Buku fiksi adalah buku yang berisi cerita atau kejadian yang tidak sebenarnya. Cerita yang
terdapat dalam buku fiksi yaitu cerpen, novel, dongeng atau fabel, legenda, komik, dan
sebagainya.
Buku nonfiksi adalah buku yang berisikan kejadian sebenarnya yang disampaikan menurut
pendapat atau opini atau kajian dari penulis, dengan kata lain isi buku bersifat ilmiah
berdasarkan fakta. Misalnya esai, jurnal, buku menegani pendidikan, laporan ilmiah, dan
sebagainya.
1. Unsur-unsur Buku Fiksi :
a. Bagian cover buku.
b. Rincian subbab buku.
c. Judul subbab buku.
d. Tokoh dan penokohan.
e. Tema cerita.
f. Bahasa yang digunakan.
g. Penyajian alur cerita.
2. Unsur-unsur Buku Nonfiksi :
a. Bagian cover buku.
b. Rincian subbab buku.
c. Judul subbab.
d. Isi buku.
e. Cara menyajikan isi buku.
f. Bahasa yang digunakan.
g. Sistematika dalam penulisan.
Cerita Fiksi
Pada zaman dahulu kala, di suatu desa terpencil di Jawa Tengah ada seorang janda miskin. Ia
mempunyai seorang anak laki-laki yang bentuknya menyerupai periuk untuk menanak nasi. Di Jawa
Tengah, periuk untuk menanak nasi itu disebut kendil. Karena anak laki-laki itu menyerupai kendil
maka Ia dikenal dengan nama Joko Kendil.
Meskipun anaknya seperti kendil, namun sang ibu tidak merasa malu maupun menyesali, bahkan
sebaliknya Ia sangat menyayanginya dengan tulus.
Ketika masih kecil, Joko Kendil seperti anak-anak seusianya. Ia sangat jenaka sehingga disenangi
teman-temannya. Pada suatu hari ada pesta perkawinan di dekat desanya. Diam-diam Joko Kendil
menyelinap ke dapur.
"Aduh, ada kendil bagus sekali. Lebih baik untuk tempat kue dan buah-buahan," kata seorang ibu
sambil memasukkan bermacam-macam kue dan buah ke dalam kendil itu. Ia tidak tahu bahwa kendil
itu sebenarnya adalah manusia. Setelah terisi penuh, Joko Kendil perlahan-lahan menggelinding
keluar.
"Kendil ajaib! Kendil ajaib! Teriak orang-orang yang melihat kejadian itu. Mereka berebutan
memiliki kendil ajaib itu. Joko Kendil pun semakin cepat menggelinding pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, Joko Kendil Iangsung menemui ibunya. "Dari mana kau mendapat kue dan
buah-buahan sebanyak ini?" tanya ibunya penuh keheranan. Joko Kendil dengan jujur menceritakan
apa yang dialaminya. Semuanya itu bukan hasil curian melainkan pemberian ibu-ibu di dapur suatu
pesta perkawinan. Menurut mereka kendil yang indah itu Iebih tepat untuk menyimpan kue dan buah-
buahan daripada digunakan untuk menanak nasi.
Cerita Nonfiksi
Indonesia, sebagian besar daerahnya memiliki iklim basah, sinar matahari rata-rata tidak kurang
dari 6 jam setiap harinya, suhu udara di dataran rendah rata-rata maksimum 33℃ dan menurun 0,57
℃ setiap 100 meter kearah dataran tinggi. Kelembapan udara (rH) rata-rata 83%.
Dengan adanya iklim tersebut, hampir sepanjang tahun sebagian besar daerah Indonesia dapat
ditanami berjenis-jenis tanaman bahan pangan. Tanaman berumur panjang dapat tumbuh dengan
suburnya di pekarangan-pekarangan atau di kebun-kebun. Hutan-hutan tropis yang luas dan padat
terbentuk. Tanaman pangan setiap tahunnya menghasilkan berjuta-juta ton sisa-sisa tanaman.
Demikian pula hutan-hutan dan kebun-kebun menambah kekayaan bahan organis.
Dari sekian juta ton bahan orgnis tadi sebagian hilang lenyap terbakar oleh teriknya sinar matahari.
Namun sebagian besar mengalami pelapukan yang akhirnya menjadi “humus” yang besar artinya bagi
penyediaan air secara alamiah dalam tanah, dan peningkatan/pertahanan kesuburan tanah pertanian.
