Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PPKN
“Kebhinekaan Bangsa Indonesia”

LOGO

Disusun Oleh:
1111111
111111

Dosen Pengampu :
111111

11111
BENGKULU
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam Karya Ilmiah ini kami
membahas “Kebhinekaan Bangsa Indonesia” dengan tujuan agar siswa
mengetahui dan mengenal beberapa isi dan makna yang terkandung di dalamnya.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan,
Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca, Amin.

Bengkulu, Maret 2019

Penulis,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
3. Tujuan Masalah ................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
1. Sejarah Bhineka Tunggal Ika .............................................................. 4
2. Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai Pilar Bangsa
Indonesia ............................................................................................. 6
3. Penerapan Bhineka Tunggal Ika ......................................................... 8
4. Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-Cita Luhur Bangsa
Indonesia ............................................................................................. 13

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan ........................................................................................ 15
2. Saran ................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
3
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman.
Indonesia terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku
bangsa, agama dan kepercayaan, dll. Namun Indonesia mampu mepersatukan
bebragai keragaman itu sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhineka
Tunggal Ika” , yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kepercayaan yang
ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia
juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang
merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang
ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana
mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami
dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari
pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga
perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-
kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi
proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah
ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga
berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesi juga ikut
mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan
kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu
negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya
yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa
namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional

1
hingga ke modern, dan kewilayahan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya
Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
negara lainnya.
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang
diangkat dari penggalan kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman
Kerajaan Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai
tetapi satu (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Motto ini digunakan sebagai
ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural
dibangun diatas keanekaragaman.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tercantum dan
menjadi bagian dari lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila.
Sebagai semboyan bangsa, artinya Bhinneka Tunggal Ika adalah pembentuk
karakter dan jati diri bangsa. Bhinneka Tunggal Ika sebagai pembentuk
karakter dan jati diri bangsa ini tak lepas dari campur tangan para pendiri
bangsa yang mengerti benar bahwa Indonesia yang pluralistik memiliki
kebutuhan akan sebuah unsur pengikat dan jati diri bersama.
Kebhinekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di
depan mata kita. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa itu
berbeda dengan orang Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Elite
pemimpin yang berasal dari kota-kota besar dan metropolitan bisa jadi
memandang Indonesia secara global akan tetapi elite pemimpin nasional dari
budaya lokal tertentu memandang Indonesia berdasarkan jiwa, perasaan dan
kebiasaan lokalnya. Ini saja menunjukkan kalau cara pandang kita tentang
Indonesia berbeda. Jadi tanpa kemauan untuk menerima dan menghargai
kebhinekaan maka sulit untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Apa yang dilakukan oleh pendahulu bangsa ini dengan membangun kesadaran
kebangsaan atau nasionalisme merupakan upaya untuk menjaga loyalitas dan
pengabdian terhadap bangsa.
UUD Republik Indonesia menyatakan dengan tegas tentang realitas
multikultural Bangsa Indonesia. Kenyataan tersebut dilukiskan di dalam
lambang negara “Bhinneka Tunggal Ika.” Kebhinnekaan masyarakat dan

2
bangsa Indonesia diakui bahkan dijadikan sebagai dasar perjuangan nasional
permulaan abad ke-20. Untuk itu integrasi nasional bangsa Indonesia pun
harus diwujudkan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk karena
masyarakat yang majemuk merupakan salah satu potensi sumber konflik yang
menyebabkan disintegrasi bangsa. Agar identitas bangsa Indonesia di mata
dunia terkenal dengan bangsa yang majemuk tetapi satu dalam
keanekaragaman (suku, bahasa, agama, dll, yang berbeda-beda) semboyan
Bhinneka Tunggal Ika harus diwujudkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Bhineka Tunggal Ika?
2. Bagaimana Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai Pilar
Bangsa Indonesia?
3. Bagaimana Penerapan Bhineka Tunggal Ika?
4. Bagaimana Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-Cita Luhur
Bangsa Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Bhineka Tunggal Ika.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika
sebagai Pilar Bangsa Indonesia.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Bhineka Tunggal Ika.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan
Cita-Cita Luhur Bangsa Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Bhineka Tunggal Ika


Awalnya, semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia
sangat panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa
Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka
Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma.
Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif
dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu
dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu.
Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif
terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika
pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan
pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada
di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tungggal Ika bukan hanya
perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tapi pengertiannya lebih
luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih
luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan
tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan
Nusantara.
Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti
Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-
beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang
ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara
Indonesia.

4
Berbicara mengenai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia,
lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan
secara resmi menjadi bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951 dan di-Undang-kan
pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit
maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan
yang sama, yaitu pendangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan dan
kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara.
Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai sebagai
motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari
semboyan itu adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun,
Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut mejadi yang lebih praktis
dan ringkas, yaitu “Bertahan karena benar”. Makna “Tidak ada kebenaran
bermuka dua” sebenarnya memiliki pengertian agar hendaknya manusia
senantiasa berpegangan dan berlandaskan pada kebenaran yang satu.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha
ungkapan yang meamaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada
Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tapi juga seajumlah aliran (sekte)
yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian besar anggota masyarakat
Majapahit yang memiliki sifat majemuk.
Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari
Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu
(candi Jago), semboyan tersebut dan Candi Jago disempurnakan pada masa
Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih dikenal
sebagai hasil peradaban masa Kerajaan Majapahit.
Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan
masyarakat yang majemuk. Selain adanya beberapa aliran agama dan
kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala sinkretisme yang sangat
menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur.
Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi
memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat.

5
Pada saat itu, masyarakat majapahiat tebagi menjadi beberapa golongan.
Pertama, golongan orang-orang Islam yang datang dari barat dan menetap di
Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas beasal dari
Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukin di daerah
Majapahit.
Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan
agama Islam. Ketiga, golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini jika
berjalan tidak menggunakan alas kaki, rambutnya disanggul di atas kepala.
Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh leluhur.

B. Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai Pilar Bangsa


Indonesia
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu
Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa
pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti
tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna
ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu,
satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian
dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu
untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh
rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi
mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia
dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah
tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik
Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai
menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua,
Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat

6
dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945 yang
menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan
semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam
UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam
hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami
secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk
mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik
dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan
multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa
dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah,
dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan
dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam
kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong
menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh
masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik
menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi
segala tantangan dan persoalan bangsa.
Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak
memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus
globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi
keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat
bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri
sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya
masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati,
tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang
menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-
undangan khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi
masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh
pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-

7
undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya
perpecahan bangsa, atau yang semata-mata untuk mengakomodasi
kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk
jabatan daerah harus dari putra daerah, menggambarkan sempitnya kesadaran
nasional yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan
mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan
prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara
konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur,
sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.

C. Penerapan Bhineka Tunggal Ika


Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat
multikultural/majemuk sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi
wacana dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama para pelaksana dan
penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan tambahan
acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman
nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai
pilar nasionalisme yang kokoh dan trengginas dalam menghadapi perubahan
globalKalimat yang terpampang pada pita putih yang tercengkeram oleh kaki
burung garuda, lambang negara Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL
IKA memiliki makna yang menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa
Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya merupakan satu
kesatuan Indonesia.
Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari
asal usul kalimatnya yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah
penggambaran dari dua ajaran atau keyakinan yang berbeda kala itu, namun
pada dasarnya memiliki satu kesamaan tujuan.
Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya
memahami benar arti dan makna yang tersimpan di dalamnya. Walaupun
kalimat itu merupakan bentuk pernyataan beliau dari suatu keadaan yang
sedang dialami, namun kenyataannya dapat diterapkan dan diterima hingga

