PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ada kebahagiaan yang tidak di sandingkan dengan kemewahan
duniawi, yaitu kedekatan kepada Allah. Selalu merasa dekat, merasa di awasi,
hingga apapun yang kita lakukan menjadi terkontrol dan memiliki nilai positif
di pandangan Allah Ta’alaa. Jika kita terkadang merasa diabaikan manakala
sulit mencari telinga yang mampu menampung segala resah dan masalah yang
sedang dialami, maka sesungguhnya telinga Allah akan selalu ada dan setia
setiap saat mendengar keluh kesah hambaNya. Karena fitrah manusia adalah
berkeluh kesah dan sebaik-baik berkeluh kesah hanyalah kepada Allah. Allah
tidak akan pernah bosan mendengarkan hambaNya yang meminta sebanyak
apapun. Allah adalah tempat meminta segala sesuatu, Allah justru akan
membenci hambaNya yang tak pernah meminta, karena merupakan hamba
yang sombong. Karena sejatinya manusia tidak mampu berbuat apa-apa
melainkan karena kekuatan dari Allah.
Firman Allah Ta’alaa, “ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (QS Al-Fatihah [1]:
5)
2. Rumusan Masalah
Apa pengertian Taqarrub Ilallah?
Apa saja hadist yang menjelaskan tentang Taqarrub Ilallah?
Bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah?
Apa saja contoh dari Taqarrub Ilallah?
3. Tujuan
Untuk mengetehui pengertian Taqarrub Ilallah?
Agar mengetahui hadist yang menjelaskan tentang Taqarrub Ilallah?
Agar dapat mengetahui Bagaimana cara mendekatkan diri kepada
Allah?
Agar dapat mengetahui Apa saja contoh dari Taqarrub Ilallah?
BAB II
PEMBAHASAN
Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku
cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya; tidaklah
hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawâfil)
hingga aku mencintainya.” (HR al-Bukhari & Muslim, Fath al-Bari, XVIII/342;
Syarh Muslim, IX/35).
Secara lebih rinci, Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Jâmi’ al-’Ulum wa
al-Hikâm (XXXVIII/9-12) menerangkan ruang lingkup taqarrub ilâ Allâh. Menurut
beliau, orang yang melakukan taqarrub ilâ Allâh ada dua golongan/derajat. Pertama:
orang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban (adâ‘ al-farâ’idh), yang meliputi
perbuatan melakukan kewajiban (fi’l al-wâjibât) dan meninggalkan yang haram-
haram (tark al-muharramât), sebab semuanya termasuk yang diwajibkan Allah atas
hamba-Nya. Contohnya, mengerjakan shalat lima waktu. Kedua: orang yang
melaksanakan yang sunnah-sunnah (nawâfil), misalnya shalat tahajud dan tarawih.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa taqarrub ilâ Allâh bukan hanya berupa
ibadah mahdhah semata, melainkan mencakup semua aktivitas untuk melakukan
semua kewajiban dan perkara-perkara sunnah; baik itu berupa ibadah mahdhah
maupun berupa aktivitas interaksi antar manusia. Yang juga termasuk taqarrub ilâ
Allâh adalah aktivitas meninggalkan segala macam keharaman dan perkara-perkara
makruh (Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, 38/12).
Maka dari itu, berdakwah untuk memperjuangkan syariah adalah taqarrub ilâ
Allâh, sebagaimana shalat dan puasa. Sebab, berdakwah adalah suatu kewajiban.
Demikian pula menuntut ilmu, berbakti kepada orangtua, membayar utang, bekerja
mencari nafkah; semuanya merupakan taqarrub ilâ Allâh, sebagaimana berhaji dan
berzakat. Sebab, semuanya adalah kewajiban yang ditetapkan Allah SWT. Demikian
pula bersedekah dan tersenyum kepada sesama Muslim; sebagaimana menyembelih
kurban dan puasa Senin-Kamis. Sebab, semua itu adalah kesunnahan yang disukai
dalam Islam. Meninggalkan segala bentuk riba, zina, suap, dan khamr juga
merupakan taqarrub ilâ Allâh, karena meninggalkan yang haram-haram juga
merupakan taqarrub ilâ Allâh. Tidak makan makanan yang berbau ‘tajam’ sebelum
pergi ke masjid juga taqarrub ilâ Allâh, sebagaimana tidak berbicara dalam kamar
mandi. Sebab, keduanya adalah perbuatan yang makruh hukumnya. 1
Dalam istilah akhlak, kata ini diartikan dengan upaya mendekatkan diri
kepada Tuhan. Pada dasarnya manusia dekat dengan Allah Swt. Kedekatan
manusia dengan Allah di sini bukan dalam arti fisik, karena Allah dengan semua
sifat dan perbuatan-Nya tidak mungkin dibayangkan dalam bentuk materi yang
dapat dibayangkan. Sesuatu yang mungkin dibayangkan adalah materi dan Allah
bukan bersifat materi. Antara Allah dan manusia tidak ada jarak ruang dan waktu
dalam arti materi. Antara Allah dengan manusia yang jaraknya disebut oleh Al-
Qur’an dengan qarib (dekat) bermakna abstrak, yaitu jarak yang terjadi antara
rohani (hati) manusia dengan Allah. Dekatnya Allah kepada manusia dinyatakan
dalam ayat-ayat Allah , seperti pada ayat:
1
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/09/24/hakikat-taqarrub-ila-allah/
“Kami lebih dekat (kepada manusia) dari pada urat lehernya...”
