Anda di halaman 1dari 22

MENELISIK KEHARMONIAN MASYARAKAT DUSUN KRAJAN DESA

KANDANGAN DI BULAN SURO SEBAGAI WARISAN BUDAYA KEARIFAN


LOKAL

Laporan Penelitian

Anggota Kelompok 5:
1. MARCELLA DAVINA PRAMITHA PUTRI ( 21 )
2. ANITA DWI KARINA ( 5 )
3. FARIKHATUL MUFAIDAH ( 15 )
4. DONI FITRAH ARDIANSAH ( 12 )
5. NESA RENIVA DIWANTI ( 26 )
6. SHENDIKA ACHMAD DANI ( 34 )

Kelas :
X-7

SMA NEGERI 1 KANDANGAN


DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR 2022

i
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL PENELITIAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa penelitian kami yang berjudul :

MENELISIK KEHARMONIAN MASYARAKAT DUSUN KRAJAN DESA


KANDANGAN DI BULAN SURO SEBAGAI WARISAN BUDAYA KEARIFAN
LOKAL

Tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang kami akui seolah-
olah tulisan kamu sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Apabila
di kemudian hari kami terbukti melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan
orang lain seolah-olah hasil pemikiran kami sendiri, kami bersedia mendapatkan
sanksi.

Kandangan, 13 Oktober 2022


Yang memberi pernyataan,

Kelompok 5

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan PROPOSAL PENELITIAN dengan
judul : “ Menelisik Keharmonian Masyarakat Dusun Krajan Desa Kandangan Di Bulan
Suro Sebagai Warisan Budaya Kearifan Lokal“

Adapun proposal ini dibuat dengan tujuan yang telah saya usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak antara lain :
1. Bapak Muryadi selaku Kepala SMAN 1 Kandangan
2. Bapak Wahyudi selaku Kepala Dusun Krajan Kandangan
3. Bapak Ikhsan Subandi selaku Modin Desa Kandangan
4. Bu Luluk Husnah selaku Wali Kelas X-7
sehingga dapat memperlancar proposal ini.
Dalam penyusunan proposal ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh
dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi terciptanya proposal yang
lebih baik lagi untuk masa mendatang.

Kandangan, 13 Oktober 2022

Kelompok 5

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................i


PERNYATAAN KEASLIAN HASIL PENELITIAN...........................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................................1
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................................................1
1.4. Manfaat Penelitian...............................................................................................................2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
2.1. KAJIAN TEORI................................................................................................................3
BAB III
METODE PENELITIAN.........................................................................................................6
3.1. Lokasi Penelitian.................................................................................................................6
3.2. Subjek Penelitian.................................................................................................................6
3.3. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................................6
3.4. Teknik Analisi Data.............................................................................................................7
BAB IV
PEMBAHASAN........................................................................................................................8
4.1. Sejarah Desa Kandangan Dengan Terciptanya Tradisi Mendhem Golekan
4.2. Proses Pelaksanaan Tradisi Suroan saat ini.........................................................................9
4.3. Keharmonian Masyarakat Semakin Erat Dengan Adanya Tradisi Mendhem Golekan ....11
BAB V
KESIMPULAN.......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.3 : Peta Desa Kandangan


dan sekitarnya.............................................................................................................................6
Gambar 2.3 : Peta Kecamatan Kandangan dan sekitarnya.........................................................6
Gambar 1.4 : Kenampakan punden petilasan ( Mbah Kecik )....................................................8
Gambar 2.4 : Boneka yang akan ditanam...................................................................................9
Gambar 3.4: Arak-arakan boneka sebelum ditanam..................................................................9
Gambar 4.4: Proses Penguburan Bayi ( boneka ).......................................................................9
Gambar 5.4: Berdo’a sebelim penguburan Bayi ( boneka ).....................................................10
Gambar 6.4: Penampakan kuburan Boneka yang ditaburi bunga 7 rupa.................................10
Gambar 7.4: Berdo’a bersama setelah penguburan boneka dipimpin oleh pimpinan tradisi...10

iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bulan Suro sendiri berasal dari bulan Muharram yang dikalender Jawa disebut Asyuro
(Suro). Bulan ini terkenal dengan hal-hal magis. Sehingga banyak tradisi atau ritual sakral
yang hanya dilakukan di bulan ini beserta larangan dan mitos-mitosnya.
Terkait dengan awal mula bedirinya Desa Kandangan sangat berkaitan dengan Dusun
Krajan dan bulan suro ini menjadi bulan yang begitu penting. Masyarakat Dusun Krajan juga
mempercayai bahwa bulan suro ini sangat berpengaruh dengan kesehariannya sebagai orang
Jawa. Munculnya kepercyaan ini bermula dari inisiatif orang Jawa untuk memberikan
penghormatan karena anak cucu Rasullah yang banyak gugur di peperangan. “ Ngajeni lan
ora nduwe gawe” artinya menghargai dan tidak mangadakan hajatan seperti : pernikahan,
khitanan, membangun rumah/pindahan rumah. Dengan prinsip “ Wong Jawa ojo ninggal
Jawane.”
Indonesia merupakan negara dengan banyaknya adat dan budaya yang berbeda di
setiap jengkal wilayahnya. Begitu juga dengan Dusun Krajan, Desa Kandangan yang
memiliki tradisi “Mendhem Golekan” ( Menanam Boneka ) yang telah diakui secara resmi
oleh Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Kediri. Konon tradisi ini sangat
berdampak bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Kandangan dan sekitarnya. Selain
itu ada beberapa punden dan peninggalan sejarah sejak masa Majapahit. Sehingga menarik
perhatian saya, untuk mengetahui lebih dalam perihal pandangan hidup masyarakat secara
turun-temurun dan masih terjaga hingga saat ini di ujung Timur Kabupaten Kediri.
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu tradisi ini menjadi suatu daya tarik dan warisan budaya leluhur yang
memiliki berbagai nilai magis didalamnya. Oleh karena itu, perlu ditelisik lebih lanjut.
Bagaimana cara masyarakat menjaga dan melestarikan budaya tersebut di antara ancaman
budaya luar?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui awal mula adanya tradisi Suroan (Mendhem Golekan).
2. Mengetahui sudut pandangan masyarakat Dusun Krajan, Desa Kandangan terkait
warisan budaya yang ada.
3. Mengkroscek informasi tentang tradisi Suroan.
4. Mencari informasi tentang bagaimana tahapan dilakukannya tradisi Suroan dengan
upaya pelestarian warisan budaya kearifan lokal.

1
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui sejarah dari adanya tradisi Suroan.
2. Menggambarkan dinamika keharmonisan masyarakat dalam melaksanakan tradisi
Suroan.
3. Menjadi pandangan bagi masyarakat luar untuk mengetahui nilai-nilai positif yang
terkandung dalam tradisi Suroan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori


A. Pengertian Kebudayaan
Menurut para ahli kebudayaan memiliki arti sebagai berikut : Edward B. Taylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat,
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. William H.
Haviland, kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh
para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat. Ki Hajar
Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap
dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Francis
Merill, kebudayaan merupakan pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial.
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu
masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
Dapat disimpulkan bahwa Kebudayaan merupakan suatu pandangan hidup suatu masyarakat
yang tercipta dari gagasan seseorang hingga menjadi kebiasaan dalam bentuk kesenian, adat
istiadat, dan kepercayaan sebagai warisan nenek moyang yang dilestarikan secara turun –
menurun.
B. Pengertian Kearifan Lokal
Menurut para ahli kearifan lokal memiliki pengertian sebagai berikut :Sibarani,
mendefinisikan kearifan lokal sebagai suatu bentuk pengetahuan asli dalam masyarakat yang
berasal dari nilai luhur budaya masyarakat setempat untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat. Paulo Freire, mengemukakan pendapatnya mengenai kearifan lokal sebagai
pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu konkret dengan apa yang mereka
hadapi. Warigan, mendefinisikan kearifan lokal sebagai nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan sudah terbukti turut serta menentukan kemajuan masyarakatnya. Apriyanto,
menyatakan pendapatnya bahwa kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan,
dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka.
Haryanti Soebadio, mengemukakan ini agak berbeda dengan tokoh lainnya, yaitu sebagai
suatu identitas atau kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
untuk menyaring dan memiliki budaya yang masuk ke dalam dirinya sendiri. Quaritch Wales
menyatakan bahwa konsep kearifan lokal dengan local genius merupakan satu prinsip yang
sama, dimana kemampuan budaya setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing
pada waktu kedua kebudayaan tersebut berhubungan.

