Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas “
Bhinneka Tunggal Ika ”

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

1|Page
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................I

DAFTAR ISI .............................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Terbentuknya Semboyan Bhinneka Tunggal Ika ................................... 2
B. Pengertian Bhinneka Tunggal Ika ....................................................................... 5
C. Fungsi Bhinneka Tunggal Ika .............................................................................. 5
D. Prinsip-Prinsip Yang Terkandung Dalam Bhinneka Tunggal Ika ....................... 8
E. Implementasi Bhinneka Tunggal Ika ................................................................. 10
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 13
B. Saran .................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

B. Latar Belakang

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup


panjang sejak dulu, mulai zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, sampai
datangnya bangsa-bangsa lain untuk menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus

2|Page
tahun Indonesia berjuang untuk mencari jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
merdeka dan mandiri.
Setelah melalui proses yang sangat panjang untuk mencari jati dirinya, bangsa
Indonesia yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa, yang
berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri bangsanya merumuskan dalam
suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip (lima
sila) yang kemudian disepakati bersama diberi nama Pancasila.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa
reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan
hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat Internasional.
Dengan kata lain, bangsa Indonesia harus memilki rasa nasionalisme kebangsaan
yang kokoh, demi tercapainya ketahanan negara dari pihak luar. Selain hal tersebut,
bangsa Indonesia harus tetap mewaspadai ketahanan negeranya dari pihak dalam,
agar tidak terpecah-belah dalam menjaga jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
memiliki aset berharga dalam keberagaman budaya, dalam kata lain harus
menciptakan dan memperkuat rasa persatuan dan kesatuan yang utuh.

BAB II
PEMBAHASAN

F. Sejarah Terbentuknya Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Mpu Tantular yang hidup pada abad ke-14 di Majapahit adalah seorang
pujangga ternama Sastra Jawa. Ia hidup pada pemerintahan raja Râjasanagara. Ia

3|Page
masih saudara sang raja yaitu keponakannya (bhrâtrâtmaja dalam bahasa Kawi atau
bahasa Sansekerta) dan menantu adik wanita sang raja.
Nama “Tantular” terdiri dari dua kata : tan (“tidak”) dan tular (“tular” atau
“terpengaruhi”). Artinya ia orangnya ialah “teguh”. Sedangkan kata mpu merupakan
gelar dan artinya adalah seorang pandai atau tukang.

Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, namun ia orangnya terbuka


terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua
kakawin atau syairnya yang ternama yaitu kakawin Arjunawijaya dan terutama
kakawin Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari kakawin Sutasoma ini diambil
menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: “Bhinneka Tunggal Ika” atau
berbeda-beda namun satu jua

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di
bawah ini:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Bhineka Tunggal Ika dilontarkan secara lebih nyata masa Majapahit
sebenarnya telah dimulai sejak masa Wisnuwarddhana, ketika aliran Tantrayana
mencapai puncak tertinggi perkembangannya, karenanya Nararyya Wisnuwarddhana
didharmmakan pada dua loka di Waleri bersifat Siwa dan di Jajaghu (Candi Jago)

4|Page
bersifat Buddha. Juga putra mahkota Kertanagara (Nararyya Murddhaja) ditahbiskan
sebagai JINA = Jnyanabajreswara atau Jnyaneswarabajra.

Inilah fakta bahwa Singhasari merupakan embrio yang menjiwai keberadaan


dan keberlangsungan kerajaan Majhapahit. Narayya Wijaya sebagai pendiri kerajaan
(the founder) tiada lain kerabat sekaligus menantu Sang Nararyya Murddhaja (Sri
Krtanagara = raja Singhasari terakhir).

Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh Mpu
Tantular pada dasarnya pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi
keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara
kerajaan Majapahit kala itu. Telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem
pemerintahan pada masa kemerdekaan, telah sepenuhnya menyadari bahwa
menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah Bhinneka Tunggal Ika - Kakawin
Sutasoma (Purudasanta) diangkat menjadi semboyan yang diabadikan lambang NKRI
Garuda Pancasila.

Dalam Kakawin Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika


lebih ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga anekaragam agama dan
kepercayaan di kalangan masyarakat Majhapahit.

Dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi


tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan
keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya)
dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusaantara raya.

Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan bhinna-
ika- tunggal - ika berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab meskipun
secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya SATU, satu
bangsa dan negara Republik Indonesia.

Frase Bhinneka Tunggal Ika telah sama-sama diakui dan dirasakan


mempunyai "kekuatan" untuk menyatukan, mengutuhkan dan meneguhkan bangsa

5|Page
Indonesia yang majemuk atau disebut sebagai salah satu sarana pengintegrasi bangsa
Indonesia atau sebagai jatidiri bangsa Indonesia.

Berhasilnya pemimpin bangsa kita untuk menggali dan menetapkan sebagai


semboyan di dalam bagian lambang negara adalah karya besar yang tak ternilai, tetapi
ada pertanyaan yang perlu diajukan, siapakah yang menempatkan semboyan tersebut
pada bagian lambang negara dan apa latar belakang pemikirannya?