8
saat sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang populis, berani
menyampaikan sesuatu yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya dan
menyampaikan dengan bahasa yang populer, yaitu bahasa yang bisa diterima
saat itu, saat ini dan suatu saat yang akan datang.
Hanya orang bijaklah yang mampu menyampaikan kata-katanya dengan
bahasa yang dapat dipahami atau dimengerti oleh masing-masing pendengar
atau pembacanya sesuai tingkat pemahamannya masing-masing.
Sangat beragam juga bila kita dapat mengartikan bhinneka tunggal ika
dalam perwujudan sehari-hari. Bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-
hari seringkali ditemui, namun untuk memahaminya terkadang masih terasa
sulit, apalagi mengakuinya. Ada ungkapan yang menyatakan “perbedaan
adalah rahmat” dan inipun terkadang menjadi bahan perdebatan.
Matahari dan bulan itu berbeda akan tetapi saling menerangi bumi, siang
dan malam itu berbeda tetapi saling melengkapi hari, laki-laki dan perempuan
beda tapi saling mengisi dalam kehidupan, salah dan benar, baik dan buruk
yang Tuhan ciptakan tentu tidak dapat disangkal, lalu mengapa Tuhan
ciptakan itu semua? Apabila perbedaan itu seharusnya tidak perlu ada, apakah
kemudian kita berpikir bagaimana sebaiknya Tuhan? Mengakui perbedaan
terkadang terasa sulit seperti halnya mengakui kebenaran orang lain daripada
melihat sisi salahnya. Tangan dan kaki, telinga dan mata, yang kanan dan kiri
memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda tetapi saling menyempurnakan
bentuk manusia itu secara utuh. Ketika dalam satu keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anaknya masing-masing memiliki perbedaan pendapat
apakah itu tidak boleh? dan apabila si anak memiliki keinginan yang
bertentangan dengan orang tuanya apakah kemudian menjadikan terputusnya
hubungan darah? Kemudian apabila alam semesta yang beraneka ragam ini
tercipta karena adanya hubungan Tuhan dengan ciptaan-Nya, apakah akan
menjadikan putusnya hubungan, apabila ciptaan tidak mengakui penciptanya?
Perbedaan adalah kenyataan yang tidak bisa terelakan lagi, mulai dalam diri
sendiri, keluarga, masyarakat, negara atau dunia.

9
Jika kita perhatikan malam yang digantikan siang, ini berjalan selaras
tidak saling mendahului tentu terasa sempurna hari yang terlewati, oleh karena
keselarasan itu maka dalam pertemuan malam dengan siang terlahir fajar yang
indah, begitu pula siang yang digantikan malam tercipta senja yang penuh
misteri, hal itu terwujud karena adanya keselarasan alam yang berbeda tetapi
bersatu menciptakan hari.Lalu bagaimana dengan perbedaan diantara kita,
apakah bisa berjalan selaras agar tercipta kedamaian?
Para pendiri bangsa Indonesia terdahulu tentu memiliki harapan yang
sangat besar dengan menjadikan kalimat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” ini
sebagai simbolis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memahami
arti dan makna yang terkandung didalamnya serta dengan mewujudkan dalam
kehidupan sehari-hari mulai dari diri sendiri, berharap bangsa ini berjalan
dengan selaras dan tumbuh menjadi bangsa yang besar.
Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi yang
berjiwa persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai serta
menghormati ke-Bhinneka Tunggal Ika-an (persatuan dalam perbedaan) untuk
setiap aspek kehidupan nasional guna mencapai tujuan nasional. Artinya,
sudah menjadi hal yang tidak dapat dinafikan bahwa masyarakat Indonesia itu
jamak, plural, dan daerah yang beragam, terdiri dari berbagai macam suku,
bahasa, adat-istiadat dan kebiasaan, agama, kepercayaan kekayaan yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu nilai-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Implementasinya dalam
kehidupan nasional adalah, memahami kemajemukan sosial dan budaya atau
multikulturalisme sebagai dasar untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
bernegara dan berbangsa. Pemahaman terhadap nilai-nilai ke-Bhinneka
Tunggal Ika-an dimaksud adalah menerapkan atau melaksanakan nilai-nilai
Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara
individu, kelompok masyarakat, dan bahkan secara nasional, mencakup
kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan nasional di
seluruh lapisan masyarakat yang jumlahnya besar (sekitar 230 juta jiwa) dan

10
beragam, sehingga tercipta stabilitas nasional yang kondusif untuk
pembangunan masyarakat sejahtera, adil-makmur dan merata.
Sepanjang era reformasi Indonesia menampilkan banyak kesaksian
peristiwa yang menunjukkan perubahan kehidupan warga, baik secara
individu atau kelompok, dalam berkehidupan kemasyarakatan, kehidupan
berkenegaraan, dan kehidupan berkebangsaan Faktor utama mendorong
terjadinya proses perubahan tersebut adalah pemahaman nilai-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an, baik oleh rakyat, dan bahkan pemimpin atau
penguasa mengindikasikan gejala memudar. Kondisi ini dapat dilihat dari
kecenderungan terjadinya konflik antar individu, kelompok masyarakat yang
berbeda agama, ras, suku/etnik, budaya, dan berbeda kepentingan, serta
rendahnya moral penguasa seperti banyaknya kepala daerah dan anggota
dewan yang terjerat hukum akibat korupsi.
Berkaitan dengan pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang
syarat dengan integrasi nasional dalam masyarakat multikultural, nilai-nilai
budaya bangsa sebagai keutuhan, kesatuan, dan persatuan negara bangsa harus
tetap dipelihara sebagai pilar nasionalisme. Jika hal ini tidak wujud, apakah
persatuan dan kesatuan bangsa itu akan lenyap tanpa bekas, atau akan tetap
kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai-nilai global yang menantang
kesatuan negara bangsa (union state) Indonesia? Bagamanakah
mengaktualisasikan pemahaman nilai-nilai ke Bhinnekatunggal Ikaan Hal
inilah yang menjadi permasalahan dalam kajian ini agar terwujud dan
terpelihara secara langgeng integrasi sebagai pilar nasionalisme
Ada beberapa cara untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika lebih
membumi dalam pribadi masyarakat yang heterogen ini, salah satunya yaitu
dengan identitas sosial mutual differentiation model dari Brewer & Gaertner
(2003) yang diterapkan pada diri setiap Individu dalam bangsa ini. Mutual
differentiation model adalah suatu model dimana seseorang atau kelompok
tertentu yang mempertahankan identitas asal (kesukuan atau daerah) namun
secara bersamaan kesemua kelompok tersebut juga memiliki suatu tujuan
bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua.

11
Model ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis,
dengan artian seseorang tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki
suatu identitas bersama yang lebih tinggi nilainya. Sebagai contoh seseorang
tidak melupakan asalnya sebagai orang Minang, namun memiliki suatu
kesatuan bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai rakyat Indonesia.
Dengan demikian identitas kesukuan atau daerah lebih rendah nilai dan
keutamaannya daripada identitas nasional, Sesuai dengan makna Bhinneka
Tunggal Ika itu sendiri, dimana persatuan adalah harga mati.
Pada masa kepemimpinan Ir.Soekarno, beliau pernah melakukan usaha
mempersatukan seluruh bangsa dengan jargon “Ganyang Malaysia”,
“Amerika kita Seterika”, “Jepang kita Panggang”, dan “Inggris kita Linggis”
dimana pada kesempatan tersebut beliau menebar propaganda bahwa setiap
warga negara Indonesia memiliki musuh bersama yaitu Malaysia, Jepang,
Amerika dan Inggris.
Dengan adanya Ultimate Goal maka persatuan akan semakin kuat
dikarenakan tumbuhnya perasaan senasib-sepenanggungan dalam masyarakat
sebangsa dan setanah air. Perasaan, semangat dan tujuan seperti itulah yang
akan membuat masyarakat heterogen menjadi bersatu, membentuk suatu
identitas sosial nasional yang lebih kuat daripada kepentingan kelompok,
golongan dan pribadi.
Dengan mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan itu sendiri
ditambah kuatnya mempertahankan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu
bahasa merupakan suatu model identitas sosial yang sangat baik dalam bangsa
ini. Sehingga terjalin kerjasama antar semua golongan tanpa pernah
menyinggung perbedaan karena memiliki suatu tujuan utama dan kebanggaan
bersama atas persatuan bangsa.
Toleransi dalam konteks kehidupan berbangsa adalah sikap menghargai
satu sama lain, melarang adanya dikriminasi dan ketidak-adilan dari kelompok
mayoritas terhadap minoritas, baik secara suku, budaya dan agama dengan
tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur bersama.

