Segala puji hanya milik Allah SWT.Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
Kearifan lokal. Buku ini disusun untuk melengkapi tugas kearifan lokal Bengkulu.
Pengembangan dan penyusunan materi diberikan secara urut. Penyajian materi di desain untuk
memperkuat pemahaman tentang kearifan lokal dengan penjelasan yang cukup panjang.
Dalam penyusunan modul ini tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun
penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan
dan dorongan teman - teman ,sehingga kendala-kendala tersebut dapat teratasi. Penyusunan
buku ini disesuaikan dengan referensi yang di dapat dari jurnal, buku, artikel, maupun internet.
Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan penyusun demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga buku ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca dan bermanfaat bagi pendidik serta rekan-
rekan dalam mengembangkan ilmu pemhaman tentang kearifan lokal di Bengkulu terkhusus
di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Muko-Muko.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
A. Pengertian Multikulturalisme ......................................................................... 69
B. Multikulturalisme dan Persebarannya ........................................................... 70
C. Akar Sejarah Multikulturalisme ...................................................................... 72
D. Masyarakat Indonesia yang Multikultural.................................................... 75
E. Multikulturalisme dan Kearifan Universal .................................................... 77
F. Pentingnya Pendidikan Multikultural ............................................................ 80
G. Soal Evaluasi .................................................................................................. 84
KEARIFAN LOKAL KABUPATEN SELUMA & KABUPATEN MUKO-MUKO . 85
A. Kearifan Lokal Sarafal Anam....................................................................... 85
B. Urutan Kegiatan Sarafal Anam ................................................................... 86
C. Perlengkapan atau Atribut Kegiatan Sarafal Anam................................. 87
D. Makna dan Nilai Sarafal Anam ................................................................... 93
E. Kearifan Lokal Ritual Cilok Kai .................................................................. 95
F. Perlengkapan Acara Ritual Cilok Kai......................................................... 96
G. Proses Pelaksanaan Ritual Cilok Kai .......................................................... 97
H. Makna dan Nilai Ritual Cilok Kai ............................................................. 100
I. Soal Evaluasi ................................................................................................ 101
GLOSARIUM ............................................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 105
INDEKS ...................................................................................................................... 107
iii
Kelompok 1/6D
Bab.I.
M
enurut bahasa, kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal.
Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya
bijaksana, sedangkan local
artinya setempat. Dengan demikian pengertian
kearifan lokal menurut tinjauan bahasa
merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai
setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di Gambar 1.1 Sarafal Anam
tempat tersebut. Sumber : https://rakyatbengkulu.disway.id
Sedangkan secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) juga terdiri dari dua kata,
yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local). Sebutan lain untuk kearifan lokal diantaranya adalah
kebijakan Naela Khusna Faela Shufa (Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal), setempat (local
wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious).
Menurut Utari (2016) pengertian dari kearifan lokal merupakan, “kecendikiaan terhadap
kekayaan setempat atau suatu daerah berupa pengetahuan, kepercayaan, norma, adat istiadat,
kebudayaan, wawasan dan sebagainya yang merupakan warisan dan dipertahankan sebagai
sebuah identitas dan pedoman dalam mengajarkan kita untuk bertindak secara tepat dalam
kehidupan”.
Berdasarkan pengertian kearifan lokal yang telah dipaparkan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan potensi dari suatu
daerah serta hasil pemikiran manusia maupun hasil karya manusia yang mengandung nilai yang
arif dan bijaksana serta diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi ciri khas daerah
tersebut. Pengintegrasian kearifan lokal dalam pembelajaran sebagai untuk meningkatkan rasa
cinta kearifan lokal dilingkungannya serta sebagai upaya menjaga eksistensi kearifan lokal di
tengah derasnya arus globalisasi.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang
mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari
kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya
lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah
terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan
secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam
aktivitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang
tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal bukan hanya
tepat diterapkan dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan siswa
serta sebagai penanaman karakter dan membekali siswa untuk menghadapi segala
permasalahan di luar sekolah. Dikarenakan penyelenggaraan pendidikan memiliki peran
strategis dalam pengenalan serta pewarisan budaya maka pembelajaran berbasis kearifan lokal
sangat tepat diterapkan disekolah. Khususnya sekolah dasar karena sekolah dasar adalah tahap
awal peserta didik memperoleh pengetahuan dan sebagai dasar sebelum melangkah menuju
pengetahuan seterusnya dalam tingkatan yang lebih tinggi.
Kearifan lokal merupakan bentuk perilaku manusia dalam menghargai segala ketentuan
yang telah menjadi tuntunan hidup dari para leluhur. Kearifan lokal terwujud dalam
perilaku positif manusia dalam hubungannya dengan manusia, alam dan lingkungan sekitar
yang bersumber dari nilai-nilai dan norma-norma seperti nilai agama, adat istiadat, budaya
setempat, serta petuah atau nasihat nenek moyang yang terbentuk secara alamiah dalam suatu
komunitas.
Local wisdom merupakan satu perangkat pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan
strategi kehidupan yang berwujud dalam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang
mampu menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Fajarini, 2014;
Saputra, 2011; Cheng, 2002; Triyanto, 2017). Kearifan lokal menjadi pengetahuan dasar dari
kehidupan, didapatkan dari pengalaman ataupun kebenaran hidup, bisa bersifat abstrak atau
konkret, diseimbangkan dengan alam serta kultur milik sebuah kelompok masyarakat tertentu
(Mungmachon, 2012: 174).
Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal
dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri Wibowo (2015:17). Identitas dan
Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar agar
tidak terjadi pergeseran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam mengolah
kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik.
Fajarini (2014:123), Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing
sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat
“local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious.
Menurut Hilmi (dalam Susiati, 2018), terapat beberapa tipe kearifan lokal, yaitu
1) kearifan lokal yang berhubungan dengan pengobatan; 2) kearifan lokal dalam
hubungannya dengan sistem produksi; 3) kearifan lokal dalam hubungannya dengan
makanan; 4) kearifan lokal dalam hubungannya dengan sesama manusia; 5) kearifan lokal
dalam hubungannya dengan pakaian; dan 6) kearifan lokal dalam hubungannya dengan
perumahan.
Selanjutnya, nilai-nilai yang relevan dengan kearifan lokal, antara lain nilai kejujuran,
tanggung jawab, disiplin, kreatif, serta kerja keras (Haryanto, 2014: 212). Dalam karya seni,
khususnya seni tradisional, kearifan lokal akan tercermin dalam bahasa, baik secara lisan
maupun tulisan: pepatah, pantun, nyanyian, atau petuah. Berdasarkan sejarahnya, seni
pertunjukan tradisional berawal dari upacara dan ritual keagamaan tradisional yang bersifat
magis, disampaikan dalam bentuk mantra-mantra secara berulang (Sastrowardoyo, 1995;
Hasanuddin, 1996).
Menurut Tjahjono, yang peneliti jelaskan dalam bahasa peneliti sendiri local wisdom
(kearifan lokal), yaitu sesuatu yang berhubungan dengan sistem norma dan nilai-nilai yang
diatur, digunakan, dipahami, dipakai, oleh komunitas masyarakat daerah atau lokal, yang di
dasarkan pada pengetahuan dan juga pengalaman pribadi yang mereka miliki dalam
berkomunikasi dengan lingkungan di mana mereka berada. (Tjahjono: 2000) Local Wisdom
memiliki beberapa ciri-ciri di antaranya: 1. Mampu mengendalikan diri 2. Tempat untuk
melindungi dari pengaruh kebudayaan yang berasal luar daerah. 3. Mampu mengakomodasikan
kebudayaan yang datang dari luar. 4. Mampu memberikan dan mengarahkan pada
perkembangan kebudayaan. 5. Mampu menghubungkan budaya asli dan kebudayaan yang
datang dari luar.
Local wisdom (kearifan lokal) bentuknya dapat dikelompokkan kedalam dua aspek
ialah wujud yang nyata dan tidak berwujud. Local wisdom, dalam bentuk wujud nyata
diantaranya: a. Sistem nilai (Tekstual) , yang mana khusus dituliskan di dalam kitab primbon,
atau dengan selembar daun lontar. b. Arsitektur bangunan c. Benda-benda tradisional yang
ditinggalkan seperti keris dan sebagainya. Local Wisdom yang tidak berwujud misalnya, kata-
Setiap negara, daerah, atau wilayah memiliki adat budayanya masing-masing. Berbeda
dengan negara kita yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat, kebanyakan orang-
orang dari negara asing di luar sana sudah melupakan adat dan istiadat nenek moyang mereka.
Mereka lebih suka dengan kehidupan bebas yang dianggap modern tanpa terikat dengan petuah-
petuah apalagi adat lama yang dianggap ketinggalan zaman. Tidak hanya itu, seiring
berjalannya waktu, budaya asing juga mulai merambah ke berbagai wilayah di Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang juga mengandung nilai-nilai
budaya yang sangat kuat. Mengingat usia dari nilai-nilai budaya ini sudah mencapai puluhan
atau ratusan tahun, nilai-nilai budaya pada kearifan lokal ini sangat dipercaya oleh masyarakat
setempat. Kepercayaan yang kuat inilah yang membuat budaya asing tidak bisa dengan mudah
masuk dan mempengaruhi masyarakat. Dengan begitu, karakteristik masyarakat dari suatu
daerah akan tetap terjaga dengan baik.
Menghindari budaya asing yang masuk ke Indonesia bukan hal yang mudah untuk
dilakukan. Apalagi, di era globalisasi seperti sekarang, dimana segalanya bisa terhubung
dengan mudah dan cepat. Budaya atau tren dari luar biasanya menyebar cepat melalui Youtube,
televisi, dan media sosial.
Karena keberadaan teknologi inilah yang membuat budaya asing bisa dengan mudah
memasuki Indonesia. Namun, disisi lain, berbeda dengan budaya luar, kearifan lokal memiliki
fleksibilitas yang cukup tinggi, sehingga bisa diakomodir dengan mudah tanpa harus merusak
kepercayaan kearifan lokal yang sudah ada sebelumnya. Alhasil kalaupun ada budaya asing
yang masuk, budaya asing ini hanya akan jadi tren sesaat dan bukannya menggantikan budaya
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 9
warisan nenek moyang yang sudah ada. Apalagi sampai merusak kepercayaan yang sudah
berusia puluhan hingga ratusan tahun.
Kearifan lokal memiliki kemampuan bukan hanya untuk mengakomodasi, tetapi juga
mengintegrasikan budaya asing yang masuk dan memadukannya dengan budaya yang sudah
ada dengan baik. Contoh dari ciri ini adalah
pembangunan sebuah gedung di Indonesia.
Tidak jarang arsiteknya memadukan budaya
lokal dengan mencontek desain bangunan
tradisional di Indonesia, kemudian
memadukannya dengan arsitektur modern.
Budaya asing bukanlah sesuatu yang bisa ditolak dengan mudah. Namun disisi lain,
kearifan lokal yang menjadi adat dan budaya asli juga mengakar begitu kuat, sehingga akan
sulit untuk menghilangkannya dari masyarakat. Alih-alih hilang dan digantikan oleh budaya
asing, kepercayaan terhadap kearifan lokal yang lebih kuat, sehingga membuat kita justru
mampu mengendalikan budaya asing yang masuk.
Bukan hanya itu, kita juga bisa dengan mudah menyaring budaya asing yang masuk.
Dengan kata lain, kita menentukan mana budaya asing yang bisa diterima di Indonesia, dan
mana budaya asing yang memiliki nilai buruk.
Kearifan lokal yang sudah dipercaya oleh masyarakat sejak lama mau tidak mau juga
akan mempengaruhi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak, kearifan lokal
yang sudah berusia puluhan tahun pada akhirnya akan menjadi kepercayaan atau pedoman yang
dianut oleh masyarakat setempat.
