Disusun Oleh :
Ariston ( 0204222123)
Agung Satrio ( 0204222118)
M. Rifqa Fuada (0204222124)
Zoran Al Mufiek ( 0204222122)
1
Yusuf Qardhawi, Ikhlas Sumber Kekuatan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Hal. 13
2
[2] H.R. Bukhari, kitab al-Iman, bab Setiap Perbuatan Harus Disertai Niat dan Ingin Mendapatkan
Pahala, karena Setiap Perbuatan Tergantung Kepada Niat (41), Juz 1. Hal. 19.
niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah,
berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia
seperti karena mengejar wanita. Dalam hadits disebutkan contoh amalannya
yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena
mengejar dunia.
Jika perbuatan seseorang dihubungkan dengan niat, maka dapat dibagi
menjadi tiga:
Pertama: dia melakukan hal itu karena takut kepada Allah swt, ini adalah
model ibadah ala budak.
Kedua: dia melakukannya karena berharap masuk surga dan memperoleh
pahala, ini adalah model ibadah ala pedagang.
ketiga: dia melakukannya karena malu kepada Allah dan sebagai realisasi atas
hak Allah sebagai ilah yang harus diibadahi, serta sebagai wujud rasa syukur.
Selian itu, dia memandang dirinya masih kurang maksimal, sehingga hatinya
merasa takut, sebab dia tidak mengetahui apakah amalan yang dia lakukan
diterima ataukah tidak. Ini adalah model ibadah ala orang merdeka. Hal inilah
yang disinggung oleh Rasulullah ketika Aisyah berkata kepada beliau saat
melihat beliau bangun diwaktu malam hingga kedua kakinya bengkak, Aisyah
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau harus membebani diri seperti
itu, Padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang? ”Beliau menjawab: “Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi hamba
yang pandai bersyukur?”3
Cara ikhlas dalam beramal contohnya:
1. Doa
2. Menyembunyikan Amal
Rasulullah Saw Bersabda yang artimya :
ُ َس ْب َعةٌ يُ ِظلُّهُ ُم هللا: صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َ ض َي هللاُ َع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِّي ِ ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر
قٌ َّ َو َر ُج ٌل قَ ْلبُهُ ُم َعل، ِ َو َشابٌّ نَ َشَأ بِ ِعبَا َد ِة هللا،ُ اَِإْل َما ُم ْال َعا ِدل:ُفِ ْي ِظلِّ ِه يَوْ َم اَل ِظ َّل ِإاَّل ِظلُّه
ٌ َو َر ُج ٌل َد َع ْتهُ ا ْم َرَأة، َو َر ُجاَل ِن تَ َحابَّا فِي هللاِ اِجْ تَ َم َعا َعلَ ْي ِه َوتَفَ َّرقَا َعلَ ْي ِه، فِي ْالـ َم َسا ِج ِد
ص َدقَ ٍة فََأ ْخفَاهَا َحتَّى َ ِق ب َ ص َّد
َ َ َو َر ُج ٌل ت، َاف هللا ُ ِإنِّ ْي َأ َخ: الَ َ فَق، الٍ ب َو َج َم ٍ ص ِ ات َم ْن ُ َذ
ُت َع ْينَاه ْ ض َ َو َر ُج ٌل َذ َك َر هللاَ خَالِيًا فَفَا، ُق يَ ِم ْينُهُ ِاَل تَ ْعلَ َم ِش َمالُهُ َما تُ ْنف
“Ada tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan
‘Arsy-Nya di hari tiada naungan selain naungan-Nya: pemimpin yang adil,
seorang pemuda yang dibesarkan dalam nuansa beribadah kepada Allah,
seorang laki-laki yang hatinya selalu terikat dengan masjid, dua orang yang
saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu dan berpisah karen-Nya,
3
Abu Abdillah Said bin Ibrahim, Hadits Abrain Imam An-Nawawi, (Solo: Al-Wafi, 2016), Hal.37
seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita yang cantik dan terpandang
lalu (menolaknya dan) mengatakan, “Aku takut kepada Allah”, dan seseorang
yang bersedekah dengan sesuatu lalu ia berusaha menutupinya sampai-sampai
tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”
(Muttafaq ‘alaih).
3. Memperhatikan Amalan Mereka yang Terbaik
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,
maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah, “Aku tidak meminta upah
kepadamu dalam menyampaikan (AlQur’an)”.4 Al-Qur’an itu tidak lain
hanyalah peringatan untuk segala ummat.”.
فَ َما َع ِم ْلتَ فِيهَا؟: قَا َل، فَُأتِ َي بِ ِه فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَهَا،َضى يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َعلَ ْي ِه َر ُج ٌل ا ْستُ ْش ِهد ِ َِّإ َّن َأ َّو َل الن
َ اس يُ ْق
ثُ َّم ُأ ِم َر بِ ِه فَ ُس ِح َـ،يل
ب َ ِ فَقَ ْد ق،ٌ َج ِريء:ك قَات َْلتَ َأِل ْن يُقَا َل َ َّ َولَ ِكن، َ َك َذبْت: قَا َل،ت ُ ت فِيكَ َحتَّى ا ْستُ ْش ِه ْد ُ قَات َْل:ال
َ َق
، فَُأتِ َي بِ ِه فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَهَا، َ َوعَلَّ َمهُ َوقَ َرَأ ْالقُرْ آن، َو َر ُج ٌل تَ َعلَّ َم ْال ِع ْل َم،ار ُأ
ِ ََّعلَى َوجْ ِه ِه َحتَّى ْلقِ َي فِي الن
ْ َولَ ِكنَّكَ تَ َعلَّ ْمتَ ْال ِعل َم، َ َك َذبْت:ال َ َ ق، َك القرْ آنُ ْ َ ت فِي ْأ
ُ َوعَل ْمتُهُ َوقَ َر،ت ال ِعل َمَّ ْ ْ ُ تَ َعل ْم: فَ َما َع ِم ْلتَ فِيهَا؟ـ قَا َل:ال
َّ َ َق
،ار َّ ْ ُأ َّ ْج َ َ ُأ ُ ْ َ َ َ ُ ُ ْ ْأ
َ َوق َر الق آنَ لِيُق، عَالِ ٌم:لِيُقَا َل
َ ْر َت َ
ِ ب َعلى َو ِه ِه َحتى لقِ َي فِي الن ث َّم ِم َر بِ ِه ف ُس ِح َـ،يل َ ِ فقد ق،ارٌئ ِ ه َو ق: ال
َ فَ َما َع ِم ْلت: قَا َل، فَ تِ َي بِ ِه فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَهَا،ال ُكلِّ ِه ُأ ِ َاف ْال َم ِ َوَأ ْعطَاهُ ِم ْن َأصْ ن،َو َر ُج ٌل َو َّس َع هللاُ َعلَ ْي ِه
هُ َو: ك فَ َعلتَ لِيُقَا َلْ َّ َ
َ َول ِكن، َ َكذبْت:ال َ َ َ ق،ك َ ُ ْ
َ ق فِيهَا ِإ نفَقت فِيهَا ل ْ َأ اَّل َ َيل تُ ِحبُّ َأ ْن يُ ْنف ُ َما ت ََر ْك:ال
ٍ ِت ِم ْن َسب َ َفِيهَا؟ ق
ار َّ ن ال ي ف ي ق ْ
ل ُأ م ُ
ِ َ ِ َّ ِ ِ َ َ َ ِث ، ه ه ْجو ى َ لع ب ـ ُح س َ ف ه ب ر مُأ
ِ ِ َ ِ َّ َ ِ م ُ ث ، يل ق ْ
د َ قَ ف ، ٌ
د ا و
َ َج
ِ
4. Hadits keempat,
Definisi yang kedua ini lebih luas daripada definisi yang pertama
karena pendapat pertama tidak memasukkan suatu perbuatan sebagai
kesyirikan kecuali jika terdapat dalil yang menyebutkan bahwa perbuatan
tersebut adalah syirik, sedangkan pendapat ke dua menjadikan seluruh
perbuatan yang merupakan sarana kesyirikan (menuju syirik akbar)
sebagai syirik ashghar.
Hal ini karena dosa bersumpah dengan selain Allah Ta’ala (yang
termasuk syirik ashghar) lebih berat dosanya daripada dosa berbohong
(sumpah palsu). Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan bentuk dosa
yang satu ini (syirik ashghar), bahkan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ك اَألصْ َغ ُر قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ َو َما ُ ِإ َّن َأ ْخ َوفَ َما َأخ
ُ َْاف َعلَ ْي ُك ْم ال ِّشر
ال ال ِّريَا ُءَ َك اَألصْ َغ ُر ق
ُ ْال ِّشر
D. Syirik Al-Asbab
5
Musthafa Murad, Minhajul Mu’min pedoman hidup bagi orang mukmin, (Semarang: Pustaka
Arafah, 2011), cet.1, hal. 49
6
Muhammad Shalih al-Munajjid, Dosa-dosa yang Diremehkan Manusia, (Solo : Zamzam, 2012),
hlm. 31.