3
Selain pendapat para ahli tersebut, kearifan lokal juga tercantum dalam Undang-
undang (UU) No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana
kearifan lokal diterjemahkan sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat antara lain melindungi, dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Dapat disimpulkan bahwa Kearifan Lokal merupakan bagian dari budaya suatu
masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dan diwariskan secara turun-menurun dari adanya
sejarah kehidupan manusia di masa lampau ( legenda atau mitos ) serta mampu
mengakomodasi budaya luar dalam bentuk tradisi, tarian adat, kepercayaan, dan sebagainya.

4
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian


Di kawasan perbatasan Kabupaten Kediri bagian Timur yang menghubungkan
Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jombang tepatnya di Dusun Krajan
menjadi lokasi penelitian saya tentang tradisi Suroan. Secara administratif Dusun Krajan
terlerak di Desa Kandangan, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dusun
Krajan di barat bagian tengah Desa Kandangan. Untuk lebih jelasnya berikut peta Desa
Kandangan dan dusunnya :

Gambar 1.3 : Peta Desa Kandangan


dan sekitarnya. Gambar 2.3 : Peta Kecamatan Kandangan dan
sekitarnya
Dusun Krajan, saya pilih sebagai lokasi penelitian karena miliki beberapa hal yang
menarik. Mulai dari nama dusun yang unik, adanya punden dan arca sebagai salah satu
peninggalan sejarah, tradisi suroan yang sakral. Selain itu, ada sektor lainnya yang dapat
dikaji seperti : kuliner, peternakan, industri, dan pertanian.
3.2. Subjek Penelitian
Tradisi Suroan ( Mendhem Golekan ) yang diyakini masyarakat sebagai upaya
Ki demang Sengkopuro dalam mendirikan Desa Kandangan yang dimulai di Dusun

5
Krajan. Dengan objek punden dan arca yang saat ini diyakini sebagai petilasan Ki
Demang Sengkopuro (Mbah Kecik).
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan data
mendalam terkait tradisi Suroan di Dusun Krajan. Dengan melakukan 3 langkah : observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Yang diawali dengan mencari informan kunci untuk
mengetahui hal yang diteliti.

5
Tahap pertama, Observasi dilakukan dengan mengamati lingkungan dan
berjalan-jalan mengelilingi lokasi objek penelitian ( punden Mbah Kecik ) yang pandu
oleh pak kasun ( kamituo ) Dusun Krajan. Disitu saya mengamati suasana dusun,
kondisi kenampakan punden, area sekitar punden, dan kebiasaan masyarakat yang
cukup ramah.
Tahap kedua, Wawancara dilakukan agar mendapat data langsung dan lebih
mendalam mengenai hal yang mendasari adanya tradisi Suroan ( Mendhem Golekan ).
Wawancara dengan bahasan ini saya lakukan dengan modin Desa Kandangan dan bapak
kamituo Dusun Krajan. Pak Modin saya pilih sebegai informan dengan maksud mengetahui
sejarah dan proses dilakukannya tradisi Mendhem Golekan tersebut. Bapak kamituo saya pilih
bermaksud mengetahui bagaimana peta atau gambaran Dusun Krajan yang identik dengan
Jalan Imam Fakih sebagai tokoh terkemuka tetapi lokasi makam Imam Fakih ( Mbah Pekik )
di ujung perbatsan antara Desa Kandangan dan Desa Banaran.
Tahap ketiga, Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui gambaran konkert dari
adanya tradisi Suroan ( Mendhem Golekan ) tersebut.
3.4. Teknik Analisis Data
Beberapa langkah di atas merupakan cara yang saya gunakan dalam memperoleh data
mengenai fokus yang ingin dikaji lebih dalam. Setelah langkah-langkah di atas terlaksana
maka data akan diolah dengan :
1. Mendeskripsikan objek penelitian secara umum.
2. Mendeskripsikan bentuk keharmonian masyarakat dalam pelaksaan tradisi Suroan.
3. Mencari hubungan interaksi dengan ide-ide yang melatarbelakangi keharmonian
masyarakat dalam tradisi Suroan.
4. Menganalisis dengan mengaplikasi dasar-dasar dan definisi dari suatu budaya dan
kearifan lokal yang membentuk tradisi Suroan dengan cara pelestarian masyarakat
dari ancaman budaya luar.

