Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ada kebahagiaan yang tidak di sandingkan dengan kemewahan
duniawi, yaitu kedekatan kepada Allah. Selalu merasa dekat, merasa di awasi,
hingga apapun yang kita lakukan menjadi terkontrol dan memiliki nilai positif
di pandangan Allah Ta’alaa. Jika kita terkadang merasa diabaikan manakala
sulit mencari telinga yang mampu menampung segala resah dan masalah yang
sedang dialami, maka sesungguhnya telinga Allah akan selalu ada dan setia
setiap saat mendengar keluh kesah hambaNya. Karena fitrah manusia adalah
berkeluh kesah dan sebaik-baik berkeluh kesah hanyalah kepada Allah. Allah
tidak akan pernah bosan mendengarkan hambaNya yang meminta sebanyak
apapun. Allah adalah tempat meminta segala sesuatu, Allah justru akan
membenci hambaNya yang tak pernah meminta, karena merupakan hamba
yang sombong. Karena sejatinya manusia tidak mampu berbuat apa-apa
melainkan karena kekuatan dari Allah.
Firman Allah Ta’alaa, “ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (QS Al-Fatihah [1]:
5)

2. Rumusan Masalah
 Apa pengertian Taqarrub Ilallah?
 Apa saja hadist yang menjelaskan tentang Taqarrub Ilallah?
 Bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah?
 Apa saja contoh dari Taqarrub Ilallah?
3. Tujuan
 Untuk mengetehui pengertian Taqarrub Ilallah?
 Agar mengetahui hadist yang menjelaskan tentang Taqarrub Ilallah?
 Agar dapat mengetahui Bagaimana cara mendekatkan diri kepada
Allah?
 Agar dapat mengetahui Apa saja contoh dari Taqarrub Ilallah?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Taqarrub Ilallah


Istilah taqarrub ilâ Allâh berasal dari nash-nash syariah yang membicarakan
upaya pendekatan diri kepada Allah SWT, antara lain hadis qudsi dari Nabi saw.
bahwa Allah SWT berfirman:

… ُ‫ى ِبالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أ ُ ِحبَّه‬


َّ َ‫ َو َما َيزَ ا ُل َع ْبدِى َيتَقَ َّربُ ِإل‬،‫ضتُ َعلَ ْي ِه‬ َّ َ‫ش ْىءٍ أَ َحبَّ ِإل‬
ْ ‫ى ِم َّما ا ْفت ََر‬ َّ َ‫ب ِإل‬
َ ‫ى َع ْبدِى ِب‬ َ ‫َو َما تَقَ َّر‬

Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku
cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya; tidaklah
hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawâfil)
hingga aku mencintainya.” (HR al-Bukhari & Muslim, Fath al-Bari, XVIII/342;
Syarh Muslim, IX/35).

Dari frasa “mendekatkan diri kepada-Ku” (yataqarrabu ilaiyya) inilah


kemudian lahir istilah taqarrub ilâ Allâh. Kata taqarrub secara bahasa artinya
adalah mencari kedekatan (thalab al-qurbi). Jadi, taqarrub ilâ Allâh secara
bahasa adalah mencari kedekatan dengan Allah. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath
al-Bâri, XVIII/342).

Dari pengertian bahasa inilah para ulama berusaha merumuskan pengertian


taqarrub ilâ Allâh secara syar’i. Para ulama seperti Imam Nawawi dan Imam
Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan, arti kedekatan secara fisik antara manusia
dan Allah dalam arti jarak (masafah) jelas adalah mustahil. Jadi, hadis Nabi saw.
di atas tidak dapat diartikan menurut arti hakikinya, melainkan harus dipahami
dalam arti majazi (arti kiasan)-nya yang telah masyhur dalam gaya bahasa orang
Arab. Maka dari itu, makna syar’i dari taqarrub ilâ Allâh adalah melaksanakan
ketaatan kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT (Fath al-Bâri, XXI/132; Syarh Muslim, IX/35; Al-
Muntaqa Syarh al-Muwaththa‘, 1/499; Syarh al-Bukhâri li Ibn Bathal, XX/72).