Merujuk kepada keterangan Mohammad Hatta dalam bukunya Bung Hatta


Menjawab, 1979, disebutkan bahwa semboyan "Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan
Bung Karno, setelah merdeka semboyan itu diperkuat dengan lambang yang dibuat
Sultan Abdul Hamid Pontianak dan diresmikan pemakaiannya oleh Kabinet RIS
tanggal 11 Februari 1950.

Istilah "ciptaan Bung Karno" dalam pernyataan Mohammad Hatta di atas


menurut hemat penulis kurang tepat, karena dengan pernyataan itu memberikan
pengertian, bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno.
Pernyataan ini juga akan bertentangan dengan pidato Presiden Soekarno sendiri pada
tanggal 22 Juli 1958 di Istana Negara yang menyatakan bahwa "di bawahnya tertulis
seloka buatan Empu Tantular "Bhinneka Tunggal Ika, Bhina ika tunggal ika –
berjenis-jenis tetapi tunggal".

Berdasarkan isi pidato Presiden Soekarno di atas, semboyan itu adalah buatan
Empu Tantular. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penyelidikan Mohammad Yamin,
seperti yang dikemukakan dalam buku 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1954 yang
menyatakan, bahwa semboyan itu dinamai seloka Tantular karena kalimat yang
tertulis dengan huruf yang jumlah aksaranya 17 itu berasal dari pujangga Tantular
yang mengarang kitab Sutasoma pada masa Madjapahit pada abad XIV. Adapun arti
seloka Jawa lama itu adalah walaupun berbeda-beda ataupun berlainan agama,
keyakinan dan tinjauan tetapi tinggal bersatu atau dalam, bahasa latin: e pluribus
unum.

6|Page
G. Pengertian Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangasa Indonesia. Frasa
ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat
“Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau
berbeda-beda. Kata “nek”a dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi
pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata
ika berarti "itu".
Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu",
yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia
tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan

H. Fungsi Bhinneka Tunggal Ika


Semboyan Bhinneka tunggal ika mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
bangsa Indonesia, fungsi-fungsinya yaitu :
1. Mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, ras dan
agama.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan penduduk
terbanyak keempat saat ini. Dengan wilayah yang sangat luas dan penduduk yang
banyak, keberagaman penduduk sudah dapat dipastikan ada sejak sebelum masa
kolonial hingga sekarang. Lebih dari 13 000 pulau yang dimiliki Indonesia, dan
semua pulau tersebut mempunyai keberagaman dan ciri khas masing-masing yang
membuat Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman budaya dari Sabang sampai
Merauke. Masyarakat Indonesia yang bersifat plural, tak hanya dari segi budaya,

7|Page
tetapi Indonesia juga memiliki berbagai variasi ras, suku, bahasa, dan agama yang
tersebar di seluruh pelosok Bumi Pertiwi.
Dari keberagaman hal yang dimilki Indonesia, diperlukan suatu fungsi yang
sangat penting dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mempersatukan bangsa
indonesia yang terdiri atas beragam suku, ras, dan agama.
2. Menghambat semua konflik yang didasari atas kepentingan pribadi atau kelompok
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu atau
kelompok dalam suatu interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Bangsa indonesia merupakan suatu bangsa yang besar, yang di dalamnya
terdiri atas kelompok atau golongan, kelompok-kelompok ini mempunyai
kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda. Kadang kala dalam suatu perbedaan antar
kelompok dapat menimbulkan konflik. Konflik inilah yang akan menyebabkan
terpecahnya kesatuan dari bangsa Indonesia, sehingga apabila hal ini terjadi,
diperlukan peran yang sangat penting dari pancasila sebagai alat pemersatu bangsa,
apabila terjadi suatu perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan terpecahnya
konflik antar golongan.
3. Mempertahankan kesatuan bangsa Indonesia
Di masa sekarang yaitu masa reformasi, banyak tekanan dan pengaruh dari
pihak luar maupun dalam yang dapat mengganggu kesatuan bangsa Indonesia. Agar
kesatuannya tidak dapat terganggu, bangsa Indonesia harus meningkatkan peran dan
fungsi dari pancasila sebagai alat pemersatu bangsa agar tidak terjadi suatu
perpecahan dalam bangsanya.
4. Membantu mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia

8|Page
Dalam pembukaan UUD 1945, disebutkan dengan gamblang tentang cita-
cita luhur dibentuknya negara Republik Indonesia yang berdaulat. Cita-cita luhur
yang diamanatkan oleh UUD 1945 ada empat poin, di antaranya, melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan penuangan jiwa
proklamasi yaitu jiwa Pancasila, sehingga Pancasila merupakan cita-cita dan tujuan
bangsa indonesia. Cita-cita luhur inilah yang akan disapai oleh Bangsa Indonesia.
5. Mewujudkan Masyarakat madani
Bhinneka Tunggal Ika membantu mewujudkan bangsa Indonesia menuju
terciptanya masyarakat madani.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah
masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh
penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
6. Mewujudkan Perdamaian Indonesia
Bhinneka tunggal ika mempunyai fungsi sebagai frasa pemersatu bangsa
Indonesia yang terdiri dari keberagaman penduduk, sehingga apabila peran itu
berfunsi secara baik, maka akan tercipta suatu kedamaian hidup berbangsa dan
bernegara oleh penduduk Indonesia.