Alhasil ketika terjadi sesuatu pun, masyarakat akan menjadikan kearifan lokal sebagai
patokan sebelum mengambil sikap atau tindakan tertentu. Kebiasaan ini juga membuat
masyarakat di wilayah tertentu dapat mengembangkan budaya yang sudah ada menjadi lebih
Asriati (2012) menjelaskan sangat penting untuk menghidupkan kembali budaya lokal
atau kearifan lokal sebagai bentuk pembangunan karakter. Penyebabnya adalah kearifan
lokal akan mengantar peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Pilar yang menopang
kehidupan manusia, mendorong untuk bersikap jujur sebagai bentuk pertanggungjawabannya
kepada Tuhan YME. Aspek inilah yang mendorong manusia untuk berpikir akan Tindakan atau
perilaku yang diperbuat olehnya, apakah sejalan atau malah menyimpang dari ajaran yang
dianutnya.
Selain nilai dan norma agama, dalam masyarakat juga masih berlaku dan sangat kental
dengan nilai maupun norma yang selalu bersumber pada adat istiadat. Kearifan lokal yang
mengajar kebaikan (antara lain dorongan kerja keras, kesopanan berbahasa, aturan hormat
kepada orang lain, dsb) hingga kearifan lokal yang mengajarkan ajaran melestarikan alam, akan
terus diwariskan dan sebenarnya masih ada di sekitar kita, yang tentunya tak luput sejalan
dengan kearifan lokal yang berpegang pada norma agama. Dikarenakan hal itu, maka ketika
pendidikan karakter kembali gencar diperbincangkan, maka dengan itulah Pendidikan karakter
dapat diperkuat dengan adanya kearifan lokal. Tidak hanya itu, kearifan lokal pun seperti
terlahir kembali semenjak gencarnya Pendidikan karakter, sehingga dapat selalu dimanfaatkan
di dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara.
Kearifan lokal layaknya budaya, bermakna sebuah gagasan yang bersifat arif serta
bijaksana, mengandung nilai-nilai yang baik, dan tertanam dalam kehidupan anggota
masyarakat. Kearifan lokal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat memiliki banyak
bentuk seperti, hukum adat, aturan khusus, etika, norma, nilai, serta kepercayaan yang dianut
oleh suatu kaum. Asriati (2012) menyebutkan nilai-nilai luhur yang terkait dengan kearifan
lokal adalah: 1) baik dan rendah hati, 2) jujur, 3) kreatif, kerja keras, serta percaya diri, 4)
kepemimpinan dan keadilan, 5) cinta damai, toleransi, dan persatuan, 6) peduli dan kasih
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 11
sayang, 7) mandiri, disiplin, dan tanggung jawab, 8) cinta kepada Tuhan dan semesta-Nya,
9) santun dan hormat.
Masyarakat dapat membentuk dirinya dengan tidak merusak pada tatanan sosial dengan
berpegang pada kearifan lokal. Kearifan lokal yang berfungsi sebagai rambu, pedoman, serta
pengontrol perilaku baik dengan sesama manusia maupun dengan alam. Namun sayangnya,
ketenaran kearifan lokal kian memudar seiring berkembangnya jaman, banyak masyarakat yang
tidak lagi menjadikan kearifan lokal sebagai nilai luhur yang sudah ada sejak lama. Hal ini
menjadikan keberhasilan penanaman Pendidikan karakter perlu adanya daya dukung seperti
waktu, pikiran, tenaga, semangat, kemauan, serta komitmen yang dimiliki. Semakin besar
daya dukung yang diberikan, maka berbanding dengan tingkat keberhasilan
pengimplementasian Pendidikan karakter.
Fungsi sosial merupakan salah satu fungsi dari sekolah, sehingga dalam menjalankan
fungsinya harus dapat mensosialisasikan siswa sehingga mereka dapat hidup bermasyarakat.
Masyarakat adalah tempat untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan belajar untuk berubah lebih
baik sebagai manusia. Sekolah adalah sebagai tempat belajar untuk siswa agar dapat hidup.
Dalam masyarakat. Oleh sebab itu, kurikulum sekolah baiknya memberi perhatian khusus
pada penanaman Pendidikan karakter. Kearifan lokal yang terdapat di sekitar peserta didik baik
yang bersifat sakral maupun yang profan (bagian dari keseharian) akan terus berkembang dan
tumbuh didalam kesadaran masyarakat. Beragam budaya Indonesia sebagai kearifan lokal
merupakan modal besar untuk membangun bangsa. Salah satu dalam membangun bangsa
dengan memanfaatkan kearifan lokal yakni dengan memasukkan berbagai nilai positif
kearifan lokal lewat kurikulum Pendidikan sebagai suatu mata pelajaran.
Kearifan lokal mempunyai ciri khas serta fungsi secara umum seperti berikut: (1) mampu
membangun mekanisme dan kebersamaan untuk bertahan dari adanya gangguan ataupun
perusak solidaritas di dalam kelompok.; (2) sebagai unsur budaya yang bertumbuh dari bawah,
berkembang dalam masyarakat, dan eksis; (3) sebagai bagian-bagian perekat animo sosial; (4)
dapat diubahnya pola pikir serta hubungan yang saling menguntungkan individu maupun
kelompok yaitu dengan meletakkan di atas kesamaan; (5) berfungsi mewarnai kebersamaan di
dalam komunitas tertentu; (6) sebagai penanda identitas. Pentingnya pelaksanaan pembelajaran
yang berbasiskan kearifan lokal sejalan dengan tujuan Pendidikan yaitu upaya dalam
mewariskan budaya. Didukung pernyataan Shufa (2018) bahwasannya dengan pendidikan,
berbagai nilai luhur dalam kebudayaan bisa diperkenalkan dan disampaikan kepada peserta
didik dan dapat mengembangkan sehingga mereka dapat menjadi ahli waris yang
membanggakan serta mampu melestarikan budaya bangsa. Pernyataan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwasannya kearifan lokal sangat tepat untuk diterapkan di sekolah, khususnya di
SD. Hal tersebut dikarenakan SD merupakan tempat awal bagi peserta didik untuk memperoleh
ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai dasar untuk melangkah kepada tingkatan yang jauh
lebih tinggi. Pembelajaran yang berbasis kearifan lokal juga bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan siswa serta menanamkan karakter pada peserta didik sebagai bekal untuk
menghadapi permasalahan kehidupan di luar lingkungan sekolah.
K
earifan lokal terdiri dari dua jenis, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata
atau dikenal dengan istilah tangible dan juga kearifan lokal tidak berwujud
atau yang biasa disebut intangible.
Sesuai dengan namanya, kearifan lokal berwujud nyata adalah kearifan lokal yang bisa
kita lihat dan sentuh wujudnya. Kearifan lokal dalam bentuk nyata atau tangible ini bisa dilihat
dalam berbagai bentuk, baik itu dalam bentuk tekstual seperti tata cara, aturan, atau sistem
nilai. Bentuk selanjutnya adalah arsitektural seperti berbagai jenis rumah adat yang ada di
setiap daerah di Indonesia. Misalnya rumah Gadang di Sumatera Barat, rumah Joglo dari Jawa
Tengah, atau rumah Panggung dari Jambi.
Bentuk kearifan lokal berwujud nyata lainnya adalah cagar budaya seperti patung,
berbagai alat seni tradisional, senjata tradisional yang diwariskan turun temurun dari generasi
ke generasi lainnya, hingga tekstil tradisional seperti kain batik dari Pulau Jawa dan kain tenun
dari Pulau Sumba.
Kebalikan dari kearifan lokal berwujud yang nyata dan bisa dilihat serta dirasakan,
kearifan lokal tidak berwujud atau intangible ini tidak bisa dilihat wujudnya secara nyata.
Namun, walaupun tidak terlihat, kearifan lokal jenis ini bisa didengar karena disampaikan
secara verbal dari orang tua ke anak, dan generasi selanjutnya.
Bentuk kearifan lokal tidak berwujud antara lain adalah nasihat, nyanyian, pantun, atau
cerita yang mengandung pelajaran hidup bagi generasi selanjutnya yang bertujuan agar para
generasi muda di wilayah tersebut tidak melakukan tindakan buruk yang dapat merugikan diri
sendiri, masyarakat, serta alam sekitar yang menjadi rumah serta sumber penghidupan mereka.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 15
Contohnya adalah kepercayaan asal Papua yang dikenal dengan nama Te Aro Neweak
Lako. Kepercayaan ini merupakan bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud atau intangible,
dimana masyarakat mempercayai bahwa alam merupakan bagian dari diri mereka.
Kearifan lokal memiliki cakupan yang cukup luas. Bukan hanya adat istiadat, kearifan
lokal juga merupakan pandangan hidup masyarakat mengenai sumber daya alam yang ada di
wilayah mereka. Kearifan lokal yang ada membuat masyarakat lebih sadar mengenai
pentingnya sumber daya alam yang ada disekitar mereka.
Hal ini dilakukan agar ikan memiliki kesempatan untuk berkembang biak dengan
maksimal. Selain itu, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan juga dilarang untuk menangkap
ikan dengan pukat harimau atau bom yang dapat merusak terumbu karang dan mengganggu
ekosistem di lautan.
Orang-orang tua kita di masa lalu, tentu ingin yang terbaik untuk kehidupan anak cucunya
kelak. Sayangnya, mereka tidak bisa hidup selamanya untuk menjaga agar anak cucunya tetap
menjalani kehidupan yang baik.
Sebagai gantinya, nenek moyang kita mewariskan berbagai kearifan lokal. Dengan
kearifan lokal yang melekat pada masyarakat, maka bukan hanya merupakan pandangan hidup
yang bisa menjadi lebih baik. Lebih dari itu, kearifan lokal juga mencakup nasihat atau petuah,
pantangan yang tidak boleh dilanggar, juga kepercayaan yang dipelihara dengan baik. Petuah
dan nasihat lama ini diwariskan tentu saja untuk menjaga agar kehidupan setiap generasi di
wilayah tertentu dapat berjalan baik.
Dengan adanya kearifan lokal, maka masyarakat akan menganggap seperangkat tradisi
sebagai hal yang sudah seharusnya dilakukan, karena mereka sudah terbiasa dengan adat
istiadat dan budaya tersebut. Selain itu, masyarakat setempat juga sudah menganggap bahwa
kearifan lokal merupakan hal yang memang harus dilakukan di wilayah tersebut.
Namun, beda ceritanya dengan para turis, dan pelancong yang berkunjung ke suatu
wilayah identik dengan kearifan lokalnya. Kearifan lokal yang tercermin dalam adat istiadat
dan budaya ini jelas tidak bisa ditemukan di wilayah lain, karena itulah yang membuat turis
merasa terkesan dengan wilayah tersebut.
Lihat saja Bali, bukan hanya punya alam yang cantik, Bali juga memelihara adat dan
budaya yang diwariskan oleh para nenek moyang kepada mereka. Alhasil, warisan budaya
inilah yang membuat Bali terasa berbeda, terasa lebih istimewa, terasa lebih berkesan
dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang ada di dunia.
Kearifan lokal mencakup nilai-nilai yang menjadi acuan sikap dan perilaku seseorang. Hal
ini berhubungan dengan proses pengembangan sumber daya manusia (SDM). Oleh sebab itu,
berbagai kegiatan pengembangan SDM sebaiknya berlandaskan kearifan lokal. Misalnya,
kegiatan yang berkaitan dengan upacara daur hidup.
Nilai budaya yang melekat di masyarakat dalam suatu daerah tidak akan lepas dari
kearifan lokal. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat berkembang baik
jika berlandaskan kearifan lokal.
Kearifan lokal dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup. Pemikiran termaksud
dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat
diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan
anjuran untuk kemuliaan manusia. Penguasaan atas kearifan lokal, akan mengusung jiwa
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 17
mereka semakin berbudi luhur. Kearifan lokal dalam konteks bahasa lokal (Jawa) tentu
memiliki kekhasan. Orang Jawa yang menyimpan kearifan lokal tidak sekedar pikiran yang
berperan, tetapi juga rasa. Orang Jawa tidak sekedar memiliki pengalaman biasa, melainkan
sebuah laku, hingga muncul kearifan lokal (Wagiran, 2011).
Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini
mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan
karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka terikat
dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama.
Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling
melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku
(Putra, 2016).
Dalam setiap kearifan lokal tentunya memiliki makna positif yang berperan dalam
terbentuknya nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Makna adalah arti dari sebuah kata atau benda,
makna didapat pada saat menggunakan bahasa dikarenakan adanya peran bahasa dalam
komunikasi dan proses berpikir, khususnya hal yang menyangkut bagaimana mengidentifikasi,
memahami ataupun meyakini (Sumaryono, 1999). Makna adalah arti atau maksud yang dapat
merujuk pada hal-hal berikut:
2. Makna Estetika, yaitu suatu sosok benda yang mempunyai sifat indah, segala
hasil seni, meskipun tidak semua hasil seni indah, atau sifat-sifat yang merujuk
kepada sesuatu yang indah di mana manusia mengekspresikan perasaan indah tersebut
3. Makna Filosofis, yaitu makna yang terkandung dari nilai (budaya) yang
terpancar dari benda sebagai kekuatan dalam tiap aksen yang ada dalam benda
tersebut (Syarofie, 2012).
1. Kain Besurek
Kain yang digunakan berbahan dasar katun dan sutra, serta cenderung berwarna merah
kecoklatan dan merah manggis. Biasanya digunakan untuk untuk penutup kepala bagi raja
penghulu, buayan dalam upacara cukur bayi, penutup jenazah, dan untuk upacara adat
pengantin. Penggunaanya hingga kini tidak hanya pada ritual adat melainkan bisa fashion
sehari-hari, apalagi pemerintah daerah sekarang sudah menerapkan batik besurek sebagai baju
kedinasan. Sehingga penggunaanya bisa dijangkau oleh semua orang namun nilai jualnya
masih cukup tinggi. Dikarenakan masih menggunakan alat tradisonal dan itulah yang
membedakan dengan kain sablon lainnya
2. Tabot
Awalnya tabot dibawa oleh para pekerja islamiyah syiah Madras dan Bengali, India bagian
selatan. Untuk membuat benteng malborough , dibawah naungan Tentara inggris. Secara
harfiah tabot berasal dari bahasa arab yg artinya tabut. Ritual tabot menjadiakan acuan
masyarakat untuk tetap semangat karena setiap perbuatan memberikan kebaikan.
pelaksanaannya dengan serangkaian upacara adat dan diakhiri dengan arakarakan bangunan
berhias (tabot) yang diiringi musik dol ( alat musik Bengkulu). Menariknya setiap tradisi tabot
pemerintah menyelenggarakan festival, tentu menarik wisata untuk berkunjung serta
mendekatkan yang jauh atau sebagai ajang silahturami keluarga.
3. Dol
menarik, ukuran yang cukup besar dan ringan. Tidak menutup kemungkinan anak kecil untuk
memainkanya. Dari muda hingga tua sangat mahir. maka dari itu, pelastariannya lebih
ditingkatkan supaya dol akan selalu eksis.Dengan suara gemuruh yang kencang membuat
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 20
orang disekitar bersemangat. sensasi ini yang membedakan dengan alat musik lainnya. Dulu
dol hanya dimainkan oleh garis keturunannya. Orang Bengkulu keturunan india atau disebut
sipai, Sehingga jika bukan keturunannya sangat sulit untuk mencoba namun kini semua orang
boleh untuk mencobanya.
Sejak saat itu H. Wajid Bin Raud yang merupakan masyarakat asli suku Lembak
sebagai tokoh yang dipercaya dan dihormati menerima serta mengembagkan sarafal anam
secara turun temurun. Seni vokal Dengan lantunan ayat suci al-qur’an serta syairnya, serasa
membuat hati tenang dan damai. Dengan tujuan sebagai bentuk pujian terhadap segala
keberkahan oleh allah swt, doa dan wujud syukur hamba kepada tuhannya. Nilainya sebagai
panutan masyarakat berupa kehidupan sosial : kebersamaan dan gotong royong terhadap
sesama yang melibatkan beberapa laki-laki yang berzikir. Syair melayu yang disenandungkan
dengan melantunkan syair Bisyarih dan tanakal (syair arab) diiringi oleh rebana. yang
memainkannya harus mengikuti ajaran islam dengan memakai kopiah, baju muslim serta kain
sarung Pemerannya diperuntukan laki-laki sebab lakilaki sebagai pemipin selayak
yang memimpin doa untuk kaumnya.
Awalnya pada tahun 1943 masa pendudukan Jepang. kulit lantung dibuat menjadi
pakaian sehari-hari. Kain yang disebut sebagai kain Terjajah ini merupakan lambang
perjuangan rakyat terhadap penjajah. Orang terdahulu memutar otak untuk tetap survive. Meski
tekanan, keadaan memburuk, kelaparan serta penindasan lainnya Tak menyurut semangat. Jika
diam dan hanya berpasrah diri hingga waktu berlalu tidak akan perna ada kreatif sedemikian
rupa ini. Maka tetaplah konsisten serta usaha semaksimal untuk membangkitkan potensi yang
ada dalam diri.
Menjadikan nilai plus dari kerajinan kulit lantung dari getahnya, karena menurut
penilaian masyarakat bengkulu getah membuat barang tidak mudah rusak. Sehingga bisa
digunakan dengan jangka waktu yang lama dan juga harganya ekonomis. Tentu menjadi pilihan
bagi para ibu rumah tangga untuk bisa bergaya, tidak perlu mengerluarkan biaya mahal bahkan
bisa terlihat indah dan berkualitas.
Tradisi serawai dan rejang yang masih dipakai sampai kini. pada malam 27 ramadhan
diadakannya kegiatan membakar batok kelapa setinggi 1,5 meter. pembakaran dilakukan
dihalaman depan rumah setelah magrib.
Dengan berkeyakinan itu suku serawai dan rejang mempercayai bahwasanya batok
kelapa yang dibakar sebagai penyambutan kedatangan roh dan penerang jalan para roh. dengan
aroma yang khas kelapa membuat orang tetap berada didekatnya. Nyaman dengan kenikmatan
malam bersama orang-orang tercinta sehingga opai melem likua menjadi pilihan berkumpul
bersama keluarga.
Berejung merupakan tradisi yang tidak terlepas dari tarian adat suku serawai. dengan memulai
tarian adat, lalu dipertengahan dengan berejung, setelah itu ditutup tarian adat.
Biasanya berejung untuk acara pernikahan dan peresmian. Sebagai pertunjukan nyanyian
dengan logat serawai dengan
mengungkapkan isi hati sesuai
pengalaman yang terjadi. Namun tidak
terlepas disitu berejung juga dapat
memberikan nasihat dan nilai dengan
penyampaian yang unik sehingga orang
yang datang merasa terhibur dan tidak
merasa digurui.
Gambar 2.8 Berejung
Sumber : https://bengkulu.pikiranrakyat.com/
Masyarakat suku lembak di Kota Bengkulu menggelar tradisi kenduri nasi santan
menjelang panen raya. Kenduri nasi santan ini sudah turun temurun dilakukan sebagai bentuk
rasa syukur karena tanaman padi milik mereka sudah memasuki musim panen raya. Dalam
tradisi ini, mereka menikmati nasi santan (nasi uduk) yang telah dimasak di rumah untuk
dimakan bersama di area persawahan yang akan dipanen. Tradisi ini dipimpin oleh tokoh adat.
Biasanya, tokoh adat bakal menjadi pembaca
doa saat kenduri nasi santan. Sebelum
memanjatkan doa yang dibawakan tokoh
masyarakat, tuan rumah membakar kemenyan
didekat batang padi didekat pondok. Usai
membakar kemenyan, tokoh masyarakat
memberikan kata pengantar doa.
1. Jelaskan perbedaan antara kearifan lokal berwujud nyata dan kearifan lokal yang tidak
berwujud?
2. Sebutkan fungsi" dari kearifan lokal?
3. Salah satu identitas kearifan lokal yang ada di provinsi Bengkulu adalah Tabot yang
dimaknai sebagai?
4. Jelaskan mengapa kearifan lokal dimaknai sebagai sebuah pemikiran tentang hidup?
5. Sebutkan contoh" kearifan lokal yang ada di provinsi Bengkulu?
W
ilayah Indonesia merupakan wilayah yang memilki letak yang strategis,
sehingga tidak heran jika terjadi akulturasi beragam budaya yang terjadi sejak
zaman nenek moyang sampai zaman era global saat ini. Letak yang strategis
tersebut sangat didukung oleh sumber daya manusianya. Kehidupan Indonesia pada zaman
praaksara dan pada masa hindu budha senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Semua itu bertahap dan melalui proses yangsangat lama. Tentunya corak kehidupan yang saat
ini kita lakukan adalah kembangan dari corak kehidupan pada zaman praaksara.
Istilah pra-aksara yang berasal dari gabungan kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya
sebelum dan aksara berarti tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa pra-aksara adalah
masa sebelum manusia mengenal bentuk tulisan. Masa pra-aksara disebut juga dengan masa
pra-sejarah, yaitu suatu masa dimana manusia belum mengenal tulisan.
Pada awalnya, masyarakat pra aksara hidup secara nomaden. Dalam perkembangannya,
kehidupan mereka mengalami perubahan dari nomaden menjadi semi nomaden. Akhirnya
mereka hidup secara menetap di suatu tempat, dengan tempat tinggal yang pasti. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat pra aksara menggunakan beberapa jenis peralatan,
baik yang terbuat dari batu maupun logam. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara telah
menghasilkan alat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Berdasarkan
perkembangan kehidupan, manusia pra aksara terbagi menjadi tiga masa, yaitu masa berburu
dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat bergantung pada alam sekitarnya.
Daerah yang ditempati manusia pra aksara adalah daerah yang banyak menyediakan bahan
Manusia yang hidup pada zaman berburu dan mengumpulkan ini diperkirakan semasa
dengan zaman paleolithikum. Secara geografis pada zaman ini masih banyak tergantung pada
kondisi alam sekitar. Manusia kadang harus menyesuaikan diri dan bertahan hidup sesuai
dengan kondisi lingkungannya.
Daerah padang rumput, sungai dan danau merupakan tempat-tempat ideal bagi manusia
pra aksara, karena disitulah akan tersedia air dan bahan makanan yang berlimpah sepanjang
tahun. Pada zaman itu, manusia pra aksara menempati tempat tinggal sementara di gua-gua
payung yang dekat dengan sumber makanan seperti siput, kerang, ikan, air dan lain-lain.
Sedangkan untuk sumber penerangan mereka menggunakan api yang diperoleh dengan
cara mebenturkan sebuah batu dengan batu sehingga menimbulkan percikan api dan membakar
bahan-bahan yang mudah terbakar seperti serabut kelapa kering, lumut kering, rumput kering.
a. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana sangat tergantung pada alam. Mereka akan tetap tinggal ditempat tersebut selama
bahan makanan masih tersedia dengan cukup. Namun ketika mereka telah kehabisan sumber
makanan atau alam sekitarnya tidak lagi menyediakan sumber makanan, maka mereka akan
berpindah dan mencari tempat-tempat lain yang sekiranya kaya akan bahan makanan.
Kehidupan yang selalu berpindah-pindah atau nomaden inilah ciri manusia pra aksara pada
masa berburu. Hasil perburuan mereka kumpulkan untuk keperluan perpindahan tempat,
sebelum mereka mendapatkan tempat yang baru.
b. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana masih pada tingkatan sederhana sekali. Karena mereka hidup berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat yang lain, maka mereka hidup secara berkelompok dan tersusun dalam
keluarga-keluarga kecil. Dalam satu kelompok ada seorang pemimpin kelompok. Pemimpin
kelompok inilah yang dalam perkembangan selanjutnya di sebut ketua suku. Ketua suku
memimpin anggota kelompok untuk berpindah pindah dan mencari tempat yang baru. Anggota
kelompok laki laki bertugas berburu hewan sedangkan yang perempuan bertugas
c. Kehidupan Budaya
Kajian budaya dapat di lihat dari hasil karya mereka yang telah ia buat. Alat-alat pada
zaman pra aksara dapat memberikan petunjuk bagaimana cara manusia pada masa itu hidup.