Secara lebih rinci, Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Jâmi’ al-’Ulum wa
al-Hikâm (XXXVIII/9-12) menerangkan ruang lingkup taqarrub ilâ Allâh. Menurut
beliau, orang yang melakukan taqarrub ilâ Allâh ada dua golongan/derajat. Pertama:
orang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban (adâ‘ al-farâ’idh), yang meliputi
perbuatan melakukan kewajiban (fi’l al-wâjibât) dan meninggalkan yang haram-
haram (tark al-muharramât), sebab semuanya termasuk yang diwajibkan Allah atas
hamba-Nya. Contohnya, mengerjakan shalat lima waktu. Kedua: orang yang
melaksanakan yang sunnah-sunnah (nawâfil), misalnya shalat tahajud dan tarawih.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa taqarrub ilâ Allâh bukan hanya berupa
ibadah mahdhah semata, melainkan mencakup semua aktivitas untuk melakukan
semua kewajiban dan perkara-perkara sunnah; baik itu berupa ibadah mahdhah
maupun berupa aktivitas interaksi antar manusia. Yang juga termasuk taqarrub ilâ
Allâh adalah aktivitas meninggalkan segala macam keharaman dan perkara-perkara
makruh (Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, 38/12).

Maka dari itu, berdakwah untuk memperjuangkan syariah adalah taqarrub ilâ
Allâh, sebagaimana shalat dan puasa. Sebab, berdakwah adalah suatu kewajiban.
Demikian pula menuntut ilmu, berbakti kepada orangtua, membayar utang, bekerja
mencari nafkah; semuanya merupakan taqarrub ilâ Allâh, sebagaimana berhaji dan
berzakat. Sebab, semuanya adalah kewajiban yang ditetapkan Allah SWT. Demikian
pula bersedekah dan tersenyum kepada sesama Muslim; sebagaimana menyembelih
kurban dan puasa Senin-Kamis. Sebab, semua itu adalah kesunnahan yang disukai
dalam Islam. Meninggalkan segala bentuk riba, zina, suap, dan khamr juga
merupakan taqarrub ilâ Allâh, karena meninggalkan yang haram-haram juga
merupakan taqarrub ilâ Allâh. Tidak makan makanan yang berbau ‘tajam’ sebelum
pergi ke masjid juga taqarrub ilâ Allâh, sebagaimana tidak berbicara dalam kamar
mandi. Sebab, keduanya adalah perbuatan yang makruh hukumnya. 1

Dalam istilah akhlak, kata ini diartikan dengan upaya mendekatkan diri
kepada Tuhan. Pada dasarnya manusia dekat dengan Allah Swt. Kedekatan
manusia dengan Allah di sini bukan dalam arti fisik, karena Allah dengan semua
sifat dan perbuatan-Nya tidak mungkin dibayangkan dalam bentuk materi yang
dapat dibayangkan. Sesuatu yang mungkin dibayangkan adalah materi dan Allah
bukan bersifat materi. Antara Allah dan manusia tidak ada jarak ruang dan waktu
dalam arti materi. Antara Allah dengan manusia yang jaraknya disebut oleh Al-
Qur’an dengan qarib (dekat) bermakna abstrak, yaitu jarak yang terjadi antara
rohani (hati) manusia dengan Allah. Dekatnya Allah kepada manusia dinyatakan
dalam ayat-ayat Allah , seperti pada ayat:

“Apabila engkau (Muhammad) ditanya tentang Aku, maka sesungguhnya Aku


dekat... “. (QS. Al-Baqarah: 186)

1
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/09/24/hakikat-taqarrub-ila-allah/
“Kami lebih dekat (kepada manusia) dari pada urat lehernya...”
(QS. Qaf:16)2

2. Hadist tentang Taqorrub ilallah

‫ى بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى‬ َّ َ‫ش ْىءٍ أ َ َحبَّ إِل‬


ْ ‫ى ِم َّما ا ْفت ََر‬
َّ َ‫ َو َما يَزَ ا ُل َع ْبدِى يَتَقَ َّربُ إِل‬،‫ضتُ َعلَ ْي ِه‬ َّ َ‫ب إِل‬
َ ِ‫ى َع ْبدِى ب‬ َ ‫َو َما تَقَ َّر‬
… ُ‫أ ُ ِحبَّه‬

Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku
cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya; tidaklah
hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawâfil)
hingga aku mencintainya.” (HR al-Bukhari & Muslim, Fath al-Bari, XVIII/342;
Syarh Muslim, IX/35).