(QS. Qaf:16)2
Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku
cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya; tidaklah
hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawâfil)
hingga aku mencintainya.” (HR al-Bukhari & Muslim, Fath al-Bari, XVIII/342;
Syarh Muslim, IX/35).
َو َما يَزَ ا ُل َع ْبدِى،ضتُ َعلَ ْي ِهْ ى ِم َّما ا ْفت ََرَّ َىءٍ أ َ َحبَّ إِل
ْ ش
َ ِى َع ْب ِدى بَّ َب إِل
َ َو َما تَقَ َّر،ب ِ َم ْن َعادَى ِلى َو ِليًّا فَقَدْ آذَ ْنتُهُ بِ ْال َح ْر
ش
ُ طُ َويَدَهُ الَّتِى يَ ْب،ْص ُر ِب ِه
ِ ص َرهُ الَّذِى يُب َ َ َوب،س ْم َعهُ الَّذِى يَ ْس َم ُع ِب ِه َ ُ فَإِذَا أَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْنت،ُى ِبالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أ ُ ِحبَّه َّ َيَتَقَ َّربُ ِإل
َّ َ ُ َ َ َ
… ُ َولئِ ِن ا ْستعَاذنِى أل ِعيذنه،ُْطيَنه َّ ُ
ِ سألنِى ألع َ َ ْ َّ
َ َوإِن،بِ َها َو ِرجْ لَهُ التِى يَ ْمشِى بِ َها
Siapa saja yang memusuhi wali-Ku maka Aku mengumumkan perang terhadapnya.
Tidaklah hamba-Ku bertaqarub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada apa yang Aku fardhukan atasnya. Tidaklah hamba-Ku terus-menerus
bertaqarrub kepada-Ku dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintainya. Jika
Aku mencintainya maka aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk
mendengar; menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat; menjadi
tangannya yang dia gunakan untuk menggenggam dengan kuat; dan menjadi kakinya
yang dia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku beri. Jika
2
http://www.fauzinesia.com/2012/06/cara-mendekatkan-diri-kepada-allah-swt.html
ia meminta perlindungan-Ku niscaya Aku lindungi (HR al-Bukhari, Ibn Hibban dan
al-Baihaqi).3
1) Wali-wali Allah
Wali-wali Allah yang paling mulia adalah para nabi dan rasul. Mereka
adalah manusia-manusia yang terjaga dari setiap dosa, didukung oleh
mukjizat Allah swt.
3
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/09/24/ruang-lingkup-taqarrub-ila-allah/
musibah, bukan berarti ia terlapas dari kemarahan Allah. Bisa jadi
musibahnya dalam bentuk yang lain.Karena sesungguhnya kesesatannya
adalah bentuk musibah.
4
https://elbarorah.wordpress.com/2012/04/27/hadits-arbain-38-sarana-sarana-untuk-
mendekatkan-diri-kepada-allah/
kekurangan fâridhah. Kelak pada Hari Penghisaban Allah berfirman kepada
para malaikat:
Amal fardhu yang merupakan taqarrub paling dicintai Allah itu tidak
terbatas pada ibadah saja, melainkan meliputi semua apa yang difardhukan
oleh Allah, baik fardhu ain maupun kifayah. Hal itu karena kata mâ dalam mâ
iftaradhtu ‘alayh merupakan lafal umum sehingga mencakup semua yang
fardhu. Kata an-nawâfil juga merupakan lafal umum sehingga mencakup
semua amal sunah baik ibadah maupun di luar ibadah.
Imam Baihaqi menjelaskan hadis dari Aisyah ra: “Tidak sesaat pun masa yang
dilalui anak Adam. Ketika ia jauh (lupa) kepada Allah, maka kelalaiannya itu
dihitung sebagai suatu kerugian baginya di hari kiamat.”
