Anda di halaman 1dari 18

IKHLAS BERAMAL, RIYA, SYIRIK, DAN SYIRKUL ASGHAR RIYA

Dosen Pegampu : Ahmad Zuhri MA

Disusun Oleh :
Ariston ( 0204222123)
Agung Satrio ( 0204222118)
M. Rifqa Fuada (0204222124)
Zoran Al Mufiek ( 0204222122)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA
2022
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikhlas Beramal


Secara bahasa ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan
sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang
menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-
Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah
saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan
niatnya dari kotoran yang merusak, atau dapat juga diartikan sebagai
menyengajakan perbuatan semata-mata mencari keridhaan Allah dan
memurnikan perbuatan dari segala bentuk kesenangan duniawi. Dengan
demikian, perbuatan seseorang benar-benar tidak dicampuri oleh keinginan
yang bersifat sementara, seperti keinginan terhadap kemewahan, kedudukan,
harta, popularitas, simpati orang lain, pemuasan hawa nafsu, dan penyakit hati
lainnya. Para ulama sepakat bahwa niat dalam setiap amal itu merupakan satu
kemestian bagi diperolehnya pahala dari amal itu. Ikhlas karena Allah dalam
berbuat merupakan salah satu syarat diterimanya perbuatan itu. hal ini, karena
Allah tidak akan menerima amal perbuatan seseorang kecuali karena
keikhlasan, hanya mengharap ridho-Nya.1
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ال ِإنَّ َما اَأْل ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة َولِ ُك ِّل ا ْم ِرٍئ‬


َ َ‫صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫ع َْن ُع َم َر َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ْ ‫َت ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َو َم ْن َكان‬
‫َت‬ ْ ‫َما نَ َوى فَ َم ْن َكان‬
‫ُصيبُهَا َأ ِو ا ْم َرَأ ٍة يَتَزَ َّو ُجهَا فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما هَا َج َر ِإلَ ْي ِه‬
ِ ‫ِهجْ َرتُهُ ل ُد ْنيَا ي‬
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang
akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya
karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya
kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan
Muslim, no. 1907]2
Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung
pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia

1
Yusuf Qardhawi, Ikhlas Sumber Kekuatan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Hal. 13
2
[2] H.R. Bukhari, kitab al-Iman, bab Setiap Perbuatan Harus Disertai Niat dan Ingin Mendapatkan
Pahala, karena Setiap Perbuatan Tergantung Kepada Niat (41), Juz 1. Hal. 19.
niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah,
berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia
seperti karena mengejar wanita. Dalam hadits disebutkan contoh amalannya
yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena
mengejar dunia.
Jika perbuatan seseorang dihubungkan dengan niat, maka dapat dibagi
menjadi tiga:
Pertama: dia melakukan hal itu karena takut kepada Allah swt, ini adalah
model ibadah ala budak.
Kedua: dia melakukannya karena berharap masuk surga dan memperoleh
pahala, ini adalah model ibadah ala pedagang.
ketiga: dia melakukannya karena malu kepada Allah dan sebagai realisasi atas
hak Allah sebagai ilah yang harus diibadahi, serta sebagai wujud rasa syukur.
Selian itu, dia memandang dirinya masih kurang maksimal, sehingga hatinya
merasa takut, sebab dia tidak mengetahui apakah amalan yang dia lakukan
diterima ataukah tidak. Ini adalah model ibadah ala orang merdeka. Hal inilah
yang disinggung oleh Rasulullah ketika Aisyah berkata kepada beliau saat
melihat beliau bangun diwaktu malam hingga kedua kakinya bengkak, Aisyah
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau harus membebani diri seperti
itu, Padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang? ”Beliau menjawab: “Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi hamba
yang pandai bersyukur?”3
Cara ikhlas dalam beramal contohnya:
1. Doa
2. Menyembunyikan Amal
Rasulullah Saw Bersabda yang artimya :

ُ‫ َس ْب َعةٌ يُ ِظلُّهُ ُم هللا‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِّي‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
‫ق‬ٌ َّ‫ َو َر ُج ٌل قَ ْلبُهُ ُم َعل‬، ِ‫ َو َشابٌّ نَ َشَأ بِ ِعبَا َد ِة هللا‬،ُ‫ اَِإْل َما ُم ْال َعا ِدل‬:ُ‫فِ ْي ِظلِّ ِه يَوْ َم اَل ِظ َّل ِإاَّل ِظلُّه‬
ٌ‫ َو َر ُج ٌل َد َع ْتهُ ا ْم َرَأة‬، ‫ َو َر ُجاَل ِن تَ َحابَّا فِي هللاِ اِجْ تَ َم َعا َعلَ ْي ِه َوتَفَ َّرقَا َعلَ ْي ِه‬، ‫فِي ْالـ َم َسا ِج ِد‬
‫ص َدقَ ٍة فََأ ْخفَاهَا َحتَّى‬ َ ِ‫ق ب‬ َ ‫ص َّد‬
َ َ‫ َو َر ُج ٌل ت‬، َ‫اف هللا‬ ُ ‫ ِإنِّ ْي َأ َخ‬: ‫ال‬َ َ‫ فَق‬، ‫ال‬ٍ ‫ب َو َج َم‬ ٍ ‫ص‬ ِ ‫ات َم ْن‬ ُ ‫َذ‬
ُ‫ت َع ْينَاه‬ ْ ‫ض‬ َ ‫ َو َر ُج ٌل َذ َك َر هللاَ خَالِيًا فَفَا‬، ُ‫ق يَ ِم ْينُه‬ُ ِ‫اَل تَ ْعلَ َم ِش َمالُهُ َما تُ ْنف‬
“Ada tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan
‘Arsy-Nya di hari tiada naungan selain naungan-Nya: pemimpin yang adil,
seorang pemuda yang dibesarkan dalam nuansa beribadah kepada Allah,
seorang laki-laki yang hatinya selalu terikat dengan masjid, dua orang yang
saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu dan berpisah karen-Nya,
3
Abu Abdillah Said bin Ibrahim, Hadits Abrain Imam An-Nawawi, (Solo: Al-Wafi, 2016), Hal.37
seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita yang cantik dan terpandang
lalu (menolaknya dan) mengatakan, “Aku takut kepada Allah”, dan seseorang
yang bersedekah dengan sesuatu lalu ia berusaha menutupinya sampai-sampai
tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”
(Muttafaq ‘alaih).
3. Memperhatikan Amalan Mereka yang Terbaik
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,
maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah, “Aku tidak meminta upah
kepadamu dalam menyampaikan (AlQur’an)”.4 Al-Qur’an itu tidak lain
hanyalah peringatan untuk segala ummat.”.

4. Memandang Remeh Apa yang Telah Diamalkan


Sa’id bin Jubair berkata, “Ada seseorang yang masuk surga karena
sebuah maksiat yang dilakukannya; dan ada seseorang yang masuk neraka
karena sebuah kebaikan yang dilakukannya.” Orang-orang pun bertanya
keheranan, “Bagaimana bisa begitu?” Maka lanjutnya, “Seseorang melakukan
kemaksiatan kemudian setelah itu ia senantiasa takut dan cemas terhadap siksa
Allah karena dosanya itu, kemudian ia menghadap Allah lalu Allah
mengampuninya karena rasa takutnya kepada-Nya; dan seseorang berbuat
suatu kebaikan lalu ia senantiasa mengaguminya, kemudian ia pun menghadap
Allah dengan sikapnya itu maka Allah pun mencampakkannya ke dalam
neraka.”
B. Hadits Riya Syirik
1. Hadits pertama, hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ فَ َما َع ِم ْلتَ فِيهَا؟‬:‫ قَا َل‬،‫ فَُأتِ َي بِ ِه فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَهَا‬،َ‫ضى يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َعلَ ْي ِه َر ُج ٌل ا ْستُ ْش ِهد‬ ِ َّ‫ِإ َّن َأ َّو َل الن‬
َ ‫اس يُ ْق‬
‫ ثُ َّم ُأ ِم َر بِ ِه فَ ُس ِح َـ‬،‫يل‬
‫ب‬ َ ِ‫ فَقَ ْد ق‬،ٌ‫ َج ِريء‬:‫ك قَات َْلتَ َأِل ْن يُقَا َل‬ َ َّ‫ َولَ ِكن‬، َ‫ َك َذبْت‬:‫ قَا َل‬،‫ت‬ ُ ‫ت فِيكَ َحتَّى ا ْستُ ْش ِه ْد‬ ُ ‫ قَات َْل‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬
،‫ فَُأتِ َي بِ ِه فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَهَا‬، َ‫ َوعَلَّ َمهُ َوقَ َرَأ ْالقُرْ آن‬،‫ َو َر ُج ٌل تَ َعلَّ َم ْال ِع ْل َم‬،‫ار‬ ‫ُأ‬
ِ َّ‫َعلَى َوجْ ِه ِه َحتَّى ْلقِ َي فِي الن‬
ْ‫ َولَ ِكنَّكَ تَ َعلَّ ْمتَ ْال ِعل َم‬، َ‫ َك َذبْت‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬، َ‫ك القرْ آن‬ُ ْ َ ‫ت فِي‬ ‫ْأ‬
ُ ‫ َوعَل ْمتُهُ َوقَ َر‬،‫ت ال ِعل َم‬َّ ْ ْ ُ ‫ تَ َعل ْم‬:‫ فَ َما َع ِم ْلتَ فِيهَا؟ـ قَا َل‬:‫ال‬
َّ َ َ‫ق‬
،‫ار‬ َّ ْ ‫ُأ‬ َّ ْ‫ج‬ َ َ ‫ُأ‬ ُ ْ َ َ َ ُ ُ ْ ‫ْأ‬
َ ‫ َوق َر الق آنَ لِيُق‬،‫ عَالِ ٌم‬:‫لِيُقَا َل‬
َ ْ‫ر‬ َ‫ت‬ َ
ِ ‫ب َعلى َو ِه ِه َحتى لقِ َي فِي الن‬ ‫ ث َّم ِم َر بِ ِه ف ُس ِح َـ‬،‫يل‬ َ ِ‫ فقد ق‬،‫ارٌئ‬ ِ ‫ه َو ق‬: ‫ال‬
َ‫ فَ َما َع ِم ْلت‬:‫ قَا َل‬،‫ فَ تِ َي بِ ِه فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَهَا‬،‫ال ُكلِّ ِه‬ ‫ُأ‬ ِ ‫َاف ْال َم‬ ِ ‫ َوَأ ْعطَاهُ ِم ْن َأصْ ن‬،‫َو َر ُج ٌل َو َّس َع هللاُ َعلَ ْي ِه‬
‫هُ َو‬: ‫ك فَ َعلتَ لِيُقَا َل‬ْ َّ َ
َ ‫ َول ِكن‬، َ‫ َكذبْت‬:‫ال‬ َ َ َ ‫ ق‬،‫ك‬ َ ُ ْ
َ ‫ق فِيهَا ِإ نفَقت فِيهَا ل‬ ْ ‫َأ‬ ‫اَّل‬ َ َ‫يل تُ ِحبُّ َأ ْن يُ ْنف‬ ُ ‫ َما ت ََر ْك‬:‫ال‬
ٍ ِ‫ت ِم ْن َسب‬ َ َ‫فِيهَا؟ ق‬
‫ار‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫ق‬ ْ
‫ل‬ ‫ُأ‬ ‫م‬ ُ
ِ َ ِ َّ ِ ِ َ َ َ ِ‫ث‬ ، ‫ه‬ ‫ه‬ ْ‫ج‬‫و‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ب‬ ‫ـ‬ ‫ُح‬ ‫س‬ َ ‫ف‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫م‬‫ُأ‬
ِ ِ َ ِ َّ َ ِ ‫م‬ ُ ‫ث‬ ، ‫يل‬ ‫ق‬ ْ
‫د‬ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ، ٌ
‫د‬ ‫ا‬ ‫و‬
َ َ‫ج‬
ِ

“Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat


ialah seseorang yang mati syahid, lalu diingatkan kepadanya
kenikmatan-Nya hingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Allah
bertanya: ‘Apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat tersebut?
4
QS. Al-An’am: 90
Orang tersebut menjawab: ‘Saya berjuang dan berperang demi Engkau
ya Allah sehingga saya mati syahid’. Allah berfirman: ‘Kamu
berdusta, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku,
melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani, dan kamu
telah menyandang gelar tersebut’. Kemudian diperintahkan kepadanya
supaya diseret di atas wajahnya, kemudian dilemparkan ke dalam
neraka. Dan didatangkan pula seseorang ‘alim yang belajar Alquran
dan mengajarkannya, lalu diingatkan kepadanya kenikmatan hingga ia
mengingatnya dengan jelas, maka Allah bertanya: ‘Apa yang telah
kamu perbuat dengan nikmat tersebut?’ Orang tersebut menjawab,
‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca
Alquran demi Engkau’. Allah berfirman: ‘Kamu berdusta, akan tetapi
kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Alquran agar
dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kamu telah
dikatakan seperti itu’. Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia
diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke dalam neraka. Dan
seorang laki-laki yang di beri keluasan rezeki oleh Allah dengan
semua jenis rezeki, lalu diingatkan kepadanya kenikmatan tersebut
hingga ia mengingatnya dengan jelas. Allah bertanya: ‘Apa yang telah
kamu perbuat dengan nikmat tersebut?’ Orang tersebut menjawab,
‘Saya tidak meninggalkan jalan apa pun yang Engkau suka melainkan
saya infakkan harta benda tersebut di jalan tersebut’. Allah berfirman:
‘Kamu berdusta, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu
dikatakan seorang yang dermawan, dan kamu telah dikatakan seperti
itu’. Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia diseret di atas
wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”

2. Hadits kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ك ْال َخفِ ُّي َأ ْن يَقُوْ َم ال َّر ُج ُل‬


ُ ْ‫ْح ال َّدجَّا ِل قَا َل قُ ْلنَا بَلَى فَقَا َل ال ِّشر‬ ‫ُأ‬
ِ ‫َأالَ ْخبِ ُر ُك ْم بِ َما هُ َو َأ ْخ َوفُ َعلَ ْي ُك ْم ِع ْن ِديْ ِمنَ ْال َم ِسي‬
‫صالَتَهُ لِ َما يَ َرى ِم ْن نَظَ ِر َر ُج ٍل‬ َ ُ‫ُصلِّ ْي فَيُ َزيِّن‬ َ ‫ي‬

Artinya: “Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih


tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia
berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi;
yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya,
karena ada orang yang memperhatikan shalatnya.” (HR. Ibnu Majah).

3. Hadits ketiga, Rasulullah bersabda:


ِ ْ‫ان ُأرْ ِسالَ فِ ْي َغن ٍَم بَِأ ْف َس َد لَهَا ِم ْن ِحر‬
‫ص ْال َمرْ ِء َعلَى ْال َما ِل‬ ِ ‫َما ِذْئبَا ِن َجاِئ َع‬
ِ ‫َو ال َّش َر‬
‫ف لِ ِد ْينِ ِه‬

Artinya: “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dan dilepaskan di


tengah sekumpulan domba lebih merusak daripada ketamakan seorang
kepada harta dan kedudukan bagi agamanya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi,
Darimi, dan yang lainnya dari Ka’ab bin Malik).

4. Hadits keempat,

، ْ‫ َم ْن َع ِم َل َع َمالً َأ ْش َركَ فِ ْي ِه َم ِع ْي َغي ِْري‬، ‫ك‬


ِ ْ‫َأنَا َأ ْغنَى ال ُّش َر َكا ِء َع ِن ال ِّشر‬
‫كه‬َ ْ‫تَ َر ْكتُهُ َو ِشر‬
Artinya: “Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan
syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan
perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak
terima) amal kesyirikannya.” (HR Muslim dan Ibnu Majah).

