Anda di halaman 1dari 15

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan
Dosen Pengampu : Dr. Alfi Sahri Baruadi, S.Pi, M.Si

Disusun Oleh :
Khairunnisa (1414421124 / PMM)

PROGRAM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga
penulis bisa menyusun Tugas Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan yang diampu oleh Dosen
Bapak Dr. Alfi Sahri Baruadi, S.Pi, M.Si. dengan baik dan benar.

Tak lupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri
tauladan bagi penulis sehingga terciptanya tugas ini.

Akan tetapi, penulis sudah menyusun tugas ini dengan baik dan benar menurut penulis, saran
dan masukan sangat diperlukan oleh penulis untuk menyempurnakan tugas ini.

Gorontalo, 03 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang ...............................................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Kearifan Lokal Masyarakat di Pandeglang.....................................................
B. Budaya – budaya di Kabupaten Pandeglang...................................................
C. Dimensi, Kelemahan dan Kelebihan Budaya..................................................
BAB III......................................................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang
berasal dari luar atau bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal
juga merupakan ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Di Indonesia kesadaran dan kearifan lokal mulai tumbuh subur
pasca jatuhnya rezim Presiden Soeharto pada tahun 1998. Lebih lanjut kearifan lokal juga
didefinisikan sebagai kemampuan beradaptasi, menata dan menumbuhkan pengaruh alam
serta budaya lain yang menjadi motor penggerak transformasi dan penciptaan
keanekaragaman budaya Indonesia yang luar biasa. Ini juga bisa menjadi suatu bentuk
pengetahuan, kepercayaan, pemahaman atau persepsi beserta kebiasaan atau etika adat
yang menjadi pedoman perilaku manusia dalam kehidupan ekologis dan sistematik. Nilai
– nilai yang mengakar dalam suatu budaya jelas bukan objek materila yang konkret, tetapi
cenderung menjadi semacam pedoman bagi perilaku manusia. Dalam pengertian itu,
untuk mempelajarinya kita harus memperhatikan bagaimana manusia bertindak dalam
konteks lokal. Dalam keadaan normal perilaku orang terungkap dalam batas – batas
norma, etika, dan hukum yang tekait dalam wilayah tertentu. Namun, dalam situasi
tertentu dimana budaya menghadapi tantangan dari dalam atau dari luar, respon dalam
bentuk reaksi dapat terjadi. Tanggapan dan tantangan adalah cara normal untuk melihat
bagaimana perubahan terjadi dalam budaya. Struktur dan nilai sosial, serta tata krama,
norma dan hukum setempat akan berubah sesuai dengan kebutuhan situasi sosial.
Tantangan dalam suatu budaya dapat terjadi karena umpan balik yang terjadi dalam
jaringan kehidupan suatu sistem sosial. Hal ini menandakan sedang berlangsungnya
autopoesis yang menandakan bahwa suatu sosial dalam suatu budaya mengatur dirinya
sendiri, suatu tanda bahwa suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang
hidup. Dalam menghadapi perubahan inilah kearifan lokal memainkan peran dan
fungsinya.
B. Rumusan Masalah
1. Kearifan Lokal Masyarakat di Pandeglang.
2. Budaya – budaya di Kabupaten Pandeglang.
3. Dimensi, Kelemahan dan Kelebihan Budaya.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Kearifan Lokal Masyarakat di Pandeglang.
2. Untuk Mengetahui Budaya – budaya di Kabupaten Pandeglang.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Dimensi, Kelemahan dan Kelebihan Budaya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mitos dan Kearifan Lokal Masyarakat Pandeglang


Kearifan lokal muncul dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara non-
formal, dan dimiliki secara kolektif oleh masyarakat yang bersangkutan. Selain itu,
kearifan lokal juga dikembangkan selama beberapa generasi dan tertanam di dalam cara
hidup masyarakat yang bersangkutan sebagai sarana untuk mempertahankan hidup.
Berikut kearifan lokal masyarat di Kabupaten Pandeglang, diantaranya :
1. Tidak boleh duduk diatas meja “nanti banyak hutang”
“Logikanya meja tempat belajar dan menaruh barang untuk belajar bukan tempat duduk
dan untuk diduduki karena untuk duduk ada tenmpatnya yaitu kursi.”
2. Tidak boleh duduk dipintu masuk “jauh rizki dan jauh jodoh”
“Logikanya pintu tempat keluar masuk dan jika ada yang duduk didepan pintu maka
menghalangi aktifitas keluar masuk.”