Meskipun Tuhan mengatakan bahwa Dia selalu dekat kepada manusia, tetapi
karena perbuatan dosa manusia itu sendiri menjadikannya jauh dari Tuhan dalam
arti inmateri . Demikian yang dijelaskan Nabi dalam hadis berikut:
“Apabila seorang mukmin berbuat satu dosa, maka terjadilah satu bintik hitam di
hatinya. Apabila dosa itu semakin banyak dilakukannya, maka semakin banyaklah
pula bintik hitam mewarnai hatinya, sampai pada satu saat hatinya dipenuhi bintik
hitam tersebut”.(HR. Ahmad)
Ia dapat mengumpulkan sekian pahala, namun ia kehilangan kelezatan ibadah
yang seharusnya ia nikmati. Sedangkan taqarrubnya seorang hamba kepada Allah,
tidak lain adaläh untuk mendapatkan kelezatan dan manisnya ibadah.
Orang beriman tidak pernah sepi dari tipuan-tipuan setan yang akan selalu
merongrongnya dengan cara yang paling halus sampai yang paling kasar. Seorang
‘abid yang sadar akan ibadahnya, ia selalu memohon kepada Allah Swt, agar
selalu menolongnya menghadapi rongrongan dan tipuan setan.
Iman yang lemah memberi peluang bagi setan untuk menunggangi hawa nafsu.
Jika hawa nafsu sudah ditunggangi oleh setan, maka seseorang menjadi lupa
kepada Allah dan di saat itu ia dengan mudah melakukan sesuatu yang dilarang
(dosa) yang mengakibatkannya jauh dari Allah. Orang yang jauh dari Allah
berarti orang yang jarang mengingat Allah. Dalam keadaan seperti ini ia selalu
merasa gelisah, tidak ada ketenangan dan ketenteraman pada batin.
Karena merasa bosan dan tidak tahan selalu dalam kegelisahan dan sadar bahwa
ia telah jauh dari Allah, maka timbullah keinginan untuk kembali mendekatkaan
diri kepada Allah. Allah senang kepada orang yang ingin mendekatkan diri
kepada-Nya , seperti yang diterangkan dalam sebuah sabda Rasul Saw.:
“Apabila hamba-Ku datang mendekatkan diri satu jengkal, maka Aku akan datang
mendekatkan diri satu hasta. Dan apabila ia datang satu hasta, maka Aku akan
datang mendekatinya satu depan. Jika ia datang kepada-Ku berjalan kaki biasa,
maka Aku datang kepadanya dengan berlari“. (HR Bukhari)
Kewajiban yang mulia ini harus dimiliki oleh setiap mukminin apabila ia ingin
mendapatkan tempat yang paling terhormat di sisi Allah Yang Maha Agung.
Kewajiban jihad ini sebagai taqarrub Semata-mata birridhaillahi Ta’ala. Tidak
membedakan di antara kaum mukminin yang ingin mempersembahkan qurban
jihadnya. Orang-orang shalihin, shiddiqin, syahidin, orang-orang awam dan
kalangan mukminin, masing-masing mempunyai hak yang sama di sisi Allah Swt,
baik pahala maupun kenikmatannya. 5
5
http://www.fauzinesia.com/2012/06/cara-mendekatkan-diri-kepada-allah-swt.html
3. Cara mendekatkan diri kepada allah
Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Qaf: 16 yang tersebut di
atas, “Aku dekat denganmu, seperti dekatnya engkau dengan urat lehermu
sendiri.” Ini merupakan pernyataan Allah untuk manusia. Kepada manusia
Allah Swt mengingatkan bahwasanya Dia sangat dekat dengan hamba-
hamba-Nya. Apabila hamba mendekati-Nya, pasti Allah akan lebih
mendekati si hamba. Sebaliknya apabila si hamba menjauhkan diri dari
Allah, sudah tentu Allah jauh dari dirinya. Karena si hamba menjauhkan diri
dari Dzat yang memang selalu dekat dengan dirinya.
Allah Swt telah menyediakan waktu bagi para hamba yang ingin selalu
berdekatan dengan Yang Maha Pencipta, melalui bermacam-macam ibadah
yang perlu ditekuni sepenuh jiwanya.
3. Puasa Sunnah, ada senin kamis, saat saat amal dilaporkan pada Allah,
makanya rasulullah itu selalu berpuasa senin kamis, beliau ingin, pas
dilaporkan kepada Allah, pas berpuasa.
5. Dzikir, sarana taqarrub ilallah yang paling ringan, tapi dahsyat efeknya ,
6
http://www.fauzinesia.com/2012/06/cara-mendekatkan-diri-kepada-allah-swt.html
hati tenang, pikiran jernih, urusan jadi lancar , dunia akhirat.
6. Tilawah Al-Qur’an … wah kalo ini mah, nggak usah diragukan lagi.
membaca al-qur’an itu seperti membaca, berkomunikasi, dan mendengar
firman Allah langsung tanpa perantara