,
Salam mualai, Tanaqqal, Walidal, Al-hamdu, Badad, dan Bediri. Teks yang digunakan
“Sarafal Anam” yakni dalam kitab Maulid. Namun teks yang digunakan dalam
kesenian Sarafal Anam ini hanyalah teks nazmnya saja. Ada beberapa teks nazm yang
terdapat dalam kitab maulid tersebut, namun yang paling dikenal dan biasanya disebut
dari frasa awalnya, yakni “tanaqqal” dan “bisyahri”. Syair tanaqqal terdiri atas 8 bait
syair, yang masing-masing terdiri atas dua baris syair. Mereka biasa menyebut masing-
masing bait secara terpisah. Tiga bait pertama sangat dikenal, yakni: tanakal (tanaqqal),
wasirtan (wa sirta), dan aniat (hanī’an). Sedangkan syair bisyahri terdiri atas 7 bait
syair, dengan masing-masing bait terdiri atas dua baris syair.
Meski demikian, bait syair tanakal yang mereka lantunkan berbeda dari syair tanaqqal
yang sebenarnya seperti terdapat dalam kitab-kitab maulid. Hal ini terjadi disamping
karena adanya tambahan, kesalahan, maupun faktor irama Melayu yang “khas” yang

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 89


diwarisi dari tradisi terdahulu. Sebagai contoh adalah syair tanaqqal. Syair tanaqqal
yang dalam kitab-kitab maulid terdiri atas dua baris, yakni:

Maka dalam kesenian Sarafal Anam Annur ini berubah menjadi empat bait
dengan tambahan kata “Allāha” di depan, pembagiannya sebagai berikut:

Allāha taaa taanaqqalta (ha) fī (il) aslāa-b


Allāha bii-biaarbabi sau saudadi (sauradi)
Allāha kaa dhas syamsuuu (ul) suu fī (ila) abraa
Allaha jii-jihataaa (ji har taa) (au) tanaaa tanaqqalu

Pada bait syair di atas suku kata atau kata dalam tanda kurung merupakan bagian syair
yang diucapkan oleh seniman Sarafal anam. Ada kalanya suku kata tersebut merupakan
tambahan untuk menyesuaikan irama seperti tambahan “ha”, “il”, “ul”, “ila” dan “au”.
Namun ada juga bagian dari syair tanaqqal yang salah diucapkan, seperti kata sūdadi
menjadi sauradi, atau jihā ta menjadi “jihar taa”. Sedangkan bait wasirta terbagi juga
dalam empat bait, akan tetapi dengan tambahan berbeda misalnya:

Allāha waa wasirtaaa (ana) ta sarii (ta harii)i-i yan fii


Allah butūnī (il) tasshaaa (au) tasharafaat
Yaa maulayya ya rabbana
Allāha biii bihamlii-in alaa alaihi (na) fii
Allaha (fiī) umurii (il) mu’aaa muawwalu
Yaa maulayya ya rabbana

Jika bait tanakal di atas menggunakan jawab dengan lagu yā Rabbanā sebagaimana
tertulis di atas, maka bait wasirta dijawab dengan lagu yang lain, misalnya lagu
Lihamzatun (yang betul adalah Likhamsatun), yakni:

Lihamzatun asafi (il) bihā


Khairil wabā li fatimah
Ya maulayya ya rabbana
Ya mustafa wa al-murtada

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 90


Wa ma daimah li madīnah
Ya maulayya ya rabbanaa

Syair jawab lihamzatun di atas menurut telaah penulis, adalah “penyimpangan” dari
syair “likhamsatun.” Syair tersebut dalam redaksi Arab berbunyi:

Syair “likhamsatun” merupakan doa untuk menghindari musibah dengan menyebut


lima perantara, yakni al-Mustafā (Nabi Muhammad Saw), al-Murtadha (Ali b. Abi
Thalib), Fatimah dan kedua anaknya, al-Hasan dan Husain.
d. Bentuk Panggung

Gambar 5
Bentuk panggung dalam kegiatan Sarafal Anam
Sesuai hari yang telah ditentukan, masyarakat mulai berkumpul di rumah ahli rumah
dengan membawa peralatan seperti cangkul, pisau linggis dan lain–lain. Pembuatan
Pengujung atau panggung ini biasanya dilakukan secara gotong royong pada pagi hari,
mereka membagi tugas, diantaranya ada yang bertugas mengambil bambu, mengambil
kayu dan bertugas merancang bangunan Pengujung. Pengujung ini terdiri dari dua shaf
atau lorong, disamping itu Pengujung dikelilingi oleh rumbai jalai dari daun kelapa dan
kain kelapa serta beralas papan dan tikar. Pengujung dua lorong atau shaf memiliki
fungsi yang berbeda. Lorong atau shaf Majelis berfungi untuk ditempati para pemain
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 91
kesenian Sarafal Anam, sehingga acara dimulai dan berakhir dilakukan di shaf Majelis.
Sedangkan lorong atau shaf Perwatin ditempati oleh para tokoh agama, tokoh adat serta
tamu terhormat. Walaupun demikian semua yang duduk di lorong atau shaf Perwatin
tidak memainkan kesenian Sarafal Anam, mereka wajib memakai pakaian sesuai aturan
adat dan tidak boleh meninggalkan Pengujung sampai acara selesai atau para pemain
di lorong atau shaf Majelis turun.