Dengan adanya pelapukan tersebut, jelaslah bahwa bahan organis merupakan gudang pangan bagi
jasad renik berbentuk bakteri dan cendawan.
Indonesia yang pada hakekatnya merupakan gudang jamur yang sangat besar berpotensinya,
menunggu anak cucu dan cicitnya untuk menggali kekayaan jamur demi kesejahteraan nusa dan
bangsanya. Bila pulau taiwan yang luasnya tidak lebih dari 1/3 luas pulau Jawa dapat mengejar
ketinggalannya dalam bidang usaha jamur dari Negara-negara Eropa dalam waktu yang relatif singkat,
mengapa Indonesia tidak.
B. Materi Surat Pribadi dan Surat Dinas
1. Pengertian
Surat pribadi adalah jenis tulisan yang berisi keperluan pribadi antara satu orang dengan
orang lain yang bersifat nonformal. Sedangkan Surat dinas adalah surat yang ditulis oleh pribadi
atau atas nama suatu lembaga pemerintahan, perusahaan atau organisasi yang tujukan epada
lembaga. Isi surat bersifat resmi.
Salam Rindu,
Pani Auliya Latifah
Contoh Surat Dinas
9 Mei 2015
No : 05/K/PKSB
Lamp : Satu berkas
Perihal : Permohonan Izin
Dengan Hormat,
Dalam upaya untuk lebih mengenal kawasan lingkungan pantai dan membantu
kegiatan pelestarian lingkungan, Klub Sains Biologi OSIS SMP Mutiara I bermaksud
mengadakan kegiatan perkemahan yang akan dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu dan Minggu
Tanggal : 4-5 Juni 2015
Tempat : Kawasan pantai Marunda
Kegiatan utama “persami” adalah pencatatan dan pendokumentasian tumbuhan
dan hewan yang hidup di kawasan tersebut secara terbatas. Untuk itu, kami mohon
bantuan bapak untuk dapat meminjamkan tiga hari tenda besar kepada kami. Kami
mematuhi semua persyaratan yang ditentukan pihak Kwarcab dalam peminjaman
tenda. Sebagai bahan pertimbangan kami lampirkan proposal kegiatan.
Demikian surat yang disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Mengetahui
Kepala sekolah Ketua Panitia
Ttd ttd
Drs. Waras Pamungkas Sofia Nazila
Unsur-unsur dan kebahasaan surat Pribadi dan surat dinas.
1) Unsur-unsur surat pribadi :
a) Alamat dan tanggal surat.
b) Tujuan surat.
c) Salam pembuka.
d) Isi surat.
e) Salam penutup.
f) Identitas pengirim surat
2) Unsur-unsur surat dinas :
a) Kepala surat (kop surat).
b) Nomor, tanggal dan lampiran yang berisi tujuan surat.
c) Alamat surat.
d) Salam pembuka.
e) Paragraf pembuka.
f) Isi surat.
g) Paragraf penutup.
h) Salam penutup.
i) Nama dan tanda tangan dari pihak penguat surat.
Daftar kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan salam, kalimat pembuka paragraf
pertamadalam surat pribadi, penutup surat yang sesuai dengan penerima dalam surat pribadi :
Salam Penerima
salam
Kalimat Penerima
Pembuka salam
Paragraf
Penutup
Surat Penerima Surat
Daftar kata baku dan tidak baku pada surat Pribadi dan Surat Dinas:
Pantun adalah puisi melayu yang mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Fungsi
pantun di semua daerah (Melayu, Sundam Jawa atau daerah lainnya) sama, yaitu untuk mendidik
dan menghibur.
Struktur pantun yaitu :
a. Tiap bait terdiri atas empat baris (larik).
b. Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata.
c. Rima akhir setiap baris adalah a-b-a-b.
d. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran.
e. Baris ketiga dan empat merupakan isi.
Gurindam adalah Puisi lama yang berasal dari negeri India. Istilah gurindam yaitu “kirindam”
berarti “mula-mula atau perumpamaan”. Gurindam sarat nilai agama dan moral.