Pada tingkatan permulaan, cara pembuatan peralatan ditunjukkan pada kegunaannya lalu
ditingkatkan pada cara pembatannya. Karena peralatan manusia pra aksara pada waktu itu
terbuat dari batu maka hasil budaya yang dikembangkan pada zaman tersebut adalah hasil
budaya batu. Sehingga tidak heran jika zaman tersebut terkenal dengan zaman batu. Diantara
hasil budaya batu yang pernah ditemukan antara lain; kapak perimbas, kapak penetak, kapak
genggam, serpih bilah, dan lain-lain.
Setelah melewati masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan, maka mereka
menuju masa kehidupan bercocok tanam. Mereka telah merasakan kehidupan berpindah-
pindah kurang menguntungkan karena harus berulangkali membuka ladang. Selain itu dengan
bercocok tanam dirasakan persediaan makanan akan tercukupi sepanjang tahun, tanpa harus
membuka ladang lagi. Selain bercocok tanam juga dikembangkan memelihara hewan ternak.
Manusia yang hidup pada masa bercocok tanam ini diperkirakan semasa dengan zaman
neolithikum. Secara geografis pada zaman ini sangat menggantungkan iklim dan cuaca alam.
Hal ini karena sangat di butuhkan untuk bercocok tanam. Hasil dari penen mereka juga sangat
a. Kehidupan Ekonomi
Pada masa ber bercocok tanam ini, manusia mampu mengolah lahan secara sederhana
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara ekonomi mereka telah menghasilkan produksi
sendiri untuk memenuhi kebutuhan kelompok. Mereka membabat hutan dan semak belukar
untuk di tanami. Produksi yang mereka hasilkan antara lain dari jenis tanaman umbi umbian.
Karena jenis tanaman ini mudah di kembangkan dan tidak memerlukan teknik pertanian yang
begitu rumit.
Selain pertanian, sumber ekonomi yang lain adalah beternak. Dengan memelihara ayam,
kerbau, babi hutan dan lain-lain mereka sangat terbantu dalam menjalani hidup. Fungsi hewan
ternak selain sebagai sumber makanan untuk juga membantu dalam berburu, karena kegiatan
berburu dan mengumpulkan makanan masih mereka lakukan.
b. Kehidupan Sosial
c. Kehidupan Budaya
Pada masa bercocok tanam telah menghasil budaya yang mengarah pada usaha bercocok
tanam yang syarat dengan kepercayaan/religi. Bentuk alat-alatnya pun lebih halus dan sudah
bergaya seni. Secara fungsi alat-lat ini digunakan selain sebagai alat bercocok tanam juga
sebagai alat upacara keagamaan. Alat tersebut antara lain kapak persegi, kapak lonjong,
gerabah, alat pemukul kayu dan perhiasan/manik-manik.
Kapak persegi digunakan sebagai pengerjaan kayu membuat rumah, menggarap ladang
dan alat upacara. Kapak Lonjong digunakan untuk mencangkul tanah dan memotong kayu.
Alat pemukul kulit kayu di gunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus. Kerajinan
gerabah di gunakan untuk alat-alat rumah tangga dan upacara keagamaan. Perhiasan berupa
gelang dari batu dan kulit kerang di gunakan sebagai seni asesoris dan benda benda upacara
sebagai kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Ada sebuah kepercayaan bahwa orang yang meninggal dunia akan memasuki alam
tersendiri. Oleh karena itu, pada masa ini, jika ada orang yang meningal dunia di bekali benda
benda keperluan sehari-hari seperti perhiasan, manikmanik dan alat periuk lainnya.
Tujuannnya adalah agar arwah orang yang meninggal dunia mendapatkan perjalanan yang
lancar dan mendapatkan kehudupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan ghaib di alam sekitar ini. Kekuatan ghaib
berasal dari arwah nenek moyang mereka yang telah maninggal dunia. Mereka mempercayai
bahwa kekuatan ghaib dari arwah roh nenek moyang mereka bisa bertempat tempat di gunung
tinggi, hutan lebat, batu besar, pohon tua, gua yang gelap, pantai dengan ombak yang besar dan
temapat tempat keramat lainnya. Mereka menghubungkan antara kejadian-kejadian alam
seperti gunung meletus, petir, ombak, gempa bumi, gerhana matahari dan bulan adalah atas
ikut campur tangan dari kekuatan ghaib yaitu arwah nenek moyang mereka. Agar kejadian-
kejadian tersebut tidak menimpa mereka, maka mereka mengadakan pemujaan dan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 30
persembahan. Kepercayaan terhadap arwah roh nenek moyang inilah yang di sebut
kepercayaan animisme. Selain kepercayaan terhadap arwah roh nenek moyang mereka juga
mempercayai pada bendabenda tertentu yang memiliki kekuatan ghaib. Karena benda tersebut
mempunyai kekuatan ghaib maka harus di puja. Kepercayaan terhadap benda-banda yang
memiliki kekuatan ghaib inilah yang di sebut dengan kepercayaan dinamisme.
Berkaitan erat dengan kepercayaan tersebut, maka pada masa bercocok tanam ini
munculah tradisi pendirian bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu yang di sebut
tradisi megalitihk. Tradisi ini di dasari oleh kepercayaan bahwa ada hubungan yang erat antara
orang yang sudah meninggal dengan kesejahteraan masyarakat dan kesuburan ketika bercocok
tanam. Oleh sebab itu jasa seseorang yang berpengaruh terhadap masyarakat perlu di abadikan
dalam sebuah monumen atau bangunan besar yang terbuat dari batu. Bangunan ini kemudian
menjadi lambang orang yang meninggal dunia sekaligus tempat penghormatan serta media
persembahan dari orang yang masih hidup ke orang yang sudah meninggal dunia tersebut.
Bangunan megalithik tersebut antara lain dolmen, menhir, kubur peti batu, waruga,
sarkofagus,dan punden berndak.
b. Kehidupan Sosial
Pada masa perundagian, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami
perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan
hidup. Aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang
mereka pilih atas dasar musyawarah. Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih
dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang
memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang
demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih.
Dalam tata kehidupan yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti singa, harimau
dan bison merupakan prestige tersendiri jika mampu menaklukkannya. Perburuan tersebut
selain sebagai mata pencaharian juga dimaksudkan untuk menanbah strata sosial tersendiri.
Jika orang yang mampu menaklukkan harimau maka mereka telah mampu menunjukkan
tingkat keberanian tinggi dan kegagahan dalam suatu lingkungan masyarakat.
c. Kehidupan Budaya
Pada masa perundagian, seni ukir mengalami perkembangan yang pesat. Ukiran di
terapkan pada benda-benda nekara perunggu. Seni hias pada benda-benda perunggu
menggunakan pola-pola geometris sebagai pola hias utama. Hal ini terlihat dari temuan di
Watuweti (Flores) yang menggambarkan kapak perunggu, perahu dan melukis unsur-unsur
dalam kehidupan yang dianggap penting. Pahatan-pahatan pada perunggu dan batu untuk
menggambarkan orang atau binatang menghasilkan bentuk yang bergaya dinamis dan
memperlihatkan gerak. Terdapat pula kecenderungan untuk melukiskan hal-hal yang bersifat
simbolis dan abstrak-realistis, seperti yang tampak pada gambar-gambar manusia yang diukir
sebagai bulu burung bermata lingkaran pada nekara perunggu.
Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki kebudayaan asli tidak begitu saja
menerima budaya-budaya baru tersebut. Proses masuknya pengaruh budaya Indonesia terjadi
karena adanya hubungan dagang antara Indonesia dan India.
Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan
asli Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari
peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain seperti berikut.
Masuknya Hindu Budha ke Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh tersebut dapat dilihat dalam berbagai bidang,
antara lain:
a. Bidang Agama
1) Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
2) Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan
Kediri.
3) Gatot kaca sraya, karya Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan Kediri.
4) Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada zaman
kerajaan Majapahit.
Bidang seni bangunan adalah salah satu peninggalan budaya Hindu-Budha di Indonesia
yang sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Peninggalan candi yang
becorrak Hindu dan Budha yang tersebar di Jawa tengah antara lain:
• Candi yang bercorak Hindu : Candi Penataran, Candi Prambanan, candi komplek
Dieng (candi Bima, candi Arjuna, Candi Puntadewa, Candi Nakula, dan candi
Sadewa)
• Candi yang bercorak Budha : candi Borobudur, candi Plaosan, candi Pawon, candi
Mendut, candi Kalasan, dan candi Sari
1) Bidang Keagamaan
2) Bidang Politik
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 37
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Sebelumnya,
masyarakat masa pra aksara mengenal sistem kepemimpinan berdasarkan primus
inter pares. Dengan pengaruh Hindu-Budha, kelompok-kelompok kecil masyarakat
bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat
berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Kemudian, pemimpin ditentukan secara
turun-temurun berdasarkan hak waris sesuai dengan peraturan hukum kasta. Oleh
karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan
kerajaan bercorak Hindu-Budha lainnya.
3) Bidang Sosial
Masuknya kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia mengenal aturan
kasta, yaitu: Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para sarjana), Kasta Ksatria (para
prajurit, pejabat dan bangsawan), Kasta Waisya (pedagang petani, pemilik tanah dan
prajurit). Kasta Sudra (rakyat jelata dan pekerja kasar). Namun, unsur budaya
Indonesia lama masih tampak dominan dalam semua lapisan masyarakat. Sistem
kasta yang berlaku di Indonesia berbeda dengan kasta yang ada di India, baik ciri-
ciri maupun wujudnya.
Hal ini tampak pada kehidupan masyarakat dan agama di kerajaan Kutai.
Berdasarkan silsilahnya, Raja Kundungga adalah orang Indonesia yang pertama
tersentuh oleh pengaruh budaya India. Pada masa pemerintahannya, Kundungga
masih mempertahankan budaya Indonesia karena pengaruh budaya India belum
terlalu merasuk ke kerajaan. Penyerapan budaya baru mulai tampak pada waktu
Aswawarman, anak Kundungga, diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya.
4) Bidang Pendidikan
5) Bidang Arsitektur
Penanggungan, pengaruh unsur budaya India sudah tidak begitu kuat. Candi-candi
tersebut hanyalah pundenberundak.Begitu pula fungsi candi di Indonesia, candi
bukan sekadar tempat untuk memuja dewadewa seperti di India, tetapi lebih sebagai
tempat pertemuan rakyat dengan arwah nenek moyangnya. Candi dengan patung
induknya yang berupa arca merupakan perwujudan raja yang telah meninggal. Hal
ini mengingatkan pada bangunan punden berundak dengan menhirnya
Asal usul penghuni yang pertama di Daerah Bengkulu, belum dapat ditentukan dengan
pasti. Hal ini disebabkan belum adanya penyelidikan secara mendalam dan sumber-
sumber lain yang benar-benar dapat kita harapkan belum pula diketemukan.
Namun, dengan memperhatikan letak geografis bumi Indonesia yang terletak di antara
benua-benua dan di tengah-tengah dunia, serta hasil-hasil dari penelitian dan penggalian
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 39
yang telah dilaksanakan di Indonesia, tentulah dapat membantu dan memberi petunjuk
tentang kejadian dan hubungan sejarah Bengkulu pada zaman praaksara.
Dalam penggalian dan penyelidikan yang dilakukan oleh ahli pra sejarah di masa
lampau, telah membuktikan kepada kita banyaknya fosil-fosil dan artefak yang
terpendam di dalam bumi sepanjang jalur daerah Cina Selatan, Indonesia, Malaka,
Sumatera dan Pulau Jawa.
Begitu juga pada jalur daerah Cina, kepulauan Formusa, Philipina, Sulawesi, Irian dan
sekitarnya. Jalur-jalur ini menggambarkan arus perkembangan perpindahan manusia
dan kebudayaan, yang mungkin sekali kebudayaannya, terutama di daerah Asia
Tenggara.