‫ َو َما يَزَ ا ُل َع ْبدِى‬،‫ضتُ َعلَ ْي ِه‬ْ ‫ى ِم َّما ا ْفت ََر‬َّ َ‫ىءٍ أ َ َحبَّ إِل‬
ْ ‫ش‬
َ ِ‫ى َع ْب ِدى ب‬َّ َ‫ب إِل‬
َ ‫ َو َما تَقَ َّر‬،‫ب‬ ِ ‫َم ْن َعادَى ِلى َو ِليًّا فَقَدْ آذَ ْنتُهُ بِ ْال َح ْر‬
‫ش‬
ُ ‫ط‬ُ ‫ َويَدَهُ الَّتِى يَ ْب‬،‫ْص ُر ِب ِه‬
ِ ‫ص َرهُ الَّذِى يُب‬ َ َ‫ َوب‬،‫س ْم َعهُ الَّذِى يَ ْس َم ُع ِب ِه‬ َ ُ‫ فَإِذَا أَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْنت‬،ُ‫ى ِبالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أ ُ ِحبَّه‬ َّ َ‫يَتَقَ َّربُ ِإل‬
َّ َ ُ َ َ َ
… ُ‫ َولئِ ِن ا ْستعَاذنِى أل ِعيذنه‬،ُ‫ْطيَنه‬ َّ ُ
ِ ‫سألنِى ألع‬ َ َ ْ َّ
َ ‫ َوإِن‬،‫بِ َها َو ِرجْ لَهُ التِى يَ ْمشِى بِ َها‬

Siapa saja yang memusuhi wali-Ku maka Aku mengumumkan perang terhadapnya.
Tidaklah hamba-Ku bertaqarub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada apa yang Aku fardhukan atasnya. Tidaklah hamba-Ku terus-menerus
bertaqarrub kepada-Ku dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintainya. Jika
Aku mencintainya maka aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk
mendengar; menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat; menjadi
tangannya yang dia gunakan untuk menggenggam dengan kuat; dan menjadi kakinya
yang dia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku beri. Jika

2
http://www.fauzinesia.com/2012/06/cara-mendekatkan-diri-kepada-allah-swt.html
ia meminta perlindungan-Ku niscaya Aku lindungi (HR al-Bukhari, Ibn Hibban dan
al-Baihaqi).3

Kandungan hadits/ makna dan faedah

1) Wali-wali Allah

Wali Allah adalah orang yang melakukan ketaatan kepada Allah.


Dalam Al Qur’an, mereka itu dicirikan dengan dua sifat : iman dan takwa.
Allah berfirman :

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran


terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang
yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus:62-63)

Wali-wali Allah yang paling mulia adalah para nabi dan rasul. Mereka
adalah manusia-manusia yang terjaga dari setiap dosa, didukung oleh
mukjizat Allah swt.

Urutan di bawahnya adalah para sahabat rasulullah. Mereka adalah


orang-orang yang merefleksikan Al Quran dan sunah Nabi saw. Berikutnya
adalah orang yang hidup setelahnya hingga saat ini yaitu orang yang memiliki
keimanan dan ketakwaan, mengikuti dan meneladani Rasulullah saw dalam
setiap ucapan, sikap dan perbuatannya.

2) Memusuhi Wali Allah

Siapapun yang menyakiti seorang mukmin, baik jiwa,harta maupun


kehormatannya, maka Allah menyatakan perang kepada orang
tersebut.Seseorang yang menyakiti wali Allah tapi tidak segera ditimpa

3
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/09/24/ruang-lingkup-taqarrub-ila-allah/
musibah, bukan berarti ia terlapas dari kemarahan Allah. Bisa jadi
musibahnya dalam bentuk yang lain.Karena sesungguhnya kesesatannya
adalah bentuk musibah.

3) Dampak kecintaan Allah terhadap walinya

Dampak kecintaan Allah tergambar pada hadits di atas, “Ketika Aku


mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar,
menjadi penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangan yang ia
gunakan untuk menggenggam dan menjadi kaki yang ia gunakan untuk
berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Ku-beri, jika ia memohon
perlindungan-Ku, pasti Kulindungi.”

Ibnu Rajab berkata, Barang siapa yang sungguh-sungguh mendekatkan


diri kepada Allah, maka Allah akan menaikkan derajatnya dari derajat
keimanan ke derajat ihsan.Sehingga ia beribadah kepada Allah seolah-olah dia
melihat-Nya. Hatinya dipenuhi ma’rifat, kecintaan,rasa takut dan rasa rindu
kepada Allah swt.

