Laporan Penelitian
Anggota Kelompok 5:
1. MARCELLA DAVINA PRAMITHA PUTRI ( 21 )
2. ANITA DWI KARINA ( 5 )
3. FARIKHATUL MUFAIDAH ( 15 )
4. DONI FITRAH ARDIANSAH ( 12 )
5. NESA RENIVA DIWANTI ( 26 )
6. SHENDIKA ACHMAD DANI ( 34 )
Kelas :
X-7
i
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL PENELITIAN
Tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang kami akui seolah-
olah tulisan kamu sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Apabila
di kemudian hari kami terbukti melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan
orang lain seolah-olah hasil pemikiran kami sendiri, kami bersedia mendapatkan
sanksi.
Kelompok 5
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan PROPOSAL PENELITIAN dengan
judul : “ Menelisik Keharmonian Masyarakat Dusun Krajan Desa Kandangan Di Bulan
Suro Sebagai Warisan Budaya Kearifan Lokal“
Adapun proposal ini dibuat dengan tujuan yang telah saya usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak antara lain :
1. Bapak Muryadi selaku Kepala SMAN 1 Kandangan
2. Bapak Wahyudi selaku Kepala Dusun Krajan Kandangan
3. Bapak Ikhsan Subandi selaku Modin Desa Kandangan
4. Bu Luluk Husnah selaku Wali Kelas X-7
sehingga dapat memperlancar proposal ini.
Dalam penyusunan proposal ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh
dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi terciptanya proposal yang
lebih baik lagi untuk masa mendatang.
Kelompok 5
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui sejarah dari adanya tradisi Suroan.
2. Menggambarkan dinamika keharmonisan masyarakat dalam melaksanakan tradisi
Suroan.
3. Menjadi pandangan bagi masyarakat luar untuk mengetahui nilai-nilai positif yang
terkandung dalam tradisi Suroan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Selain pendapat para ahli tersebut, kearifan lokal juga tercantum dalam Undang-
undang (UU) No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana
kearifan lokal diterjemahkan sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat antara lain melindungi, dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Dapat disimpulkan bahwa Kearifan Lokal merupakan bagian dari budaya suatu
masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dan diwariskan secara turun-menurun dari adanya
sejarah kehidupan manusia di masa lampau ( legenda atau mitos ) serta mampu
mengakomodasi budaya luar dalam bentuk tradisi, tarian adat, kepercayaan, dan sebagainya.
4
BAB III
METODE PENELITIAN
5
Krajan. Dengan objek punden dan arca yang saat ini diyakini sebagai petilasan Ki
Demang Sengkopuro (Mbah Kecik).
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan data
mendalam terkait tradisi Suroan di Dusun Krajan. Dengan melakukan 3 langkah : observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Yang diawali dengan mencari informan kunci untuk
mengetahui hal yang diteliti.
5
Tahap pertama, Observasi dilakukan dengan mengamati lingkungan dan
berjalan-jalan mengelilingi lokasi objek penelitian ( punden Mbah Kecik ) yang pandu
oleh pak kasun ( kamituo ) Dusun Krajan. Disitu saya mengamati suasana dusun,
kondisi kenampakan punden, area sekitar punden, dan kebiasaan masyarakat yang
cukup ramah.
Tahap kedua, Wawancara dilakukan agar mendapat data langsung dan lebih
mendalam mengenai hal yang mendasari adanya tradisi Suroan ( Mendhem Golekan ).
Wawancara dengan bahasan ini saya lakukan dengan modin Desa Kandangan dan bapak
kamituo Dusun Krajan. Pak Modin saya pilih sebegai informan dengan maksud mengetahui
sejarah dan proses dilakukannya tradisi Mendhem Golekan tersebut. Bapak kamituo saya pilih
bermaksud mengetahui bagaimana peta atau gambaran Dusun Krajan yang identik dengan
Jalan Imam Fakih sebagai tokoh terkemuka tetapi lokasi makam Imam Fakih ( Mbah Pekik )
di ujung perbatsan antara Desa Kandangan dan Desa Banaran.
Tahap ketiga, Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui gambaran konkert dari
adanya tradisi Suroan ( Mendhem Golekan ) tersebut.
3.4. Teknik Analisis Data
Beberapa langkah di atas merupakan cara yang saya gunakan dalam memperoleh data
mengenai fokus yang ingin dikaji lebih dalam. Setelah langkah-langkah di atas terlaksana
maka data akan diolah dengan :
1. Mendeskripsikan objek penelitian secara umum.
2. Mendeskripsikan bentuk keharmonian masyarakat dalam pelaksaan tradisi Suroan.
3. Mencari hubungan interaksi dengan ide-ide yang melatarbelakangi keharmonian
masyarakat dalam tradisi Suroan.
4. Menganalisis dengan mengaplikasi dasar-dasar dan definisi dari suatu budaya dan
kearifan lokal yang membentuk tradisi Suroan dengan cara pelestarian masyarakat
dari ancaman budaya luar.
6
BAB IV
PEMBAHASAN
7
sebelum Jum’at Pahing Ki Demang bersama para pengikutnya berjalan mengelilingi
desa dan berdo’a di sudut-sudut desa agar diberi kemudahan, kelancaran, keamanan,
dan kesejahteraan.
7
Pada hari Kamis Ki Demang melakukan wilujengan/slametan (do’a bersama/syukuran ) dan
sudah harus disiapkan beberapa sesaji dengan dilakukan ritual dalam pembuatan
boneka/rerupa bayi tersebut. Di hari Jum’at dilakukan tradisi Mendhem Golekan tersebut dan
diambil boneka dari tempat Ki Demang dan yang laki-laki ditanam di bagian lor ( utara )
yang kini menjadi pertigaan Jalan Imam Fakih dan yang perempuan di bagian kulon ( barat )
yang kini menjadi perempatan Kandangan. Raden Sengkopuro menjadi Kepala Desa pertama
dan disebut Ki Demang Sengkopuro. Demang merupakan kepala desa. Hingga akhir
hayatnya.
Setelah dilaksanakannya tradisi Suro’an tersebut Raden Sengkopuro
memerintahkan para pengikutnya untuk meneruskan babat alas “ Awak dewe bakal
ngandang ning kene” (“Kita akan tetap berkumpul disini”) dari situlah istilah
‘Ngandang’ menjadi permulaan nama Desa Kandangan.
Masuknya islam ke daerah Kandangan dan sekitarnya bermula dari datangnya priyai dari
kulon ( Jawa Tengah ) yang bernama Ki Joko Pekik di kawasan Krajan untuk mulai
menyebarkan agama islam di masa peperangan Diponegoro dan pemerintahan Raden
Sengkopuro menjadi Kepala Desa. Perkembangan islam di Kandangan kian membaik dan Ki
Joko Pekik mengungkapkan nama aslinya yaitu Imam Fakih. Yang saat ini dijadikan nama
jalan untuk menuju Dusun Krajan.
4.2. Proses Pelaksanaan Tradisi Suro’an saat ini.
Acara Suro’an dilakukan oleh masyarakat dan perangkat desa dengan
partisipasi yang menciptakan dinamika keharmonian bagi masyarakat Kandangan
maupun masyarakat luar Kandangan. Berikut langkahan proses pelaksanaan tradisi
Mendhem Golekan :
1. Kamis Wage malam Jum’at Kliwon keliling desa.
2. Kamis Legi pagi persiapan ubo rampe :
a) Mengaji Al – Qur’an ( Khatmil Qur’an ) jam 10.00 pagi slametan di balai desa
– makam Mbah Kecik ( Ki Demang Sengkopuro ) – makam Mbah Imam Fakih
( Ki Joko Pekik )
8
b) Sore, do’a bersama bagi yang non-islam.
c) Malam, pengajian, istigosah, dan santunan.
3. Jum’at Pahing jam 9.00 pagi ritual penanaman Pigolek Kencono ( Boneka ) di dua
tempat. Karena bukan sembarang boneka yang pembuatannya oleh ahli dan ritual
khusus.
9
Gambar 5.4 : Berdo’a sebelum penguburan Bayi ( boneka )
Gambar 7.4 : Do’a bersama setelah penguburan boneka & dipimpin oleh pimpinan tradisi
10
4. Tasyakuran dan cerita sejarah di balai desa.
5. Sabtu malam pagelaran wayang kulit.
6. Minggu acara bakti sosial ( sunat massal, pengobatan gratis, dan sumbangan kaum
dhuafa ).
Upaya masyarakat dapat tetap melakukan uri-uri tradisi kearifan lokal dengan tetap
melakukannya, hal itu dapat disaksikan oleh orang banyak dan dapat menarik rasa penasaran
setiap orang untuk belajar mengerti apa itu tradisi Mendhem Golekan dari keunikannya yang
tetap dilakukan berdasarkan apa yang dilakukan oleh Ki Demang Sengkopuro apa adanya.
Agar nilai-nilai budaya yang terkandung tidak hilang. Tradisi ini dilakukan dengan
kepercayaan masyarakat akan leluhur dalam perjuangan mendirikan Desa Kandangan
menjadi desa yang aman, tentram, dan sejahtera.
“ Karena kurangnya rasa peduli dan memiliki anak zaman sekarang, oleh sebab itu kami
tetap melakukan tradisi ini dengan apa adanya ( nguri-nguri ) untuk melestarikan dan
menjaga salah satu warisan budaya yang sudah diakui oleh Diparbud ( Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan ) Kabupaten Kediri yang membuat kami bangga dengan kemilikan suatu
tradisi yang belum tentu dimiliki oleh daerah lain.”
