Anda di halaman 1dari 30

KERAGAMAN BUDAYA (MULTICULTURALISME)

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas


mata kuliah sosiologi kesehatan

Disusun oleh:
Putri Wulansari
(Po71250220054)

Dosen Pengampu :
Apdelmi,S.Pd.,M.Pd

JURUSAN KESEHATAN GIGI


POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN AJARAN 2022/2023
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
limpahan anugerah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Kebudayaan Multikulturalisme Di Indonesia dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah SOSIOLOGI
KESEHATAN. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan wawasan penyusun. Oleh karena itu, penyusun mengaharapkan kritik
dan saran demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Penyusun
mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Jambi, September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHUUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................... 2
D. Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah.................................................... 2
BAB 2 KAJIAN TEORI ............................................................................................... 3
A. Pengertian Kebudayaan ..................................................................................... 3
B. Macam-Macam Kebudayaan Di Indonesia ....................................................... 4
C. Pengeretian Multikulturalisme ........................................................................... 5
D. Jenis Multikulturalisme ...................................................................................... 6
E. Multikultiralisme di Indonesia ........................................................................... 7
F. Penyebab Multikulturalisme di Indonesia .......................................................... 8
G. Pengertian Toleransi......................................................................................... 10
H. Hambatan dalam Toleransi .............................................................................. 12
BAB 3 PEMBAHASAN ............................................................................................. 16
A. Pemahaman Toleransi Multikulturalisme Masyarakat di Indonesia ................ 16
B. Faktor Penyebab Kurangnya Toleransi Multikulturalisme .............................. 17
C. Solusi bagi Toleransi dalam Multikulturalisme di Indonesia .......................... 20
BAB 4 PENUTUP....................................................................................................... 23
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 23
B. SARAN ............................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

ii
BAB 1
PENDAHUUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah suatu negara yang terdiri dari ber bagai kelompok etnis,
budaya, suku, dan agama sehingga Indonesia secara sederhana dapat dis ebut sebagai
masyarakat multikultural. Akan tetapi, di lain pihak, realitas multikultural terse but
berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali kebudayaan
nasional Indonesia yang dapat menjadi integrating force yang mengikat seluruh
keragaman etnis dan budaya tersebut. Pluralisme pasti dijumpai dalam setiap
komunitas masyarakat. Teristimewa pada saat ini, ketika teknologi transportasi dan
komunikasi telah mencapa i kemajuan pesat. Kemajemukan merupakan inevitable
destiny di tingkat global maupun di tingkat bangsa-negara dan komunitas. Secara
teknis dan teknologis, kita telah mampu untuk tinggal bersama dalam masyarakat
majemuk. Namun demikian, spiritual kita belum memahami arti sesungguhnya dari
hidup bersama dengan orang yang memiliki perbedaan kultur yang antara lain
mencakup perbedaan dalam hal agama, etnis, dan kelas sosial. Indonesia memiliki
kemajemukan suku. Kemajemukan suku ini merupakan salah satu cirri masyarakat
Indonesia yang bisa dibanggakan. Akan tetapi, tanpa kita sadari bahwa kemajemukan
tersebut juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hal ini telah terbukti di beberapa wilay ah Indonesia terjadi konflik
seperti di Sampit (antara Suku Madura dan Dayak), di Poso (antara Kri stiani dan
Muslim), di Aceh (antara GAM dan RI), ataupun perkelahian yang kerap terjadi
antarkampung di beberapa wilayah di pulau Jawa dan perkelahian pelajar antarsekolah.
Untuk meminimalisir hal di atas, di sekolah harus ditanamkan nilai-nilai
kebersamaan, toleran, dan mampu menyesuaikan diri dalam berbagai perbedaan.
Proses pendidikan ke arah ini dapat ditempuh dengan pendidikan multikultural.
Pendidika n multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati,

1
tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat
plural. Dengan pendidikan multikultural diharapkan adanya kelenturan mental bangsa
menghadapi benturan konflik sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman toleransi multikulturalisme di masyarakat?
2. Apa saja faktor penyebab kurangnya toleransi multikulturalisme?
3. Bagaimana solusi bagi toleransi dalam multikulturalisme di indonesia?
4. Bagaimana Kebudayaan di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pemahaman toleransi multikulturalisme di masyarakat?
2. Untuk mengetahui faktor penyebab kurangnya toleransi multikulturalisme?
3. Untuk mengetahui solusi bagi toleransi dalam multikulturalisme di indonesia?
4. Untuk menegtahui macam-macam kebudayaan di Indonesia ?

D. Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah


Pendekatan dan metode pemecahan masalah yang digunakan dalam makalah ini
adalah pendekatan analisis deskriptif dan metode literatur atau studi kepustakaan yang
bersumber dari buku, jurnal dan situs internet.

2
BAB 2
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kebudayaan
Ada beberapa pengertian mengenai kebudayaan, diantaranya :
Kebudayaan adalah suatu kebudayaan yang didukung oleh sebagian besar
warga suatu negara, dan memiliki syarat mutlak bersifat khas dan dibanggakan, serta
memberikan identitas terhadap warga.
Menurut Nugroho Notosusanto, kebudayaan nasional adalah kebudayaan-
kebudayaan daerah dan kebudayaan kesatuan.
Kebudayaan nasional dalam TAP MPR No. 11 tahun 1998, yaitu bahwa kebudayaan
nasional yang berlandaskan pancasila adalah perwujudan cipta , karya dan karsa bangsa
Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang
kehidupan bangsa.
Sedangkan dalam pandangan Ki Hajar Dewantara kebudayaan nasional adalah
“puncak-puncak kebudayaan daerah”.
Berdasarkan pada pendapat diatas, maka kebudayaan nasional merupakan paduan atau
gabungan seluruh lapisan kebudayaan bangsa Indonesia, yang mencerminkan semua
aspek kehidupan bangsa, dan merupakan totalitas berdasarkan aspek kerohanian
bangsa.
Kebudayaan nasional adalah apa saja yang dihasilkan oleh manusia Indonesia
dulu , sekarang dan dimasa yang akan datang. Dengan perkataan lain, kebudayaan
nasional ialah kepribadian manusia Indonesia yang dalam wujudnya berupa pandangan
hidup, cara berfikir, dan sikap terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa, atau sebagai
kebudayaan yang dianut oleh semua warga dalam suatu Negara, yakni keseluruhan cara
hidup, cara berfikir, dan pandangan hidup suatu bangsa yang terekspresi dalam segi
kehidupannya dalam ruang dan waktu tertentu. Kepribadian inilah merupakan identitas

3
bangsa yang membedakan bangsa kita dari bangsa lain. Artinya, identitas bangsa dapat
dikatakan sebagai perwujudan kebudayaan nasional yang beragam.

B. MACAM-MACAM KEBUDAYAAN DI INDONESIA


Keragaman Budaya adalah salah satu keunikan yang terdapat di muka bumi ini
dengan beragam suku bangsa yang ada di seluruh dunia,begitu pula dengan
keragaman budaya Indonesia.Macam – macam keberagaman kebudayaan di
Indonesia
1. Upacara Adat
Upacara adalah salah satu bentuk adat istiadat atau kebiasaan masyarakat tradisional
yang di duga masih mempunyai nilai-nilai kehidupan dan kebutuhan.
2. Pakaian Adat
Pakaian adat adalah salah satu ciri khas yang menunjukan salah satu ciri khas suku
tertentu di Indonesia.
3. Rumah adat tradisional
Sebuah bangunan yang sengaja dibangun dan di buat persis dari tiap-tiap
generasinya,tanpa ada modifikasi.
4. Alat Musik tradisional
Alat music tradisional merupakan alat music yang turun menurun dari generasi ke
generasi dan berkembang di daerah-daerah tertentu.
5. Tarian Adat Tradisional
Tarian yang berkembang dan tentunya di lestarikan oleh daerah daerah tertentu dari
generasi ke generasinya.
6. Lagu Daerah
Lagu daerah adalah lantunan yang dinyanyikan oleh masyarakat di daerah
tersebut,dan biasanya menceritakan tentang daerah tersebut.
7. Makanan Khas
Sebagai negara kepulauan dengan tanahnya yang subur serta dapat menumbuhkan
berbagai jenis tanaman,menjadikan Indonesia kaya akan rempah-rempah.Disitulah
indonesiaa mampu menciptakan makanan kkhas daerah mereka masing-masing.