12
Selain masalah kebangsaan, tantangan kedepan pada masa mendatang dari
bangsa ini adalah menghadapi era globalisasi ekonomi, kapitalisme yang
menggurita, imperialis, orientalis, penyusupan paham-paham menyimpang
dari pihak luar, serta dari dalam negeri sendiri seperti pengkhianatan,
fundamentalis dan ‘barisan sakit hati’ yang bertujuan memperkeruh keadaan,
menyulut konflik dan kesenjangan sehingga terjadi aksi-aksi dengan hasil
keadaan yang menjauhkan kita dari jalur pencapaian cita-cita luhur.

D. Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-Cita Luhur Bangsa


Indonesia
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara
mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat
pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini
terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan
Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru.
Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di
Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui
dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang
kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai
acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan
adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal
Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham
sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli
dengan unsur yang datang dari luar.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini
bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan

13
merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat
dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu
terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang
memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan
persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan
mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan
kehendaknya pada golongan minoritas.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya
mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan
terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif,
akomodatif, dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai:
1. Inklusif, tidak bersifat eksklusif,
2. Terbuka,
3. Ko-eksistensi damai dan kebersamaan,
4. Kesetaraan,
5. Tidak merasa yang paling benar,
6. Toleransi,
7. Musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang
berbeda.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat
Indonesia dapat wujud secara integral dengan kerjasama seluruh komponen
bangsa, baik oleh pemerintah selaku penyelenggara negara maupun setiap
insan pribadi warga. Peningkatan sosialisasi aktualisasi pemahaman nilai-
nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus dilakukan melalui tindakan nyata
dalam kehidupan keseharian seluruh kompenen warga dalam rangka
memperkuat integrasi nasional, karena Indonesia dengan keberagaman
budaya, suku/etnik, bahasa, agama, kondisi geografis, dan strata sosial yang
berbeda. Indonesia dengan gambaran masyarakat majemuk yang terdiri dari
suku-suku bangsa yang berada di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional,
termasuk di dalamnya pemerintah yang menjalankan proses pembangunan
masyarakat harus bersinergis untuk bersama-sama dengan rakyat tanpa
membedakan keberagaman budaya, bahasa, agama, suku/etnik, dan bahkan
strata sosial, mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen bersama,
berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an
yang termaktub dalam Pancasila. Ciri kemajemukan masyarakat Indonesia
yang terintegrasi secara nasional adalah sangat penting sebagai kekayaan dan
merupakan potensi yang dapat dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan
dalam sistem komunikasi sebagai acuan utama bagi menunjukkan jati diri
bangsa Indonesia sebagai nasionalisme
Peningkatan pemahaman terhadap kemajemukan sosial budaya sebagai
pencitraan dari budaya bangsa Indonesia yang semakin dewasa merupakan
upaya membangun citra diri didasarkan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-
Bhinneka-an yang dimiliki, dapat menjadi investasi yang diandalkan pada
pelaksanaan pembangunan nasional sebagai salah satu pilar demokrasi. Untuk
itu diharapkan tindakan nyata oleh pemerintah agar memaknai pentingnya
kondisi kemajemukan yang terintegrasi secara nasional melalui wawasan

15
kebangsaan di era globalisasi saat ini untuk menjaga kedaulatan NKRI. Untuk
merealisasikan harapan ini, masyarakat dan segenap komponen bangsa harus
lebih dewasa dalam mengaktualisasikan pemahaman nila-nilai ke-Bhinneka
Tunggal Ika-an dalam mewujudkan integrasi nasional di negara yang dikenal
dengan kemajemukannya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 demi
pencapaian tujuan nasional.

B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu
penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca sebagai pedoman
penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://arumpuspitablog.wordpress.com/2017/06/11/kebhinekaan-bangsa-
indonesia/

https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/323/

https://zetiarina.wordpress.com/2013/05/24/makalah-kebbhineka-tunggal-ika-an-
bangsa-indonesia/

https://www.google.com/search?q=makalah+kebhinekaan+bangsa+indonesia&oq
=makalah+kebine&aqs=chrome.1.69i57j0l4.7975j0j4&sourceid=chrome&i
e=UTF-8

17
iii

Anda mungkin juga menyukai