Kalau di pulau Jawa telah ditemukan bagian kerangka jenis manusia pertama, misalnya
temuan atas Pithecanthropus Erectus tahun 1960 oleh E. Dubois di dekat Trinil, lembah
Bengawan Solo, dan antara tahun 1936-1941, juga di lembah Bengawan Solo ditemukan
"Homo Mojokertonsis” dan "Meganthropus Paleojavanicus”, begitu pun antara tahun
1931-1934 ditemukan "Homo Soloensis” oleh Von Koeningswald, maka ada juga
kemungkinan di pulau Sumatera khususnya di daerah Bengkulu pernah dihuni oleh
jenis-jenis manusia yang sejenis dengannya atau pun yang lebih tua dari jenis-jenis
manusia yang sudah ditemukan dan diselidiki di pulau Jawa itu.
Pada zaman Mosolitiekum, pada bekas tempat tinggal mereka yang terdiri dari bukit
karang (Kjokkenmoddinger) dan gua-gua banyak ditemukan sisa-sisa kebudayaan dan
fosil-fosil manusia dan binatang. Kjokken moddinger berasal dari Bahasa Denmark,
(Kjokken = dapur; moddinger = sampah) yang artinya sampah-sampah dapur yang
terdapat di sepanjang pantai Sumatera Timur Laut di antara Bangka dan Medan;
mungkin semua dari sisa-sisa makanan yang dipungutnya dari Laut selama bertahun-
tahun, sehingga menjadi sebuah bukit karang yang membantu. Bekas ini telah
menunjukkan sudah adanya manusia yang hidup menetap. Kecuali hasil-hasil
kebudayaan dari kjokken moddinger itu diketemukan juga bekas-bekas manusia seperti
tulang belulang, gigi dan pecahan-pecahan tengkorak. Dari sebuah penyelidikan yang
teliti memberikan kesimpulan bahwa manusia Mosolitikum itu termasuk dalam
golongan bangsa Papua Melanesoide, yaitu nenek moyang suku bangsa Irian dan
Melanesia. Dengan kesimpulan ini, apakah dapat pula kita katakan bahwa jenis manusia
Barulah pada jaman neolitikum kita menemukan bukti-bukti yang telah diselidiki oleh
ahli ahli pra sejarah yang terkenal tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.
Von Heine Gelderm telah mengadakan penyelidikan tentang kapak persegi. Berdasarkan
penemuan dan persebaran kapak persegi itu, beliau berpendapat bahwa pangkal
kebudayaan kapak persegi itu terletak di hulu-hulu sungai besar Asia Tenggara, dari
daerah Yunan, Cina Selatan kebudayaan itu tersebar menghilir lembah-lembah sungai
tersebut akhirnya sampai berpusat di daerah Tonkin. Proses ini tidaklah terjadi
sekonyong-konyong. Di daerah ini para pendukung kebudayaan itu menetap,
mengerjakan pertanian dan peternakan. Mereka berkenalan pula dengan laut, maka
timbullah kepandaian membuat perahu. Dengan perahu bercadik mereka mengarungi
lautan, dan orang-orang Neolitikum itu bersebaran bersama kebudayaan (kapak persegi)
ke semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa Bali dan terus ke Timur.
Adapun pendukung kapak persegi itu ialah bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia
yang nantinya menurunkan langsung ke bangsa Indonesia. Bangsa ini mendatangi
kepulauan kita kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi. Kapak persegi ini di Indonesia
terutama sekali didapatkan di Sumatera, Jawa dan Bali. Kapak ini banyak terbuat dari
bahan batu api dan chaleodom. Pembuatan kapak-kapak dari batu api terpusat di
beberapa "pabrik". Pabrik kapak persegi itu antara lain ditemukan didekat Lahat
(Sumatera Selatan), Bogor, Sukabumi, Karawang dan Tasimalaya. Prof. Dr. H. Kern
beberapa tahun sebelumnya (tahun : 1889) telah mengadakan penyedikan berdasarkan
atas perbandingan bahasa.
Di daerah Sumatera bagian Selatan, termasuk daerah Bengkulu banyak ditemui hasil
kebudayaan-kebudayaan batu besar atau megolitikum. Sebagai sisa-sisa kebudayaan
batu besar itu dapat berbentuk dolmen, menhir, kuburan atau pun batu berundak. Jenis-
jenis dari kebudayaan batu besar itu masih dapat kita saksikan di daerah Kabupaten
Rejang Lebong, dan Kabupaten Bengkulu Selatan. Begitu pun kebiasaan hidup sebagai
penangkap ikan, nelayan yang menggunakan perahu bercadik masih banyak kita lihat di
sepanjang pantai daerah Bengkulu. Juga kebiasaan hidup sebagai petani dengan alat-alat
tradisionalnya hingga sekarang masih dapat kita saksikan di daerah pedalaman.
Dengan gambaran seperti ini dapat kita katakan, bahwa asal usul penghuni yang pertama
datang ke daerah Bengkulu pun adalah bangsa Austronesia yang kampung asalnya
mungkin sekali di daerah Cina Selatan. Bangsa Austronesia sampai ke Nusantara
menemui tanah tempat tinggal yang terpisah-pisah karena alamnya yang terdiri dari
pulau-pulau, hutan dan gunung yang sukar ditembus, sehingga melahirkan suku-suku
bangsa baru.
Suku-suku bangsa yang mendiami daerah Bengkulu adalah suku bangsa Melayu dan di
daerah pedalaman lebih dikenal dengan nama Suku Rejang, Suku Lembak dan Suku
Serawai. Ketiga suku bangsa ini merupakan penduduk asli daerah Bengkulu.
Catatan tertulis yang menceritakan mengenai keadaan Bengkulu dari abad IV hingga
abad XII tidak banyak. Namun hal tersebut bukan berarti tidak terdapat peristiwa
sejarah yang terjadi di daerah ini. Sekitar abad XII abad XIII di daerah Bengkulu
terdapat kerajaan-kerajaan antara lain:
Pada saat Kerajaan Banten berada di bawah kekuasaan Belanda, maka Belanda ingin
mengadakan peninjauan terhadap perdagangan lada dan hasil bumi lainnya di
Bengkulu. VOC (Veranigde Oost Indische Campagnie) mendarat dan sampai di
Kerajaan Selebar pada tahun 1624, selanjutnya VOC mendirikan pos perdagangan pada
tahun 1633.
Pada awalnya Kerajaan Selebar memiliki hubungan yang baik dengan Kesultanan
Banten (masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa). Semenjak adanya serangan dari
Belanda terhadap Kesultanan Banten maka Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan
Haji yang bekerjasama dengan Belanda. Sejak saat itu perdagangan antara Kesultanan
Banten dan Kerajaan Selebar menjadi tidak baik, hal ini disebabkan karena Belanda
menerapkan sistem perbudakan di Kerajaan Selebar. Sistem perbudakan yang
diterapkan oleh Belanda di Kerajaaan Selebar menyebabkan adanya pemberontakan
dari Kerajaan Selebar dan berusaha mengusir Belanda dari Bengkulu.
KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan
ata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah dari kata
K buddhi yang artinya budi atau akal, maka kebudayaan adalah sebagai hal
hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Dalam bahasa inggris
kebudayaan disebut “culture”, yang berasal dari kata lain yaitu “colere”
yang berarti mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani. Dalam bahasa Indonesia,
kata culture di adopsi menjadi kultur.
11. Dr. Moh. Hatta, Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa
12. Mangunsarkoro, Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa
manusia dalam arti yang seluas-luasnya
13. Drs. Sidi Gazalba, Kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa yang
menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang
membentuk kesatuan sosial dengan suatu ruang dan suatu waktu.
14. Larry A. Samovar & Richard E. Porter, Kebudayaan dapat berarti simpanan
akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki,
agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau
kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu
generasi.
15. Levo – Henriksson, Kebudayaan meliputi semua aspek kehidupan kita setiap
hari, terutama pandangan hidup – apapun bentuknya – baik itu mitos maupun sistem
nilai dalam masyarakat.
16. Rene Char, Kebudayaan adalah warisan kita yang diturunkan tanpa surat wasiat.
C. Unsur-Unsur Kebudayaan
D. Wujud Kebudayaan
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas seta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
Wujud kedua dari kebudayaan disebut sebagai system sosial (Social System).
Wujudnya adalah berbagai tindakan berpola dari manusia, yaitu aktivitas manusin yang
saling berhubungan, berinteraksi serta bergaul dengan lainnya dari waktu ke waktu
yang mengikuti pola tertentu yang berdasarkan tata kelakuan atau adat istiadat bersifat
konkret, dapat diobservasi, difoto, dan didokumentasikan.
1. Gagasan
Zaman sekarang kebudayaan ideal banyak juga yang tersimpan di dalam arsip, disket,
compact disc, microfilm, pita komputer, dan lain-lain.
2. Aktivitas
Wujud kebudayaan sebagai suatu aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
di masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak,
serta bergaul dengan manusia lainnya.
3. Artefak
Wujud kebudayaan fisik yang paling konkret berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya manusia di masyarakat berupa benda- benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.
Provinsi papua memiliki budaya yang sangat ekstrim, yaitu upacara potong
jari. Upacara potong jari ini dilakukan ketika terdapat salah satu orang yang mereka
cintai meninggal. Hal ini dilakukan untuk memaknai kesedihan karena ditinggal
oleh orang yang dicintainya. Dalam budaya mereka, tradisi ini merupakan tradisi
yang wajib dilakukan ketika mereka kehilangan salah satu orang yang dicintai atau
salah satu anggota keluarganya. Masyarakat pegunungan tengah di Papua percaya,
bahwa dengan memotong salah satu jari merupakan simbol dari rasa sakit dan
pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya.
Tanam sasi merupakan bentuk atau wujud upacara kematian yang dilakukan
oleh Suku Marin yang berasal dari Merauke. Sasi merupakan sejenis kayu yang
ditanam sesaat setelah seseorang meninggal. Kemudian Sasi yang ditanam akan
dicabut kembali setelah mencapai 1000 hari.
Yamko Rambe Yamko merupakan salah satu judul lagu daerah yang berasal
dari Provinsi Papua. Meski irama pada lagu ini seperti menggambarkan kesan yang
menyenangkan, namun sebenarnya syair lagu ini berisi tentang kesedihan akibat
peperangan. Misalnya kesedihan terhadap pertikaian, perlawanan bangsa Indonesia
terhadap penjajahan, dan kesedihan yang diakibatkan Papua ingin memisahkan diri
dari Indonesia.
5. Tari Suanggi
Contoh budaya daerah selanjutnya adalah Tari Suanggi. Tari Suanggi adalah
tarian daerah yang asalnya dari Papua Barat dimana didalamnya mengisahkan
seorang istri yang meninggal akibat korban angi-angi atau jejadian. Seperti halnya
tari daerah lainnya, tari daerah ini juga mengandung gerakan-gerakan yang
mengarah kepada ritual atau upacara keagamaan. Diceritakan, Suanggi merupakan
roh jahat (Kapes) yang belum mendapatkan kenyamanan di alam baka. Roh jahat
ini nantinya akan merasuk pada tubuh wanita.
6. Bau Nyale
Bau Nyale merupakan salah satu upacara atau budaya daerah yang berasal
dari Lombok. Dalam bahasa sasak, “Bau” memiliki arti menangkap, sedangkan
“Nyale” merupakan sebutan untuk cacing laut didaerah Lombok. Pelaksanaan
upacara Bau Nyale ini biasanya diadakan di antara bulan Februari dan bulan Maret.
Masyarakat Lombok akan turun ke pantai saat air laut mengalami pasang-surut,
yaitu pada waktu dini hari untuk bersama-sama menangkap Nyale. Mereka
biasanya akan memakan atau menjual hasil tangkapan Nyale ini. Upacara Bau
Nyale ini berawal dari legenda Putri Mandalika yang diperebutkan oleh para
Pangeran dari berbagai kerajaan untuk dijadikan permaisuri.
7. Merarik
Selain Bau Nyale, contoh budaya daerah yang berasal dari Lombok adalah
Merarik. Merarik merupakan bahasa sasak yang mempunyai arti Menikah.