e. Alat Dalam Pelaksanaan Kegiatan Sarafal Anam

Gambar 6
Proses Pembuatan Redab
Kesenian Sarafal Anam yang diiringi dengan alat khusus yaitu Redap. Redap pada
kesenian Sarafal Anam yang digunakan berbentuk bulat. serta material dari redab
sendiri biasanya menggunakan kayu singon putih, kayu pule atau kau medang.
Sedangkan untuk kulitnya menggunakan kulit kambing. Proses pembuatan Redab
sendiri secara umum dilakukan dengan cara tradisional. Adapun proses pembuatannya
yaitu siapkan rotan utuh dan rotan yang sudah pilah bagian kulitnya. Hanya mungkin
mesin bubut yang sedikit lebih modern dalam perlengkapan pembuatannya. Dalam
proses pembuatan Redab, yang pertama dilakukan adalah pemilihan kayu. Setelah kayu
dipilih, langkah selanjutnya adalah membuat pola dan memotong kayu sesuai dengan
ukuran dan mengebor untuk membuat lubang bagiannya. Setelah dibor, selanjutnya
adalah membentuk kayu menjadi bundar dengan mesin bubut. Setelah tahapan diatas
selesai, selanjutnya adalah proses pengamplasan agar permukaan kayu menjadi halus.
Setelah halus, selanjutnya adalah proses pencatan dan pemasangan kulit.
Redap yang terbuat dari bahan-bahan pilihan, tentunya akan menghasilkan suara yang
merdu. Suara yang nyaring dari pukulan pemain redap sambil diiringi syair-syair Arab
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 92
dibawakan oleh para pemain, tentunya akan enak didengar. Selain itu, di sini dapat kita
lihat bahwa para pemain kesenian Sarafal Anam memiliki ketrampilan ganda. Dimana
para pemain harus pandai memukul redap dan mendendangkan syair. Dapat di
simpulkan bahwa alat kesenian Sarafal Anam memiliki nilai keindahan hal ini dapat
dilihat dari pengikat redap yang menyerupai anyaman terbuat dari rotan, disamping itu
bahan baku pembuatan redap merupakan bahan pilihan terlihat dari pemilihan kulit
kambing.

D. Makna dan Nilai Sarafal Anam

a. Makna dan Nilai


Makna pertunjukan seni Sarafal Anam dalam acara pernikahan di suku Serawai dapat
dikaji dari beberapa unsur yang terlibat dalam proses pertunjukan pelaksanaan Sarafal
Anam itu sendiri, yaitu pemeran, penyelenggara maupun penonton. Pemeran adalah
orang yang memberikan suguhan pertunjukan berupa seni bahasa melalui lantunan
syair-syair Arab yang dilagukan dan diiringi dengan tabuhan redab. Penyelenggara
adalah tuan rumah yang melaksanakan pertunjukan Sarafal Anam untuk memeriahkan
acara pernikahan anak mereka. Sedangkan penonton adalah orang-orang yang hadir,
secara langsung menyaksikan pertunjukan Sarafal Anam.
Dilihat dari segi pemeran, ada beberapa makna yang bisa ditangkap dalam pertunjukan
seni Sarafal Anam dalam acara pernikahan di suku Serawai. Makna yang pertama
adalah solidaritas dan kebersamaan. Rasa kebersamaan itu juga ditopang dengan
solidaritas yang tinggi sehingga muncullah sifat kegotong-royongan yang sudah
membudaya dalam masyarakat suku Serawai. Makna selanjutnya yaitu melalui
lantunan syair-syair dalam pertunjukan seni Sarafal Anam, pemeran juga secara tidak
langsung ikut mendoakan semua masyarakat khususnya masyarakat suku Serawai agar
selalu dibersihkan dari perangkap hawa nafsu, diberi kesadaran untuk selalu berbuat
baik dan terhindar dari berbagai bencana. Selanjutnya bagi penyelenggara, pelaksanaan
pertunjukan seni Sarafal Anam memiliki makna yang sangat penting yaitu sebagai
penentu bahwa anak yang diselenggarakan pernikahannya dengan pertunjukan seni
Sarafal Anam ini menandakan anak tersebut merupakan bujang dan gadis. Adapun nilai
yang terkandung dalam kearifan lokal Sarafal Anam ini adalah nilai sosial, nilai
keindahan dan nilai keagamaan.
1. Nilai Sosial

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 93


Dalam kearifan lokal Sarafal Anam ini dapat terlihat kerja sama atau sikap gotong
royong para pemain Sarafal Anam saat memulai pertunjukan. Antar penabuh rebana
dan pelantun lagu syair harus kompak yang mengharuskan para pemain bekerja
sama demi menciptakan permainan yang dapat mengikat penontonnya. Budaya
gotong royong ini telah melekat pada diri suku Serawai kabupaten Seluma. Selain
itu, pertunjukan kesenian Sarafal Anam ini juga memunculkan solidaritas dan
kebersamaan. Pemeran dalam melakukan pertunjukan seni Sarafal Anam tidak
mendapat imbalan. Mereka dengan ikhlas melakukan pertunjukan Sarafal Anam
tersebut. Apa yang dilakukan oleh pemeran adalah semata-mata karena adanya rasa
kebersamaan terhadap yang memiliki hajatan.
2. Nilai Keindahan
Bagi pelaku, pengunjung dan penikmat seni salah satu nilai yang dibawa adalah
keindahan. Keindahan ini tercipta berkat adanya kerja sama. Suasana indah,
semangat dan gairah itu akan terlihat dan mampu dirasakan ketika penampilan
Sarafal Anam mencapai tahap “naik”, dengan pukulan gendang yang lebih rapat,
cepat dan serempak. Model pukulan ini disebut “grincang”. Pukulan rapat, cepat
dan serempak ini dikenal juga sebagai pukulan “rentak kudo.” Keindahan pada
pertunjukan Sarafal Anam dapat juga dilihat dari bentuk rima, diksi dan gaya bahasa
yang terdapat pada syair yang dilantunkan oleh para pemeran. Fungsi estetis dalam
pertunjukan Sarafal Anam dapat dirasakan dari lantunan syair-syair dengan irama
yang khas dengan diiringi tabuhan rebana. Lantunan Syair-syair dengan irama yang
khas dan diiringi dengan tabuhan rebana tersebut memiliki nilai keindahan
tersendiri dalam pertunjukan Sarafal Anam. Selain itu, pakaian yang digunakan
para pemain Sarafal Anam bersih dan rapi. Para pemain kesenian Sarafal Anam
memakai wajib memakai sarung, baju kokoh /batik, serta peci. Juga tempat
pertunjukan yang ditata dengan rapi menambah nilai keindahan pada kesenian
Sarafal Anam.
3. Nilai Keagamaan
Nilai terkandung dalam kearifan lokal Sarafal Anam ini adalah nilai spiritual. Nilai
spiritualitas ini tampak sebagaimana ditujukan pada syair dan lagu jawab yang
digunakan. Lagu-lagu Sarafal Anam bernuansa Islam yang bercerita tentang kisah-
kisah Nabi, sholawat pada Nabi, pujian dan kalimat tayyibah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai panutan umat Islam. Selanjutnya syair-syair yang

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 94


dilantunkan dalam pertunjukan Sarafal Anam juga menceritakan tentang
perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Agama Islam. Kisah-kisah ini
merupakan penebal emosi keagamaan bagi masyarakat penikmat Sarafal Anam.
b. Manfaat
Sebagai sebuah kesenian Sarapal Anam memiliki manfaat sebagai hiburan dan
penyampaian nilai-nilai sosial dan kerohanian. Nilai-nilai yang terkandung di dalam
kesenian Sarafal Anam merupakan suatu patokan yang digunakan sebagai suatu media
penyeimbang. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut bertujuan untuk mencapai
keseimbangan dan saling melengkapi.
Dengan demikian fungsi “dakwah” Islam dari seni Sarafal benar-benar relevan sejak
kemunculannya di Bengkulu. Hal ini seperti syair jawab “likhamsatun” yang dengan
jelas menyebut lima tokoh “suci” yang menjadi perantara untuk menolak musibah.
Melalui teks tersebut, para ulama terdahulu berupaya mengenalkan Islam dan mengikis
kepercayaan animisme dan dinamisme.
c. Kegunaan
Kesenian Sarafal Anam merupakan salah satu bagian kegunaan dari prosesi acara
akikah dan perkawinan. Oleh karena itu, dalam suatu perkawinan kesenian ini bersifat
fungsional sebagai penghibur dan penyampaian nilai-nilai. Pada rangkaian perkawinan
terdapat bagian-bagian yang saling menunjang satu dengan yang lainnya. Dalam hal
ini, Sarafal Anam merupakan satu bagian dari perkawinan tersebut sehingga memiliki
peran dalam keberlangsungan suatu perkawinan di suku Serawai.