3. Tidak boleh makan sambil berdiri “ nanti ditemani setan”
“Logikanya jika makan sambil berdiri tidak akan terserap penceranaan dengan baik.”
4. Tidak boleh diluar rumah ketika maghrib “nanti diculik wewe gombel”
“Logikanya waktu maghrib seharusnya digunakan untuk beribadah karena waktu maghrib
ke Isya sangat singkat dan hawatir terlewatkan.”
5. Bagi perempuan hamil tidak boleh membelitkan handuk di leher “nanti ketika
melahrikan anaknya terlilit ari-ari”
“Logikanya handuk dipakai setelah selesai mandi untuk mengeringkan badan sehabis
mandi.”
Selain dari kearifan lokal masyarat di kabupaten Pandeglang yang disebutkan diatas,
ada juga kearifan lokal Batik Cikadi di Kampung Cikadu Pandeglang Banten.
Kearifan masyarakat desa wisata rumah produksi batik lokal Cikadu Pandeglang Banten di
kampung Cikadu Provinsi Banten yang mulai dilirik wisatawan. Perkembangan dunia
pariwisata di KEK Tanjung Lesung Pandeglang, Banten turut mendorong warga sekitar
kawasan wisata KEK Pariwisata Tanjung Lesung untuk menampakan geliatnya. Mereka
tidak ingin berdiam diri untuk menyambut kemungkinan berubahnya perekonomian yang
dari sektor pariwisata tersebut. Hal ini dapat sahabat Direktori Wisata Indonesia temukan
saat kita mengunjungi kawasan wisata Tanjung Lesung Pandeglang. Dimana salah satu
aktifitas baru warganya yang  melakukan proses pembuatan batik khas Tanjung Lesung
yang terletak di sanggar desa Kampung Cikadu yang dikenal dengan sebutan hasil
pembuatan produk batik Cikadu.
Seperti motif batik lainnya, Motif Batik Cikadu Tanjung Lesung sangat beragam, di
sanggar ini memiliki 40 motif yang menggangkat ke khasaan daerah tersebut
mencerminkan kehidupan warganya dan di dituangkan lewat motif-motif Batik Cikadu
Tanjung Lesung yang sangat indah seperti Badak bercula satu, debus, gunung krakatau,
ikan lele, rumah adat, lesung padi, dan masih banyak lagi. Mesti belum secara spesifik
setiap motif batik mempunyai nama, namun batik Cikadu Tanjung Lesung sudah cukup
banyak diminati oleh pecinta batik, tidak hanya pecinta batik di Banten saja tapi juga
seluruh Indonesia.
Terbukti Motif Batik Cikadu Tanjung Lesung sudah dipakai oleh para desainer-
desainer Indonesia untuk menjadikan Motif Batik Cikadu Tanjung Lesung sebagai bahan
desain rancangannya untuk pagelaran Fashion Show. Informasi yang Direktori
Indonesia terima di lokasi, hasil produksi batik di kampung Cikadu Pandeglang Banten ini
banyak diminati adalah motif batik gondang lesung dan badak bercula satu. Konon
awalnya pengembangan kampung batik di Tanjung lesung ini berawal dari pelatihan
pemberdayaan di sekitar bekerja sama dengan perangkat desa yang diikuti sekitar 70
orang. Dari kegiatan pelatihan tersebut pada akhirnya dapat menciptakan 30 orang
pecanting batik hingga saat ini.
Di kampung batik Tanjung Lesung Kampung Cikadu Pandeglang ini kiita bisa
melihat hasil pembuatan batik oleh masyarakat lokal setempat baik melalui proses
pembuatan batik cetak maupun canting, bahkan bagi wisatawan yang akan mengetahui
informasi bagaimana cara membuat batik Tanjung Lesung bisa langusung menuju ke
lokasi. Selain sebagai tempat wisata edukasi pembuatan batik Cikadu di Tanjung Lesung
Banten, tempat ini pun juga menyedikan hasil pembuatan batik Cipadu yang bisa di bawa
pulang para wisatawan sebagai oleh-oleh maupun cindera mata.
Batik yang dihasilkan Sanggar Batik Cikadu Tanjung Lesung ini dibandrol dengan
harga variatif. Untuk batik bercap di sini misalnya dibandrol sengan harga Rp 120.000,-
per potong, sementara batik tulis Rp 80.000,- per potong. Sahabat Direktori Wisata dapat
memilih seusai dengan selera. Untuk akses menuju ke lokasi desa produksi batik Tanjung
Lesung di Cikadu Pandeglang Banten ini terbilang agak jauh, karena lokasi yang berada di
pelosok dengan kondisi jalan yang kurang begitu bagus yang masih perlu kerjasama
dengan beberapa instansi untuk lebih mengenal potensi produk lokal dari batik Cikadu
Pandeglang Banten.
Selain kearifan lokal masyarakat Pandeglang Batik di Cikadu, ada juga kearifan lokal
di Banjar Wangi yang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Polosari,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Desa Banjar Wangi dikenal sebagai desa yang
banyak menghasilkan kelapa dan melinjo. Kelapa dapat diolah masyarakat menjadi
berbagai produk. Industri pengolahan buah kelapa umumnya masih terfokus kepada
pengolahan hasil daging buah sebagai hasil utama. sedangkan industri yang mengolah
hasil samping buah (by-product) seperti; air, sabut, dan tempurung kelapa masih secara
tradisional dan berskala kecil (Mahmud dan Ferry, 2005). Hasil samping seperti daun,
akar, batang, dan tempurung kelapa sering terabaikan dan dibuang menjadi limbah
sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan (Ratnaningsih dkk., 2020).
Masyarakat Desa Banjar Wangi sejumlah kurang lebih 90% masih menggunakan
kayu bakar dalam memasak dan pemenuhan kebutuhan yang lain. Kayu merupakan
sumber bahan bakar yang mudah didapat dan sederhana dalam penggunaannya.
Berdasarkan informasi dari petugas desa, penggunaan kayu bakar secara relatif naik dari
tahun ke tahun namun tidak diimbangi dengan penanaman kembali sehingga mempercepat
degradasi lingkungan. Lebih lanjut degradasi lingkungan dapat menyebabkan beberapa
masalah, seperti bencana alam, perubahan iklim secara drastis, munculnya penyakit, dan
pencemaran lingkungan. Selain itu, penggunaan energi yang semakin meningkat akan
mempercepat habisnya cadangan minyak, batubara dan gas serta memicu pemanasan
global (Ischak dan Burhannudinnur, 2020). Oleh karena itu diperlukan energi alternatif,
salah satunya adalah biomass.
Masyarakat Desa Banjar Wangi sejumlah kurang lebih 90% masih menggunakan
kayu bakar dalam memasak dan pemenuhan kebutuhan yang lain. Kayu merupakan
sumber bahan bakar yang mudah didapat dan sederhana dalam penggunaannya.
Berdasarkan informasi dari petugas desa, penggunaan kayu bakar secara relatif naik dari
tahun ke tahun namun tidak diimbangi dengan penanaman kembali sehingga mempercepat
degradasi lingkungan. Lebih lanjut degradasi lingkungan dapat menyebabkan beberapa
masalah, seperti bencana alam, perubahan iklim secara drastis, munculnya penyakit, dan
pencemaran lingkungan. Selain itu, penggunaan energi yang semakin meningkat akan
mempercepat habisnya cadangan minyak, batubara dan gas serta memicu pemanasan
global (Ischak dan Burhannudinnur, 2020). Oleh karena itu diperlukan energi alternatif,
salah satunya adalah biomass.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
pengolahan tempurung kelapa menjadi briket melalui pelatihan kepada masyarakat.
Kegiatan ini bertujuan dapat memanfaatkan limbah tempurung kelapa menjadi briket
sebagai bahan bakar alternatif, memberikan pengetahuan IPTEK bagi masyarakat dan
menambah penghasilan masyarakat.
B. Budaya – Budaya di Kabupaten Pandeglang
Perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini bila tidak segera diantisipasi dapat
mengakibatkan budaya yang selama ini diyakini sebagai pedoman hidup masyarakat
bergeser ke arah kehidupan yang melepaskan diri dari akarnya, yaitu budaya asli sendiri.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpenduduk terdiri dari banyak suku yang
tersebar di seluruh kawasan. Masing-masing suku mengembangkan kebudayaannya
masing-masing. Kemajemukan masyarakat Indonesia ini bukan saja dibentuk karena
keragaman etnisnya, melainkan juga perbedaannya dalam latar belakang sejarah,
kebudayaan, agama, dan sistem kepercayaan yang dianut, serta lingkungan geografisnya.