Struktur gurindam yaitu :
a. Terdiri atas dua baris dalam sebait.
b. Tiap baris memiliki jumlah kata sekitar 10-14 kata.
c. Tiap baris memiliki rima sama atau bersajak A-A,B-B, C-C dan seterusnya.
d. Merupakan satu kesatuan yang utuh.
e. Baris pertama berisi soal, masalah, atau perjanjian.
f. Baris kedua berisi jawaban, akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama (Isi atau
maksud gurindam terdapat pada baris kedua).
g. Isi gurindam biasanya berupa nasihat, filosofi hidup atau kata-kata mutiara.
Syair adalah salah satu puisi lama.Kata syair berasal dari bahasa Arab yaitu syi’ir atau syu’ur
yang berarti “perasaan yang menyadari”, kemudian kata “syu’ur” berkembang menjadi syi’ru yang
berarti puisi dalam pengetahuan umum.
Struktur syair antara lain:
a. Setiap bait terdiri dari empat baris.
b. Setiap baris terdiri atas 8-14 suku kata.
c. Bersajak a-a-a-a.
d. Semua baris adalah isi.
e. Bahasa yang digunakan biasanya berupa kiasan.
Contoh Pantun :
Begitu luas lautan
Yang harus kita selami
Begitu luas wawasan
Yang harus kita dalami
Contoh gurindam
Barang siapa hendak bertanya
Maka tanyalah pada ahlinya
Contoh Syair :
Janganlah engkau berbuat maksiat
Janganlah engkau berbuat jahat
Segeralah engkau bertaubat
Agar selamat dunia akhirat
1. Pengertian
Fabel adalah cerita fiksi berupa dongeng yang menggambarkan budi pekerti manusia yang
diibaratkan pada binatang.Karakter binatang dalam cerita fabel dianggap mewakili karakter
manusia dan diceritakan mampu bertindak seperti manusia. Sedangkan legenda merupakan cerita
rakyat yang dianggap benar terjadi dan ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah serta
dilengkapi oleh keajaiban, kesaktian, serta keistimewaan tokoh.
3. Jenis-jenis fabel :
a. Fabel alami : Menggunakan watak tokoh binatang seperti kondisi alam nyata. Misalnya,
kura-kura diberi watak lamban, si kancil diberi watak yang cerdik. Singa buas dan ganas.
b. Fabel adaptasi : Watak tokoh dengan mengubah watak aslinya pada dunia nyata dan
menggunakan tempat-tempat lain. Misalnya landak yang pemalu berulang tahun di rumah
makan.
c. Fabel koda: Fabel yang memunculkan secara eksplisit pesan pengarang diakhir cerita.
d. Fabel tanpa koda: Tidak memberikan secara eksplisit pean pengarang di akhir cerita.
4. Jenis-jenis legenda :
a. Legenda Kegaiban: Kepercayaan terhadap hal gaib, seperti Nyi roro kidul.
b. Legenda Perseorangan: Kisah yang bercerita mengenai tokoh tertentu, seperti Legenda si
Pitung.
c. Legenda Lokal: Bercerita suatu peristiwa atau tempat seperti, Gunung,bukit. Legenda
dalam Gunung Tangkuban perahu.
Alkisah, Raja Giri Layang dibantu oleh adiknya Putri Giri Larang, memimpin sebuah kerajaan
bernama Kerajaan Giri di Majalengka, Jawa Barat dengan adil bijaksana. Mereka berdua masih keturunan
kerajaan Pajajaran. Baginda Raja sangat mengutamakan kepentingan kerajaan dan rakyatnya. Perhatian
utama Raja dalam mensejahterakan rakyatnya adalah dengan mengembangkan pertanian. Untuk hal itu
Raja menunjuk seorang patih sebagai tangan kanan beliau yaitu Patih Endang Capang.
Patih Endang Capang memiliki jadwal rutin berkeliling ke penjuru negeri untuk memberikan
penerangan mengenai bagaimana cara bertani yang baik, memeriksa pengolahan pertanian rakyat, mulai
dari pemupukan, pengairan maupun membuka hutan untuk ditanami palawija. Jadi tidak heran jika hasil
pangan sangat berlimpah.
Dalam bertransaksi perdagangan, masyarakat biasanya menggunakan sistem barter atau saling
menukar barang. Takaran yang digunakan untuk mengukur barang yang dipertukarkan adalah batok kelapa
atau ruas bambu. Jumlah penduduk saat itu tidak terlalu banyak sehingga jarak antar rumah penduduk
agak berjauhan. Namun demikian penduduk kerajaan tidak merasa takut. Untuk penerangan di tiap rumah,
digunakan pelita dengan minyak yang diolah dari biji-bijian yang diperas seperti biji kenari, keliki, atau
jarak. Setiap sore, dari setiap rumah penduduk selalu ramai terdengar bunyi-bunyi alat musik seperti
gambang dan seruling.