E. Kearifan Lokal Ritual Cilok Kai


Adat pegang pakai Mukomuko dalam Cilok Kai adalah proses sukuran
yang dilakukan untuk mengeluarkan atau melepas masa bayi dari dalam kurungan.
Tradisi ini dilakukan ketika bayi berumur 7-40 hari biasanya pada anak pertama
dari pasangan yang nikah bujang dan gadis. Cilok Kai merupakan proses
memandikan anak bayi di sumur atau istilah adatnya“dicuri dari dalam kurung.”
Cilok kai asal kata dari mencuri air, anak yang baru lahir sebelum tanggal
tali pusarnya tidak diperbolehkan dibawa keluar dari rumah atau belum boleh
keluar dari kamar. Acara cilok kai ini dilaksanakan pada anak bayi yang masih
berumur tujuh hari setelah dilahirkan, cilok kai ini merupakan ritual adat muko-
muko yang bertujuan untuk memberikan doa selamat atas bayi yang baru
dilahirkan dan baru keluar dari dalam kurungan (dalam kamar). Bayi keluar dalam
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 95
kurungan maksudnya anak bayi pertama kali dibawa keluar rumah oleh orang
tuanya.
Acara ritual adat cilok kai ini sudah menjadi turun temurun dari nenek
moyang untuk doa keselamatan anak yang baru lahir pada umur tujuh hari. Acara
cilok kai sering digabungkan dengan adat perkawinan dikarenakan pada saat
resepsi perkawinan ada salah satu keluarga dari pihak penyelenggara pesta yang
baru melahirkan sehingga acara cilok kai juga dilangsungkan pada saat acara
perkawinan tersebut untuk mempermudah waktu dan mempermudah biaya. Sering
digabungkannya acara perkawinan dengan acara cilok kai tersebut karena
melibatkan orang-orang yang sama dalam proses pelaksanaan ritual tersebut,
seperti pada acara perkawinan ada kepala kaum dan ninik mamak yang
mengurusnya begitupun pada acara cilok kai, tetapi ritualnya dilangsungkan
sendiri- sendiri.

F. Perlengkapan Acara Ritual Cilok Kai


Anak pisang turun dari rumah induk bako waktu cilok kaji anaknyo,
pembawaannya sama dengan pembawaan khatam Al-Qur‟an, tetapi ada
tambahannya : talam bunga sampai talam bayi, talam makan bayi serta talam
bendera. Kalau anak pisang turun celok kaji anak serta melaksanakan akikah yang
kerjanya tahlil yang berjanji dan syaratkan pada waktu syarakan berlangsung bayi-
bayi tadi digendong oleh bapak bakonyo dan diiringi oleh empat orang sanak
bakonyo yang membawa talam makanan, talam pakaian, dan talam bunga, dan
talam lampu / lilin yang dinyalakan.
Adapun tahap-tahap pada acara ritual cilok kai (mencuri air) yaitu Didahului pada
malamnya membuat acara kecil-kecilan yaitu berdendang untuk menghibur sanak
famili yang datang. Pada acara ritualnya harus disiapkan alat-alat yaitu :
1. Batang setawa
2. Kasai (tepung tawar)
3. Daun sedingin
4. Daun setawa
5. Benang tiga warna (putih,hitam,kuning)
6. Cawan putih polos (cangkir)
7. Batang uang
8. Bendera
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 96
9. Kain tujuh lembar
10. Beras dalam talam
11. Sirih lengkap
12. Pas bunga
13. Tempat lilin
14. Kelap yang sudah di hias
15. Bunga rampai
16. Tempat minum bayi
Setelah alat-alat disediakan seperti batang setawa di buat seperti ayunan, kemudian
daun sedingin di ikat dengan benang sempurna yaitu benang dengan tiga warna
(putih, hitam, kuning). Sedangkan cawan putih polos tempat kasai (tepung tawar)
dipecahkan di dalam cawan polos tersebut.

G. Proses Pelaksanaan Ritual Cilok Kai


Pelaksanaan Cilok Kai di Mukomuko dapat berdiri sendiri ataupun digabung
dengan suatu acara pernikahan. Ibu dan bayinya harus dirumah Induk Bako yaitu
saudara perempuan dari ayah. Ibu bayi memakai pakaian penganten adat lengkap.
Dan bayi digendong oleh salah seorang induk bako. Sementara itu Induk Bako
mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam acara Cilok Kai atau disebut
“Pemberian Bako”. Pemberian yang disiapkan tersebut bukan hanya diberikan oleh
satu otang Induk Bako, namun secara kolektif semua saudara perempuan ayah bayi
bersama-sama menyiapkan pemberian tersebut. Apabila Induk bako punya
kemampuan materi, biasanya menyiapkan kambing untuk disembelih, ayam,
kelapa dan diiringi sebatang “batang mago” sebagai tanda kasih sayang induk bako
ke anak pisang: putih kapu bulih diliek, putih hati siapo yang tau”, “bagai aur
dengan tebing bagai kuku dengan daging” bermakna kasih sayang induk bako.
Rombongan turun dari induk bako diiringi oleh musik rabana. Susunan talam
(nampan) yaitu:
Talam Isinya
1 Buah kelapa muda yang didandan seperti penganten. Berguna untuk tempat
rambut bayi yang dicukur.
2 Pakaian selengkapnya ditambah kain gendong, sisir, kaca.
3 Makanan seperti susu dan roti
4 Lampu/lilin (yang akan dihidupkan dirumah si abak bayi)