Dalam hal ini diperlukan adanya Penyusunan Dokumentasi Pelestarian Nilai Budaya
yang memuat berbagai informasi tentang karya budaya yang dimiliki oleh setiap suku
bangsa yang tersebar di daerah-daerah dalam wilayah kerja BPNB Jawa Barat, salah
satunya adalah Kabupaten Pandeglang yang ada di Propinsi Banten. Kabupaten
pandeglang termasuk wilayah yang memiliki banyak keragaman budaya. Kabupaten
Pandeglang sebagai daerah yang memiliki potensi seni dan budaya, dalam
pertumbuhannya sangat ditentukan oleh berbagai aspek kehidupan masyarakat masa lalu.
Oleh karena itu dalam rencana pengembangan seni budaya perlu memperhatikan unsur-
unsur kesenian yang berkembang di Kabupaten Pandeglang. Dari hasil pendataan selain
kesenian khas Kabupaten Pandeglang yaitu Rampak Beduk, dan seni dodod, telah
ditemukan perkembangan aneka kesenian di Kabupaten Pandeglang diantaranya: Gendreh
Bendrong, Seni Ubrug, Bendrong Lesung, Kendang Pencak, Patingtung, Wayang Golek,
Kuda Lumping, Jaipong, Seni Singa Depok, Wayang Kulit, Dan lain-lain. Kabupaten
Pandeglang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Banten. Keanekaragaman seni
budaya di daerah Kabupaten Pandeglang tampak pada unsur-unsur budayanya. Kekayaan
budaya ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pembangunan di
segala bidang. Karakter karya seni dan komunitas etnis di Kabupaten Pandeglang
cenderung menjadi ciri yang tidak dapat dihilangkan dari kehidupan masyarakat
Kabupaten Pandeglang. Secara keseluruhan, data berbagai unsur kebudayaan di
Kabupaten Pandeglang yang berhasil dihimpun meliputi upacara tradisional, permainan
tradisional, kesenian, makanan, kerajinan, mata pencaharian, arsitektur tradisional, dan
tempat wisata. Dari data sejumlah unsur kebudayaan yang berhasil dihimpun, sebagian
memadai secara kuantitas dan sebagian lagi masih minim. Unsur kebudayaan yang
datanya relatif memadai, diantaranya makanan yang meliputi makanan yang umum ada
pada masyarakat Sunda dan makanan khas setempat: kesenian , yang meliputi kesenian
khas setempat dan kesenian masyarakat Sunda pada umumnya.
C. Dimensi, Kelemahan dan Kelebihan Budaya
1. Dimensi Kearifan Lokal
Menurut Mitchell (2003), kearifan lokal memiliki enam dimensi, yaitu:
a. Setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan
hidupnya karena masyarakat memiliki pengetahuan lokal dalam menguasai
alam. Seperti halnya pengetahuan masyarakat mengenai perubahan iklim dan
sejumlah gejala-gejala alam lainnya.
b. Dimensi Nilai Lokal
Setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal mengenai perbuatan atau
tingkah laku yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya tetapi nilai-
nilai tersebut akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.
Karena Nilai-nilai perbuatan atau tingkah laku yang ada di suatu kelompok belum
tentu disepakati atau diterima dalam kelompok masyarakat yang lain, dan terdapat
keunikan. Seperti halnya suku Dayak dengan tradisi tato dan menindik di beberapa
bagian tubuh.
Di kabupaten Pandeglang Dimensi Nilai Lokal terdapt di dalam Wisata dan
Ziarah.
Wisata adalah berasal dari kata parawisata yang identik dengan istilah perpelancongan
dan orang yang melancong itu disebut sebagai pelancong istilah lain yang kita kenal
adalah tamsya dan ada pula yang menyebutnya jalan-jalan atau piknik. Dari istilah itu
kita melihat bahwa kegiatan yang di lakukan diluar pekerjaan rutin yang bisa di
lakukan, tujuanya untuk menghilangkan kebosanan, mencari kegenbiraan dengan
tidak di buru-buru waktu. Kegiatan itu tidak lain adalah perjalanan untuk bersenang-
senang, bersantai mencari suasana baru untuk memulihkan kembali kebugaran tubuh.
Atas pengertian itu, parawisata (tousim) dapat di artikan sebagai perjalanan untuk
bersenang-senang (travel for pleasure).3 Jenis dan tujuan wisata adalah kegiatan
perjalanan yang bersifat menenangkan hati menyegarkan kembali otak dari rutinitas
harian dari pekerjaan dan permaslahan yang ada, yang tidak memiliki waktu panjang,
dalam perkembangan zaman wisata dapat di jadikan oleh sebagian orang adalah
sebagai gaya hidup.