Masyarakat Lombok memiliki cara unik untuk melangsungkan upacara pernikahan
yaitu dimana sang mempelai pria akan menculik mempelai wanita, kemudian
mempelai wanita akan dibawa kerumah mempelai pria.
Namun hal tersebut sebelumnya sudah melalui izin dan kesepakatan. Sesaat
setelah melakukan penculikan, hari esoknya baru akan dilakukan proses ijab qobul
supaya pernikahan kedua mempelai tersebut sah di mata agama atau negara.
8. Upacara Ngaben
Ngurek merupakan sebuah tradisi yang berasal dari Provinsi Bali. Tradisi
ini mirip dengan Debus yang berasal dari Banten. Para pelaku yang terlibat dalam
tradisi upacara ini diharuskan menusuk tubuhnya menggunakan keris. Tujuan dari
tradisi ini adalah untuk meyakinkan manusia akan Tuhan Yang Maha Esa (menurut
kepercayaan mereka). Pada saat seseorang melakukan tradisi ini, mereka yakin serta
meminta perlindungan atau pertolongan kepada Sang Kuasa.
11. Melasti
12. Mesuryak
Mesuryak berasal dari kata suryak yang memiliki arti bersorak atau
berteriak. Pada umumnya upacara ini dilaksanakan pada pukul 9 pagi sampai 12
siang. Jika telah lewat jam 12 siang, mereka percaya jika para leluhur telah kembali
ke surga. Sebelum dimulainya upacara ini, semua masyarakat atau warga akan
melakukan ritual sembahyang di pura keluarga atau di pura kahyangan tiga yang
terdapat di desa setempat. Para leluhur yang telah dilepas kepergiannya akan
dibekali banten pengadegan (sesaji) yang diletakkan di depan pintu gerbang rumah
(kori). Biasanya sesajian ini terdiri atas beras, pis bolong, telur, dan juga
perlengkapan lainnya untuk disiapkan sebagai bekal leluhur.
Tidak kalah dengan masyarakat Bali, masyarakat Sunda juga memiliki ritual
adat daerah. Ritual ini dilakukan ketika seorang perempuan mengandung lebih dari
9 bulan bahkan sampai usia kandungan mencapai 12 bulan namun belum
melahirkan. Didalam adat ini, perempuan yang hamil disebut dengan reuneuh
mundingeun. Dimana perempuan yang hamil diibaratkan dengan munding atau
15. Tiwah
Contoh budaya daerah yang terakhir adalah berasal dari Suku Dayak yaitu
bernama ritual Tiwah. Ritual Tiwah ini dilakukan untuk upacara kematian. Seperti
halnya upacara adat lainnya, upacara kematian ini juga bersifat sakral. Dimana
tulang-tulang orang yang telah meninggal akan diambil kemudian diantar untuk
diletakkan di Sandung (Rumah kecil yang dibuat khusus hanya untuk mereka yang
telah meninggal dunia). Sebelumnya akan terdapat banyak ritual lain diantaranya
seperti tari-tarian, suara gong, dan juga hiburan.
2. Kain Besurek
Penggunaanya hingga kini tidak hanya pada ritual adat melainkan bisa
fashion sehari-hari, apalagi pemerintah daerah sekarang sudah menerapkan batik
besurek sebagai baju kedinasan. Sehingga penggunaanya bisa dijangkau oleh semua
orang namun nilai jualnya masih cukup tinggi. Dikarenakan masih menggunakan
alat tradisonal dan itulah yang membedakan dengan kain sablon lainnya.
3. Tabot
Awalnya tabot dibawa oleh para pekerja islamiyah syiah Madras dan Bengali,
India bagian selatan. Untuk membuat benteng malborough , dibawah naungan
Tentara inggris. Secara harfiah tabot berasal dari bahasa arab yg artinya tabut. Ritual
tabot menjadiakan acuan masyarakat untuk tetap semangat karena setiap perbuatan
memberikan kebaikan.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 61
Pelaksanaannya dengan serangkaian upacara adat dan diakhiri dengan
arakarakan bangunan berhias (tabot) yang diiringi musik dol ( alat musik Bengkulu).
Menariknya setiap tradisi tabot pemerintah menyelenggarakan festival, tentu
menarik wisata untuk berkunjung serta mendekatkan yang jauh atau sebagai ajang
silahturami keluarga.
4. Dol
Dol diwarnai dengan corak menarik, ukuran yang cukup besar dan ringan.
Tidak menutup kemungkinan anak kecil untuk memainkanya. Dari muda hingga
tua sangat mahir. maka dari itu, pelastariannya lebih ditingkatkan supaya dol akan
selalu eksis. Dengan suara gemuruh yang kencang membuat orang disekitar
bersemangat. sensasi ini yang membedakan dengan alat musik lainnya. Dulu dol
hanya dimainkan oleh garis keturunannya.
Seni vokal Dengan lantunan ayat suci al-qur’an serta syairnya, serasa
membuat hati tenang dan damai. Dengan tujuan sebagai bentuk pujian terhadap
segala keberkahan oleh allah swt, doa dan wujud syukur hamba kepada tuhannya.
Nilainya sebagai panutan masyarakat berupa kehidupan sosial : kebersamaan dan
gotong royong terhadap sesama yang melibatkan beberapa laki-laki yang berzikir.
Daya tarik dengan khas tiada tanding menjadikan provinsi Bengkulu kreatif
dengan segala kekayaan yang dipunya. Kulit lantung diambil dari pohonnya lalu
ditipiskan dengan cara dipukul-pukul, inilah asal mula kulit lantung. Dengan
memanfaatkan pohon karet, dan pohon ibuh untuk menciptakan berbagai kerajinan
tangan unik dan nilai jual. Seperti: tas,dompet gantungan,celengan, bingkai foto dan
Menjadikan nilai plus dari kerajinan kulit lantung dari getahnya, karena
menurut penilaian masyarakat bengkulu getah membuat barang tidak mudah rusak.
Sehingga bisa digunakan dengan jangka waktu yang lama dan juga harganya
ekonomis. Tentu menjadi pilihan bagi para ibu rumah tangga untuk bisa bergaya,
tidak perlu mengerluarkan biaya mahal bahkan bisa terlihat indah dan berkualitas.
Tradisi serawai dan rejang yang masih dipakai sampai kini. pada malam 27
ramadhan diadakannya kegiatan membakar batok kelapa setinggi 1,5 meter.
pembakaran dilakukan dihalaman depan rumah setelah magrib. Uniknya satu rumah
Konon katanya sebagai bentuk rasa syukur kepada allah SWT serta menjadi
ucapan doa kepada terdahulu atau meninggal dunia agar arwahnya tentram. Dengan
berkeyakinan itu suku serawai dan rejang mempercayai bahwasanya batok kelapa
yang dibakar sebagai penyambutan kedatangan roh dan penerang jalan para roh.
Dengan aroma yang khas kelapa membuat orang tetap berada didekatnya. Nyaman
dengan kenikmatan malam bersama orang-orang tercinta sehingga opai melem
likua menjadi pilihan berkumpul bersama keluarga.
Merupakan tradisi adat provinsi bengkulu untuk bayi sedang aqiqah dengan
maksud memberikan pujian serta doa agar kedepannya selalu terjaga dalam
kebaikan. Bayi diletakan dibuaian kain bermotif besurek digendong bujang ( laki-
laki belum menikah). Pelaksanaanya dengan melantukan shalawat diringi rebana
serta dengan ramuan yang sudah dibacakan doa seperti air kelapa diberikan dikepala
bayi dengan maksud shalwat yang dibacakan menjadi rahmat untuk bayi. Setelah
itu bayi dikelilingi untuk dicukur rambutnya. Menarik dalam tradisi ini ada banjar
uang atau bendera yang ditempelkan uang menjadi moment untuk anak-anak kecil
mengambilnya jadi setiap diadakan aqiqah anak kecil sangat tertarik untuk ikut.
9. Berejung
Tradisi dipahami sebagai segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.
Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan yang
bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilainilai
budaya, normanorma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian
menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi
sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia
dalam kehidupan sosial. Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai
kepercayaan dengan cara turun menurun yang dapat dipelihara.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa ‘‘Sansekerta’’ yaitu budaya dari kata
Buddhi yang artinya budi atau akal Maka kebudayaan adalah sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan budi atau akal. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut kultur
yang berasal dari kata lain yaitu klor yang berarti mengolah atau mengerjakan tanah
atau petani. Sedangkan pengertian mengenai kebudayaan sendiri yaitu sistem
pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia sedangkan dalam kehidupan seharihari,, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah bendabenda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup organisasi sosial, religi seni dan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 66
lain-lain yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat
Sedangkan secara umum, budaya atau kebudayaan merupakan cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh bersama serta diwariskan dari generasi ke generasi
berikutnya. Contohnya seperti adat ‘ngunduh mantu’ yang ada di Jawa yang akan
dilaksanakan ketika seseorang menikah. tradisi dan kebudayaan saling berkaitan satu
dengan yang lain, karena tradisi adalah bagian dari kebudayaan yang ada dalam
kehidupan masyarakat yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan dan warisan nenek
moyang
A. Pengertian Multikulturalisme
M perbedaan (Bennett 1995, Fay 1996, Jary Jary 1991, Nieto dan Reed, ed,
1997). Perbedaan maksudnya adalah perbedaan-perbedaan individual atau
orang perorang perbedaan daya. Perbedaan budaya mendorong terwujudnya
anekaragaman atau pluralilsme budaya sebuah corak kehidupan masyarakat yang
mempunyai keanekaragaman kebudayaan, yaitu yang kebudayaan-kebudayaan mereka
yang berbeda satu dengan lainnya, termasuk kebudayaan dari mereka yang tergoyang
sebagai kelompok minoritas.
Setiap orang telah menjadi mul- tikulturalis? Sukubangsa sebagai golongan sosial yang
askriptif dan sebagai masyarakat pemilik kebudayaan sukubangsa tetap ada dalam
masyarakat multikultural, tetapi sukubangsa sebagai sebuah ideologi dan sebuah satuan
politik diredupkan peranannya. Peranan sukubangsa tidak lagi harus ada dalam kehidupan
publik atau masyarakat luas, tetapi berada dalam suasana-suasana sukubangsa yang
merupakan ungkapan-ungkapan budaya sukubangsa dalam kehidupan masyarakat
sukubangsa yang bersangkutan. Model berpikir ini mungkin sejalan dengan model
kebijakan politik di zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang melarang didirikannya
partai politik sukubangsa tetapi mengagungkan kehidupan budaya sukubangsa di dalam
lingkungannya sendiri, dan menampilkan ungkapan-ungkapan budaya tersebut secara
nasional di bawah lambang bhinneka tunggal ika dengan penekanannya pada
keanekaragaman kebudayaan.
Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendiri bangsa ini untuk
mendesain kebudayaan Indonesia, bagi pada umumnya orang Indonesia masa kini
multikulturalisme adalah sebuah konsep yang masih asing.
Permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan
dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan
golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral dan tingkat serta mutu produktivitas.
Dalam upaya membangun masa depan bangsa, paham multikulturalisme sebagai sebuah
ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya
demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan
sebuah ideologi yang berdiri sendiri yang terpisah dari ideologi-ideologi lainnya.
Multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan
konsep-konsep untuk dijadikan acuan untuk memahaminya dan mengembangkannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep- konsep yang relevan dan mendukung
keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Sebagai
sebuah ideologi, multikulturalisme terdapat dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi
dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yaitu
hubungan antar manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya
yang ada merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan
memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi Indonesia. Multikulturalisme dibutuhkan di Indonesia untuk meningkatkan
masyarakat majemuk yang akan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural.
Masyarakat multikultural merupakan sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi
multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak
struktur masyarakat Indonesia pada tingkat lokal dan nasional.
Secara historis, sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian
diikuti dengan masa yang disebut sebagai „era reformasi‟, kebudayaan Indonesia
cenderung mengalami disintegrasi.Indonesia cenderung mengalami disintegrasi. Dalam
pandangan Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak
akhir 1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural dalam
kehidupan bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of society) tercabik-cabik
akibat berbagai krisis yang melanda masyarakat.
Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuk
disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita, misalnya: disintegrasi sosial-
politik yang bersumber dari euphoria kebebasan yang nyaris kebablasan; lenyapnya
kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit
sehingga mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki;
merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral dan kesantunan
sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya;
berlanjutnya konflik dan kekerasan yang besumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis
dan agama seperti terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku, Ambon, Poso
dan lain-lain.
Dari berbagai kecenderungan ini, orang bisa menyaksikan kemunculan kultur hybrid,
budaya gado-gado tanpa identitas di Indonesia dewasa ini. Pada satu segi, kemunculan
budaya hybrid tampaknya tidak terelakkan, khususnya karena proses globalissi yang
semakin sulit dihindari. Tetapi pada segi yang lain, budaya hybrid apalagi yang bersumber
dari dan didominasi oleh budaya luar, karena dominasi dan hegemoni politik, ekonomi dan
informasi mereka dapat mengakibatkan krisis budaya nasional dan lokal lebih lanjut. Tidak
hanya itu, budaya hybrid dapat mengakibatkan lenyapnya identitas kultural nasional dan
lokal; padahal identitas nasional dan lokal tersebut mutlak diperlukan bagi terwujudnya
integrasi sosial, kulutral dan politik masyarakat dan negara-bangsa Indonesia.
Menurut Furnivall, masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih unsur-unsur atau tatanan-tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak
bercampur dan menyatu dalam satu unit politik tunggal. Teori Furnivall ini banyak
berkaitan dengan realitas sosial politik Eropa yang relatif „homogen‟, tetapi sangat
diwarnai chauvinisme etnis, rasial, agama dan gender. Berdasarkan kerangka sosial-
kultural, politik dan pengalaman Eropa, Furnivall memandang masyarakat-masyarakat
plural Asia Tenggara khususnya Indonesia, akan terjerumus ke dalam anarki jika gagal
menemukan formula federasi pluralis yang memadai.
Akar sejarah multikulturalisme bisa dilacak secara historis, bahwa sedikitnya selama
tiga dasawarsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu
perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 73
dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan secara terbuka, rasional
dan damai. Dalam konteks global, setelah tragedi 11 September 2001 dan invasi Amerika
Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas dalam era reformasi menambah
kompleksnya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia. Sejarah
menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman (pluralitas) telah melahirkan
penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi berbagai macam
pertikaian dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah
mengalir dari Yugoslavia, Cekoslovakia, Zaire hinga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai
Sudan, dari Srilangkan, India hingga Indonesia. Bahkan yang sekarang sedang terjadi di
Palestina, dimana ribuan rakyat tak berdosa harus dibantai demi mempertahankan
identitasnya sebagai orang yang merdeka. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen
etnis, ras, golongan dan juga agama.
Paling tidak ada tiga kelompok sudut pandang yang biasa berkembang dalam
menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan konflik yang sering muncul. Pertama,
pandangan kaum primordialis. Kelompok ini menganggap bahwa perbedaan genetika,
seperti suku, ras (juga agama), merupakan sumber utama lahirnya benturan kepentingan
etnis dan agama. Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Menurut mereka, suku, agama
dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk
mengejar tujuan yang lebih besar, baik dalam bentuk materiil maupun non-materiil.
Konsepsi ini lebih banyak digunakan oleh politisi dan para elit untuk mendapatkan
dukungan dari kelompok identitas. Ketiga, pandangan kaum konstruktivis, beranggapan
bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum
primordialis. Etnisitas, bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi
pergaulan sosial. Karenanya, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki
manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya.
Bagi mereka, persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah. Dalam
pandangan yang ketiga, terdapat ruang wacana tentang multikulturalisme dan pendidikan
multikultural sebagai sarana membangun toleransi atas keragaman. Wacana ini mulai ramai
dibicarakan dikalangan akademisi, praktisi budaya dan aktifis di awal tahun 2000-an di
Indonesia.
Dalam masyarakat multikultural harus dikembangkan sikap toleransi atau sikap saling
pengertian dalam menghadapi segala perbedaan dalam nilai dan norma, agama,
kebudayaan, ras, suku bangsa, serta adat istiadat agar tercipta integrasi dalam masyarakat
Tuntutan untuk mengambil sikap berpihak dalam konflik sosial yang multi
dimensional semakin mengeras, ketika simbol-simbol agama mulai terseret dalam konflik
itu. Sehingga, mereka yang tidak berpihak akan disudutkan sebagai orang yang lemah
imannya, karena termakan oleh godaan kepentingan duniawi yang telah menguasai
kehidupannya. Menurut mereka keberpihakan adalah panggilan agama, dan siapa yang
ikhlas memenuhi panggilan itu akan mendapatkan surga, karena pengorbanan mereka.
Kalau sampai orang tersebut menemui ajalnya, mereka dianggap mati syahid.
Pada tahap ini, multikulturalisme sesungguhnya menjadi anugerah dan rahmat bagi
kehidupan semesta, karena kemungkinan harmoni kehidupan semesta itu tetap terjaga,
lestari dan berkesinambungan dengan semangat berlomba-lomba dalam kebajikan dengan
menumbuhkan persaingan yang sehat dan kreatif (fastabiqul al-khyirat). Sebagaimana
ditegaskan dalam QS. 5:48, yang maknanya sebagai berikut: “Untuk tiap-tiap umat di antara
kamu kami berikan aturan (syir‟ah) dan jalan yang terang (minhaj). Sekiranya Allah SWT
menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Tetapi, Allah hendak menguji
kamu atas pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya
kepada Allah lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang
telah kamu perselisihan.”
Oleh karena itu, multikulturalisme bukanlah sekedar wacana tetapi realitas dinamik;
bukan kata-kata, tetapi tindakan; bukan simbol kegenitan intelektual, tetapi keberpihakan
yang cerdas untuk mencari solusi yang mencerahkan.
Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai,
toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan
oleh perbedaan budaya dan SARA.
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi „ancaman‟ serius bagi
peserta didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya
diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki
kemampuan global, termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di
dalam maupun di luar negeri, peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang
banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal budayanya.
Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan
globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan
antar budaya.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 81
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka,
upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika
tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung
jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan
kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri.
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang
keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling
menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain.
earifan lokal Sarafal Anam merupakan salah satu kearifan lokal yang
Gambar 1
Pelaksanaan Sarafal Anam di Suku Serawai Kabupaten Seluma
Pertunjukan Sarafal Anam di kabupaten Seluma ini biasanya dilakukan pada acara
aqikah dan acara pernikahan. Pertunjukkan Sarafal Anam ini memiliki grub sekitar 25
orang dan lagu Sarafal Anam ini memiliki sekitar 5-6 lagu. Pertunjukan ini dilakukan
pada malam hari sesudah akad nikah, yang dimulai dari pukul 19.30 hingga pukul 02.00
WIB dan dilanjutkan keesokan harinya dari pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WIB.
Peserta pertunjukan hanya laki-laki yang mempunyai kemampuan untuk berzikir dan
membaca syair berzanji. Namun, sekarang durasi pertunjukan Sarafal Anam di
pernikahan hanya sekitar 30 menit dan dilakukan saat hari resepsi pernikahan saja
karena sudah ada hiburan-hiburan lain, contohnya organ tunggal.
Skema pertunjukan Sarafal Anam, dimulai dengan sesi “hadrah” yang intinya
mengundang atau mengumpulkan para tamu dan hadirin. Sesi ini berlangsung selama
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 86
15-30 menit. Sesi hadrah diisi dengan lagu jawab Yā Rabbanā (radat) sedangkan
syairnya menggunakan tiga syair dari tanakal, yakni tanakal (tanaqqal), wasirta, dan
aniat (hanī’an). Setelah pengunjung ramai, baru kemudian memasuki “sesi inti”, yakni
dengan syair sarafal anam. Syair yang biasa ditampilkan adalah tanakal (tanaqqal),
bisahri (bishahri), dan ulidal (wulidal). Masing-masing sesi biasanya dipimpin oleh
seorang “pimpinan” yang akan memulai dengan lagu “jawab” terlebih dahulu.
Misalnya salah satu lagu “jawab” (Yā Rabbanā) untuk sesi “hadrah” adalah sebagai
berikut:
Kemudian peserta yang lain akan mengulang lagu jawab tersebut sambil memukul
gendang secara “datar” dan bersamaan. Setelah syair jawab selesai barulah memasuki
syair tanakal (bait pertama), kemudian kembali ke syair jawab. Masing-masing syair,
baik tanakal dalam sesi hadrah, maupun tanakal, bisyahri, dan ulidah dalam Sarafal
Anam memiliki lagu jawab yang berbeda-beda. Yang paling menentukan dalam
pemilihan jenis lagu jawab adalah “pimpinan”nya, karena itu “pimpinan” biasanya
dipilih dari orang tua yang sudah berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang luas
tentang lagu-lagu tersebut
Gambar 3
Pakaian yang dikenakan saat pelaksanaan Sarafal Anam
Kesenian Sarafal Anam yang merupakan kesenian bernuansa Islam, sehingga pakaian
para pemainnya tidak sembarangan. Di sini para pemain diwajibkan memakai pakaian
yang rapi dan sopan, maka dengan demikian para pemain diwajibkan memakai peci
sebagai penutup kepala, atasan baju kokoh atau baju lengan panjang, serta bawahan
memakai sarung. Ini dilakukan berdasarkan ajaran Islam dan aturan adat. Apabila para
pemain tidak mengenakan pakaian seperti itu, maka pemain tidak dibolehkan naik ke
atas Pengujung. Hal ini sudah merupakan aturan adat secara turun menurun.
Gambar 4
Kitab Maulid
Dalam syair Sarafal Anam ini memiliki tiga nada, yakni pangkal, naik, dan turun.
Sedangkan jenis-jenis pukulan terhadap gendang akan menyesuaikan dengan tiga nada
tersebut pada nada pangkal dan turun dikenal pukulan “datar”, yakni pukulan rendah
dan renggang yang terdiri atas dua pukulan. Sedangkan saat nada “naik” terdiri dari dua
kelompok pukulan secara beruntun, kelompok pukulan pertama diiringi kelompok
pukulan kedua. Kelompok pukulan pertama terdiri atas 3 pukulan dan kelompok kedua
terdiri atas enam 6 pukulan lebih. Tenaga dan intensitas kelompok pukulan kedua lebih
bersemangat daripada kelompok pertama. Kelompok pukulan saat nada naik ini dikenal
dengan pukulan atau irama “rentak kudo”.
Adapun syair-syair yang digunakan dalam kegiatan Sarafal Anam yaitu syair Bisyahri,
Salam mualai, Tanaqqal, Walidal, Al-hamdu, Badad, dan Bediri. Teks yang digunakan
“Sarafal Anam” yakni dalam kitab Maulid. Namun teks yang digunakan dalam
kesenian Sarafal Anam ini hanyalah teks nazmnya saja. Ada beberapa teks nazm yang
terdapat dalam kitab maulid tersebut, namun yang paling dikenal dan biasanya disebut
dari frasa awalnya, yakni “tanaqqal” dan “bisyahri”. Syair tanaqqal terdiri atas 8 bait
syair, yang masing-masing terdiri atas dua baris syair. Mereka biasa menyebut masing-
masing bait secara terpisah. Tiga bait pertama sangat dikenal, yakni: tanakal (tanaqqal),
wasirtan (wa sirta), dan aniat (hanī’an). Sedangkan syair bisyahri terdiri atas 7 bait
syair, dengan masing-masing bait terdiri atas dua baris syair.