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 97


5 Bunga rampai sebagai pewangi (akan dibagikan pada tamu yaitu pemuka
adat, pemuka sarak, tokoh masyarakat)
6 Bendera yang terbuat dari kertas manila dibagi ke para tamu
Tabel 1. Daftar Susunan Talam
Sementara itu, dirumah bayi para keluarga sibuk bergotong royong dalam memasak
mempersiapkan doa akekah si bayi tersebut. Doa yang dimaksud adalah doa
selamat atau syukuran atas kelahiran bayi itu bagi keluarga yang disebut dengan
doa akekah yaitu “Saraka Badri” yang menggunakan pakai rebana dan salawat
nabi.
Setibanya rombongan di rumah bayi dari rumah induk bako, bayi di bawa ke sumur
oleh pihak keluarga setelah itu bayi didandan menggunakan alat-alat yang dibawa
dalam talam tadi seperti bedak kasai dan perlengkapan bajunya. Selanjutnya bayi
digendong oleh Bapak Bako atau mamak yaitu paman si bayi (adik atau kakak laki-
laki dari ibu bayi). Para bapak bako berperan sebagai:
1. menggendong bayi
2. pembawa makanan
3. pembawa lilin
4. bunga rampai
5. bendera yang sudah diletakkan di talam oleh pegawai sarak (Bilal, Imam
dan para tamu).
Si bayi digendong berkeliling dan secara bergilir didoakan para tamu satu persatu.
Dan tamu yang sudah mendoakan bayi tersebut diberikan bunga rampai dan
bendera sebagai oleh-oleh dari acara Cilok Kai untuk dibawa pulang. Jika acara
akekah digabungkan dengan acara pernikahan, maka prosesnya dilakukan sebelum
ijab Kabul dengan dipimpin oleh Imam untuk memanjatkan doa selamat Cilok Kai.
Peran kepala kaum tidak hanya pada acara pernikahan namun pada acara Cilok Kai
pun tanggung jawabnya besar dan berperan sebagai juru bicara, seperti pada kecek
bajawab berikut ini:
Kepala kaum induk bako menyampaikan kepada kepala kaum tempat rumah si bayi
(misal dari kepala kaum 14 kepada Kepala Kaum Berenam Dihulu)
“Iko adolah pelaksanaan akikah atau Cilok Kai anak pisang yang turun dari
rumah induk bako ko ado baok tando kasih sayang induk bako diiringi kasih
sayang putih hating antaro lain ado sabatang kayung sedang berbuah ko (pohon

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 98


yang digantung uang kertas). Adopun bantuan dari induk bako ko kalung kecik
mitak digedang, segupa mitak di tanah, setitik mitak di laut.”

Kemudian di jawab oleh kepala Kaum Berenam Dihulu menyambut:


“kalung cak itung palo kaum seperti yang palo kaum sapai tading, yang nrimo
banyak begedang ating, kasih induk bako ke anak pisang. Iyo lah setitik kaming
lautkan, segupa kami gunungkan. Idak dapek kaming baleh dengan ameh dan
perak. Iyolah, dengan raso sukur dan terimo kasih yang tak ado hinggo nyo semoga
hubungan induk bako dengan anak pisang sebagimana pepatah kito bak aur
dengan tebing, kuku dengan daging hendaknyo.”

Selanjutnya Kepala Kaum berenam Dihulu menyampaikan pula kepada kepalo


kaum lain yang sebelumnya tertuju pada penghulu adat, misalnya Kepala Kaum
Berenam Dihulu yang menerima menyampaikan pada Kepala Kaum Delapan.
“Kulo… (penghulu)
“yo palo kaum……”
“iko Kulo, sesamo kito denga tading kalung babisik lah tedengaran, kalaung
bakato lah talapauan makonyo kaming sampaikan pada penghulung untuk
disaksikan kito basamo”

Penghulung menjawab sebelum melemparkan/ kepala kaum menyampaikan pada


kepala kaum lain. Misalnya kepada Kepala Kaum 5 suku.
“Palo kaum 5 suku, sesuai undangan dari palo kaum sepangkalan yang mano
dalam rangko Cilok kai dan Akekah anak cucuangnyo yang tadingnyo turun dari
rumah induk bako ado membawo berupo buah tangan atau pemberian dari induk
bako, mako dimitak palo kaum menyampaikan pulo ke segalo kito yang hadir.”

Kemudian Kepala Kaum 5 Suku menjawab:


“Kalung cak itung Penghulung, kaming batanyo pulak pado kawan yang lain yang
isinyo bermusyawarah.” (kemudian berembuk sebentar lalu kembali
menyampaikan sesuatu)
“Penghulung…sesuai dengan undangan palo kaum dekek kaming tading lah kami
sampaikan pulak kek segalo yang hadir. Guponyo lah kaming layang pandang
yang jauh, kami tukik pandang yang dekek. Jading, lah sesuai nian dengan adat
pegangpakai kito selamo ko, untuk itu ulang maklum Palo Kaum.”

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 99


Setelah menerima undangan dari salah satu kepala kaum yang hadir maka penghulu
adat menjawab/membalas:
“Palo Kaum Sepangkalan…sesuai dengan pulangan palo Kaum tading kepado
kami menyaksikan dari anak cucuang ke palo kaum yang turun dari rumah induk
bako dalam rangko Cilok Kai dan Akekah dari hasil yang kami sampaikan kepada
segalo kami yang hadir yaitu: bulek ai dipembuluh, bulek kato dimufakat, laing
sasuai adat pegang pakai jo pusako kito basamo. Yang mano sapaian kepalo kaum
tadi dilayangkan pandang yang jauh ditukik pandang yang dekek lah sesuai nian
dengan adat pegang pakai kito, mudah-mudahan hubungan anak cucuang Palo
Kaum dengan Induk Bako lebih erat dan gapek, bagai aur dengan tebing, bagai
kuku dengan daging. Karno hal iko lah selesai kami pulang balik Palo kaum untuk
pelaksanaan selanjutnyo”

Kepala Kaum Berenam Dihulu menjawab:


“penghulung sesuai sapaian Palo kaum pado kaming tading mako kaming banyak
ngucap tarimokasih dan mudah-mudahan kerjo kaming iko bejalan dengan baik
sesuai dengan hajat dan niat kaming dan diridhoi Allah SWT”

H. Makna dan Nilai Ritual Cilok Kai

Secara umum, ritual Cilok Kai tidak mengalami pergeseran yang berarti dalam hal
tahap pelaksanaannya dibandingkan dengan adat lamo. Hanya saja terdapat
pergeseran nilai pada pemaknaan ritual itu sendiri. Pada ritual Cilok Kai yang
sangat berperan adalah orang di luar keluarga inti yaitu kepala kaum, Bapak Bako
dan Induk Bako. Kesempatan Cilok Kai dimanfaatkan untuk menunjukkan prestise
keluarga bukan lagi penonjolan sakralnya ritual tersebut. Situasi ini di dukung oleh
artefak yang disiapkan untuk pelaksanaan ritual salah satunya pohon uang atau
batang mago yang diberikan oleh Induk Bako si anak. Batang mago menjadi tolak
ukur penilaian sebuah ritual, padahal bisa saja dalam pelaksanaan tersebut untuk
menunjukkan kemampuan Induk Bako meletakkan uang sebanyak-banyaknya agar
keluarga mendapat pujian masyarakat namun sebenarnya jumlah yang diberikan
bukanlah seperti yang ditampilkan didepan umum. Disinilah letak pergeseran
tersebut yaitu pergeseran pemaknaan pada ritual Cilok Kai.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 100


I. Soal Evaluasi

1. Bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal kesenian Sarafal


Anam di provinsi Seluma?
2. Bagaimana proses pelaksanaan kesenian Sarafal Anam di provinsi Seluma?
3. Bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peralatan kesenian Sarafal
Anam?
4. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal tradisi cilok kai?
5. Bagaimana pelaksanaan tradisi cilok kai di provinsi Muko-Muko?

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 101


GLOSARIUM
Akulturasi Suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.
Animisme Kepercayaan kepada makhluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan
agama yang mula-mula muncul di kalangan manusia purba.
Artefak Benda arkeologi atau peninggalan benda-benda bersejarah, yaitu semua benda
yang dibuat atau dimodifikasi oleh manusia yang dapat dipindahkan.
Austronesia Sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia.
Bahasa krui Kroi adalah salah satu subsuku/bagian dari suku Lampung yang bermukim di
kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Bahasa pekal Bahasa Pekal (bahasa Inggris: Pekal language) adalah sebuah dialek bahasa
Minangkabau yang dituturkan oleh suku Pekal
Barter Sistem transaksi dengan tukar menukar barang.
Benteng Bangunan untuk keperluan militer yang dibuat untuk keperluan pertahanan
sewaktu dalam peperangan.

Bilik Ruangan kecil yang tersekat; kamar.


Dinamisme kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia yang menjelaskan bahwa setiap
benda memiliki roh yang wajib dihormati.
Dolmen Meja batu yang digunakan oleh manusia pada masa lampau untuk meletakkan
sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang.
Eksplisit Informasi dengan unsur gramatikal yang jelas.

Estetika Ilmu yang membahas bagaimana keindahan dapat terbentuk.


Festival Pesta besar atau acara meriah yang diadakan dalam rangka memperingati
sesuatu.

Flakes Perkakas batu berukuran kecil yang memiliki sisi tajam digunakan sebagai
peralatan sehari-hari untuk menguliti binatang buruan, memotong, mengiris,
dan membersihkan kulit binatang buruan.
Food gathering Periode kehidupan di mana manusia prasejarah bertahan hidup memenuhi
kebutuhannya dengan cara berburu binatang dan mengumpulkan makanan.
Geografis Letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada
bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain.
Geometris Sesuatu yang berhubungan dengan geometri.
Instrument Alat dalam sebuah penelitian.

Intangible Kearifan lokal yang tidak berwujud

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 102


Kearifan lokal Pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi
bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah
dialami bersama-sama

Kebudayaan Cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh bersama serta diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya.