Suatu ketika Putri Giri Larang menghadap Baginda Raja. “Abang, telah lama Adinda membantu
Abang dalam mengurus kerajaan. Mohon maaf Abang, Adinda merasa masih kurang dalam ilmu. Adinda
ingin pergi merantau untuk mencari tambahan ilmu kesaktian.”
Raja Giri Layang terdiam sejenak kemudian menghela nafas. “Adinda, Abang sangat menyayangimu.
Abang takut sekali jika sampai terjadi hal buruk terhadap Adinda saat pergi merantau. Tapi baiklah, Abang
tidak ingin mengecewakanmu. Pergilah mencari ilmu agar Adinda bahagia. Abang berpesan, bawalah air
sumur Sudajaya dan pergilah ke arah timur tapi jangan sampai melewati perbatasan kerajaan karena
kesaktianmu akan hilang.”
“Terima kasih Abang. Adinda akan melaksanakan pesan Abang.” kata Putri Giri Larang. Setelah
berpamitan maka berangkatlah Putri Giri Larang seorang diri. Nyi Putri Giri Larang terus berjalan ke arah
timur naik gunung dan turun gunung, keluar hutan masuk hutan, lembah yang dalam dan tebing yang
curam dilaluinya. Meski perjalanan sangat jauh dan melelahkan, namun Putri Giri merasa bahagia.
Setelah berbulan-bulan berjalan, akhirnya sampailah Nyi Putri Giri Larang ke sebuah hutan
belantara yang belum dijamah oleh manusia. Banyak binatang liar ramai berbunyi bersahut-sahutan
seperti kera, lutung, burung, dan binatang liar lainnya. Putri Giri Larang tidak memperdulikan binatang-
binatang liar tersebut. Ia terus berjalan di bawah pohon-pohon besar yang usianya sudah ratusan tahun.
Akhirnya tibalah sang putri di sebuah telaga yang dikelilingi taman-taman yang sangat indah.
Putri Giri Larang tercengang sekaligus merasa heran, siapa gerangan yang membangun taman indah
di tengah hutan lebat. Sang putri akhirnya memutuskan untuk melepas lelah dan membersihkan badan di
telaga indah tersebut.
Tanpa disadari sang putri, seseorang mengamatinya dari semak-semak. Orang itu adalah Patih dari
kerajaan Mahapahit yang bertugas untuk merawat telaga tersebut. Rupanya telaga tersebut dibuat atas
perintah raja Majapahit sebagai tempat untuk mengasingkan diri, menenangkan diri, dan tempat
peristirahatan raja saat berburu di hutan. Sang Patih terkesima melihat kecantikan sang putri yang tengah
membersihkan badan.
“Raja Majapahit belum memiliki istri. Perempuan itu cantik sekali, pantas menjadi permaisuri
kerajaan Mahapahit. Aku harus membawanya ke kerajaan Majapahit. Biar aku ambil saja selendangnya.”
Sang Patih kemudian dengan sengaja mengambil selendang Putri Giri Larang.
Putri Giri Larang tentu saja terkejut melihat seseorang tiba-tiba muncul mencuri selendangnya. “Hai
siapa kamu? Kenapa mencuri selendangku? Kembalikan!”
“Wahai Putri cantik jelita. Mohon maaf, bukan maksud Hamba berbuat tidak sopan, tetapi raja kami
raja Majapahit belum memiliki istri. Hendaknya Tuan Putri mau menjadi istri Raja Mahapahit. Jika Tuan
Putri menginginkan selendang ini, kejarlah Hamba.” kata Patih Mahapahit.
“Hey pencuri jangan kurang ajar! Cepat kembalikan selendangku!” teriak Putri Giri Larang.
Sang Patih tidak memperdulikan teriakan sang Putri. Ia dengan sengaja berlari menuju kerajaan
Majapahit dengan tujuan sang Putri akan mengikutinya menuju kerajaan. Putri Giri Larang tentu saja
sangat marah dengan sang Patih. Ia pun segera mengejar si pencuri selendangnya. Namun nampaknya
sang Patih memiliki kesaktian tinggi karena sang Putri sulit untuk mengejarnya. Hingga akhirnya mereka
berdua melewati perbatasan kerajaan Majapahit. Ia teringat dengan pesan kakaknya agar jangan pergi
terlalu jauh melewati perbatasan, namun kini sudah terlambat, tubuh sang putri menjadi lemah karena
kesaktiannya hilang.
Akhirnya tibalah mereka berdua di kerajaan Majapahit. Sang Patih kemudian menjelaskan kepada
Raja Majapahit bahwa ia membawa seorang wanita cantik jelita untuk dijadikan istri. Raja Majapahit
sangat terpesona dengan kecantikan Putri Giri Larang dan langsung jatih cinta. Raja memintanya agar ia
mau menjadi istrinya. “Duhai putri cantik jelita, jangan kuatir, selendangmu akan Aku kembalikan, malah
kalau perlu Aku ganti berlusin-lusin dengan yang lebih baik. Sekarang perkenalkanlah dirimu?”
“Hey Raja maling, hati-hati bicara, namaku Putri Giri Larang, keturunan Pajajaran, adik kandung
Raja Giri Layang dari kerajaan Giri. Sekarang kembalikan selendangku.” teriak Putri Giri dengan marah.
“Oh jadi tuan Putri adalah dari Kerajaan Giri dan masih keturunan Pajajaran? Aku beruntung sekali.
Maukah Engkau menjadi istriku? Kebetulan Aku sedang mencari permaisuri. Jika tuan Putri bersedia, maka
selendang ini akan Aku kembalikan. Tapi jika tidak bersedia, selendang ini tidak akan Aku kembalikan.” kata
Raja Mahapahit.
Putri Giri Larang tidak mampu menolak, karena tubuhnya terasa sangat lemah. Ia pun akhirnya
menerima tawaran Raja Mahapahit dengan mengajukan syarat. “Baiklah, Aku mau menjadi istrimu. Tapi
dengan syarat Raja tidak akan pernah mencampuri urusan perempuan. Jika dilanggar, Aku akan kembali ke
istana kakakku.”
Tentu saja raja Majapahit menyetujui syarat tersebut. Mereka pun segera melangsungkan
pernikahan yang megah. Rakyat Majapahit bergembira karena Raja mereka telah memiliki seorang istri
cantik jelita. Raja pun sangat bahagia telah memiliki permaisuri. Tidak lama setelah menikah, Putri Giri
Larang mengandung. Raja sangat berbahagia mendengar berita tersebut. Raja merasa hidupnya telah
sempurna.
Di suatu hari, Putri Giri Larang tengah menanak nasi. Karena saat itu udara terasa sangat panas,
setelah menutup tempat menanak nasi ia kemudian pergi mandi. Sang Raja saat itu melewati dapur.
Melihat istrinya tidak ada di dapur sang Raja kemudian ingin tahu apa yang tengah dimasak oleh istrinya. Ia
kemudian membuka penutup tempat menanak nasi. Betapa terkejutnya sang raja begitu mengetahui yang
dimasak oleh istrinya hanyalah sebutir padi.
Setelah istrinya selesai mandi, Raja pun menanyakan perihal sebutir padi yang dimasak istrinya.
“Wahai istriku, tadi aku memeriksa tempat masakmu. Aku heran bagaimana bisa sebutir padi bisa
memenuhi kebutuhan makan kita?”
Mendengar pertanyaan Raja, Putri Giri Larang sontak merasa marah. “Duhai suamiku, bukankah di
awal pernikahan Engkau telah berjanji tidak akan mencampuri urusan perempuan? Engkau telah
melanggar perjanjian. Baiklah kalau begitu, Aku akan pulang ke kerajaan kakakku.”
“Oh iya Aku lupa dengan janjiku sendiri. Maafkan Aku istriku tercinta. Aku berjanji tidak akan
mengulanginya lagi.” kata Raja.
Putri Giri Larang tidak bisa memaafkan Raja. Secara diam-diam ia kemudian pergi meninggalkan
istana kerajaan Majapahit. Setibanya di kerajaan kakaknya, Putri Giri Larang tidak mampu menahan tangis.
“Maafkan Adinda telah melanggar pesan Kakanda. Inilah akibatnya.”