I. Prinsip-Prinsip Yang Terkandung Dalam Bhinneka Tunggal Ika


Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-
prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut :
Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada

9|Page
unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat
begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal
Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti
apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common
denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki
kesamaan, dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan,
untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham
Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme,
bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari
unsur asli dengan unsur yang datang dari luar.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif, hal ini bermakna
bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya
yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain.
Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang
berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk
kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika
bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak
memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku
semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling
hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian
maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.

Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna


perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi

10 | P a g e
dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila
dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung
nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-eksistensi damai dan
kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling benar, (6) tolerans, (7)
musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu
masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya
perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan
kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang
terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga
keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan
terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat
menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan
kehendak yang menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan
perundang-undangan khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi
masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada
dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan,
utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa,
atau yang semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus
dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah ,
menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk memenuhi
aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak
mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-
nilai tersebut secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib,
teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.

J. Implementasi Bhinneka Tunggal Ika

11 | P a g e
Berdasarkan prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika di atas, maka prinsip-
prinsip tersebut perlu untuk diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

1. Perilaku inklusif.

Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam
Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang
menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu
sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan
sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting
kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan
kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan
bermakna bagi kehidupan bersama.

2. Mengakomodasi sifat pluralistic

Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh
masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan
bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah
demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna
pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara
tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat
menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan
martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi
menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi
lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan
sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola
kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat

12 | P a g e
yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama
pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu
membantu dalam kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak
membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya.
Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan
masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus reformasi.

3. Tidak mencari menangnya sendiri

Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya


sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat
merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan
ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan
divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari
berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat.

Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan


“musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus
dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan
yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses
musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul
diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah.
Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban.

13 | P a g e
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-
jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus
dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila
pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi,
sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia
adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih
pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-
kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin
terwujud.

BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan

14 | P a g e
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika berawal dari kitab Sutasoma karya Mpu
Tuntular, yang artinya berbeda-beda namun satu jua. Berhasilnya pemimpin bangsa
kita untuk menggali kitab tersebut dan menetapkan sebagai semboyan di dalam
bagian lambang negara adalah karya besar yang tak ternilai. Merujuk kepada
keterangan Mohammad Hatta dalam 1979, disebutkan bahwa semboyan "Bhinneka
Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno, setelah merdeka semboyan itu diperkuat
dengan lambang yang dibuat Sultan Abdul Hamid Pontianak dan diresmikan
pemakaiannya oleh Kabinet RIS tanggal 11 Pebruari 1950.
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali
diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kata bhinneka
berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata “nek”a dalam bahasa Sanskerta
berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata
tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu".
Fungsi Bhinneka Tunggal Ika ada lima, yaitu : 1) mempersatukan bangsa
Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, ras, dan agama ; 2) menghambat
semua konflik yang didasari atas kepentingan pribadi atau kelompok ; 3)
mempertahankan kesatuan bangsa Indonesia ; 4) mewujudkan cita-cita luhur bersama
; 5) mewujudkan masyarakat madani ; 6) mewujudkan perdamaian Indonesia.
Prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika yaitu tidak bersifat sektarian dan
eksklusif, bersifat konvergen tidak divergen, dan tidak bersifat formalistis.
Berdasarkan Prinsip-prinsipnya, Implementasi Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegera, yaitu : 1) perilaku inklusif ; 2) mengakomodasi
sifat pluralistic ; 3) tidak mencari menangnya sendiri ; 4) usyawarah untuk mencapai
mufakat ; 5) dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban. Selain itu iplementasi
yang lain, yaitu Implementasi dalam relasi antar suku bangsa dan Implementasi
dalam relasi negara dan agama.

D. Saran

15 | P a g e
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui
bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika sangat penting bagi kehidupan kita dan agar
pembaca dapat melaksanakan atau bisa menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Selain dari pada itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan karena
penulis masih dalam proses pembelajaran. Dan yang diharapkan dengan adanya
makalah ini,dapat menjadi wacana yang membuka pola pikir pembaca dan memberi
saran yang sifatnya tersirat maupun tersurat.

DAFTAR PUSTAKA

16 | P a g e
Artikel non personal, 10 Februari 2013., Bhinneka Tunggal IKa, Wikipedia Bahasa
Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika, diakses 18 Februari
2013
M.S, Kaelan.2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Pardigma
Ayril, Amrizal, 28 April 2012, Lunturnya Makna Bhinneka Tunggal Ika,
Amrizalfile, http://amrizalfile.blogspot.com/2012/04/lunturnya-makna-bhineka-
tunggal-ika.html, diakses 18 Februari 2013

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai