PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dan dialah yang bekuasa atas selain hamba-hmbaNya. Dan dialah yang
maha bijaksana lagi maha mengetahui.(Al-An’aam[6]:18)
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang
bermacam-macam itu ataukah Allah yang maha esa lagi maha
perkasa?(Yusuf[12]:39)
Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas maghfirah-Nya. (QS. At-Taubah:
117)
Seorang hamba Allah melakukan dosa lalu berdoa, “Wahai, Tuhanku, ampunilah
dosaku.” Allah Swt. berfirman, “Hamba-Ku telah melakukan dosa, tetapi ia tahu
bahwa ia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dosa atau menghukumnya
karena melakukan dosa.”
Kemudian, hamba Allah tersebut kembali melakukan dosa lalu berdoa, “Wahai,
Tuhanku, ampunilah dosaku.” Allah Swt. berfirman, “Hamba-Ku melakukan
dosa, tetapi ia tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dosa atau
menghukumnya karena melakukan dosa.”
Kemudian, sang hamba kembali melakukan dosa dan berdoa, “Wahai, Tuhanku,
ampunilah dosaku.” Allah Swt. berfirman, “Hamba-Ku melakukan dosa, tetapi ia
tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dosa atau
menghukumnya karena melakukan dosa. Oleh karena itu, berbuatlah sesuka
hatimu. Aku akan tetap mengampuni dosamu.” Hamba tersebut berkata, “Aku
tidak tahu hingga kali ketiga atau keempat aku meminta pengampunan, tetapi
1
Allah Swt. tetap berfirman, ‘Berbuatlah sesuka hatimu. Aku tetap akan
mengampuni dosamu’” (HR Bukhari Muslim).
Keyakinan akan ampunan Allah inilah yang membuat Imam Syafi’i lebih tegar
menghadapi kematian setelah sebelumnya ia dilanda kecemasan karena teringat
akan dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Dikisahkan, salah seorang muridnya
yang bernama Imam Muzani, menjenguk beliau ketika sakitnya semakin berat.
“Apa kabarmu pagi ini, wahai, Guru?” tanyanya. Imam Syafi’i menjawab, “Pagi
ini aku akan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan saudara-saudara, akan
berjumpa dengan segala kejelekan amal, akan meminum gelas kematian, dan akan
menghadap Allah. Akan tetapi, aku tidak tahu, rohku ini akan berjalan ke surga
ataukah terjerumus ke dalam neraka.”
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al Ghaffar
Al Ghaffar berasal dari akar kata ghafara yang artinya taghtiyah dan sitr yaitu
menutupi atau merahasiakan. Al Ghaffar bisa juga diterjemahkan berasal dari kata
al maghfiroh dan al ghufron yang artinya pengampunan. Jika al Ghafar
disandarkan pada Allah maka berarti Allah adalah dzat yang Maha mengampuni.
Al Ghaffar dapat diterjemahkan juga sebagai dzat yang menampakkan kebaikan
dan menutupi kejelekan di dunia dan memaafkan hukumannya di akhirat. Dapat
kita terjemahkan bahwa maghfiroh dari Allah yaitu dirahasiakan dan diampuni-
Nya dosa-dosa adalah dengan karunia dan rahmat-Nya bukan karena tobat
seorang hamba atau taatnya.
3
tidak terlihat seorangpun, ketiga Allah merahasiakan dosa-dosa manusia, sehingga
tidak seorang hambapun tahu berapa dosa yang mereka miliki.
B. Makna Kata
Nama Allah, Al Ghaffaar dibaca Al Gofar bermakna Yang amat suka memberi
ampunan atau maaf. Seorang manusia yang bagaimana juga nakal dan jahatnya,
bagaimana juga banyak dosanya, sekalipun sudah membunuh 100 orang manusia,
mempunyai dosa yang memenuhi ruang antara bumi dang langit, bilamana minta
ampunan atau taubat, Allah akan memberi ampunan dan taubat kepada-Nya. Allah
sangat suka terhadap orang yang minta ampun dan bertaubat itu.
Al-Ghaffar berasal dari fi’il madhi “ghafara”, yang berarti menutupi. Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa kata itu terambil dari kata “alghafaru” yang
berarti sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka. Jika kita
mengambil makna yang pertama, maka Al-Ghaffar berarti Allah menutupi dosa
hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan keluasan ampunan-Nya. Adapun jika
kita memaknai dengan kata yang kedua, berarti Allah menganugerahkan sifat
penyesalan kepada hamba-hamba-Nya sehingga bisa menjadi obat penawar
sekaligus penghapusan dosa.