Konsep Ziarah dalam Islam
Diawal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh syari‟at.
Pertimbangan akan timbulnya fitnah syirik ditengah-tengah umat menjadi faktor
dilarangnya ziarah kubur pada waktu itu namun seiring perkembangan dan
kemajuan Islam larangan ini dihapus dan syari‟at menganjurkan umat Islam untuk
berziarah kubur agar mereka dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut,
diantarnya mengingat kematian yang pasti akan segera menjemput. Menurut
syariat Islam, ziarah kubur sesungguhnya bukan hanya sekedar nengok atau
mengunjungi kubur, akan tetapi lebih dari itu kedatangan seseorang kekubur atau
kemakam, yaitu dengan maksud untuk mendoakan seseorang yang sudah
meninggal sekaligus sebagai upaya untuk mengingat kematian.
Ziarah kubur merupakan amalan yang di syariatkan dalam Islam. Ini
bertujuan agar orang yang melakukanya bisa mengambil pelajaran mengambil
pelajaran dari kematian sekaligus dalam rangka mengingat kehidupan akhirat.
Tentunya ziarah kubur ini masih di sertai syarat, yaitu orang yang melakukanya
tidak melakukan perbuatan yang di murkai oleh Allah seperti berdo‟a meminta
hajat atau kebutuhan kepada penghuni kubur. Ketika berziarah boleh
menggunakan alas kaki dan berjalan diantara kuburan. Juga boleh mendekati
kuburan seperti mendekati dia semasa hidupnya, sambil mengucapkan. Penziarah
disunnahkan untuk membaca surah al-Ikhlas sebelas kali, surah alfalaq dan surah
an-Nas masing-masing tiga kali, memohon ampun untuk mayat atau membaca
ayat al-qur‟an yang paling mudah.
Ziarah kubur disunahkan oleh Nabi, bahkan dianjurkan untuk umat Islam
mengunjungi (Ziarah) ke kubur orang tua, keluarga, teman, sahabat serta para
waliyullah yang telah lebih dulu meninggalkan kita. Ziarah dimaksud untuk
menumbuhkan kesadaran agar kita yang hidup selalu ingat bahwa suatu saat kita
akan mati. Ketika kematian datang, tidak ada seorangpun yang bisa menolong kita
Fenomena ziarah bukan saja soal ibadah dan perilaku keagamaan.
Dapat dilihat dari perkembangan di berbagai negri di timur tengah di benua
India misalnya, aspek sosial politiknya juga tidak kalah penting, antara lain
melalui peranan berbagai tarekat. Sifat inipun membawa sorotan baru pada sejarah
perkembangan fenomena ziarah di Indonesia, apalagi mengingat bahwa pada masa
kini kuburan-kuburan keramat yang paling terkenal di jadikan objek parawisata,
sedangkan prilaku ziarah di promosikan sebagai “program unggulan parawisata
nasional”. Sudah tiba waktunya ziarah kubur dengan segala aspek kepercayaan
dan rutinitasnya diamati diamatindan di telah secara ilmiah.21 Indonesia
merupakan Negara yang memiliki bergai macam suku bangsa, bahasa, budaya,
agama dan lain sebagainya, agama Islam merupakan salah satu agama tauhid yang
di turunkan oleh Allah SWT kepda Nabi Muhammad dan masyarakat Indonesia
mayoritas masyarakat nya adalah beragama Islam, Indonesia merupakan salah
satu Negara pemegang teguh agama Islam maka dari itu banyak ulama-ulama
hebat yang terlahir dari Indonesia baik ulama yang terdahulu ataupun ulama yang
masih hidup di zaman seperti sekarang ini, ulama yang terkenal di indoesia salah
satunya Wali Songo yang artinya Sembilan Wali yang berasal dari tanah jawa, di
jawa ada banyak makam-makam keramat, makam para waliyullah yang tersebar
di tanah jawa, yang setiap harinya ada saja pengunjung yang berziarah kemakam-
makam ulama tersebut.
Maksud utama dari ziarah kubur adalah mendoakan mayit yang di ziarahi
agar mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah swt, juga terkandung banyak
hikamah atau manfaat, baik itu bagi yang berziarah atau yang di ziarahi. Adapun
hikmah atau manfaat bagi orang yang berziarah adalah mendapatkan balasan
pahala dari Allah SWT Karena ziarah kubur termasuk perbuatan yang mulia,
mengingatkan orang yang berziarah akan kematian seseorang akan senantiasa.
melakukan amal perbuatan yang di ridhoi oleh Allah SWT dan berusaha
semaksimal mungkin meninggalkan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT.