Jelas Pak Modin dan Pak Kamituo, terkait pandangan masyarakat terhadap tradisi bulan Suro
yang selama ini dilakukan.
Adapun Arca dan Punden yang tetap dijaga dan dirawat sedemikian rupa sebagai
peninggalan sejarah Majapahit dari Raden Sengkopuro yang membabat Desa Kandangan dan
berkembang baik sampai sekarang.Masyarakat Kandangan juga tidak meninggalkan budaya
lokal untuk mengikuti perkembangan zaman. Tapi dengan tetap di uri-uri untuk
penghormatan jasa para leluhur bagi kehidupan sekarang dan mandatang.
4.3. Keharmonian Masyarakat Semakin Erat Dengan Adanya Tradisi Mendhem
Golekan
Keharmonian memiliki arti keselarasan. Kehidupan yang harmonis merupakan
keinginan setiap orang, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat.
11
Masyarakat Dusun Krajan, Desa Kandangan ini memiliki cara sendiri untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis.
Dengan antusias masyarakat Desa Kandangan dan sekitarnya termasuk Krajan sebegai daerah
yang terdapat petilasan makam Mbah Kecik. Menjadikan tali silahturahmi antara masyarakat
semakin erat. Dari yang awalnya kebiasaan masyarakat hanya melakukan perkerjaannya
masing-masing menjadi lebih harmonis dengan bergotong royong untuk merayakan tradisi
Suro’an, menjadi lebih kompak dengan diadakan tradisi Suro’an. Bukan hanya masyarakat
Desa Kandangan-Krajan dan sekitarnya namun dengan adanya tradisi ini dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luar yang sedang beraktivitas disini dari berbegai sektor yang ada.
Yang menjadi kebiasaan masyarakat Kandangan dari dulu hingga saat ini.
12
BAB V
KESIMPULAN
Masyarakat Dusun Krajan, Desa Kandangan yang mayoritas orang Jawa. Sehingga
mereka berpegang teguh pada prinsip “Wong Jowo ojo ninggalke Jowone” yang berarti
Orang Jawa jangan meninggalkan kebiasaanya. Sifat ini terus dijunjung oleh orang Jawa dan
ditanamkan pada generasi berikutnya. Nguri-nguri budaya kearifan lokal juga dapat
dikembangkan sebagai warisan budaya diantara budaya luar. Penanaman sifat dan budaya ini
diperkenalkan untuk golongan anak-anak, remaja, hingga dewasa agar tidak kehilangan jati
dirinya. Terbentuknya keharmonian di masyarakat Kandangan Krajan ini menjadi sebuah
aturan abstrak karena nilai-nilai ( religius, sosial dan kebhinekaan global ) yang terkandung
dalam pelaksanaan tradisi Mendhem Golekan yang mampu menciptakan kehidupan yang baik
bahkan lebih baik dimasa mendatang. Dengan tetap melakukannya berdasarkan
kepercayaan/keyakinan masyarakat itu sendiri.
Temuan lain yang ada di lapangan menunjukan terwujudnya kerukunan dan toleransi
yang besar dengan terciptanya kerukunan antar umat beragama, keperdulian terhadap sesama
manusia, ringan tangan tanpa pamrih, keberhasilan dalam mengakomodasi budaya luar
dengan tradisi Mendhem Golekan. Sehingga beberapa hal yang berpotensi bertolak belakang
dengan ajaran agama dan unsur budaya tidak dipersoalnya secara serius.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anca, har, 2022 pdf Definisi Kebudayaan menurut para ahli. Diakses pada 16 Oktober
2022. https://www.academia.edu/33722390/Definisi_Kebudayaan_Menurut_Para_Ahli
Bapak Raden Iskandar, bergelar Raden Sosro Hadiningrat-14, Begawan Kapi Woro,
Buku Babat Tanah Kandangan. Kediri : Kandangan press.
Ir Firda, pdf Kecamatan Kandangan Dalam Angka 2022/gambar peta. Diakses pada 16
Oktober 2022. https://kedirikab.bps.go.id/publication.html?page=2
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/pengertian-kearifan-lokal-menurut-para-
ahli-10786/ Diakses pada 16 Oktober 2022.
Cengok, Japlun, Uri-Uri budaya Bersih Desa Kandangan/ss gambar. Diakses pada 16
Oktober 2022. https://youtu.be/ymKBHjxlIcM
Afriliani, Dhuwik. 2022. Modul Pedoman Penulisan dan Kaidah Pengutipan Karya
Ilmiah. Kediri : Smansaka Press.
14