4
C. Pengeretian Multikulturalisme
Lahirnya paham multikulturalisme berlatar belakang kebutuhan akan
pengakuan (the need of recognition) terhadap kemajemukan budaya, yang menjadi
realitas sehari-hari banyak bangsa, termasuk Indonesia(Irhandayaningsih, 2013, p. 5).
Oleh karena itu, sejak semula multikulturalisme harus disadari sebagai suatu ideologi,
menjadi alat atau wahana untuk meningkatkan penghargaan atas kesetaraan semua
manusia dan kemanusiaannya yang secara operasional mewujud melalui pranata-
pranata sosialnya, yakni budaya sebagai pemandu kehidupan sekelompok manusia
sehari-hari.Dalam konteks ini, multikulturalisme adalah konsep yang melegitimasi
keanekaragaman budaya. Kita melihat kuatnya prinsip kesetaraan (egality) dan prinsip
pengakuan (recognition) pada berbagai definisi multikulturalisme:
Multikulturalisme‖ pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian
dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan
penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat.Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai
pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi
Azra, 2007).
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa
macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan
konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat
serta kebiasaan (Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian
atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya
etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174), sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991,
Watson 2000).

5
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan
dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya,
agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat
kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan
kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho‘ Muzhar).

D. Jenis Multikulturalisme
Parekh (1997) membedakan lima model multikulturalisme:
1. Multikulturalisme isolasionis
Yaitu masyarakat yang berbagai kelompok kulturalnya menjalankan
hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi minimal satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif
Yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat
penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum
minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang,
hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan
kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan mereka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas
tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa
negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis
Yaitu masyarakat plural yang kelompok-kelompok kultural utamanya
berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan
meng-inginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif
bisa diterima. Perhatian pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara
hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan;
mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu
masyarakat yang semua kelompoknya bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal/interaktif

6
Yakni masyarakat plural yang kelompok-kelompok kulturalnya tidak
terlalu terfokus (concerned) dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih
membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan
perspektif-perspektif khas mereka.
5. Multikulturalisme cosmopolitan
Yaitu masyarakat plural yang berusaha menghapus batas-batas kultural
sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat tempat setiap individu tidak
lagi terikat kepada budaya tertentu, sebaliknya secara bebas terlibat dalam
percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan
kultural masing-masing (Azra, 2007).

E. Multikultiralisme di Indonesia
Masyarakat multikultural terjadi ketika kondisi masyarakat ditemukan tidak
hanya satu ragam kultur saja tetapi ada banyak ragam kultur atau budaya yang
berkembang didalamnya. Dalam studi sosiologi dan antropologi menyatakan bahwa
masyarakat multikultural adalah masyarakat yang tersusun dari berbagai macam etnik,
dan setiap etnik tersebut memiliki respect satu sama lain sehingga tercipta kontribusi
terhadap negara (lihat Alo, 2005: 68).
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang termasuk dalam kategori
multikultural, hal tersebut dikarenakan terdapat begitu banyak kebudayaan dan corak
kehidupan serta latar belakang yang berbeda-beda disetiap daerah. Karena hal itulah,
masyarakat Indonesia juga disebut masyarakat majemuk, yang memiliki sekitar 300
suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia, dengan jumlah penduduk disetiap suku
beragam, ada yang banyak dan ada pula yang sedikit.
Adapun suku bangsa yang jumlah penduduknya banyak antara lain suku Jawa,
Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Bali, Manado, dan Makasar.Sementara
suku bangsa dengan jumlah penduduk sedikit antara lain suku Nias, Kubu, Mentawai,
dan Asmat. Dengan berbagai macam suku bangsa tersebut, pasti akan menimbulkan

7
yang namanya perbedaan. Perbedaan terjadi karena adanya hal yang berusaha
dilindungi oleh setiap golongan tertentu, misalnyagolongan A yakin bahwa setiap
manusia akan mati dan kemudian tidak akan lahir kembali. Namun, golongan B
berbeda pendapat, menurut golongan B setiap manusia yang mati pasti akan hidup
kembali melalui renkarnasi dari Tuhan. Perbedaan tersebut, membuat kedua belah
pihak berusaha untuk melindungi pendapat sekaligus keyakinan mereka masing-
masing (lihat Maryati, Kun.& Juju, 2001: 171).
Dengan melindungi pendapat masing-masing tanpa pernah ada toleran,
merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik antar golongan
yang berimbas pada terjadinya konflik antar individu.