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Desa Kandangan Dengan Terciptanya Tradisi Mendhem Golekan


Pada masa lampau sebelumnya Desa Kandangan merupakan hutan belantara yang
kemudian kedatangan kstaria bersama bala tentara pengikutnya bernama Raden Sengkopuro
( Ki Demang Sengkopuro ) dari tlatah Majapahit. Saat itu Raden Sengkopuro hanya berniat
untuk istirahat sejenak dan mulai mendirikan rumah dengan menebang pohon yang ada di
hutan tersebut. Lambat laun Raden Sengkopuro dan pengikutnya merasa nyaman dalam
bahasa Jawa ( Krasan ). Kemudian niat awal beristirahat pun menjadi berkeinginan untuk
singgah dan tidak kembali ke tlatah Majapahit.
Keesokan harinya Raden Sengkopuro bersama pengikutnya bergotong royong
untuk mendirikan suatu kampung dengan menebang pepohonan ( mbabat alas ), tapi
belum selesai perkerjaan mereka datanglah sosok mahluk astral dengan tawa yang
menggelegar. Raden Sengkopuro dan pengikutnya pun kocar kacir karena terkejut
dengan itu. Mahluk tersebut mendatangi Raden Sengkopuro dan marah besar karena
hutan tempat tinggalnya telah dirusak. Raden Sengkopuro pun mengutarakan niatnya
untuk singgah di hutan tersebut. Mahluk astral makin marah mendengar ungkapan
Raden Sengkopuro dan dia memberikan syarat kepada Raden Sengkopuro apabila dia
ingin tinggal di tempatnya “ Sanggupo kowe nuruti kekarepanku?” ( Sanggupkah
kamu menuruti/memenuhi permintaanku? ). Dengan begitu Raden Sengkopuro
bermeditasi untuk meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa dan memperoleh
petunjuk “ Sanggupono opo ae sing dadi kekarepane kui.” ( Sanggupi saja apa yang
jadi permintaannya. ). Setelah mendapatkan petunjuk Raden Sengkopuro melakukan
negosiasi dengan mahluk tersebut. Mahluk astral mengungkapkan permintaannya “
Kowe oleh manggon ning kene nek iso maringi bebono utowo pitukon ning aku.”
( Kamu boleh tinggal disini kalau bisa memberikan imbalan kepada saya sesuai
permintaan. ) Ki Demang bertanya “ Lah panjalukanmu iki opo?” ( Lah
permintaanmu ini apa? ) Mahluk Astral menyebutkan permintaannya “ Aku njaluk
ning kowe sak wadya balamu, Oleh kowe manggon ngedekne deso ning kene nek iso
nguwei pitukon ning aku yaiku arupo bayi sakembaran jaler pawestri sing mijil ing
dino Jum’at Pahing sasi Suro.” ( Saya minta kepadamu dan seluruh pengikutmu,
Boleh kamu bertempat tinggal mendirikan desa disini kalau bisa memberi
bayaran/imbalan ke saya yaitu berupa bayi kembar laki – laki dan perempuan yang
lahir di hari Jum’at Pahing bulan Suro ( Muharram ). ) Ki Demang pun
menyanggupinya dan melakukan meditasi lagi dan mendapatkan petunjuk ( dawuh ) “
Sanggupono!” ( Sanggupilah ) Ki Demang bertanya pada dawuh “Lah terus kui anak e
sopo?” ( Lalu itu anaknya siapa? ) Dawuh menyampaikan “ Ojo bingung, mahluk kui
mau lak mung njaluk arupo. Sing penting iku yo mung koyo rupo bayi.” ( Jangan
bingung, mahluk tadi kan hanya minta berupa, Yang penting itu hanya seperti rupa
bayi. ) Dari kata arupa itu tadi dipermainkan yang membuat Ki Demang Sengkopuro
berpikir dan dibuatkanlah oleh Ki Demang Sengkopuro rerupa seperti bayi yang
terbuat dari pati/tepung beras bersama istri dan para pengikutnya. Dan seminggu

7
sebelum Jum’at Pahing Ki Demang bersama para pengikutnya berjalan mengelilingi
desa dan berdo’a di sudut-sudut desa agar diberi kemudahan, kelancaran, keamanan,
dan kesejahteraan.

