Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEARIFAN BUDAYA LOKAL

TEORI DAN WUJUD KEARIFAN LOKAL PADA MASYARAKAT DESA


SINDANGKASIH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kearifan Budaya Lokal

Dosen Pengampu: Pipik Asteka, S.Pd., M.Pd

Oleh:

Asep Ikhsan Ca Noer Fauzi (17.03.1.0002)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MAJALENGKA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan rasa tanggung
jawab guna memenuhi dan melengkapi tugas mata kuliah Kearifan Budaya Lokal
yang berjudul “Kearifan Budaya Lokal. Teori dan Wujud Kearifan Lokal pada
Masyarakat Desa Sindangkasih.”

Saya selaku penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini, untuk itu saya mengharap kritik dan sarannya yang
membangun dari para pembaca yang budiman,

Dengan demikian, saya berharap makalah sederhana ini dapat bermanfaat


dan dapat menambah pengetahuan mengenai kearifan budaya lokal, teori-teori
yang relevan dan wujud nyata kearifan lokal pada masyarakat Desa Sindangkasih.
Serta dapat menilai berbagai kearifan lokal dengan beragam tradisi dan ciri
khasnya masing-masing. .

Majalengka, 06 April 2020

Asep Ikhsan Ca Noer Fauzi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..................................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................iv
BAB II.....................................................................................................................................................1
KAJIAN PUSTAKA...............................................................................................................................1
2.1. Pengerian Kearifan Lokal..................................................................................1
2.2. Konsep Kebudayaan..........................................................................................2
2.3. Local Genius sebagai Local Wisdom................................................................2
2.4. Wujud Kearifan Lokal.......................................................................................3
2.5. Fungsi Kearifan Lokal.......................................................................................4
2.6. Makna Kearifan Budaya Lokal..........................................................................5
BAB III....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................6
1. Ngukusan..............................................................................................................6
2. Sesajen..................................................................................................................7
3. Babarit...................................................................................................................7
4. Rebo Wekasan.......................................................................................................8
5. Bubur Sura............................................................................................................8
6. Ngarupus...............................................................................................................8
BAB IV...................................................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................................................9
SIMPULAN...............................................................................................................9
SARAN....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kearifan lokal merupakan sebuah sistem dalam tatanan kehidupan
sosial, politik, budaya, ekonomi, serta lingkungan yang hidup di tengah-
tengah masyarakat lokal. Kearifan lokal memiliki hubungan yang erat dengan
kebudayaan tradisional. Ciri yang melekat dalam kearifan tradisional adalah
sifatnya yang dinamis, berkelanjutan dan dapat diterima oleh komunitasnya.
Dalam komunitas masyarakat lokal, kearifan budaya lokal mewujud dalam
bentuk seperangkat aturan, pengetahuan, dan juga keterampilan serta tata nilai
dan etika yang mengatur tatanan sosial komunitas yang terus hidup dan
berkembang dari generasi ke generasi. Mereka yang muncul dari komunitas
lokal inilah yang hidup, tumbuh, dan bergelut dengan problem sosial, politik,
budaya, ekonomi, dan lingkungan, mempelajari kegagalan-kegagalan sampai
menemukan solusi praktis untuk komunitasnya. Ilmu yang mereka dapat
menjadi milik bersama komunitasnya tanpa diperdagangkan.

Sindangkasih adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan


Majalengka, Kabupaten Majalengka. Desa Sindangkasih sudah beralih status
menjadi kelurahan. Terdapat banyak ladang dan pesawahan sehingga
mayoritas di desa tersebut adalah petani, dan tidak jarang pula masyarakat
Sindangkasih ada yang beternak, sebab kondisi alamnya terbilang cukup
mendukung untuk memelihara hewan ternak seperti sapi, kambing dan
sebagainya. Sindangkasih yang secara historis sangat berkaitan erat dengan
berdirinya Kota Majalengka, menjadikan Sindangkasih sebagai salah satu
desa/kelurahan yang kaya akan kearifan lokalnya. Kepercayaan leluhur yang
dianut oleh sebagian besar masyarakatnya kini berasimilasi dengan
berkembangnya ajaran agama Islam. Berbagai tradisi, adat istiadat dan hal-hal
lainnya yang menyangkut kebudayaan terbilang masih lestari, dan mudah
ditemukan di desa/kelurahan ini.

iii
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja teori yang relevan dengan kearifan budaya lokal?

2. Seperti apa wujud kearifan lokal pada masyarakat desa/kelurahan


Sindangkasih?

iv
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengerian Kearifan Lokal


Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari
dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris
Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat,
sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum
maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta


berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai
kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini (2014:123).
Berbagai strategi dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga
kebudayaannya.