“Sudahlah adikku. Nasi telah menjadi bubur. Beristirahatlah karena kini Engkau tengah
mengandung.” Raja Giri Layang tentu saja memaafkan adik yang sangat ia cintai. Ia sangat senang karena
adiknya telah kembali.
Raja Giri Layang kemudian merawat adiknya yang tengah mengandung dengan penuh kesabaran.
Beberapa waktu kemudian, Putri Giri Larang pun melahirkan seorang bayi laki-laki sehat. Ia memberinya
nama Adipati Jatiserang. Selama tinggal di kerajaan Giri, Putri Giri Layang selalu merasa gelisah, ia sangat
khawatir jika suatu saat, Raja Majapahit, yaitu ayah Jatiserang akan datang dan mengambil putranya. Ia
menyampaikan kekhawatirannya kepada kakaknya Raja Giri Layang.
Setelah mendengarkan kekhawatiran adiknya, Raja Giri Layang merasa mampu menandingi
pasukan kerajaan sebesar Majapahit. Namun ia tidak ingin menyeret rakyatnya ke dalam peperangan. Ia
kemudian berunding dengan patihnya, yaitu Patih Endang Capang beserta para menteri. Setelah
berembug, mereka akhirnya sepakat untuk bersembunyi di dalam sebuah kulah atau sebuah lubang besar
di bawah tanah. Raja Giri Layang memerintahkan untuk membuat empat buah lubang besar sebagai
tempat persembunyian keluarga kerajaan. Raja beserta adiknya dan seluruh keluarga kerajaan kemudian
memasuki lubang besar tersebut untuk bersembunyi.
Tidak lama berselang, datanglah pasukan dari kerajaan seberang yang dipimpin oleh dua orang
patih, yaitu Patih Mangkunagara dan Patih Surapati. Mereka bermaksud menjemput paksa Putri Giri Larang
dan Adipati Jatiserang. Mereka memasuki istana kerajaan Giri dan ditemui oleh Patih Endang Capang.
"Kami mencari Putri Giri Larang. Ia adalah permaisuri kerajaan Majapahit. Raja Majapahit memintanya
pulang." kata kedua patih itu pada Patih Endang Capang.
"Maaf Tuan, Putri Giri Larang dan Raja Giri Layang telah wafat. Sementara itu, putra Giri Larang,
yaitu Adipati Jatiserang sedang berguru ke negeri seberang."
"Jangan berbohong. Kami tidak percaya!" seru mereka.
“Kalau kalian tidak percaya, mari Aku antarkan kalian ke makam Raja Giri Layang dan Tuan Putri Giri
Larang.” ujar Patih Endang Capang. Kemudian, Patih Endang Capang membawa pasukan Majapahit ke
lokasi lubang persembunyian Raja dan keluarga kerajaan.
Pasukan Majapahit melihat empat gundukan tanah yang menyerupai makam. Namun karena masih
tidak percaya, kedua patih tersebut memerintahkan pasukannya untuk menggali makam tersebut. Namun,
ketika hendak menggali tiba-tiba semua pasukan Majapahit merasa lemas dan terjatuh. Rupanya kekuatan
pasukan Majapahit dihisap oleh kekuatan Putri Giri Larang dan Raja Giri Layang yang sedang bersembunyi
di bawah tanah itu.
“Sudah-sudah hentikan saja upaya penggalian lubang itu. Aku yakin mereka bersembunyi di dalam
lubang tersebut. Namun kesaktian mereka sepertinya terlalu tinggi buat kita.” kedua Patih memerintahkan
untuk menghentikan usaha pasukannya dalam menggali makam.
“Jika kita pulang ke kerajaan Majapahit, sudah tentu Raja akan sangat marah dan boleh jadi Raja
akan menghukum kita. Lebih baik kita tidak usah pulang ke Majapahit. Lebih baik kita ngalawung saja disini
untuk menunggu mereka keluar dari lubang.” kata patih Mangkunagara.
Secara bahasa, ngalawung artinya duduk saling berhadap-hadapan. Pasukan Majapahit yang
merasa gagal melaksanakan tugas mereka kini hanya duduk ngalawung di tempat tersebut. Sejak saat itu
kerajaan Giri sering juga disebut dengan nama kerajaan Girilawung. Sedangkan kampung tempat patih
Majapahit beserta pasukannya ngalawung saat ini dikenal dengan nama Babakan Jawa.