7
Pada hari Kamis Ki Demang melakukan wilujengan/slametan (do’a bersama/syukuran ) dan
sudah harus disiapkan beberapa sesaji dengan dilakukan ritual dalam pembuatan
boneka/rerupa bayi tersebut. Di hari Jum’at dilakukan tradisi Mendhem Golekan tersebut dan
diambil boneka dari tempat Ki Demang dan yang laki-laki ditanam di bagian lor ( utara )
yang kini menjadi pertigaan Jalan Imam Fakih dan yang perempuan di bagian kulon ( barat )
yang kini menjadi perempatan Kandangan. Raden Sengkopuro menjadi Kepala Desa pertama
dan disebut Ki Demang Sengkopuro. Demang merupakan kepala desa. Hingga akhir
hayatnya.
Setelah dilaksanakannya tradisi Suro’an tersebut Raden Sengkopuro
memerintahkan para pengikutnya untuk meneruskan babat alas “ Awak dewe bakal
ngandang ning kene” (“Kita akan tetap berkumpul disini”) dari situlah istilah
‘Ngandang’ menjadi permulaan nama Desa Kandangan.
Masuknya islam ke daerah Kandangan dan sekitarnya bermula dari datangnya priyai dari
kulon ( Jawa Tengah ) yang bernama Ki Joko Pekik di kawasan Krajan untuk mulai
menyebarkan agama islam di masa peperangan Diponegoro dan pemerintahan Raden
Sengkopuro menjadi Kepala Desa. Perkembangan islam di Kandangan kian membaik dan Ki
Joko Pekik mengungkapkan nama aslinya yaitu Imam Fakih. Yang saat ini dijadikan nama
jalan untuk menuju Dusun Krajan.
4.2. Proses Pelaksanaan Tradisi Suro’an saat ini.
Acara Suro’an dilakukan oleh masyarakat dan perangkat desa dengan
partisipasi yang menciptakan dinamika keharmonian bagi masyarakat Kandangan
maupun masyarakat luar Kandangan. Berikut langkahan proses pelaksanaan tradisi
Mendhem Golekan :
1. Kamis Wage malam Jum’at Kliwon keliling desa.
2. Kamis Legi pagi persiapan ubo rampe :
a) Mengaji Al – Qur’an ( Khatmil Qur’an ) jam 10.00 pagi slametan di balai desa
– makam Mbah Kecik ( Ki Demang Sengkopuro ) – makam Mbah Imam Fakih
( Ki Joko Pekik )

Gambar 1.4 : Kenampakan punden petilasan ( Mbah Kecik )

8
b) Sore, do’a bersama bagi yang non-islam.
c) Malam, pengajian, istigosah, dan santunan.
3. Jum’at Pahing jam 9.00 pagi ritual penanaman Pigolek Kencono ( Boneka ) di dua
tempat. Karena bukan sembarang boneka yang pembuatannya oleh ahli dan ritual
khusus.

Gambar 2.4 : Boneka yang akan ditanam.

Gambar 3.4: Arak-arakan boneka sebelum


ditanam

Gambar 4.4 : Proses Penguburan Bayi ( boneka ).

9
Gambar 5.4 : Berdo’a sebelum penguburan Bayi ( boneka )

Gambar 6.4 : Kenampakan Kuburan


Boneka yqng ditaburi bunga 7 rupa

Gambar 7.4 : Do’a bersama setelah penguburan boneka & dipimpin oleh pimpinan tradisi

10
4. Tasyakuran dan cerita sejarah di balai desa.
5. Sabtu malam pagelaran wayang kulit.
6. Minggu acara bakti sosial ( sunat massal, pengobatan gratis, dan sumbangan kaum
dhuafa ).

Upaya masyarakat dapat tetap melakukan uri-uri tradisi kearifan lokal dengan tetap
melakukannya, hal itu dapat disaksikan oleh orang banyak dan dapat menarik rasa penasaran
setiap orang untuk belajar mengerti apa itu tradisi Mendhem Golekan dari keunikannya yang
tetap dilakukan berdasarkan apa yang dilakukan oleh Ki Demang Sengkopuro apa adanya.
Agar nilai-nilai budaya yang terkandung tidak hilang. Tradisi ini dilakukan dengan
kepercayaan masyarakat akan leluhur dalam perjuangan mendirikan Desa Kandangan
menjadi desa yang aman, tentram, dan sejahtera.
“ Karena kurangnya rasa peduli dan memiliki anak zaman sekarang, oleh sebab itu kami
tetap melakukan tradisi ini dengan apa adanya ( nguri-nguri ) untuk melestarikan dan
menjaga salah satu warisan budaya yang sudah diakui oleh Diparbud ( Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan ) Kabupaten Kediri yang membuat kami bangga dengan kemilikan suatu
tradisi yang belum tentu dimiliki oleh daerah lain.”
Jelas Pak Modin dan Pak Kamituo, terkait pandangan masyarakat terhadap tradisi bulan Suro
yang selama ini dilakukan.
Adapun Arca dan Punden yang tetap dijaga dan dirawat sedemikian rupa sebagai
peninggalan sejarah Majapahit dari Raden Sengkopuro yang membabat Desa Kandangan dan
berkembang baik sampai sekarang.Masyarakat Kandangan juga tidak meninggalkan budaya
lokal untuk mengikuti perkembangan zaman. Tapi dengan tetap di uri-uri untuk
penghormatan jasa para leluhur bagi kehidupan sekarang dan mandatang.
4.3. Keharmonian Masyarakat Semakin Erat Dengan Adanya Tradisi Mendhem
Golekan
Keharmonian memiliki arti keselarasan. Kehidupan yang harmonis merupakan
keinginan setiap orang, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat.

11
Masyarakat Dusun Krajan, Desa Kandangan ini memiliki cara sendiri untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis.
Dengan antusias masyarakat Desa Kandangan dan sekitarnya termasuk Krajan sebegai daerah
yang terdapat petilasan makam Mbah Kecik. Menjadikan tali silahturahmi antara masyarakat
semakin erat. Dari yang awalnya kebiasaan masyarakat hanya melakukan perkerjaannya
masing-masing menjadi lebih harmonis dengan bergotong royong untuk merayakan tradisi
Suro’an, menjadi lebih kompak dengan diadakan tradisi Suro’an. Bukan hanya masyarakat
Desa Kandangan-Krajan dan sekitarnya namun dengan adanya tradisi ini dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luar yang sedang beraktivitas disini dari berbegai sektor yang ada.
Yang menjadi kebiasaan masyarakat Kandangan dari dulu hingga saat ini.

12
BAB V
KESIMPULAN

Masyarakat Dusun Krajan, Desa Kandangan yang mayoritas orang Jawa. Sehingga
mereka berpegang teguh pada prinsip “Wong Jowo ojo ninggalke Jowone” yang berarti
Orang Jawa jangan meninggalkan kebiasaanya. Sifat ini terus dijunjung oleh orang Jawa dan
ditanamkan pada generasi berikutnya. Nguri-nguri budaya kearifan lokal juga dapat
dikembangkan sebagai warisan budaya diantara budaya luar. Penanaman sifat dan budaya ini
diperkenalkan untuk golongan anak-anak, remaja, hingga dewasa agar tidak kehilangan jati
dirinya. Terbentuknya keharmonian di masyarakat Kandangan Krajan ini menjadi sebuah
aturan abstrak karena nilai-nilai ( religius, sosial dan kebhinekaan global ) yang terkandung
dalam pelaksanaan tradisi Mendhem Golekan yang mampu menciptakan kehidupan yang baik
bahkan lebih baik dimasa mendatang. Dengan tetap melakukannya berdasarkan
kepercayaan/keyakinan masyarakat itu sendiri.
Temuan lain yang ada di lapangan menunjukan terwujudnya kerukunan dan toleransi
yang besar dengan terciptanya kerukunan antar umat beragama, keperdulian terhadap sesama
manusia, ringan tangan tanpa pamrih, keberhasilan dalam mengakomodasi budaya luar
dengan tradisi Mendhem Golekan. Sehingga beberapa hal yang berpotensi bertolak belakang
dengan ajaran agama dan unsur budaya tidak dipersoalnya secara serius.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anca, har, 2022 pdf Definisi Kebudayaan menurut para ahli. Diakses pada 16 Oktober
2022. https://www.academia.edu/33722390/Definisi_Kebudayaan_Menurut_Para_Ahli
Bapak Raden Iskandar, bergelar Raden Sosro Hadiningrat-14, Begawan Kapi Woro,
Buku Babat Tanah Kandangan. Kediri : Kandangan press.
Ir Firda, pdf Kecamatan Kandangan Dalam Angka 2022/gambar peta. Diakses pada 16
Oktober 2022. https://kedirikab.bps.go.id/publication.html?page=2
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/pengertian-kearifan-lokal-menurut-para-
ahli-10786/ Diakses pada 16 Oktober 2022.
Cengok, Japlun, Uri-Uri budaya Bersih Desa Kandangan/ss gambar. Diakses pada 16
Oktober 2022. https://youtu.be/ymKBHjxlIcM
Afriliani, Dhuwik. 2022. Modul Pedoman Penulisan dan Kaidah Pengutipan Karya
Ilmiah. Kediri : Smansaka Press.

14

Anda mungkin juga menyukai