F. Penyebab Multikulturalisme di Indonesia


Secara awam, kita menyadari kebutuhan untuk mengakui berbagai ragam
budaya sebagai sederajat demi kesatuan bangsa Indonesia.Namun secara filosofis,
ternyata multikulturalisme mengandung persoalan yang cukup mendasar tentang
konsep kesetaraan budaya itu sendiri.Beberapa kritikus multikulturalisme telah bicara
tentang kelemahan multikulturalisme.Kritik terhadap multikulturalisme biasanya
berangkat dari dua titik tolak.
Pertama, kesadaran tentang ketegangan filosofis antara kesatuan dan perbedaan
(one and many). David Miller (1995) menulis bahwa multikulturalisme radikal
menekankan perbedaan-perbedaan antarkelompok budaya dengan mengorbankan
berbagai persamaan yang mereka miliki dan dengan demikian multikulturalisme akan
melemahkan ikatan-ikatan solidaritas yang berfungsi mendorong para warga negara
untuk mendukung kebijakan-kebijakan redistributif dari negara kesejahteraan. Hal ini,
komentar Anne Phillips (2007:13), akan menghancurkan kohesi sosial, melemahkan
identitas nasional, mengosongkan sebagian besar dari isi konsep ―kewarganegaraan‖.
Jika telah sampai pada titik yang berbahaya, multikulturalisme radikal akan

8
membangkitkan semangat untuk memisahkan diri atau separatisme dalam psike
kelompok-kelompok kultural.
Kedua, kenyataan bahwa dapat terjadi benturan prinsip kesetaraan antara
elemen minoritas dalam kelompok sosial.Peneliti feminis Susan Moller Okin (lihat
Okin, 1998, 1999, dan 2002), misalnya, menilai bahwa agenda multikulturalisme tidak
dapat berbuat banyak, atau justru makin melemahkan posisi perempuan dalam tatanan
masyarakat lokalnya. Praktik-praktik seperti poligami, penyunatan alat kelamin
perempuan, pernikahan paksa terhadap anak-anak perempuan termasuk anak-anak
perempuan berusia dini, dan lain sebagainya praktik yang bias gender, justru
dilegitimasi oleh multikulturalisme yang memberikan hak otonom bagi setiap
kelompok kultural untuk melanggengkan tatanan sosial masing-masing. Jika tatanan
sosial dari kelompok kultural tersebut didasarkan atas sistem patriarki, kata Okin,
posisi perempuan dalam masyarakat itu sangat lemah.
Anne Phillips menganalisis situasi ini sebagai benturan antarprinsip
kesetaraan.Terjadi konflik antara dua klaim kesetaraan.Multikulturalisme ingin
menghapuskan ketidaksetaraan yang dialami oleh kelompok-kelompok kultural
minoritas, sementara feminisme ingin menghapuskan ketidaksetaraan yang dialami
oleh kaum perempuan. Kedua proyek ini, multikulturalisme dan feminisme, sebetulnya
berangkat dari komitmen yang sama terhadap prinsip kesetaraan dan keduanya
berhadap-hadapan sebagai dua aspek yang harus diseimbangkan. Karena keduanya
sama-sama mengurusi isyu ketidaksetaraan yang nyata, sangat tidak tepat untuk
memutuskan yang satu lebih fundamental daripada yang lain (Phillips, 2007:3).
mengkritik multikulturalisme sebagai ideologi yang merugikan perempuan
karena melegitimasi sistem sosial patriarkis dalam budaya-budaya lokal. Sekalipun
prinsip kesetaraan (principle of equality) bersifat mendasar bagi demokrasi dan
kehidupan kebangsaan modern, namun kesetaraan bukanlah satu-satunya prinsip yang
berlaku.Demokrasi juga mengandung penghargaan terhadap hak asasi manusia dan
memberikan ruang luas bagi individu dalam kelompok untuk mengekspresikan diri
secara unik.Isyu ketegangan antara penghargaan terhadap keberbedaan dan hak untuk

9
menjadi berbeda dengan konsep universal tentang martabat individu sesungguhnya
inilah perlu diteliti lebih lanjut agar ditemukan solusi yang tepat.
G. Pengertian Toleransi
Secara etimologi toleransi berasal dari kata tolerance (dalam bahasa Inggris)
yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain
tanpa memerlukan persetujuan. Di dalam bahasa Arab menterjemahkan dengan
tasamuh, berarti saling mengizinkan, saling memudahkan.(Munawar, hal. 13)
Dari dua pengertian di atas penulis menyimpulkan toleransi secara etimologi
adalah sikap saling mengizinkan dan menghormati keyakinan orang lain tanpa
memerlukan persetujuan.
Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada
sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing,
selama di dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan
syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.(Hasyim,
hal. 22)
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai
berikut:
1. W.J.S Purwadarminta menyatakan Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang
berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan,
kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri.
(Porwadarminta, hal. 1084)
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia Toleransi dalam aspek sosial, politik, merupakan
suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda.
3. Ensiklopedi American Toleransi memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi
menahan diri dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian, ia
memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya merujuk kepada