4) Doa wali pasti dikabulkan

Termasuk karunia Allah terhadap walinya adalah apabila wali tersebut


meminta sesuatu, maka Allah akan memberinya.
5) Tawadhu

Imam Bukhari menggunakan hadits di atas sebagai dalil tawadhu


karena mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan sunah pada
dasarnya adalah karena sifat tawadhu.4

6) Taqarrub yang paling dicintai Allah adalah melaksanakan yang fardhu,


baik fardhu ain atau kifayah. Ath-Thufi mengatakan, “Perintah fardhu itu
bersifat tegas dan meninggalkannya akan dijatuhi sanksi. Hal itu berbeda
dengan amal nafilah. Meski sama-sama mendatangkan pahala, amal
fardhu lebih sempurna karenanya menjadi amal yang paling dicintai Allah
dan yang lebih mendekatkan diri kepadaNya. Fardhu itu seperti pokok
atau pondasi, sedangkan amal nafilah seperti cabang atau bangunan.

7) Al-Fakihani berkata, “Makna hadis ini adalah jika seseorang menunaikan


berbagai fardhu dan kontinu melaksanakan amal nawâfil baik shalat,
puasa dan lainnya, hal itu akan mengantarkannya pada kecintaan Allah.”

Ibn Hubairah berkata, “Hadis ini menunjukkan bahwa amal nâfilah


tidak boleh dikedepankan terhadap yang fardhu. Nâfilah disebut nâfilah
(tambahan) karena datang sebagai tambahan terhadap yang fardhu. Karena itu,
selama yang fardhu belum ditunaikan, tidak terealisasi nâfilah. Siapa yang
menunaikan fâridhah, kemudian menambahnya dengan nâfilah dan
melanggengkannya maka ia akan meraih maksud taqarrub.”

Dengan demikian, amalan nâfilah tidak boleh lebih dikedepankan atas


amalan fardhu. Amalan sunah itu nantinya bisa menjadi pelengkap atas

4
https://elbarorah.wordpress.com/2012/04/27/hadits-arbain-38-sarana-sarana-untuk-
mendekatkan-diri-kepada-allah/
kekurangan fâridhah. Kelak pada Hari Penghisaban Allah berfirman kepada
para malaikat:

َ‫سا ِئ ُر َع َم ِل ِه َعلَى ذَلِك‬ َ ‫ص ِم ْن ْالفَ ِر ْي‬


َ ُ‫ض ِة ث ُ َّم َي ُك ْون‬ َ َ ‫ى ِم ْن ت‬
َ َ‫ط ُّوعٍ فَ ُي َك َّم ُل ِب َها َما اِ ْنتَق‬ ُ ‫ا ُ ْن‬
ْ ‫ظ ُر ْوا ه َْل ِل َع ْب ِد‬

Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah sehingga


melengkapi amal fardhu yang kurang, kemudian seluruh amalnya menurut
yang demikian (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibn Majah).

Keliru jika seseorang lebih memperhatikan amalan sunnah, tetapi abai


terhadap amal fardhu. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di dalam Fath al-
Bârî, sebagian ulama besar mengatakan bahwa siapa yang fardhu lebih
menyibukkan dia dari nâfilah maka dimaafkan, dan sebaliknya siapa yang
nâfilah menyibukkan dia dari amal fardhu maka dia telah tertipu.

Amal fardhu yang merupakan taqarrub paling dicintai Allah itu tidak
terbatas pada ibadah saja, melainkan meliputi semua apa yang difardhukan
oleh Allah, baik fardhu ain maupun kifayah. Hal itu karena kata mâ dalam mâ
iftaradhtu ‘alayh merupakan lafal umum sehingga mencakup semua yang
fardhu. Kata an-nawâfil juga merupakan lafal umum sehingga mencakup
semua amal sunah baik ibadah maupun di luar ibadah.

Aktivitas mencari nafkah bagi laki-laki, menuntut ilmu, amar makruf


nahi mungkar, berpolitik memperhatikan dan memelihara urusan umat,
berdakwah, dan amal-amal fardhu lainnya, semuanya merupakan aktivitas
taqarrub yang paling dicintai oleh Allah. Tentu saja jika dilandasi kesadaran
bahwa semua itu merupakan aktivitas yang difardhukan oleh Allah.