Namun sebagai makhluk yang berakal, setiap manusia pasti menyadari bahwa dia
akan meninggalkan dunia yang fana ini, namun tidak dapat di pungkiri bahwa di
antara kita ada yang lupa akan kematian, bila di lihat dari perkembangan zaman di
berbagai bidang baik industry, telekomunikasi, informasi serta kemajuan duniawi
lainya di berbagai arus kehidupan

c. Dimensi Keterampilan Lokal


Setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk bertahan hidup (survival) untuk
memenuhi kebutuhan kekeluargaan masing-masing atau disebut dengan ekonomi
substansi. Hal ini merupakan cara mempertahankan kehidupan manusia yang
bergantung dengan alam mulai dari cara berburu, meramu, bercocok tanam,
hingga industri rumah tangga.
Dimensi keterampilan lokal pada masyarakat di Kabupaten Pandeglang terdapat pada
kegiatan yang ada di kabupaten Pandeglang, diantaranya pembuatan batik di
cipadu yang dapat menghasilkan sebuah keterampilan yang dapat membantu
memulihkan dan memajukan perekonomian didalam masyarakat di Kabupaten
Pandeglang ini, sehingga dari keterampilan – keterampilan yang ada dan bisa
menimbulkan sebuah ide kreatif dan mampu berkembang dan maju serta mampu
bersaing daalam dunia bisnis.
d. Dimensi Sumber Daya Lokal
Setiap masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya
dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besar atau dikomersialkan.
Masyarakat dituntut untuk menyimbangkan keseimbangan alam agar tidak
berdampak bahaya baginya.
e. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal
Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut
pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah
warganya untuk bertindak sesuai dengan aturan yang telah disepakati sejak lama.
Kemudian jika seseorang melanggar aturan tersebut, maka dia akan diberi sangsi
tertentu dengan melalui kepala suku sebagai pengambil keputusan.
Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal di Kabupaten sendiri tidakada,
karena kabupaten Pandeglang ini merupakan bukan bagian dari suku atau
mempunyai adat yang kental yang dimana setiap pengambilan keputusan lokal
harus melibatkan kepala suku. Kabupatan Pandeglang adalah sebuah kota di
Provinsi Banten yang terhitung maju, mulai dari saran prasarana, dekat dengan
pusat perbelanjaan dan pusat ibadah serta pusat kegiatan untuk khalayak umum.
Sehingga dalam mengambil suatu keputusan tidak memerlukan persetujuan
pengambilan keputusan lokal.
f. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal Manusia
Merupakan manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain
dalam melakukan pekerjaannya, karena manusia tidak bisa hidup sendirian.
Seperti halnya manusia bergotong-royong dalam menjaga lingkungan sekitarnya
Sama hal nya di kabupaten Pandeglang, bahwa budaya gotong royong sangat tinggi
dan masih sangat kental, sebagai contoh budaya gotong royong adalah dengan
membersihkan area Tempat pemakaman umum yang mana dilakukan seminggu
sekali oleh masyarakat setempat, kemudian jika ada masyarakat atau tetangga
yang akan mengadakan acara nikahan, atau syukuran acara maka setiap tetangga
seperti suatu keharusan untuk membantu tetangga itu.
.
DAFTAR PUSTAKA
Marwanza, Irfan, et al. "PEMANFAATAN BRIKET ARANG TEMPURUNG KELAPA
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF DI DESA BANJAR WANGI,
PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN." Jurnal AKAL: Abdimas dan Kearifan
Lokal 2.1 (2021).
Nurlela, Nurlela. “Wisata Ziarah dan Kesadaran Keberagamaan Masyarakat Lokal
(Study Kasus: Kp. Caringin Desa. Caringin Kecamatan Labuan Pandeglang-Banten).
Diss. Universitas Islam Negeri" SMH" Banten, 2018.
Nugraha, Wahyu, Gandung Ismanto, and Kandung Sapto Nugroho. IMPLEMENTASI
PERATURAN DAERAHKABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 06 TAHUN 2003
TENTANG PEMBINAAN KOPERASI DAN UKM. Diss. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, 2017.

Anda mungkin juga menyukai