10
sebuah kondisi dimana kebebasan yang di perbolehkannya bersifat terbatas dan
bersyarat.
Dari beberapa definisi di atas dapatdi simpulkan bahwa toleransi adalah
suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang
lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-
hak
Selain itu toleransi mempunyai unsur-unsur yang harus ditekankan dalam
mengekspresikannya terhadap orang lain. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Dimana setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat,
bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam
memilih suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan ini diberikan sejak
manusia lahir sampai nanti ia meninggal dan kebebasan atau kemerdekaan
yang manusia miliki tidak dapat digantikan atau direbut oleh orang lain
dengan cara apapun. Karena kebebasan itu adalah datangnya dari Tuhan
YME yang harus dijaga dan dilindungi.Di setiap negara melindungi
kebebasan-kebebasan setiap manusia baik dalam undang-Undang maupun
dalam peraturan yang ada.Begitu pula di dalam memilih satu agama atau
kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan bebas dalam memilihnya
tanpa ada paksaan dari siapapun.
2. Mengakui Hak Setiap Orang
Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam
menentukan sikap perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap
atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena
kalau demikian, kehidupan di dalam masyarakat akan kacau.
3. Menghormati Keyakinan Orang Lain
Landasan keyakinan di atas adalah berdasarkan kepercayaan, bahwa
tidak benar ada orang atau golongan yang berkeras memaksakan
kehendaknya sendiri kepada orang atau golongan lain. Tidak ada orang atau

11
golongan yang memonopoli kebenaran dan landasan ini disertai catatan
bahwa soal keyakinan adalah urusan pribadi masing-masing orang.
4. Saling Mengerti
Tidak akan terjadi, saling menghormati antara sesama manusia bila
mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan saling membenci, saling
berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling mengerti
dan saling menghargai antara satu dengan yang lain.

H. Hambatan dalam Toleransi


Sikap toleransi dan peduli sosial yang merupakan jati diri bangsa Indonesia
kini mengalami penurunan.Meskipun pada masyarakat Kasaran lebih mudah untuk
mewujudkan sikap toleransi, namun masih ada kendala atau hambatan diantaranya:
1. Manakala dari masing-masing tidak bisa mengendalikan diri dari sifat egois
yang cenderung tidak bisa menerima keberadaan keyakinan agama lain, dan
fanatisme yang tinggi yaitu sifat yang menonjolkan kebenaran keyakinannya
dan menyalahkan keyakinan orang lain.
2. Warga yang belum menyadari bahwa kita hidup dilingkungan masyarakat yang
plural, tidak bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada, menutup diri
dengan tetangganya.
3. Rendahnya sikap toleransi dan peduli sosial terhadap sesama ternyata juga
berimbas pada berbagai sendi kehidupan.
4. Carut-marutnya moralitas anak bangsa bisa diamati dalam kehidupan sehari-
hari. Seperti pemberitaan media tentang semangat toleransi dalam kehidupan
berbangsa di kalangan pelajar semakin menurun.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Balitbang
Kemendikbud Hurip Danu Ismaji memaparkan bahwa Pada konflik sosial yang
terjadi ditengah masyarakat, acapkali pelajar tak sekedar menjadi penonton tetapi
sudah kerap ambil bagian secara aktif (http://www.poskotanews.com, 29
November 2013). Terbukti saat ini makin banyak pelajar terlibat dalam konflik

12
sosial seperti tawuran, geng motor dan tindak kekerasan lainnya. Hidup di tengah-
tengah perbedaan akan menyulitkan bagi individu yang tidak mampu menerima
dan menghargai perbedaan tersebut. Setiap individu di masyarakat memiliki ciri
khas, latar belakang, agama, suku dan bahasa yang berbeda.Banyaknya perbedaan
tersebut merupakan sebuah potensi yang dapat memicu konflik dan perpecahan di
masyarakat apabila tidak mampu disikapi secara bijak. Sebagai contoh yang lain,
banyak kerusuhan yang berbau SARA, Pertentangan antar kelompok masyarakat
makin meningkat, kebencian yang makin kuat terhadap etnik tertentu, kebencian
yang makin kuat terhadap sistem dan pelaksanaan program pemerintah yang dinilai
sangat sentralistik dan otoriter, geng motor yang anarkhis, dan tawuran pelajar
merupakan bukti nyata bahwa menghargai dan menghormati orang lain sudah
menjadi sesuatu yang sangat langka di negara Indonesia.
Kendala-kendala lain yang umumnya bisa menghambat pelaksanaan
toleransi antara lain:
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam
komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah
munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana
diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya
menyangkut persoalan teologi yang sensitif.Sehingga kalangan umat
beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi
kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang
memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak
langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan
sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik

13
Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di
Indonesia.Muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama.Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini.Tanpa politik
kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu
membangun sebuah negara, tetapi banyak kepentingan politik dengan
mengatasnamakan agama.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan
berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai
Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang
menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran
agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat.
Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang
benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat,
ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim,
menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.Pandangan-
pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte
atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen
dan para pemimpinnya sendiri-sendiri.Islam tidak bergerak dari satu
komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin
agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang
berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja,
dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok
Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah
mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka
yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini,
hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi

14
salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan
pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah
sikap fanatisme yang berlebihan.

15
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Pemahaman Toleransi Multikulturalisme Masyarakat di Indonesia
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dari pulau sabang sampai
merauke, berbagai macam suku bangsa, ras, dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Bagaimana tidak? Indonesia yang posisinya sangat geografis dan berada di tengah-
tengah garis khatulistiwa. Indonesia juga mempunyai pulau terbanyak mencapai
ribuan, unik bukan?
Dari itu semua kita juga tahu bahwa Indonesia kaya akan alam yang indah yang
tidak ada di negara lain. Multikulral adalah budaya yang banyak dan berbeda-beda,
mulai dari masyarakat sosialnya, sukunya, budayanya, dan adatnya pun berbeda. Dari
hal ini lah kita perlu menamkan sikap toleransi dari berbagai aspek baik agama maupun
sosial budaya (Tobari, 2015, p. 1). Tak jarang kita temui banyak terjadi konflik antar
agama maupun budaya dan apa penyebabnya? Penyebabnya yaitu tidak ada rasa kasing
sayang dan empati. Bila sudah timbul rasa kasih sayang maka akan tumbul sikap
menghargai dan sikap toleransi di antara berbedanya suku, budaya dan agama yang ada
di Indonesia.
Masyarakat Indonesia sangat unik dengan keberagamannya, karakter warga
masyarakatnya juga berbeda dan unik sesuai dengan perkembangan wilayahnya dan
budayanya masing-masing. Dalam beberapa kasus yang dulu-dulu pernah terjadi, kita
sudah bahwa sudah banyak terjadi perang maupun konflik antar budaya maupun suku
yang sudah terjadi di Indonesia. Ini juga menjadi keresahan masyarakat Indonesia,
jangan-jangan nanti akan terjadi di wilayah tempat kita tinggal? Ya semua orang pasti
juga akan merasakan hal yang sama. Dimana perang yang terjadi ini sebenarnya terjadi
karena tidak adanya rasa saling mengerti dan percaya, dan juga tidak ada rasa
menghargai satu sama lain. Masing-masing menganggap bahwa budaya sendirilah
yang paling bagus atau yang paling benar atau paling bermartabat dari budaya yang
lain. Tidak adanya jalinan atau hubungan silaturahmi juga merupakan faktor terjadinya

16
konflik yang tidak bisa di prediksi. Artinya konflik-konflik yang terjadi bisa saja terjadi
begitu saja, lantaran ada salah satu pihak yang merasa terpancing amarahnya aau
merasa dilecehkan dan direndahkan bahwa budayanya itu rendah atau tidak berguna
sama sekali. Kepahaman akan multikulturalisme juga salah satunya. Apabila kita
mengetahui apa itu multikultural, maka kita juga akan memahami multilkulturalisme.
Multikulturalisme yaitu suatu paham yang meyakini dan menerima bahwa kebudayaan
itu beraneka ragam dan tidak hanya ada budaya sendiri.
Toleransi ini juga merupakan dasar bagi kita untuk bisa menciptakan kehidupan
yang damai dan harmonis. Itu sudah menjadi keinginan semua manusia untuk hidup
damai dan sejahtera tanpa adanya konflik. Konflik ini menyebabkan banyak sekali
kerugian bahkan merenggut nyawa hanya karena konflik ini. Untuk itulah mari kita
sama-sama untuk memahami betapa pentingnya multikultural, karena Indonesia
masyarakatnya multikultural dan mempunyai keunikan tersendiri. Tak dapat dipungkiri
bahwa kita juga harus menerima Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural
(Tobari, 2015, p. 1).