Kompleks Suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah bagian, khususnya yang memiliki
bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung.
Komoditi Sebuah barang atau produk yang dapat diperdagangkan.
Konservasi Pelestarian atau perlindungan.

Landasan Sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan.

Megalitihkum Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada
zaman ini manusia sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang
terbuat dari batu-batu besar.
Memproduksi Membuat atau menghasilkan sesuatu baik barang ataupun jasa.
Mengkomsumsi Tindakan manusia menggunakan, memanfaatkan, menghabiskan nilai guna
suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Mendistribusikan Suatu proses yang menunjukkan penyaluran barang yang dibuat dari produsen
kepada konsumen.
Melanesia gugus kepulauan yang memanjang dari kepulauan Nusa Tenggara Timur di
Indonesia dan lalu ke timur sampai Samudra Pasifik bagian barat, Australia
serta utara dan timur laut Australia.
Menhir Benda peninggalan zaman Megalitikum ini dapat berupa batu tunggal
(monolith) atau berupa sekelompok batu yang diletakkan sejajar di atas tanah.
Monumen Bangunan besar yang terbuat dari batu.
Mosolitiekum Masa ini ditandai dengan peralatan berburu dan meramu yang semakin maju
Nasihat Suatu bentuk yang menghubungkan pendapat pribadi atau institusi, sistem
kepercayaan, nilai, rekomendasi, atau panduan tentang situasi tertentu yang
disampaikan dalam konteks tertentu kepada orang, kelompok, atau pihak lain.
Neolithikum Zaman batu muda masa pada zaman prasejarah ketika orang menggunakan alat-
alat batu pecah
Nomaden Kehidupan yang selalu berpindah-pindah.
Praaksara Suatu masa dimana manusia belum mengenal tulisan.
Pantangan Yang terlarang menurut adat atau kepercayaan.

Paternalistis Tindakan yang membatasi kebebasan seseorang atau kelompok demi kebaikan
mereka sendiri.
Perundagian Golongan masyarakat yang mempunyai keterampilan jenis usaha tertentu.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 103
Paleolithikum Zaman batu periode praaksara di mana manusia purba menggunakan peralatan
dari batu yang masih sangat kasar.
Pelestarian Proses atau cara perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan.

Penigo Penigo adalah ruang tamu yang ada disebuah rumah.


Perunggu Logam campuran dari timah dan tembaga
Petuah Bijak dapat dijadikan sebagai bacaan yang memotivasi untuk kembali bangkit
dan berjuang. Bahkan bisa menjadi pedoman hidup.

Punden berunak Bangunan suci untuk pemujaan roh leluhur.


Produksi Suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau
menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi
kebutuhan.
Religi Sebuah ikatan yang dipegang dan dipatuhi sebagai pedoman hidup manusia.
Ritual Rangkaian kegiatan berupa gerakan, nyanyian, doa, dan bacaan, menggunakan
perlengkapan, baik dilakukan secara sendirian maupun bersama-sama,
dipimpin oleh seseorang.

Sarkofagus Tempat atau peti untuk menyimpan jenazah


Sanskerta Bahasa kuno Asia Selatan yang merupakan cabang Indo-Arya dari rumpun
bahasa Indo-Eropa yang merupakan bahasa suci umat Hindu, Buddha, dan Jain.
Strata Sosial Penggolongan kelompok masyarakat dalam berbagai lapisan-lapisan tertentu.
Simbolis Lambang akan suatu hal.
Survive Bertahan hidup dalam kondisi yang tidak diinginkan dalam jangka waktu yang
lama.

Syair Salah satu jenis puisi klasik yang memperoleh pengaruh kebudayaan Arab.

Tangible Kearifan lokal yang berwujud

Tipologi Sebuah konsep yang memilah sebuah kelompok objek berdasarkan kesamaan
sifat-sifat dasar.
Totemisme Bentuk kepercayaan lewat pemujaan terhadap objek-objek tertentu baik itu
hewan, tetumbuhan maupun sebagian benda-benda langit.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 104


DAFTAR PUSTAKA
Agung, Achmad M. 2006. Membincangkan Kearifan Ekologi Kita, dalam Kompas, 30 Nopember 2006.
Buku Ajar Kearifan Lokal Daerah Sumatera Selatan. N.p., Bening Media Publishing, 2022.

Alexander, Paul. Ed. 1989. Creating Indonesian Cultures. Sydney: Oceania Publications.
https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-southeast

Alfian. Ed. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: Gramedia.


https://123dok.com/document/zlv05koy-kepustakaan-alfian-ed-persepsi-manusiakebudayaan-
jakarta-gramedia.html

Andreas Pramusinta, Definisi Kebudayaan Menurut Beberapa Ahli,


https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/definisi-kebudayaan-menurutbeberapa-ahli ,
(Diakses Pada 20 Februari2023)

Anita, A. (2022, Februari 2). Tujuan masyarakat menciptakan kearifan lokal. Diambil kembali dari
roboguru:https://roboguru.ruangguru.com/forum/tujuan-masyarakat-
menciptakan-kearifan-lokal_FRM-6HB6204L