Di antara amal-amal fardhu itu, aktivitas dakwah dan perjuangan agar


syariah diterapkan dalam bingkai Khilafah, realisasinya akan menentukan
kesempurnaan kewajiban dan amal sunah lainnya; juga menentukan
sempurnanya pencegahan dan penghilangan semua keharaman. Maka dari
sini, aktivitas dakwah dan perjuangan menerapkan syariah dalam bingkai
Khilafah itu merupakan aktivitas taqarrub yang sangat agung dan paling
dicintai oleh Allah. Tentu saja sangat merugi orang yang melewatkan atau
abai terhadapnya, apalagi yang menentang atau menghambatnya.

8) Dengan menunaikan kewajiban dan terus menambah dengan yang sunnah


maka akan mendapatkan kecintaan Allah. Dengan itu seorang Muslim
akan menjelma jadi sosok yang ucapan, pendengaran, penglihatan, gerak
tangan, langkah kaki, dan pikirannya akan selalu berada dalam koridor apa
yang disukai dan diridhai oleh Allah. Dengan kedekatannya kepada Allah
dan kecintaan kepda-Nya, maka permintaannya akan dipenuhi, doanya
diijabah, dan dilindungi dan diberi pertolongan oleh Allah. Karena itu,
para aktivis, pejuang dan pengemban dakwah bagi tegaknya syariah dan
khilafah harus senantiasa menjaga pelaksanaan semua kewajiban, terus-
menerus menambah-nya dengan amal sunnah dan menghindari segala
kemaksiatan. Dengan itulah mereka dapat menjelma menjadi para kekasih
Allah dan pertolongan pun segera Allah turunkan [Yahya Abdurrahman]

Imam Baihaqi menjelaskan hadis dari Aisyah ra: “Tidak sesaat pun masa yang
dilalui anak Adam. Ketika ia jauh (lupa) kepada Allah, maka kelalaiannya itu
dihitung sebagai suatu kerugian baginya di hari kiamat.”

Sahabat Abu Darda’ berkata: “Segala sesuatu itu mempunyai cahaya


cemerlang, maka cemerlangnya hati adalah ingat dan taqarrub kepada Allah.”
Dekatnya seorang hamba kepada Allah akan mengangkat kedudukannya
sebagai mukmin yang senantiasa berusaha menggapai ridha Allah. Karena
dengan ridha Allah sajalah semua hambatan akan terkoyak-koyak, dan
martabat imannya akan naik ke atas maqam para muqarrabin dan shiddiqin.
Hati orang beriman akan tetap hidup di dalam semua keadaan, selalu
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan. Pada dasarnya iman seorang
hamba adalah dengan melaksanakan ibadah dan bertaqarrub kepada Yang Maha
Mencipta. Kemantapan hati dan istiqamahnya jiwa hanya dapat dicapai dengan
melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnat.

Bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa seseorang teguh kepada agama


Allah, kalau ia tetap bermaksiat dan melanggar larangan-larangan Allah.
Sementara ada pula hamba yang rajin beribadah, namun ia tetap saja berbuat
maksiat. Ia beriman tetapi juga berlaku fasik. Kelemahan ibadahnya seorang
hamba adalah keengganannya mengontrol hati dan jiwanya. Semua ibadah selalu
dikerjakan sebagai amalan rutinitas yang tidak berjiwa. Ia tidak mendapatkan ruh
ma’nawiyah dari sekian ibadah yang telah dilaksanakan. Yang diperolehnya
hanyalah perbuatan fi’liyah.

Meskipun Tuhan mengatakan bahwa Dia selalu dekat kepada manusia, tetapi
karena perbuatan dosa manusia itu sendiri menjadikannya jauh dari Tuhan dalam
arti inmateri . Demikian yang dijelaskan Nabi dalam hadis berikut:

“Apabila seorang mukmin berbuat satu dosa, maka terjadilah satu bintik hitam di
hatinya. Apabila dosa itu semakin banyak dilakukannya, maka semakin banyaklah
pula bintik hitam mewarnai hatinya, sampai pada satu saat hatinya dipenuhi bintik
hitam tersebut”.(HR. Ahmad)
Ia dapat mengumpulkan sekian pahala, namun ia kehilangan kelezatan ibadah
yang seharusnya ia nikmati. Sedangkan taqarrubnya seorang hamba kepada Allah,
tidak lain adaläh untuk mendapatkan kelezatan dan manisnya ibadah.