B. Faktor Penyebab Kurangnya Toleransi Multikulturalisme


Keanekaragaman budaya dan masyarakat dianggap pendorong utama munculnya
persoalan-persoalan bagi bangsa Indonesia. Contoh keanekaragaman yang berpotensi
menimbulkan permasalahan baru, sebagai berikut.
1. Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan budaya yang
luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku bangsa
yang hidupdan berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa
membayangkan apa jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai
karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain. Kompleksitas nilai, norma, dan
kebiasaan itu bagi warga suku bangsa yang bersangkutan mungkin tidak menjadi
masalah. Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus berinteraksi sosial

17
dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, apa yang akan terjadi denganmu saat harus
bertemu dan berkomunikasi dengan temanmu yang berasal dari suku bangsa yang lain?
2. Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan dua benua,
jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman masyarakat
dan budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka
Indonesia menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya
telah terbentuk jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi
dengan bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan
kebudayaan. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar Islam, Hindu,
Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah bangsa
Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan
berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda. Kerukunan
antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena tidak satu
agama pun yang mengajarkan permusuhan. Tetapi, mengapa juga tidak jarang terjadi
konflik atas nama agama?
3. Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang
bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab,
India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa merunut
bagaimana asal usulnya.Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di
Indonesia, tetapi juga mampu berkembang secara turun-temurun membentuk golongan
sosial dalam masyarakat kita. Mereka saling berinteraksi dengan penduduk pribumi
dari waktu ke waktu. Bahkan ada di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan
perekonomian nasional. Misalnya, keturunan Cina. Permasalahannya, mengapa sering
terjadi konflik dengan orang pribumi?
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia terdiri
atas berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi menimbulkan konflik
sosial.

18
Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga kelompok
sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1. Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika
seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan
kepentingan etnis maupun budaya.
2. Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat
yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik
dalam bentuk materiil maupun nonmateriil.
3. Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku,
sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat
diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas
merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan
memperkaya budaya. Bagi mereka persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah
berkah.
Kemudian dalam jurnal (Arifudin, 2007, p. 5) dijelaskan terdapat beberapa
sikap yang menyebabkan kurangnya toleransi dalam multikulturalisme di Indonesia,
yaitu:
1. Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Menganggap suku
bangsanya sendiri yang paling unggul, maju, dan baik. Sikap ini tidak baik untuk
dikembangkan di masyarakat yang multicultural seperti Indonesia. Apabila sikap
ini ada dalam diri warga suatu bangsa, maka kecil kemungkinan mereka untuk bisa
menerima keberadaan suku bangsa yang lain.
2. Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang
meremehkan masyarakat dan kebudayaanyang lain. Indonesia bisa maju dengan

19
bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila
sikap dan pandangan ini dibiarkan maka akan memunculkan provinsialisme yaitu
paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan dan eksklusivisme yaitu paham yang
mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.
3. Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama
warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama,
dan lain-lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu
munculnya antipati terhadap sesame warga Negara.
4. Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka
yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa
dan masing-masing suku bangsa memiliki cirri khas. Tidak tepat apabila perbedaan
itu kita besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan. Dalam multikulturalisme, sebuah masyarakat (termasuk juga
masyarakat Indonesia) dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang berlaku umum
dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik
tercakup semua kebudayaan dari masing-masing suku bangsa yang sangat jelas dan
belum tercampur oleh warna budaya lain membentuk masyarakat yang lebih
besar.Ide multikulturalisme menurut Taylor merupakan suatu gagasan untuk
mengatur keberagaman dengan prinsip-prinsip dasar pengakuan akan keberagaman
itu sendiri (politics of recognition).
C. Solusi bagi Toleransi dalam Multikulturalisme di Indonesia
Indonesia adalah suatu negara yang terdiri dari berbagai kelompok etnis,
budaya, suku, dan agama sehingga Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai
masyarakat multikultural. Akan tetapi, di lain pihak, realitas multikultural tersebut
berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali kebudayaan
nasional Indonesia yang dapat menjadi integrating force yang mengikat seluruh

