SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
KELAS 1D
JAKARTA
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi antropologi
dengan judul “Kebiasaan Membuat Ketupat Pada Masyarakat di Hari Raya Idul
Fitri” dengan tepat waktu.
Tidak lupa ucapan terima kasih kami kepada Ibu Andra Vidyarini, S.Gz.,
M.Si selaku Dosen Mata Kuliah Sosiologi Antropologi yang telah membimbing
kami dalam materi – materi ini.
Penyusun,
Kelompok
2
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis,
suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini
telah memberikan suatu formulasi struktur sosial masyarakat yang turut
mempengaruhi menu makanan maupun pola makan. Banyak sekali
penemuan para ahli sosialog dan ahli gizi menyatakan bahwa faktor
budaya sangat berperan terhadap proses terjadinya kebiasaan makan dan
bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang menimbulkan berbagai
masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik
oleh kita yang mengkonsumsinya.
5
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui filasofi yang ada pada ketupat.
2. Untuk mengetahui nilai – nilai dari simbolis ketupat di masyarakat.
3. Untuk mengetahui fakta yang ada pada masyarakat membuat ketupat
pada hari raya.
4. Untuk mengetahui teori tentang ketupat.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
2.2 Nilai – Nilai dari Simbolis Ketupat
Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau
Kupat merupakan kependekan dari: Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku
lepat artinya mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui
kesalahan) bagi orang Jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya
menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan
ampunan dari orang lain.
Laku Papat yaitu: Lebaran, Luberan, Leburan, dan Laburan.
Lebaran: Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Luberan:
Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah. Leburan : Sudah habis dan lebur. Maksudnya
dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut
untuk saling memaafkan satu sama lain. Laburan: Berasal dari kata labur,
dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih
dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan
batinnya.
Kupat, mengapa mesti dibungkus Janur? Janur, diambil dari bahasa
Arab ”Ja’a nur ” (telah datang cahaya). Bentuk fisik kupat yang segi empat
ibarat “hati” manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka
hatinya seperti Kupat yang Dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang
tanpa iri dan dengki.
8
2.4 Teori
A. Ketupat sebagai lambang budaya Ketupat sebagai lambang
kesederhanaan dan keikhlasan dalam beribadah.
Proses ini menekankan pada nilai keikhlasan dan kemauan
beribadah dengan hati yang ikhlas. Orang Jawa meyakini keikhlasan
dalam beribadah, termasuk aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan
ketupat, adalah kunci utama untuk mendapat keberkahan dan pahala
dari Allah. Oleh karena itu, setiap langkah dalam proses pembuatan
ketupat dipenuhi dengan keikhlasan dan niat yang ikhlas. Bentuk ini
dianggap mencerminkan kesempurnaan dalam penerapan ajaran agama
dan kehidupan sehari-hari. Warna alami daun kelapa yang digunakan
untuk menganyam ketupat, seperti hijau dan coklat, juga mempunyai
makna yang mendalam.
Dengan demikian, melalui proses sederhana dan simbolisme yang
terkandung dalam ketupat, masyarakat Jawa ingin menyampaikan
pesan kesederhanaan, keikhlasan dalam beribadah, dan penghargaan
terhadap kehidupan yang diberikan oleh Allah. Ketupat bukan hanya
sekadar hidangan tradisional, tetapi juga sarana untuk merenungkan
nilai-nilai spiritual dan kebersamaan dalam konteks perayaan Idul Fitri.
9
kelompok masyarakat sebagai acara komunal. Memperkuat jaringan
sosial, melalui kebiasaan membuat ketupat bersama, terbentuk dan
menguatnya jaringan sosial antar kelompok masyarakat. Melalui
partisipasi keluarga dan masyarakat dalam proses pembuatan ketupat,
terbentuklah ikatan emosional dan sosial yang kuat. Hal ini
mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan rasa saling
ketergantungan yang menjadi bagian penting dari budaya masyarakat
Jawa dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.
10
pendatang dengan masyarakat lokal Gorontalo. Ketupat merepresentasikan
nilai-nilai penting seperti laku papat yang terdiri dari luberan, lebaran,
leburan, dan laburan.
Berbeda dari Arif dan Lasantu (2019), Bastaman dan Fortuna
(2019) justru mengkaji ketupat dilihat dari posisinya dalam upacara tradisi
rebo wekasan di Desa Cikulur Tahun. Peneliti menggunakan metode
historis untuk mengungkapkan peristiwa sejarah. Dari penelitiannya,
ditemukan bahwa ketupat tidak lagi mudah dijumpai dalam tradisi rebo
wekasan. Semakin berkembangnya zaman dan pola pikir masyarakat,
kesakralan ketupat mulai tergeser. Masyarakat menggganti ketupat dengan
jenis makanan lain yang lebih praktis dalam proses pembuatannya seperti
agar-agar atau roti. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang
penulis lakukan adalah pada fokus kajiannya. Mereka hanya memfokuskan
pada peran ketupat dalam acara Rabu Wekasan tanpa mengungkap makna
kulturalnya.
Novakarti dan Utomo (2021) melalui penelitiannya menghasilkan
temuan bahwa tradisi kupat syawalan di desa Jimbung, Klaten, memiliki
makna simbolis yang merujuk pada keragaman impuls sosial melalui
pemaknaan personal sebagai respons terhadap nilai-nilai sosial. Peneliti
menerapkan metode single case untuk memahami situasi dan kondisi nilai-
nilai sosial tradisi kupat syawalan secara holistik. Ia mengeksplorasi
pemaknaan simbolis melalui gunungan ketupat, pembagian ketupat,
pembuatan ketupat, dan lomba makan ketupat.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makalah ini membahas secara mendalam tentang kebiasaan
menyiapkan ketupat masyarakat Jawa saat perayaan Idul Fitri. Dari hasil
penelitian dapat ditarik beberapa poin utama yang mencerminkan
pentingnya tradisi ini dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa;
Kreativitas dalam proses pembuatan ketupat mencerminkan keunikan
keahlian masyarakat Jawa, sehingga menciptakan suatu bentuk seni yang
menghargai keindahan dan keragaman budayanya. ketupat tidak hanya
sekedar hidangan namun juga menjadi simbol yang memiliki makna
mendalam dalam perayaan Idul Fitri. Ketupat dianggap sebagai simbol
kesederhanaan dan rasa syukur atas hasil panen yang baik.
Kebiasaan membuat ketupat pada perayaan Idul Fitri pada
masyarakat Jawa juga merupakan upaya pelestarian budaya lokal dalam
konteks globalisasi, meski banyak terjadi perubahan gaya hidup modern,
masyarakat Jawa tetap berkomitmen menjaga tradisi ini sebagai bagian
penting dari identitas budayanya. Oleh karena itu, kebiasaan menyiapkan
ketupat pada hari raya Idul Fitri tidak hanya sekedar adat kuliner saja,
namun juga mencerminkan nilai-nilai budaya, keramahan, dan pelestarian
jati diri masyarakat Jawa.
3.2 Saran
Tradisi yang masih dilakukan memberikan suatu identitas sebagai
masyarakat yang masih bisa melestarikan kebudayaan (tradisi) yang
diturunkan oleh nenek moyang terdahulu. Atas dasar itulah, kita semua
mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan
tradisi tersebut. Mulai dari masyarakat seperti orang tua, pemuda anak dan
pemerintah semua berkewajiban untuk melestarikannya. Cara yang tepat
untuk melestarikan tradisi ini salah satunya adalah dengan ikut serta atau
ikut berpartisipasi dalam melaksanakan tradisi pada perayaan Idul Fitri.
Berharap dengan keikut sertaan semua pihak, tradisi ini bisa bertahan
untuk generasi muda kedepannya
12
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M., & Lasantu, M. Y. (2019). Nilai pendidikan dalam tradisi lebaran
ketupat masyarakat Suku Jawa Tondano di Gorontalo. Madani: Jurnal
Pengabdian Ilmiah : Vol.1 (No.2), 144-159.
Nurhalizah, Rani et al. 2023. Interaksi Budaya dan Agama : Memahami Dampak
dan Kontribusinya Dalam Masyarakat. Jurnal Kajian Agama dan
Multikulturalisme Indonesia : Vol. 2 (No. 1), hlm. 13 – 22.
Effendi Nasution, Ismail. 2023. Akulturasi Islam Pada Budaya Kenduri Ketupat
Pada Bulan Ramadhan. Jurnal An – Nadwah : Vol. 29 (No. 1), hlm. 22 –
23.
Dr. Waryana dan Dr. Agus Wijanarka. 2022. Kajian Sosial dan Budaya Makan
Masyarakat Indonesia. Yogyakarta : Nuta Media.
13