Dalam melaksanakan ibadah, seorang hamba tidak sepantasnya mengandalkan


kepada kemampuan dirinya. Manusia dengan ibadahnya tidak terlepas dari
godaan dan tipuan setan. Mungkin saja ia tertipu melalui keikhlasannya, melalui
sikap-sikap ibadahnya, melalui penonjolan dirinya yang melahirkan ujub dan
riya’.

Orang beriman tidak pernah sepi dari tipuan-tipuan setan yang akan selalu
merongrongnya dengan cara yang paling halus sampai yang paling kasar. Seorang
‘abid yang sadar akan ibadahnya, ia selalu memohon kepada Allah Swt, agar
selalu menolongnya menghadapi rongrongan dan tipuan setan.

Iman yang lemah memberi peluang bagi setan untuk menunggangi hawa nafsu.
Jika hawa nafsu sudah ditunggangi oleh setan, maka seseorang menjadi lupa
kepada Allah dan di saat itu ia dengan mudah melakukan sesuatu yang dilarang
(dosa) yang mengakibatkannya jauh dari Allah. Orang yang jauh dari Allah
berarti orang yang jarang mengingat Allah. Dalam keadaan seperti ini ia selalu
merasa gelisah, tidak ada ketenangan dan ketenteraman pada batin.

“Barangsiapa sudah berpaling (lupa) kepada Allah, maka sesungguhnya ia


menghadapi kehidupan yang sempit ...“.(QS. Thaha: 100)

Karena merasa bosan dan tidak tahan selalu dalam kegelisahan dan sadar bahwa
ia telah jauh dari Allah, maka timbullah keinginan untuk kembali mendekatkaan
diri kepada Allah. Allah senang kepada orang yang ingin mendekatkan diri
kepada-Nya , seperti yang diterangkan dalam sebuah sabda Rasul Saw.:

“Apabila hamba-Ku datang mendekatkan diri satu jengkal, maka Aku akan datang
mendekatkan diri satu hasta. Dan apabila ia datang satu hasta, maka Aku akan
datang mendekatinya satu depan. Jika ia datang kepada-Ku berjalan kaki biasa,
maka Aku datang kepadanya dengan berlari“. (HR Bukhari)

Taqarrub adalah kemurnian mahabbah ‘abid kepada ma’bud-Nya. Justru karena


kemurnian itulah, Allah Ta’ala menyediakan tempat di sisi-Nya, agar setiap
mukminin meningkatkan taqarrubnya menjadi pengorbanan melalui jihad fi
sabilillah bil amwal wal anfus.

Kewajiban yang mulia ini harus dimiliki oleh setiap mukminin apabila ia ingin
mendapatkan tempat yang paling terhormat di sisi Allah Yang Maha Agung.
Kewajiban jihad ini sebagai taqarrub Semata-mata birridhaillahi Ta’ala. Tidak
membedakan di antara kaum mukminin yang ingin mempersembahkan qurban
jihadnya. Orang-orang shalihin, shiddiqin, syahidin, orang-orang awam dan
kalangan mukminin, masing-masing mempunyai hak yang sama di sisi Allah Swt,
baik pahala maupun kenikmatannya. 5

5
http://www.fauzinesia.com/2012/06/cara-mendekatkan-diri-kepada-allah-swt.html
3. Cara mendekatkan diri kepada allah
Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Qaf: 16 yang tersebut di
atas, “Aku dekat denganmu, seperti dekatnya engkau dengan urat lehermu
sendiri.” Ini merupakan pernyataan Allah untuk manusia. Kepada manusia
Allah Swt mengingatkan bahwasanya Dia sangat dekat dengan hamba-
hamba-Nya. Apabila hamba mendekati-Nya, pasti Allah akan lebih
mendekati si hamba. Sebaliknya apabila si hamba menjauhkan diri dari
Allah, sudah tentu Allah jauh dari dirinya. Karena si hamba menjauhkan diri
dari Dzat yang memang selalu dekat dengan dirinya.

Allah Swt telah menyediakan waktu bagi para hamba yang ingin selalu
berdekatan dengan Yang Maha Pencipta, melalui bermacam-macam ibadah
yang perlu ditekuni sepenuh jiwanya.

Taqarrubnya orang beriman adalah ma’rifatnya kepada Yang Maha Melihat.