Bachtiar, Harsya W., Mattulada, Haryati Soebadio. 1985. Budaya dan Manusia Indonesia.
Yogyakarta : Hanindita. https://ads62.com/register/YMJDR86Q

Bappeda. 2007. Profil Daerah Kabupaten Mukomuko. Badan Perencanaan


Pembangunan Dearah

Departeman pendidikan dan kebudayaan. 1977. sejarah daerah bengkulu.Bengkulu.Proyek


penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah departemen pendidikan dan
kebudayaan https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/masa-kerajaan-di-
bengkulu/

Diem, A. F. (2012). Wisdom of the locality (sebuah kajian: kearifan lokal dalam arsitektur tradisional
Palembang). Berkala Teknik, 2(4), 299-305.

Erniati. (2019). Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Jawa Terhadap Kearifan Lokal Masyarakat Melalui
Kesenian Tradisional Ketoprak Mataram Di Kota Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.

Iyud Dwi Mursit, 2022. 8 Budaya dan Tradisi Bengkulu yang Masih Populer dan Lestari di Masyarakat
Hingga Saat Ini. Pikiranrakyat.com diakses pada tanggal 7 Februari 2023 pukul 15:18 WIB

Kearifan Lokal. (2022, November). Diambil kembali dari Adalah.co.id:


https://adalah.co.id/kearifan-lokal/

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 105


Khotimah, N., & Digna, D. (2021). Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Dalam Pengembangan
Karakter Positif Peserta Didik. Proseding Seminar Nasional Pedir Research Insitute, Kupang,
129-135.

Koentjaraningrat (Redaksi). 1971. 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=643171

Purwanto, I. S. (2017). Nilai-Nilai “Dharma” Teks Cerita Mahabarata Versi Novel Karya R. K. Narayan.
Universitas Muhammadiyah Malang.

Riyadi, A. (2021). Modul 1. Perubahan dan Kesinambungan dalam Kehidupan Bangsa Indonesia Masa
Pra Aksara, Hindu-Budha, Islam, Kolonialisme Barat di Indonesia, dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran IPS.

Santosa, E. Revitalisasi Dan Eksplorasi Kearifan Lokal (Local Wisdom) Dalam Konteks
Pembangunan Karakter Bangsa. 12-26.

Shufa, N. K. (2018). Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah Dasar : Sebuah Kerangka
Konseptual. Inopendas Jurnal Ilmiah Kependidikan, 1(1), 48-53.

Soedigdo, D., Harysakti, A., & Usop, T. B. (2014). Elemen-elemen pendorong kearifan lokal pada
arsitektur nusantara. Jurnal Perspektif Arsitektur, 9(1).

Soekmono, R. (1979). Dinamika Peradaban Hindu-Budha di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama

Susiati, A. M. (2021). Kearifan Lokal dalam Perilaku Sosial Remaja di Desa Waimiting Kabupaten
Buru. Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah Buton, 7(1), hal 8-23.

Tondi, M. L., & Iryani, S. Y. (2018). Nilai dan makna kearifan lokal rumah tradisional limas palembang
sebagai kriteria masyarakat melayu. Langkau betang: jurnal arsitektur, 5(1), 15-32.

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 106


INDEKS

Kebudayaan, 34, 37, 50, 56, 61, 69, 71,


A
106, 108, 109
Akulturasi, 37, 105 Komoditi, 106
Animisme, 105 Kompleks, 106
Artefak, 55, 105 Konservasi, 106
Austronesia, 42, 105
L
B
Landasan, 6, 106
Bahasa krui, 105
Bahasa pekal, 105 M
Barter, 105 Megalitihkum, 106
Benteng, 105 Melanesia, 41, 106
Bilik, 105 Memproduksi, 106
Mendistribusikan, 106
D
Mengkomsumsi, 106
Dinamisme, 105 Menhir, 106
Dolmen, 105 Monumen, 106
Mosolitiekum, 41, 106
E
Eksplisit, 105 N
Estetika, 105 Nasihat, 106
Neolithikum, 106
F
Nomaden, 106
Festival, 105
Flakes, 105 P
Food gathering, 105 Paleolithikum, 106
Pantangan, 15, 106
G
Paternalistis, 106
Geografis, 105 Pelestarian, 106
Geometris, 105 Penigo, 107
Perundagian, 106
I Perunggu, 107
Instrument, 105 Petuah, 16, 107
Intangible, 14, 105 Praaksara, 26, 40, 45, 106
Produksi, 29, 107
K Punden berunak, 107
Kearifan lokal, i, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12,
87, 105, 107
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 107
R
Religi, 54, 107
Ritual, 19, 60, 64, 98, 99, 103, 107

S
Sanskerta, 107
Sarkofagus, 107
Simbolis, 107
Strata Sosial, 107
Survive, 107
Syair, 87, 89, 91, 92, 93, 96, 107

T
Tangible, 14, 107
Totemisme, 107

Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 108

Anda mungkin juga menyukai