Sebagai hamba Allah kita semestinya meneladani sifat Allah al Ghaffar dalam
kehidupan kita sehari-hari. Manusia yang meneladani sifat al Ghaffar adalah
manusia yang memiliki sifat pemaaf, menutupi kesalahan atau aib orang lain,
memiliki rasa belas kasihan dan tidak menganggap kesalahan sebagai kesalahan.
Kita dapat meneladani Allah melalui sifat al Ghaffar dengan cara memilki sifat-
sifat sebagai berikut :
a. Memaafkan kesalahan orang lain
Memaafkan orang lain adalah suatu kebaikan dan dapat dilakukan kapan
saja, oleh dan untuk siapa saja. Kita tidak dibenarkan bersikap keras hati,
4
enggan memaafkan kesalahan orang lain. Allah memerintahkan kita untuk
memaafkan orang lain, seperti diterangkan dalam al Qur’an :
5
kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang
behijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan belapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunmu? Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. An Nur : 22)
Kata ‘Al Ghaffar’ Al Ghaffar diambil dari kata dasar ghafara yang berarti
‘menutup’. Ada juga yang berpendapat bahwa kata Al Ghaffar berasal dari kata
Al ghafaru, yaitu sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka. Jika
pendapat pertama yang dipilih, Al Ghaffar berarti Dia menutupi dosa-dosa
hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan anugerah-Nya. Apabila yang kedua
yang dipilih, Al Ghaffar bermakna Allah menganugerahi hamba-Nya penyesalan
atas dosa-dosa sehingga penyesalan ini berakibat kesembuhan, dalam hal ini
terhapusnya dosa.
Dalam Al Qur’an , kata ghaffar diulang lima kali. Dua di antaranya berdiri
sendiri, sebagaimana terungkap dalam QS Nuh (71: 10) dan QS Thaha (20: 82).
Tiga lainnya dirangkaikan dengan sifat Al ‘Aziz yang mendahuluinya. Yang
dirangkaikan ini dikemukakan bukan dalam konteks pengampunan dosa. Hal ini
memberi kesan bahwa Allah sebagai Al Ghaffar menutupi dan menyembunyikan
banyak hal yang tidak atau kurang pantas pada manusia, di antaranya sebagai
berikut.
6
jijik melihatnya sehingga Allah Azza wa Jalla menutupi dengan keindahan bagian
luar. Betapa besarnya perbedaan antara bagian luar manusia dengan bagian
dalamnya, kebersihan dan kekotorannya ditutupi oleh keindahan luarnya.
Sanggupkah kita melihat seseorang yang semua kulit arinya terkelupas atau yang
bagian dalam tubuhnya terbuka?
Kedua, penyembunyian kedua adalah Allah Azza wa Jalla menjadikan lubuk hati
manusia sebagai penyembunyian tentang pikiran-pikiran tercelanya dan niat
buruknya sehingga orang lain tidak dapat mengetahui rahasia-rahasia kita. Jika
Allah tidak menyembunyikan dari orang lain dan membukakan apa yang menjadi
pikiran buruk kita, penipuan dan pengkhianatan, atau pikiran-pikiran buruk
mengenai orang yang ada di lubuk hati kita tentu orang lain akan benci dan jijik
kepada kita kemudian kita atau mereka akan mengambil langkah-langkah untuk
mengakhiri hidup dan membinasakannya. Tafakurilah betapa rahasia-rahasia
dan kelemahan seseorang tersembunyi dari orang lain.
Kita dapat becermin dari kisah seorang perampok ulung yang kemudian
dimuliakan Allah sebagai mujahid agung karena ia bersungguh-sungguh bertobat
dan memperbaiki diri. Pada masa kekuasaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang
menjadi gubernur di wilayah Khurasan adalah Sa’id bin Utsman bin Affan. Di
daerah kekuasaan Sa’id ada seorang perampok yang sangat terkenal yang bernama
Malik. Suatu hari, Sa’id bin Utsman bepergian dengan mengambil jalan Persia.
7
Ternyata, di tengah perjalanan ia bertemu Malik dan kawan-kawannya. Sang
Gubernur begitu tertarik dengan penampilan Malik yang tampan dan kekar. Ia pun
berkata, ”Wahai Malik, apa yang mendorongmu berbuat permusuhan,
menanamkan kebencian, dan merampok di tengah jalan sebagaimana laporan
yang aku terima tentang dirimu?”