20
keragaman etnis dan budaya tersebut. Karena masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk, maka dari itu agar kemajemukan ini tidak berkembang
menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola. Proses pembelajaran
tentang manusia Indonesia harus merupakan mata pelajaran wajib di seluruh tingkatan
jenjang pendidikan.
yang demokratis serta bertanggung jawab menunjukkan adanya tekad untuk
melaksanakan pendidikan multikultur.
Lebih lanjut dalam pasal 4 menegaskan bahwa pentingnya pendidikan
multikultur dalam rangka mendukung proses demokratisasi dan dalam rangka
terciptanya integritas nasional.
Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk atau
tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural
lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia secara keseluruhan. Hal ini sejalan de
ngan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan menara gading yang
berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu
menciptakan tatanan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai
akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Dari definisi tentang multicultural education terlihat bahwa muncul multi
cultural education sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses
demokratisasi, dimana adanya pengakuan hak asasi manusia, tidak adanya diskriminasi
dan diupayakannya keadilan sosial. Disamping itu dengan pendidikan multikulturalini
dimungkinkan seseorang dapat hidup dengan tenang di lingkungan kebudayaan yang
berbeda dengan yang dimilikinya (Freire, 2002, p. 19).
tural tidaklah harus mengubah kurikulum. Pelajaran pendidikan multikultural
dapat terintegrasi pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi
guru untuk menerapkannya. Yang utama k epada para siswa perlu diajari mengenai
toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan sal ing menghargai. Hal tersebut
sangat berharga bagi bekal hidup mereka di kemudian hari dan sangat penting untuk
tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.

21
Sikap menghargai perbedaan dan menerima kenyataan bahwa setiap manusia
adalah unik dengan keinginan, persepsi, dan demokratis dalam masyarakat yang
beranekaragam. Berikut ini adalah solusi agar sikap toleransi senantiasa dapat
terbentuk, yaitu:
1. Mengembangkan sikap saling menghargai terhadap nilai-nilai dan norma social
yang berbeda dari anggota-anggota masyarakat yang kita temui, tidak
mementingkan kelompok, ras, etnik, atau kelompok agamanya sendiri dalam
menjalankan tugas-tugasnya.
2. Meninggalkan sikap primodialisme, terutama sikap yang menjurus pada sikap
etnosentrisme dan sikap yang berlebih-lebihan.
3. Menegakkan peraturan perundang-undangan kepada semua warga Negara tanpa
memandang kedudukan social, ras, etnik, dan agama yang mereka anut.
4. Mengembangkan rasa nasionalisme teruttamaa melalui penghayatan wawasan
berbangsa dan bernegara.
5. Menyelesaikan semua konflik dengan cara akomodatif melalui mediasi, kompromi
dan adjudikasi.
6. Mengembangkan kesadaran social dan menyadari peranan bagi setiap individu
terutamma para pemegang kekuasaan dan penyelenggaraan Negara secara secara
formal.

22
BAB 4
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Multikultural bagi Indonesia merupakan suatu strategi dan integrasi sosial di
mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga dapat difungsikan
secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme dan disintegrasi sosial.
Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal
ika) yang paling potensial akan melahirkan persatuan kuat, tetapi pengakuan adanya
pluralitas (Bhinneka) budaya bangsa inilah yang lebih menjamin persatuan bangsa.
Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat
keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti yang mendasari konflik di daerah
Maluku Utara dan Maluku Tengah. Tapi Seharusnya keberagaman dan perbedaan
Indonesia harus di jaga agar dengan adanya perbedaan dalam kebudayaan membuat
Indonesia semakin kaya dan sesuai dengan semboyan Negara Indonesia yaitu bhineka
tunggal ika (berbeda tetapi satu tujuan).
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras,
suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan
multikultural.Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang
beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.

B. SARAN
Indonesia adalah bangsa yang multikultural, bangsa yang berdiri dari bebagai
macam suku, budaya, ras dan berbagai bahasa. Namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi kita sebagai bangsa indonesia untuk bersatu dan berjuang untuk
bangsa yang terdiri dari bermacam-macam kultur ini. Kita harus bersatu agar duduk
sama rendah dan berdiri sama dengan bangsa yang lain dan bersama-sama, bergotong
royong untuk mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia.Untuk itu sebagai
warga Negara yang cinta tanah air kita harus menjaga keanekaragaman kebudayaan
kita. Kita dianjurkan untuk hidup saling berdampingan satu sama lain sehingga tidak
ada pertengkaran dan perpecahan.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, I. (2007). Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah. Jurnal


Pemikiran Alternatif Pendidikan , 220-233.
Hasyim, U. (1972). Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai
Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Munawar, P. D. Fikih Hubungan Antar Agama . Jakarta: Ciputat Press.
Porwadarminta, W. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudiadi, D. (2009). Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang Majemuk.
Jurnal Kriminologi Indonesia , 33-42.
Tobari, A. (2015, April 11). Pentingnya Sikap Toleransi dalam Multikulturalisme
Bangsa Indonesia. Retrieved April 25, 2016, from Kompasiana:
www.kompasiana.com/alantobari/pentingnya-sikap-toleransi-dalam-
multikultural-bangsa-indonesia_5535a7426ea8348216a4e8

25
26

Anda mungkin juga menyukai