Ta’abbudnya orang beriman adalah syuhudnya kepada yang Maha Perkasa.
Semakin dekat seorang hamba dengan Allah Swt, Semakin kokoh
keimanannya dan semakin taat ibadahnya.

Nabi Saw mengisyaratkan taqarrubnya orang beriman dengan Allah Swt ,


dalam sabda beliau:

“Aku selalu mengikuti dugaan hamba-hamba-Ku. Aku juga selalu


melindunginya apabila ia ingat kepada-Ku. Jika ia mengingat Aku dalam
hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila ia mengingat
Aku ketika berada bersama serombongan manusia, maka Aku akan
mengingatnya dalam rombongan yang lebih baik dan besar lagi. Jika ia
mendekati Aku satu jengkal, maka Aku akan rnendekatinya satu hasta. Jika ia
datang mendekati-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatinya satu depa.
Jika ia datang mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang
mendekatinya dengan berlari.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam kajian akhlak dan tasawwuf, ada tiga jalan yang dapat ditempuh agar
bisa dekat kembali kepada Allah.

1. Taubat kepada Allah dengan arti mengakui dan menyesali semua


perbuatan dosa yang telah dilakukan dan berjanji tidak akan melakukannya
lagi. Taubat berarti menghapus dosa-dosa yang mengotori hati yang
sebelumnya membuat jarak antara manusia dengan Allah.
2. Beramal ibadah sebanyak mungkin, baik amal-amal yang diwajibkan
maupun yang disunatkan. Hakikat amal ibadah dalam Islam ialah
mendekatkan diri kepada Allah, maka tidak salah jika dikatakan bahwa amal
ibadah sebagai jembatan penghubung antara manusia dengan Tuhannya.

3. Melakukan tafakkul yaitu perenungan terhadap diri dan terhadap alam


semesta ciptaan Allah. Firman Allah Swt:

“Dan mereka memikirkan penciptaan planet bumi dan langit. (Mereka


berkata) Tuhan kami, tidak ada yang Engkau ciptakan ini yang sia-sia. Maha
suci Engkau, peliharalah kami dari azab neraka“. (QS. Al-Imran: 191)

Merenung dan memikirkan keajaiban alam ciptaan Allah ini menambah


keyakinan akan ke-Mahakuasaan Allah. Penguatan keyakinan ini pada
akhirnya memperkokoh keimanan dan kedekatan kepada Allah. Kedekatan
ini diaplikasikan dengan memperlakukan sifat-sifat Tuhan dalam kehidupan
sehari-hari. 6

4. Contoh Taqorrub Ilallah


Ada beberapa sarana taqarrub ilallah selain hal-hal yang diwajibkan yang
menjadi favoritnya umat islam, yaitu beberapa amalan sunnah sebagai berikut:

1. Sholat Tahajjud, Berdua-duan dengan Allah ditengah gelapnya malam,


disaat orang lain pada berhangat ria dengan selimut hangatnya, disaat waktu
terijabahnya doa, disaat rahmat Allah turun ke dunia mencari siapa-siapa
yang bangun dan minta pada Allah, maka akan Allah beri.

2. Sholat Dhuha, sebagai pembuka dan accelerator penjemputan rezeki yang


sudah Allah siapkan.

3. Puasa Sunnah, ada senin kamis, saat saat amal dilaporkan pada Allah,
makanya rasulullah itu selalu berpuasa senin kamis, beliau ingin, pas
dilaporkan kepada Allah, pas berpuasa.

4. Sedekah, sarana taqarrub ilallah yang membutuhkan pengorbanan, harta


dan jiwa tapi Allah sudah siapkan gantinya, bahkan sedekah sebagai sarana
yang memperlancar rezeki , sarana penyembuhan dari penyakit, fisik maupun
batin, dll deh pokoknya, temukan aja sendiri kesaktiannya.

5. Dzikir, sarana taqarrub ilallah yang paling ringan, tapi dahsyat efeknya ,

6
http://www.fauzinesia.com/2012/06/cara-mendekatkan-diri-kepada-allah-swt.html
hati tenang, pikiran jernih, urusan jadi lancar , dunia akhirat.

6. Tilawah Al-Qur’an … wah kalo ini mah, nggak usah diragukan lagi.
membaca al-qur’an itu seperti membaca, berkomunikasi, dan mendengar
firman Allah langsung tanpa perantara

Anda mungkin juga menyukai