Anda di halaman 1dari 26

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan

Dosen Pengampu : Rizka Mutmaina, S.Tr.Keb. M.Keb

PERSPEKTIF ILMU SOSIAL BUDAYA DAN HUMANIORA DALAM


PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Oleh :
Kelompok 4

1. Ayu Afriana (PBD22068)


2. Mariani Eto (PBD22083)
3. Novita Bunga Sari (PBD22091)
4. Nur Syamsiah Hasim (PBD22094)
5. Sriwahyuni (PBD22104)
6. Yuyun Retno Wati (PBD22109)

SEKOLAH TINGGI ILMU KSESEHATAN PELITA IBU


PROGRAM STUSI S1 KEBIDANAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga pembuatan Pedoman Penulisan Makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam tidak lupa penulis sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kebodohan ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti sekarang ini..

Pedoman Penulisan Makalah ini hadir bagi civitas akademika di


lingkungan Prodi S1 Kebidanan STIKES PELITA IBU. Diharapkan Pedoman
Penulisan Makalah ini dapat menciptakan keseragaman sistematika penulisan
makalah, membantu civitas akademika khususnya mahasiswa Prodi S1 Kebidanan
untuk menulis makalah yang baik dan benar sesuai dengan etika dan kaidah
bidang ilmu sebagai tugas mata kuliah, dan keseragaman dalam penilaiannya.
Sehingga nantinya juga diharapkan terjadinya peningkatan mutu pembelajaran.

Penulis menyadari Pedoman Penulisan Makalah ini tidaklah sempurna.


Oleh sebab itu, demi kebaikan dan kesempurnaan Pedoman Penulisan

Makalah ini dimasa yang akan datang, penulis sangat mengharapkan


kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca. Terimakasih.

Kendari, Oktober 2022

Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Moral dalam bekerja di lingkungan multikultural........................................


B. Praktik kebidanan yang sensitif budaya.......................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara dengan status negara berkembang,
Indonesia juga merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4
setelah Cina, Amerika, dan India. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki
jumlah pulau yang sangat banyak, lebih dari 15.000 pulau kecil dan 5 pulau besar
yang terhampar dari sabang sampai merauke. Dengan jumlah penduduk yang
besar dan juga jumlah pulau yang sangat banyak, memungkinkan terjadinya
perbedaan diberbagai bidang, mulai dari agama, suku, ras, dan bahasa.Hal tersebut
dianggap wajar, karena setiap golongan memiliki pendapat dan juga pandangan
yang berbeda- beda. Dampak dari perbedaan tersebut beragam, mulai dari yang
positif hingga dampak negatif yang berakibat pada tejadinya konflik.
Pengaruh budaya terhadap status kesehatan masyarakat tidak bisa
diabaikan begitu saja, kesehatan merupakan bagian integral dari kebudayaan.
Hasil riset etnografi kesehatan tahun 2012 di 12 etnis di Indonesia menunjukkan
masalah kesehatan ibu dan anak terkait budaya kesehatan sangat memprihatinkan.
Keharusan untuk tetap bekerja keras sampai mendekati persalinan bagi ibu hamil
juga sangat membahayakan baik bagi ibu maupun janinnya. Pemotongan tali
pusat dengan sembilu (bambu yang ditipiskan dan berfungsi seperti pisau) masih
banyak digunakan untuk memotong tali pusat bayi yang baru dilahirkan.3
Beberapa kepercayaan yang ada seperti di Jawa Tengah, diantaranya ibu hamil
pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan
daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Demikian pula
dengan di daerah Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja
harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Akibatnya ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga
rendah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Moral dalam bekerja di lingkungan multikultural
2. Bagaimana praktik kebidanana yang sensitif budaya
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana Moral dalam bekerja di lingkungan
multikultural
2. Untuk mengetahui bagaimana praktik kebidanana yang sensitif budaya
BAB II
PEMBAHASAN

A. MORAL DALAM BEKERJA DI LINGKUNGAN MULTIKULTURAL


1. Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme Berasal dari kata multi (plural) dan kultural (tentang
budaya), Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan
kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman,
dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan
masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang
mereka anut.
a. Adapun pengertian menurut para ahli :
1) Multikulturalisme adalah pandangan hidup yang mengedepankan
kebersamaan atas asas berbedaan, baik perbedaan agama, politik, sampai
dengan perbedaan suku bangsa.
2) Multikulturalisme meliputi pemahaman, apresiasi dan penilaian budaya
seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis
orang lain.
Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan. Multikulturalisme lahir dari benih-benih konsep yang sama
dengan demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip
etika dan moral egaliter sosial-politik. Lahirnya paham multikulturalisme
berlatarbelakang kebutuhan akan pengakuan (the need of recognition)
terhadap kemajemukan budaya, yang menjadi realitas sehari-hari banyak
bangsa, termasuk Indonesia.
b. Pengertian Multikulturalisme
1) Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomi
terfragmentasi dan memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu
sama lain.
2) Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa
jenis kumunitas budaya dengan semua manfaat, dengan sedikit perbedaan
dalam konsepsi dunia, sistem makna, nilai, bentuk organisasi sosial,
sejarah, adat istiadat dan kebiasaan.
2. Jenis-Jenis Multikulturalisme
a. Multikulturalisme Isolasionis
Multikulturalisme isolasionis mengacu kepada masyarakat dimana
berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat
dalam interaksi satu sama lain. Kelompok ini menerima keragaman, tetapi
pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara
terpisah dari masyarakat lain umumnya.
Contoh :
1) Masyarakat yang ada pada sistem "millet" di Turki Usman
2) Masyarakat Amish di USA
3) Masyarakat Baduy di Banten
4) Suku Mascho Piro yang hidup di Taman Nasional Manu, tenggara Peru.
5) Suku Korowai, mereka tinggal di Papua New Guinea dan budaya mereka
masih tetap terisolasi dari peradaban modern.
b. Multikulturalisme Akomodatif
Multikulturalisme akomodatif yakni masyarakat plural yang memiliki
kultur atau budaya dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-
akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat
kaum multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-
undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kutural dan
memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan mereka; sebaliknya kaum minoritas tidak
menantang kultur dominan. Tipe masyarakat multikulturalisme akomodatif
ini dapat ditemukan di Inggris, Prancis, dan beberapa negara eropa lainnya.
Contoh
1) Di negara Inggris membantu integrasi para imigran dan kaum minoritas,
menghilangkan berbagai halangan terhadap keikutsertaan mereka dalam
kehidupan bernegara.
2) Perancis menerapkan izin waktu bagi para umat Muslim untuk shalat dan
beribadah di saat waktu kerja.
3) Banyaknya negara – negara di Eropa sudah menerapkan label “Halal”
pada makanan yang mereka jual, sehingga membantu masyarakat umat
Muslim dalam memilih makanan.
4) Di negara Indonesia yang masyarakatnya mayoritas umat bergama Islam,
tapi dalam membentuk undang – undang sesuai atau tidak menganggu hak
dan kewajiban dari pemeluk agama lain.
5) Di negara – negara Eropa, pemerintahnya sudah mulai menerapkan
kurikulum pendidikan agama Islam ke setiap sekolah yang membutuhkan.
Serta mengizinkan pendirian sekolah – sekolah Islam.
c. Multikulturalisme Otonomis
Multukulturalisme otonomis yakni masyarakat plural dimana kelompok-
kelompk kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan
budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik
yang secara kolektif bisa diterima. Fokus pokok kelompok ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan; mereka menantang kelompok kultural dominan dan
berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis
sebagai mitra yang sejajar.
Contoh :
1) Kaum zionis Yahudi yang menolak keberadaan kamu palestina.
2) Negara Indonesia yang kaum mayoritasnya menginginkan negara dengan
tegaknya syariat Islam.
3) Negara Belanda melarang pembangunan menara – menara masjid.
4) Di Swiss pemerintah melarang penggunaan Hijab dan Cadar bagi
masyarakatnya.
5) Negara Indonesia di sebagian besar wilayahnya, masing – masing
pemerintah melarang penjualan dan bukanya rumah makan selama bulan
puasa. Padahal banyak juga masyarakat yang tidak menjalankan puasa.
d. Multikulturalisme Kritikal atau Interaktif
Multikulturalisme kritikal atau interaktif yakni masyarakat plural dimana
kelompok-kelompok kultural tidak terlalu fokus dengan kehidupan kultural
otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan
dan menegaskan perspektif mereka.
Contoh :
1) Nelson Mandela salah satu tokoh yang menolak politik kulit hitam atau
“APARTHEID” yang membuat orang kulit hitam menjadi warga kelas
bawah.
2) Gus Dur mantan presiden Indonesia yang memperjuangkan hak warga
kaum Tioghoa untuk merayakan hari raya Imlek.
3) Pendeta Martin Luther King, Jr., Ph.D. M enentang diskriminasi terhadap
orang-orang kulit hitam.
4) Hj. Rangkayo Rasuna Said, ia memperjuangkan adanya persamaan hak
antara pria dan wanita.
5) Prof. Dr. Nurcholish Madjid biasa dipanggil Cak Nur mendukung konsep
kebebasan dalam beragama, namun bebas dalam konsep Cak Nur tersebut
dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang
disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih.
e. Multikulturalisme Kosmopolitan
Multikulturalisme kosmopolitan yakni dimana masyarakat plural
berusaha menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan
sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terkait pada budaya
tertentu, dan sebaliknya secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen
interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-
masing. Sebagian besar pendukung multikulturalisme jenis ini ialah kelompok
liberal yang memiliki kecenderungan postmodern, memandang seluruh budaya
sebagai resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas.
Contoh :
1) Masyarakat yang ada di negara Amerika Serikat, sebagian besar
masyarakatnya yang terdiri berbagai macam suku bangsa sudah mulai
meninggalkan budaya ke-sukuan. Justru timbul budaya multicultural baru
yaitu, : Haloween, Thanksgiving dan lain – lain.
2) Di negara Singapura yang mayoritas penduduknya dari pendatang,
memunculkan budaya oriental dalam kehidupan masyarakatnya.
3) Di negara Perancis, ada sebuah kawasan pantai dimana para
pengunjungnya diperbolehkan bebas untuk telanjang atau tidak
mengenakan pakaian.
4) Di negara Amerika Serikat dan Eropa sudah banyak masyarakatnya dapat
tinggal satu rumah pria dan wanita walaupun belum terikat status
pernikahan yang sah.
c. Sejarah Multikulturalisme
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi
yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak
awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara
normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan
homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu,
asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih
kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga
tercipta sebuah kebudayaan baru. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan
resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di
Afrika pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar
anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di
antara elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama
Inggris dan Perancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan
multikulturalisme.
1. Latar belakang terbentuknya masyarakat multikultural
a) Bentuk wilayah : negara kepulauan Terjadi isolasi geografis yang
menyebabkan terjadinya kemajemukan suku bangsa atau kemajemukan
budaya.
b) Keadaan geografis Letak yang strategis di antara dua samudra dan dua
benua. Orang asing masuk ke Indonesia, dengan penjajahan dan
perdagangan, terjadi kemajemukan agama.
c) Perbedaan cuaca dan struktur tanah Perbedaan cuaca dan struktur tanah
menyebabkan terjadinya kemajemukan mata pencaharian.
2. Pengaruh terbentuknya masyarakat multikultural terhadap Kehidupan
masyarakat :
a) Konflik Kondisi kemajemukan berpengaruh terhadap munculnya potensi
konflik horizontal. Begitu banyak konflik yang terjadi akibat
kemajemukan di masyarakat.
b) Munculnya sikap primordialisme Yaitu paham yang memegang teguh hal-
hal yang dibawa sejak lahir, baik mengenai tradisi, kepercayaan, maupun
segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
c) Munculnya sikap etnosentrisme. Yaitu sikap atau pandangan yang
berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai
dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan
kebudayaan lain.
d) Munculnya sikap fanatik dan ekstrem. Sikap yang sangat kuat meyakini
ajaran atau mendukung suatu kelompok. Sementara ekstrem adalah sikap
fanatik, sangat keras dan teguh. Seorang ekstremis menganggap bahwa
hanya pendapat kelompok sendirilah yang benar dan menolak pendapat
dari luar kelompoknya.
e) Politik Aliran Ideologi nonformal yang dianut oleh anggota organisasi
politik dalam suatu negara. Contohnya adalah partai Islam dan partai
Kristen
d. Multikulturalisme, Demokrasi, dan HAM
Cita-cita mewujudkan demokrasi hampir selalu menyinggung agama dan
keragaman budaya, karena demokrasi tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa
menempatkan agama secara benar dan memberikan apresiasi terhadap keragaman
budaya. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain
secara sama sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik,
jender, bahasa, ataupun agama.
Ada tiga istilah yang kerap digunakan secara bergantian untuk
menggambarkan masyarakat yang terdiri dari agama, ras, bahasa, dan budaya
yang berbeda, yakni pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan
multikultural (multicultural). Ketiga ekspresi itu sesungguhnya tidak
merepresentasikan hal yang sama, walaupun semuanya mengacu kepada adanya
“ketidaktunggalan”. Konsep pluralitas mengandaikan adanya “hal-hal yang lebih
dari satu” (many); keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang “lebih dari
satu” itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tak dapat disamakan. Pada abad ke-
20, kemajemukan menjadi syarat demokrasi. Serba tunggal, misalnya, satu
ideologi, satu partai politik, satu calon pemimpin, dianggap sebagai bentuk
pemaksaan dari negara.
Dibandingkan dua konsep terdahulu, multikulturalisme sebenarnya relatif
baru. Menurut Bhikhu Parekh (Gurpreet Mahajan, Democracy, Difference and
Justice, 1998), baru sekitar 1970-an gerakan multikultural muncul pertama kali di
Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan
lainnya. Secara konseptual terdapat perbedaan signifikan antara pluralitas,
keragaman, dan multikultural. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan
adanya kemajemukan (yang lebih dari satu), multikulturalisme memberikan
penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam
ruang publik. Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru
terhadap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas yang
berbeda saja tidak cukup; sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas
komunitas itu diperlakukan sama.
Di sinilah konsep multikulturalisme memberikan kontribusi nyata terhadap
agenda demokratisasi dan nondiskriminasi. Perhatian yang besar terhadap
equalitas (persamaan) dan nondiskriminasi kaum minoritas telah menghubungkan
multikulturalisme dengan demokrasi. Kita tahu, secara historis, demokratisasi
terjadi melalui perjuangan berbagai unsur masyarakat melawan sumber-sumber
diskriminasi sosial. Manusia dilahirkan merdeka dan memiliki hak-hak yang
sama. Tidak ada diskriminasi yang didasarkan pada kelas, jender, ras, atau
minoritas agama dalam domain publik. Sebaliknya, setiap individu harus
diperlakukan sebagai warga dengan hak-hak dan kewenangan yang sama. Sebagai
alternatif atas penolakan terhadap diskriminasi, multikulturalisme memberikan
nilai positif terhadap keragaman kultural. Konsekuensi lebih lanjut adalah
kesediaan untuk memberikan apresiasi konstruktif terhadap segala bentuk tradisi
budaya, termasuk agama.
e. HAM dan Multikulturalisme
Prinsip-prinsip HAM telah secara jelas mengukuhkan nilai-nilai inklusi,
baik terkait dengan klas sosial, golongan, warna kulit, kepercayaan dan agama,
tradisi, dan sebagainya. Prinsip-prinsip HAM dengan demikian secara normatif
mendorong umat manusia di muka bumi untuk mengakui kemajemukan atau
pluralitas. Prinsip inalienable, universalitas, non diskriminasi, kesederajatan,
martabat manusia dengan sendirinya mengakui dan mengakomodir keberagaman.
Sementara itu, prinsip tanggungg jawab negara menegaskan pentingnya negara
pihak (state parties) menjamin bahwa pluralisme menjadi prinsip nilai yang
memungkinkan kemajemukan atau pluralitas itu dapat hidup subur tanpa harus
terjadi pelanggaran- pelanggaran hak asasi manusia. Di sinilah relevansi antara
HAM dengan pluralisme dan multikulturalisme. Selalu ada ancaman terjadinya
pelanggaran HAM, jika kemajemukan atau realitas multikultur sebagai realitas
sosiologis-politik tidak diikuti dengan pluralisme dan multikulturalisme sebagai
prinsip moral etis yang (harus) tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Akibat dari berkembangnya kekuasaan yang bersifat multipolar di
Indonesia, kepatuhan kepada konsensus nasional akan terus merosot dan potensi
konflik horisontal bisa berkembang menjadi konflik aktual mengikuti
perkembangan faktor pemicu yang bersifat lokal, dan kadang-kadang bersifat
sepele. Jika situasinya sudah demikian, konflik dan kekerasan yang terjadi bisa
meluas. Pelanggaran HAM akan marak dimana-mana.
Untuk mencegah situasi berkembang ke arah konflik dan kekerasan,
pemerintah sebenarnya telah diberi mandat/kewajiban oleh undang-undang.
Undang-undang No. 39/1999 mengenai HAM. menyebutkan :
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-
undang ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional tentang
hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia” (Pasal 71).
Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana diatur pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain. (Pasal
72)
Sayangnya, sampai sejauh ini, pemerintah nampak melakukan pembiaran
dan tak melakukan pencegahan atas maraknya berbagai pusat kekuasaan politik di
masyarakat yang berbasis etno nasionalisme maupun primordialisme, khususnya
agama.
f. Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat
keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai
keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita
mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan
berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu
(Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan
multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang
mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan
akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan
luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau di mana setiap
pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu
masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai
masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan
yang sangat banyak dan beraneka ragam.
1. Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena:
a) Faktor geografis dan kondisi iklim
Faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan suatu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis
dan iklim yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat
(multikultural).
b) Pengaruh budaya asing
Mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural,
karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing
kemungkinan akan terpengaruh mindset mereka.
c) Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan
budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah
keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup dan berkembang di berbagai
tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya
apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat
istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain.
d) Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan
dua benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya
keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan didukung oleh potensi
sumber alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi sasaran pelayaran
dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk jaringan
perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi dengan bangsa-
bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan
kebudayaan. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar
Islam, Hindu, Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran
agamanya. Apalagi setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di
dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan berkembang di
Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda. Kerukunan
antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena
tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan.
e) Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa
luar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia.
Misalnya, keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain- lain.
Dengan sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal usulnya.
2. Ciri-ciri masyarakat multikultural :
a) Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-
macam suku, ras, dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya
pemisah itu adalah suatu konsep yang disebut primordial. Contohnya, di
Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari
daerah dalam negeri maupun luar negeri, dalam kenyataannya mereka
memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
b) Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya
adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami
kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena
kurang lengkapnya persatuan yang terpisah oleh segmen-segmen
tertentu.
c) Konsensus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu
adanya suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan
kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam
suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam pengambilan keputusan.
d) Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya
terdiri dari berbagai macam suku adat dan kebiasaan masing-masing.
Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat,
kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi.
e) Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan
di atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi
pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan,
walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.
f) Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam
masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada
ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu
kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan
kepentingan suku atau rasnya.
3. Jenis-jenis konflik yang timbul dalam keberagaman
a) Konflik antar-suku, yaitu pertentangan antara suku yang satu dengan
suku yang lain. Contoh : konflik antara suku Dayak dan suku Madura
yang terjadi di Sampit, konflik antara suku-suku kecil di Papua.
b) Konflik antar-agama, yaitu pertentangan antara kelompok yang memiliki
keyakinan atau agama berbeda. Contoh : konflik masyarakat Ambon
pemeluk Islam dengan masyarakat Ambon pemeluk Kristen.
c) Konflik antar-ras, yaitu pertentangan antara ras yang satu dengan ras
yang lain.
d) Konflik antar-golongan, yaitu pertentangan antara kelompok atau
golongan dalam masyarakat. Contoh : konflik antar pendukung partai
Demokrat dengan simpatisan PDIP.
4. Contoh penyebab masalah keberagaman di Indonesia
a) Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat
dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam
konteks kemajemukan.
b) Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya
agamanyalah yang paling benar, mau “menang sendiri”, tidak mau
menghargai, mengakui dan menerima keberadaan serta kebenaran agama
dan umat beragama yang lain.
c) Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam
konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada
dasarnya kurang memahami makna dan fungsi secara benar.

5. Solusi akan masalah keberagaman di Indonesia :


Pancasila merupakan solusi bagi permasalahan-permasalahan tersebut
karena Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah
sebuah rasionalitas kita sebagai bangsa majemuk, multi agama, multi bahasa,
multi budaya, dan multi ras, yang bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika.
Kebinekaan Indonesia harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita
inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat. Di dalam pancasila terdapat
nilai-nilai yang digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan serta motivasi
atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai tersebut selalu dapat memberikan solusi
atas masalah yang terjadi dalam negara Indonesia khususnya masalah
kemajemukan, seperti saling menghormati, saling menghargai martabat setiap
manusia, mengutamakan sikap persatuan dan kesatuan, selalu bersikap
toleransi, saling menghargai pendapat satu dengan yang lainnya,
mengutamakan kebersamaan untuk persatuan.

B. PRAKTIK KEBIDANANA YANG SENSITIF BUDAYA


Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dimana beragam
suku dan berbagai budaya ada, itulah sebabnya semboyan Negara kita adalah
“Bhinneka Tunggal Ika”. Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan banyaknya
mitos mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas. Mitos-mitos yang lahir di
masyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal dan bahkan dapat
berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang kehamilan, masa persalinan dan nifas.

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang sangat penting


untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan serta untuk
menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan (Antenatal Care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan
bayi dan si ibu sendiri. Faktanya, masih banyak ibu-ibu yang menganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, almiah, dan kodrati. Masih banyak ibu-ibu
yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak
terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh
mereka. Resiko ini baru diketahui saat persalinan karena kasusnya sudah
terlambat sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan kurangnya informasi, kurangnya pengetahuan dan
pentingnya perawatan kehamilan, serta permasalahan-permasalahan pada
kehamilan. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan
adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan
dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan sementara kegiatan mereka
sehari-hari tidak berkurang, sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan
ibu dan janin. Jadi, tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil
cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.


Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrim
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya


seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.

Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus
siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang
siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam
mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap
kesehatan masyarakat. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya
masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum masih banyak
menggunakan dukun beranak.

Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah


kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali
masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang
harus dimiliki bidan.

Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap


masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

         Bidan pada dasarnya adalah adalah mitra perempuan, bukan hanya
membantu pelayanan kesehatan tapi juga memfasilitasi apa yang diinginkan
pasiennya. Sebenarnya bidan itu lebih banyak unsur preventif kuratifnya
dibanding dokter artinya mereka memiliki peran edukasi dan sosialisasi yang jelas
dalam kehidupan masyarakat.

1. Pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya dengan Peran


Seorang Bidan

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.

Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat


khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi
baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki
kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.

Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan


diperlukan pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai
tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu
melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar
masyarakat sadar pentingnya kesehatan.

Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif,
bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu
kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan
yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah
mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.

Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat


tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan,
adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,
bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui


pendekatan social dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan
Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah
memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif
dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam
kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian atau
kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Maka itu
dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup hanya
bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Melalui
kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif
untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan
penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional
tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini
diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada
akhir pertunjukan.

a. Peran bidan sebagai pelaksana


Sebagai pelaksana bidan  mempunyai tiga kategori tugas yaitu:
1) Tugas Mandiri
a) Menerapkan manajemen pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan
b) Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah
c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal
d) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan
dengan melibatkan klien/keluarga :
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
f) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan
melibatkan klien/keluarga
g) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana :
h) Memberikan asuhan  kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem
reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan menopause :
i) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan
keluarga :
2) Tugas Kolaborasi/Kerjasama
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsí kolaboarasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi
dan pertolongan     pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
c) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan resiko tinggi dan keadaaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
klien dan keluarga
d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi denga melibatkan klien dan keluarga.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko
tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawatan yang
memerlukan tindakan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga
f) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan
yang mengalami komplikasi serta kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga
3) Tugas Rujukan
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu hamil dengan resiko tinggi dan kegawatdaruratan
c) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan
keluarga
d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu dalam masa nifas dengan penyulir tertentu dengan kegawatan
dengan melibatkan klien dan keluarga
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan
tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukana konsultasi dan
rujukan dengan melibatkan keluarga
f) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan
tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujuan
dengan melibatkan klien/keluarga
2. Peran bidan sebagai pengelola
a. Mengembangkan pelaanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan
untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah
kerja dengan melibatkan masyarakat/klien.
b. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan
sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun
bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah
bimbingan dalam wilayah kerjanya.
3. Peran bidan sebagai pendidik
a. Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah
kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan
ibu, anak dan keluarga berencana
b. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan keperawatan
serta membina dukun di wilayah atau tempat berkerjanya.
4. Peran bidan sebagai peneliti

Melakukan investigasi atau penelitian dalam bidang kesehatan baik secara


mandiri maupun secara kelompok.

a. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan


b. Menyusun rencana kerja pelatihan
c. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
d. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
e. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
f. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan
multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa
suatu keharusan agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, ditingkatkan
lagi menjadi apresiasi secara positif. Pemahaman ini yang disebut sebagai
multikulturalisme. Multikulturalisme (multiculturalisme)-meskipun berkaitan
dan sering disamakan-adalah kecenderungan yang berbeda dengan pluralisme.
Multikulturalisme adalah sebuah relasi pluralitas yang di dalamnya terdapat
problem minoritas vs mayoritas, yang di dalamnya ada perjuangan eksistensial
bagi pengakuan, persamaan, kesetaraan, dan keadilan. Multikulturalisme ini
menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia untung tetap bersatu di tengah
keberagaman. Masyarakat dituntut untuk saling menghargai dan harus mampu
bekerjasama dengan baik agar persatuan dan kesatuan pun tetap terjalin
B. SARAN
Adapun tujuan disusunnya makalah ini sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat Indonesia, yang harus selalu bersikap toleransi demi
berlangsungnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.
2. Penulis menganggap bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
mendidik dan memotivasi sangat Penulis harapkan demi perbaikan
masalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
M.S, Bambang Budiono. 2012. Hak Asasi dan Multikulturalisme.
http://bambud_fisip-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64127- makalah
%20umumhak%20asasi%20manusia%20dan%20multikulturalism.html
Sirry, Mun’im Agama, Demokrasi, dan Multikulturalisme.
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?
aid=1792&coid=4&caid=9&gid=
Multikulturalisme.https://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme

Anda mungkin juga menyukai