Selanjutnya Istiawati (2016:5) berpandangan bahwa kearifan lokal


merupakan cara orang bersikap dan bertindak dalam menanggapi perubahan
dalam lingkungan fisik dan budaya. Suatu gagasan konseptual yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam
kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang
sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup dan
sifatnya biasa-biasa saja).

Dari kedua pemaran diatas dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal


merupakan pandangan hidup suatu masyarakat tertentu yang menjadi adat
istiadat atau kebiasan yang turun-temurun dari generasi ke generasi.

1
2.2. Konsep Kebudayaan
Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan atau
pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Pengetahuan
manusia itu tercipta dari batin (akal budi) manusia, misalnya kepercayaan,
kesenian, dan adat istiadat.

Setiap daerah tentu mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda.


Kebudayaan itu muncul karena manusia saling berinteraksi. Interaksi antar
manusia tersebut lalu membentuk suatu komunitas sosial, dari komunitas
sosial tersebut lalu terciptalah berbagai pola tindakan yang akhirnya
membentuk suatu kebudayaan.

2.3. Local Genius sebagai Local Wisdom


Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius
ini merupakan istilah yang awal mulanya dikenalkan oleh Quaritch Wales.
Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini
(Hhat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa
local genius adalah cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,
1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1 1)
mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai yang telah teruji
kernarnpuannya untuk bertahan sampai sekarang.

Ciri-cirinya adalah:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke


dalam

budaya asli

2
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan,

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

I Ketut Gobyah dalam “Berpijak Dalam Kearifan Lokal"


mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran telah atau
ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-
nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal
terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa
lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun
bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat
universal.

S. Swarsi Geriya dalam "Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali"


mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal
merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai,
etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan
lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan
bahkan melembaga.

Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya


bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang
berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu
tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan
mengalami penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah
terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan.
Adat yang tidak baik hanya akan terbentuk apabila terjadi pemaksaan oleh
penguasa. Bila demikian maka ia tidak akan tumbuh secara alamiah, tetapi
dipaksakan.

2.4. Wujud Kearifan Lokal


Teezzi, Marchettini, dan Rosini mengatakan bahwa akhir dari
sedimentasi kearifan lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama.

3
Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam
nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang
melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam
kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama.

Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai


yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi
pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian
hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka
sehari-hari.

Proses sedimentasi ini membutuhkan waktu yang sangat panjang,


dari satu generasi ke generasi berikut. Teezzi, Marchettini, dan Rosini
mengatakan bahwa kemunculan kearifan lokal dalam masyarakat
merupakan hasil dari proses trial and error dari berbagai macam
pengetahuan empiris maupun non-empiris atau yang estetik maupun intuitif.

Kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang


biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, misalnya
alon-alon asal klakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-
malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne,
patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya.

Kearifan lokal merupakan pengetahuan eksplisit yang muncul dari


periode yang panjang dan berevolusi bersama dengan masyarakat dan
lingkungan di daerahnya berdasarkan apa yang sudah dialami. Jadi dapat
dikatakan kearifan lokal disetiap daerah berbeda-beda tergantung
lingkungan dan kebutuhan hidup.

2.5. Fungsi Kearifan Lokal


Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam "Menggali Kearifan Lokal
untuk Ajeg Bali" bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat
berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan

4
aturan-aturan. Oleh bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup maka
fungsinya menjadi bermacam-macam.

Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola Perilaku


Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain memberikan informasi
mengenai beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:

1) Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.


2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya
berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.
3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pura panji.
4) Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
5) Bermakna social misalnya upacara integrase komunal/kerabat.
6) Bermakna social, mislanya pada upacara daur pertanian.
7) Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara ngaben, dan
penyucian roh leluhur.

2.6. Makna Kearifan Budaya Lokal


Kearifan budaya lokal adalah pengetahuan lokal yang sudah
sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta
diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang
lama. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya
itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan
manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali
waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan
setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan
merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam
menentukan masa depannya.

Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan


penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam
kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai

5
kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam
perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri, sehingga humanisasi
menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.