Meski demikian, bait syair tanakal yang mereka lantunkan berbeda dari syair tanaqqal
yang sebenarnya seperti terdapat dalam kitab-kitab maulid. Hal ini terjadi disamping
karena adanya tambahan, kesalahan, maupun faktor irama Melayu yang “khas” yang
Maka dalam kesenian Sarafal Anam Annur ini berubah menjadi empat bait
dengan tambahan kata “Allāha” di depan, pembagiannya sebagai berikut:
Pada bait syair di atas suku kata atau kata dalam tanda kurung merupakan bagian syair
yang diucapkan oleh seniman Sarafal anam. Ada kalanya suku kata tersebut merupakan
tambahan untuk menyesuaikan irama seperti tambahan “ha”, “il”, “ul”, “ila” dan “au”.
Namun ada juga bagian dari syair tanaqqal yang salah diucapkan, seperti kata sūdadi
menjadi sauradi, atau jihā ta menjadi “jihar taa”. Sedangkan bait wasirta terbagi juga
dalam empat bait, akan tetapi dengan tambahan berbeda misalnya:
Jika bait tanakal di atas menggunakan jawab dengan lagu yā Rabbanā sebagaimana
tertulis di atas, maka bait wasirta dijawab dengan lagu yang lain, misalnya lagu
Lihamzatun (yang betul adalah Likhamsatun), yakni:
Syair jawab lihamzatun di atas menurut telaah penulis, adalah “penyimpangan” dari
syair “likhamsatun.” Syair tersebut dalam redaksi Arab berbunyi:
Gambar 5
Bentuk panggung dalam kegiatan Sarafal Anam
Sesuai hari yang telah ditentukan, masyarakat mulai berkumpul di rumah ahli rumah
dengan membawa peralatan seperti cangkul, pisau linggis dan lain–lain. Pembuatan
Pengujung atau panggung ini biasanya dilakukan secara gotong royong pada pagi hari,
mereka membagi tugas, diantaranya ada yang bertugas mengambil bambu, mengambil
kayu dan bertugas merancang bangunan Pengujung. Pengujung ini terdiri dari dua shaf
atau lorong, disamping itu Pengujung dikelilingi oleh rumbai jalai dari daun kelapa dan
kain kelapa serta beralas papan dan tikar. Pengujung dua lorong atau shaf memiliki
fungsi yang berbeda. Lorong atau shaf Majelis berfungi untuk ditempati para pemain
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 91
kesenian Sarafal Anam, sehingga acara dimulai dan berakhir dilakukan di shaf Majelis.
Sedangkan lorong atau shaf Perwatin ditempati oleh para tokoh agama, tokoh adat serta
tamu terhormat. Walaupun demikian semua yang duduk di lorong atau shaf Perwatin
tidak memainkan kesenian Sarafal Anam, mereka wajib memakai pakaian sesuai aturan
adat dan tidak boleh meninggalkan Pengujung sampai acara selesai atau para pemain
di lorong atau shaf Majelis turun.
Gambar 6
Proses Pembuatan Redab
Kesenian Sarafal Anam yang diiringi dengan alat khusus yaitu Redap. Redap pada
kesenian Sarafal Anam yang digunakan berbentuk bulat. serta material dari redab
sendiri biasanya menggunakan kayu singon putih, kayu pule atau kau medang.
Sedangkan untuk kulitnya menggunakan kulit kambing. Proses pembuatan Redab
sendiri secara umum dilakukan dengan cara tradisional. Adapun proses pembuatannya
yaitu siapkan rotan utuh dan rotan yang sudah pilah bagian kulitnya. Hanya mungkin
mesin bubut yang sedikit lebih modern dalam perlengkapan pembuatannya. Dalam
proses pembuatan Redab, yang pertama dilakukan adalah pemilihan kayu. Setelah kayu
dipilih, langkah selanjutnya adalah membuat pola dan memotong kayu sesuai dengan
ukuran dan mengebor untuk membuat lubang bagiannya. Setelah dibor, selanjutnya
adalah membentuk kayu menjadi bundar dengan mesin bubut. Setelah tahapan diatas
selesai, selanjutnya adalah proses pengamplasan agar permukaan kayu menjadi halus.
Setelah halus, selanjutnya adalah proses pencatan dan pemasangan kulit.
Redap yang terbuat dari bahan-bahan pilihan, tentunya akan menghasilkan suara yang
merdu. Suara yang nyaring dari pukulan pemain redap sambil diiringi syair-syair Arab
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 92
dibawakan oleh para pemain, tentunya akan enak didengar. Selain itu, di sini dapat kita
lihat bahwa para pemain kesenian Sarafal Anam memiliki ketrampilan ganda. Dimana
para pemain harus pandai memukul redap dan mendendangkan syair. Dapat di
simpulkan bahwa alat kesenian Sarafal Anam memiliki nilai keindahan hal ini dapat
dilihat dari pengikat redap yang menyerupai anyaman terbuat dari rotan, disamping itu
bahan baku pembuatan redap merupakan bahan pilihan terlihat dari pemilihan kulit
kambing.
Secara umum, ritual Cilok Kai tidak mengalami pergeseran yang berarti dalam hal
tahap pelaksanaannya dibandingkan dengan adat lamo. Hanya saja terdapat
pergeseran nilai pada pemaknaan ritual itu sendiri. Pada ritual Cilok Kai yang
sangat berperan adalah orang di luar keluarga inti yaitu kepala kaum, Bapak Bako
dan Induk Bako. Kesempatan Cilok Kai dimanfaatkan untuk menunjukkan prestise
keluarga bukan lagi penonjolan sakralnya ritual tersebut. Situasi ini di dukung oleh
artefak yang disiapkan untuk pelaksanaan ritual salah satunya pohon uang atau
batang mago yang diberikan oleh Induk Bako si anak. Batang mago menjadi tolak
ukur penilaian sebuah ritual, padahal bisa saja dalam pelaksanaan tersebut untuk
menunjukkan kemampuan Induk Bako meletakkan uang sebanyak-banyaknya agar
keluarga mendapat pujian masyarakat namun sebenarnya jumlah yang diberikan
bukanlah seperti yang ditampilkan didepan umum. Disinilah letak pergeseran
tersebut yaitu pergeseran pemaknaan pada ritual Cilok Kai.
Flakes Perkakas batu berukuran kecil yang memiliki sisi tajam digunakan sebagai
peralatan sehari-hari untuk menguliti binatang buruan, memotong, mengiris,
dan membersihkan kulit binatang buruan.
Food gathering Periode kehidupan di mana manusia prasejarah bertahan hidup memenuhi
kebutuhannya dengan cara berburu binatang dan mengumpulkan makanan.
Geografis Letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada
bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain.
Geometris Sesuatu yang berhubungan dengan geometri.
Instrument Alat dalam sebuah penelitian.
Kebudayaan Cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh bersama serta diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya.
Kompleks Suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah bagian, khususnya yang memiliki
bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung.
Komoditi Sebuah barang atau produk yang dapat diperdagangkan.
Konservasi Pelestarian atau perlindungan.
Megalitihkum Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada
zaman ini manusia sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang
terbuat dari batu-batu besar.
Memproduksi Membuat atau menghasilkan sesuatu baik barang ataupun jasa.
Mengkomsumsi Tindakan manusia menggunakan, memanfaatkan, menghabiskan nilai guna
suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Mendistribusikan Suatu proses yang menunjukkan penyaluran barang yang dibuat dari produsen
kepada konsumen.
Melanesia gugus kepulauan yang memanjang dari kepulauan Nusa Tenggara Timur di
Indonesia dan lalu ke timur sampai Samudra Pasifik bagian barat, Australia
serta utara dan timur laut Australia.
Menhir Benda peninggalan zaman Megalitikum ini dapat berupa batu tunggal
(monolith) atau berupa sekelompok batu yang diletakkan sejajar di atas tanah.
Monumen Bangunan besar yang terbuat dari batu.
Mosolitiekum Masa ini ditandai dengan peralatan berburu dan meramu yang semakin maju
Nasihat Suatu bentuk yang menghubungkan pendapat pribadi atau institusi, sistem
kepercayaan, nilai, rekomendasi, atau panduan tentang situasi tertentu yang
disampaikan dalam konteks tertentu kepada orang, kelompok, atau pihak lain.
Neolithikum Zaman batu muda masa pada zaman prasejarah ketika orang menggunakan alat-
alat batu pecah
Nomaden Kehidupan yang selalu berpindah-pindah.
Praaksara Suatu masa dimana manusia belum mengenal tulisan.
Pantangan Yang terlarang menurut adat atau kepercayaan.
Paternalistis Tindakan yang membatasi kebebasan seseorang atau kelompok demi kebaikan
mereka sendiri.
Perundagian Golongan masyarakat yang mempunyai keterampilan jenis usaha tertentu.
Modul Kearifan Lokal Kab. Seluma & Kab. Muko-Muko| 103
Paleolithikum Zaman batu periode praaksara di mana manusia purba menggunakan peralatan
dari batu yang masih sangat kasar.
Pelestarian Proses atau cara perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan.
Syair Salah satu jenis puisi klasik yang memperoleh pengaruh kebudayaan Arab.
Tipologi Sebuah konsep yang memilah sebuah kelompok objek berdasarkan kesamaan
sifat-sifat dasar.
Totemisme Bentuk kepercayaan lewat pemujaan terhadap objek-objek tertentu baik itu
hewan, tetumbuhan maupun sebagian benda-benda langit.
Alexander, Paul. Ed. 1989. Creating Indonesian Cultures. Sydney: Oceania Publications.
https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-southeast
Anita, A. (2022, Februari 2). Tujuan masyarakat menciptakan kearifan lokal. Diambil kembali dari
roboguru:https://roboguru.ruangguru.com/forum/tujuan-masyarakat-
menciptakan-kearifan-lokal_FRM-6HB6204L
Bachtiar, Harsya W., Mattulada, Haryati Soebadio. 1985. Budaya dan Manusia Indonesia.
Yogyakarta : Hanindita. https://ads62.com/register/YMJDR86Q
Diem, A. F. (2012). Wisdom of the locality (sebuah kajian: kearifan lokal dalam arsitektur tradisional
Palembang). Berkala Teknik, 2(4), 299-305.
Erniati. (2019). Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Jawa Terhadap Kearifan Lokal Masyarakat Melalui
Kesenian Tradisional Ketoprak Mataram Di Kota Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Iyud Dwi Mursit, 2022. 8 Budaya dan Tradisi Bengkulu yang Masih Populer dan Lestari di Masyarakat
Hingga Saat Ini. Pikiranrakyat.com diakses pada tanggal 7 Februari 2023 pukul 15:18 WIB
Koentjaraningrat (Redaksi). 1971. 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=643171
Purwanto, I. S. (2017). Nilai-Nilai “Dharma” Teks Cerita Mahabarata Versi Novel Karya R. K. Narayan.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Riyadi, A. (2021). Modul 1. Perubahan dan Kesinambungan dalam Kehidupan Bangsa Indonesia Masa
Pra Aksara, Hindu-Budha, Islam, Kolonialisme Barat di Indonesia, dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran IPS.
Santosa, E. Revitalisasi Dan Eksplorasi Kearifan Lokal (Local Wisdom) Dalam Konteks
Pembangunan Karakter Bangsa. 12-26.
Shufa, N. K. (2018). Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah Dasar : Sebuah Kerangka
Konseptual. Inopendas Jurnal Ilmiah Kependidikan, 1(1), 48-53.
Soedigdo, D., Harysakti, A., & Usop, T. B. (2014). Elemen-elemen pendorong kearifan lokal pada
arsitektur nusantara. Jurnal Perspektif Arsitektur, 9(1).
Susiati, A. M. (2021). Kearifan Lokal dalam Perilaku Sosial Remaja di Desa Waimiting Kabupaten
Buru. Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah Buton, 7(1), hal 8-23.
Tondi, M. L., & Iryani, S. Y. (2018). Nilai dan makna kearifan lokal rumah tradisional limas palembang
sebagai kriteria masyarakat melayu. Langkau betang: jurnal arsitektur, 5(1), 15-32.
S
Sanskerta, 107
Sarkofagus, 107
Simbolis, 107
Strata Sosial, 107
Survive, 107
Syair, 87, 89, 91, 92, 93, 96, 107
T
Tangible, 14, 107
Totemisme, 107