Contoh lain yaitu menisbatkan turunnya hujan kepada bintang
Orang yang menisbatkan hujan kepada bintang, pelakunya dianggap kafir.
Jika ia percaya bahwa bintang adalah pelaku atau faktor yang
mempengaruhi turunnya hujan, maka ia dinyatakan musyrik dengan
tingkatan syirik besar. Dan jika ia percaya bahwa bintang menyertai
turunnya hujan sehingga dapat dijadikan isyarat, walaupun dengan
meyakini bahwa turunnya hujan itu dengan izin Allah SWT. Maka
perbuatan itu tetap haram dan pelakunya dinyatakan musyrik dengan
tingkatan syirik kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid.
Menisbatkan sesuatu kepada selain Allah SWT sebagai pencipta, baik
sebagai pelaku, faktor yang mempengaruhi atau faktor penyerta adalah
perbuatan syirik yang kini telah banyak tersebar di kalangan masyarakat.
Perbuatan itu merupakan salah satu bentuk dari pengingkaran terhadap
nikmat Allah SWT dan sikap tawakkal dan bergantung kepada selain
Allah SWT. Selain itu, ia juga membuka peluang bagi munculnya berbagai
kepercayaan yang salah dan rusak yang pada gilirannya akan
menghantarkan kepada kepercayaan penyembahan bintang. Ini adalah
syirik di dalam Rububiyyah, sebab di dalamnya terkandung penafian
(peniadaan) ciptaan dari penciptanya dan sebaliknya serta pemberian hak
Rububiyyah kepada selain Allah SWT7.
7
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet. 10, (Bogor :
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2012), hlm. 474-477.
keberuntungan. Model kemusyrikan seperti ini sudah merambah dalam
masyarakat, dan hampir menjadi tradisi yang turun-temurun. Tanpa
disadari hal tersebut telah menduakan Tuhan, ketika harus memberikan
sesembahan berupa sesaji dan peganganan-pegangan tertentu (isim, wafak,
jimat). Bahkan tidak jarang pula hamba yang sedang menghadap kepada
sang pencipta, sujud dan ruku’ sementara disakunya terdapat benda-benda
dan dijarinya terdapat cincin yang dianggap memiliki kekuatan.8
8
Yusuf Mansur, Mencari Tuhan yang Hilang, (Jakarta: Dzikrul Hakim, 2006), cet. 4, h. 75-76
9
Ibid. h. 77-81.
dan kehinaan diri di gantugkan kepada selain Allah Swt, menjalankan
undang-undang yang diproduksi selain Allah Swt. Terikat dengan selain-
Nya, menyongkong kegiatan yang tidak diridhoi Allah Swt. Gentar
terhadap selain-Nya, serta berusaha demi selain Allah Swt. Semua itu jelas
berada di luar jaring-jaring ketauhidan. Sebagaimana diketahui jumlah
orang-orang ikhlas sangat sedikit. Mereka adalah orang-orang yang tegar
dan konsisten dalam menapaki jalan Allah Swt dan tidak mengharapkan
balasan serta ucapan terima kasih sedikitpun dari selain-Nya. Mereka tidak
memiliki sifat riya’ (suka pamer), bersikap pasrah secara total dihadapan
undang-undang Allah Swt, dan tidak menjalankan produk undang-undang
selain yang diturunkan Allah Swt. Kuantitas orang-orang semacam ini
memang sangat sedikit.
b) Depresi
d) Akibat Ukhrawi
e) Suka Pamer
3. Berbagai praktek ritual seperti shalat, doa, dzikir, Setiap kata-kata yang
tercantum di dalamnya apabila benar-benar diperhatikan dan dihayati tentu
pada gilirannya akan mengembangkan jiwa ketauhidan dalam diri
seseorang. 10
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Abu Abdillah Said. Hadits Abrain Imam An-Nawawi. (2016) Solo: Al-
Wafi.
Jawas Yazid bin Abdul Qadir. Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Mansur Yusuf. Mencari Tuhan yang Hilang. (2006). Jakarta: Dzikrul Hakim.
Taimiyah Ibnu, Terjemahan Kitab Al- Iman. (2006). Jakarta: Darul Falah
Qordhawi Yusuf. Ikhlas Sumber Kekuatan Islam. (1996) Jakarta: Gema Insani
Press.