Malik menjawab, ”Semoga Allah membereskan urusan Amir. Saya merampok ini
karena tidak sanggup membiayai keluarga.” Lalu, Sa’id berkata kembali, ”Jika
aku tutupi kebutuhan keluargamu dan engkau aku jadikan sebagai sahabat, apakah
engkau akan berhenti merampok dan bertobat kepada Allah dengan tobat yang
sebenar benarnya, lalu bergabung bersamaku?” Malik segera menyahut, ”Ya,
semoga Allah memberikan kebaikan kepada Amir. Saya akan berhenti dari
perbuatan ini, suatu perhentian yang paling bagus yang tidak seorang pun bisa
menandingi perhentian saya dari profesi menyamun ini.”
E. Mentradisikan Al Ghaffar
8
”Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan
orang-orang yang tiada takut akan hari-hari Allah karena Dia akan membalas
sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al Jatsiyah, 45: 14)
”Tidak seorang pun menutup aib saudaranya di dunia kecuali Allah akan
menutupi aibnya pada hari Kemudian.” (HR Muslim)
F. Fakta / fenomena
Bahwa Nabi SAW bersabda:
Diantara umat sebelum kamu sekalian terdapat seorang lelaki yang telah
membunuh 99 orang. Lalu dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling
berilmu, kemudian dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Dia pun mendatangi
pendeta tersebut dan mengatakan, bahwa dia telah membunuh 99 orang, apakah
tobatnya akan diterima?
Pendeta itu menjawab: Tidak! Lalu dibunuhnyalah pendeta itu sehinggan
melengkapi 100 pembunuhan.
Kemudian dia bertanya lagi tentanng penduduk bumi yang paling berilmulalu
ditunjukkan kepada seorang alim yangsegera dikatakan kepadanya bahwa ia telah
9
membunuh 100 jiwa, apakah tobatnya akan diterima?
Orang alim itu menjawab: Ya, dan siapakah yang dapat menghalangi tobat
seseorang! Pergilah ke negeri Anu dan Anu karena disana terdapat kaum yang
selalu beribadah kepada Allah lalu sembahlah Allah bersama mereka dan jangan
kembali ke negerimu karena negerimu itu penuh dengan kejahatan!
Orang itupun lalu berangkat, sampai ketikaia telah mencapai setengah perjalanan
datanglah maut menjemputnya. Berselisihlah malaikat rahmat dan malaikat azab
mengenainya.
Malaikat Rahmat berkata: dia datang dalam keadaan bertobat dan menghadap
sepenuh hati kepada Allah. Malaikat azab berkata: dia belum pernah melakukan
satu perbuatan baik pun. Lalu datanglah seorang malaikat yang menjelma sebagai
seorang manusia menghampiri mereka, yang segera mereka angkatsebagai
penengah.
Ia berkata: ukurlah jarak antara 2 negeri itu, ke negeri mana ia lebih dekat, maka
ia menjadi miliknya. Lalu mereka mengukurnya dan mendapatkan orang itu lebih
dekat menuju negeri yang dituju, sehingga diambillah dia oleh malaikat rahmat.
(sahih Muslim No.4967)
Akhirnya, marilah kita berdoa, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami
sendiri. Jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Al-A’raf:23)
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an menyebut kata “Ghaffar” sebanyak lima kali, tiga kali berdiri sendiri,
sedang dua kali lainnya dirangkai setelah penyebutan sifat dan nama Indah
lainnya, yaitu Al-Aziz. "Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas maghfirah-Nya."
(QS. At-Taubah: 117)
Al-Ghaffar berasal dari fi’il madhi “ghafara”, yang berarti menutupi. Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa kata itu terambil dari kata “alghafaru” yang
berarti sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka. Jika kita
mengambil makna yang pertama, maka Al-Ghaffar berarti Allah menutupi dosa
hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan keluasan ampunan-Nya. Adapun jika
kita memaknai dengan kata yang kedua, berarti Allah menganugerahkan sifat
penyesalan kepada hamba-hamba-Nya sehingga bisa menjadi obat penawar
sekaligus penghapusan dosa.
B. Penutup
Demikian pengertian yang terkandung di dalam tiap-tiap nama dari Asmaul-
Husna yang amat masyhur itu. Pengertian yang kita terangkan secara ringkas
seringkas-ringkasnya. Bila dibentangkan atau diuraikan dengan panjang,
maka nama Allah, Al Ghaffaar tidak cukup dengan sebuah buku tebal seribu
halaman, Allah tidak terbatas keagungan, ketinggian, kemuliaan dan
kesempurnaa-Nya.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://asmaul-husna-gambar.blogspot.com/2013/03/al-ghaffar.html
http://muhhammadanggara.blogspot.com/2014/06/makna-al-ghaffaar.html
https://materianakpramuka.blogspot.com/2017/08/pengertian-dan-penjelasan-al-
ghaffar.html
12