BAB III

PEMBAHASAN
Sindangkasih adalah salah satu desa/kelurahan di Kecamatan Majalengka,
Kabupaten Majalengka. Mayoritas masyarakatnya bermata pencarian petani dan
peternak. Saat ini desa/kelurahan Sindangkasih terkenal dengan sejarahnya yang
melegenda, sebagai awal mulanya terbentuk Kota Majalengka. Situs peninggalan
sejarah yang terletak di Gunung Haur (salah satu pegunungan di Sindangkasih)
sampai saat ini masih terawat, dan tak jarang ada orang-orang yang berkunjung
kesana untuk mengenal situs peninggalan tersebut, maupun yang sengaja
berkunjung kesana untuk berziarah. Untuk itulah kearifan budaya lokal di
desa/kelurahan Sindangkasih begitu menarik dan terbilang tetap lestari sampai
saat ini. Banyak kearifan lokal yang sampai saat ini masih menjadi tradisi di
desa/kelurahan Sindangkasih tersebut.

Beberapa dari tradisi tersebut diantaranya adalah:

1. Ngukusan
Ngukusan merupakan bentuk dari kearifan lokal yang tumbuh di
masyarakat desa/kelurahan Sindangkasih. Sampai saat ini masih banyak
masyarakat yang masih percaya dan melaksanakan ritual ngukusan tersebut.
Ritual ngukusan dilaksanakan setelah padi dibawa kerumah usai panen di
sawah. Setelah padi sampai dirumah, biasanya para masyarakat yang masih
melaksanakn ritual ngukus ini akan menyediakan kemenyan, kembang atau
bunga, setangkai padi yang sudah kering, segelas air, dan aca, semua bahan itu
diletakkan di piring. Kemudian kemenyan dibakar lalu asap dari kemenyan

6
tersebut dibiarkan menyebar ke seluruh ruangan. Tujuan rirual ini adalah
ucapan terima kasih kepada ruh para leluhur karena telah panen dengan hasil
yang melimpah. Di samping itu ritual ngukus ini juga bertujuan agar padi hasil
panen tersebut menjadi berkah.

2. Sesajen
Sesajen dilakukan ketika hajatan dirumah, seperti acara pernikahan dan
khitanan. Hampir seluruh masyarakat masih melakukan rirual sesajen ini.
Biasanya ritual sesajen ini dilakukan di ruangan yang di dalam bahasa Sunda di
sebut gowah (gudang penyimpanan pangan). Ritual sesajen ini dilakukan oleh
nenek-nenek yang masih ada keturunan dari keluarga tersebut. Nenek tersebut
akan menyedian kembang tujuh rupa, segelas kopi pahit, segelas air, opak,
rengginang, berbagai macam makanan yang ada pada acara hajatan tersebut,
dan dupa yang diletakkan disebuah periuk. Kemudian nenek terebut akan
membaca mantra-mantra, dan makanan tersebut tidak boleh ada yang
memakannya sebelum acara hajatan tersebut selesai. Tujuan sesajen ini adalah
untuk meminta petolongan kepada ruh leluhur atau dalam bahasa Sunda
disebut “karuhun” agar acara hajatan tersebut lancar dan berkah.

3. Babarit
Babarit merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang
dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan. Ritual babarit ini bertujuan agar
bayi yang ada di dalam kandungan ibu yang mengandung tersebut senantiasa
memperoleh keselamatan. Ritual babarit biasanya dilakukan dengan siraman,
memasukkan kelapa gading muda, memutus lilitan benang, memecahkan
kendi, saweran, dan sedekah atau membagikan makanan kepada masyarakat
yang diundang.

Dalam acara siraman ibu yang sedang mengandung akan dimandikan


oleh kedua orang tuanya, dan para kerabatanya. Selain yang disebut diatas tadi
ritual babarit juga menyiapkan seperti sesajen yang diletakkan diatas periuk
yang didalamnya terdapat segelas kopi hitam, bubur merah dan bubur putih,
kelapa muda, kembang tujuh rupa, lidi, dan papais.

7
4. Rebo Wekasan
Rebo wekasan adalah upacara adat yang dilakukan pada hari Rabu akhir
dari bulan Safar. Ritual ini biasanya dilakukan di setiap Masjid dan Mushola.
Ritual ini dilakukan dengan berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari
marabahaya, atau dapat dikatakan ritual ini merupakan upacara tolak bala.
Ritual biasanya dilakukan dipagi hari, dan biasanya sebelum ritual dimulai,
masyarakat akan menyiapkan makanan untuk dibawa ke Masjid atau Mushola
tersebut, yang kemudian akan dibagikan kepada masyarakat itu sendiri.
Makanan khas rebo wekasan adalah Cimplo atau semacam kue dari beras ketan
yang kemudian di cocol pada saus kinca atau olahan gula aren yang menjadi
saus disertai dengan parutan kelapa. Selain membawa makanan ke Masjid atau
Mushola, masyarakat juga diwajibkan untuk membawa sebotol air untuk nanti
diminum dan diusapkan pada wajah dan ubun-ubun setelah ritual selesai.

5. Bubur Sura
Bagi umat muslim tahun baru Islam merupakan salah satu hari yang
paling istimewa. Dirayakan setiap tanggal 1 muharam dalam kalender Hijriyah
atau sama dengan malam 1 Syuro. Salah satu perayaan malam 1 Syuro di
desa/kelurahan Sindangkasih adalah dengan membuat Bubur Sura. Bubur Sura
dibuat dari beras, santan, garam, jahe, sereh dan kunyit agar warna bubur
tersebut kuning. Ini yang menjadi ciri khas bubur sura adalah warnanya yang
kuning. Masyarakat berlomba-lomba membuat bubur sura yang kemudian
dibagikan kepada masyarakat itu sendiri. Peringatan dengan membuat bubur
sura ini adalah bentuk rasa syukur manusia kepada Allah SWT karena telah
diberi keselamatan.

6. Ngarupus
Ritual ngarupus ini dilakukan setelah 7 hari bayi dilahirkan. Dalam
ritual ngarupus ini dilakukan saweran, dan sedekahan. Kegiatan penting dari
ritual ngarupus ini adalah menempelkan kaki si bayi ketanah. Tujuan dari ritual
ngarupus adalah agar bayi tersebut dapat berjalan dengan lancar, mendapat
kebahagiaan, keberkahan, dan selamat dunia serta akhiratnya. Selain itu dalam

8
ritual ngarupus itu orang tua dari bayi tersebut akan membuat nasi kuning yang
kemudian akan dibagikan kepada masyarakat terutama yang mempunyai anak
kecil. Memang sudah menjadi tradisi di desa/kelurahan Sindangkasih ini,
hampir setiap ritual selalu mengadakan sesajen, dalam ritual ngarupuspun tetap
ada sesajen namun tidak seperti sesajen yang ada pada acara pernikahan.
Sesajen disini tidak banyak, hanya ada segelas kopi hitam, beras, opak dan pais
yang kemudian dibagikan kepada orang-orang yang mengikuti saweran.

Begitu beragam tradisi yang merupakan wujud kearifan lokal yang


terdapat di desa/kelurahan Sindangkasih. Meskipun mayoritas agama di sana
agama Islam namun masih banyak masyarakat yang masih percaya dengan hal-
hal ghaib seperti ritual sesajen yang jelas-jelas bertujuan untuk menyembah ruh
para leluhur, padahal dalam agama Islam tidak sepatutnya kita percaya akan
hal semacam itu. Namun tidak bisa dipungkiri, pengaruh yang kuat dari budaya
tidak bisa begitu saja hilang, butuh proses yang lama untuk mengubahnya. Hal
semacam ini menurut saya sendiri tidak perlu diperdebatkan, sebab terjadinya
asimilasi budaya dan agama itu wajar. Justru dengan adanya asimilasi budaya
dan agama akan memperkaya wujud kearifan lokal itu sendiri, kebudayaan
suatu daerah akan lebih berwarna dan bervariasi.

BAB IV

PENUTUP

SIMPULAN
Kearifan budaya lokal adalah suatu pengetahuan yang dikembangkan oleh
para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, dan
memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Kearifan lokal
menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi

9
system pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari
kehidupan mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa kearifan lokal di


desa/kelurahan Sindangkasih masih sangat melekat dan tidak bisa dipisahkan.
Meskipun banyak tradisi yang bertentangan dengan nilai-nilai keagaaman, namun
masyarakat masih mempercayainya, dengan tidak terlepas dan bermaksud
menyekutukan Allah SWT. Sebab pada dasarnya hal tersebut hanyalah bentuk
dari pelestarian budaya.

SARAN
Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan oleh
masyarakat itu sendiri. Namun seiring dengan perkembangan zaman ini, tidak
sedikit tradisi yang mulai luntur terbawa oleh arus modernisasi. Dengan begitu
kita sebagai generasi muda harus tetap pandai menjaga kearifan budaya lokal
tersebut, jangan sampai direnggut oleh kebudayaan asing. Akan tetapi dalam
upaya pelestarian itu jangan sampai kita terlepas dari kepercayaan seutuhnya
kepada Sang Pencipta.

10
DAFTAR PUSTAKA
Sartini (2004). Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Jurnal
Filsafat. No 2. Agustus 2004. 111-112.

Ria R. 2013. KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN


PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,
KABUPATEN MAGELANG [skripsi]. Salatiga (ID): Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri Salatiga.

Ida B (2016). Kearifan Budaya Lokal Perekat Identitas Bangsa. Jurnal


Bakti Saraswati. Vol. 05, No. 01, Maret 2016. 12.

11

Anda mungkin juga menyukai