C. Syirkul Ashgar Riya


Karena kebodohan kita, seringkali kita meremehkan perbuatan
dosa tertentu padahal perbuatan tersebut sangat besar nilainya (dosanya) di
sisi Allah Ta’ala. Di antara bentuk dosa yang seringkali luput dari
perhatian kita adalah syirik ashghar. Beberapa bentuk syirik ashghar
sangat berkaitan dengan amalan hati, sehingga mungkin tidak tampak
secara nyata dalam bentuk amal lahiriyah yang bisa dilihat. Bisa jadi
seseorang tanpa sadar terjatuh ke dalam syirik ashghar karena tidak
memperhatikan ke manakah hatinya condong, kepada Allah atau kepada
selain Allah? Kesyirikan adalah perbuatan dosa yang sangat samar dan
tersembunyi. Bisa jadi kita telah terjerumus ke dalam perbuatan syirik
tanpa kita sadari karena kebodohan kita sendiri. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma mengatakan,
‫ فِي ظُ ْل َم ِة اللَّي ِْل‬،‫صفَا ٍة َسوْ دَا َء‬ ِ ‫ك َأ ْخفَى ِم ْن َدبِي‬
َ ‫ب النَّ ْم ِل َعلَى‬ ُ ْ‫اَأل ْندَا ُد ه َُو ال ِّشر‬
“(Menjadikan) ‘andaad’ [sekutu-sekutu] adalah berbuat syirik, (dosa) yang
lebih samar daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam dalam
kegelapan malam.”
Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini, kami ingin menjelaskan
sedikit tentang syirik ashghar , sehingga kita tidak serta merta
meremehkan bentuk dosa yang satu ini.
Syirik kepada Allah Ta’ala dibagi menjadi dua macam, yaitu syirik
akbar dan syirik ashghar. Syirik akbar adalah perbuatan syirik yang
mengeluarkan seseorang dari agama Islam, menghapuskan seluruh amal,
dan pelakunya kekal di neraka. Sedangkan syirik ashghar, maka tidak
mengeluarkan pelakunya dari Islam, meskipun mengurangi derajat tauhid
seseorang. Syirik ashghar hanya menghapus amal yang tercampur dengan
syirik ashghar tersebut (bukan semua amal) dan tidak terancam kekal di
neraka.

Adapun pengertian syirik ashghar, maka terdapat dua pendapat di


kalangan para ulama. Pendapat pertama, syirik ashghar adalah segala
sesuatu yang disebut dengan istilah syirik oleh dalil-dalil syariat, namun
terdapat juga dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu tersebut tidak
termasuk ke dalam syirik akbar. Contohnya, rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

َ‫َم ْن َحلَفَ بِ َغي ِْر هَّللا ِ فَقَ ْد َأ ْش َرك‬

“Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah


berbuat syirik.”

Yang dimaksud dengan syirik dalam hadits tersebut adalah syirik


ashghar, karena terdapat dalil lain yang menunjukkan bahwa semata-mata
bersumpah dengan selain Allah Ta’ala tidaklah mengeluarkan seseorang
dari agama Islam.

Pendapat kedua, syirik ashghar adalah setiap sarana atau jalan


menuju syirik akbar, meskipun syariat tidak menyebutnya dengan istilah
syirik. Contohnya, seseorang bersandar kepada sesuatu sebagaimana dia
bersandar kepada Allah Ta’ala, akan tetapi dia tidak menjadikan sesuatu
tersebut sebagai sesembahannya. Maka ini adalah syirik ashghar, karena
penyandaran hati ini –yang persis dengan bersandarnya hati kepada Allah
Ta’ala- pada akhirnya akan menyebabkan seseorang terjatuh ke dalam
syirik akbar.

Definisi yang kedua ini lebih luas daripada definisi yang pertama
karena pendapat pertama tidak memasukkan suatu perbuatan sebagai
kesyirikan kecuali jika terdapat dalil yang menyebutkan bahwa perbuatan
tersebut adalah syirik, sedangkan pendapat ke dua menjadikan seluruh
perbuatan yang merupakan sarana kesyirikan (menuju syirik akbar)
sebagai syirik ashghar.

Lalu, di antara kedua bentuk syirik tersebut, manakah yang tidak


diampuni apabila seseorang tidak bertaubat sampai meninggal dunia?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa dosa
syirik tidak diampuni oleh Allah Ta’ala apabila seseorang tidak bertaubat
sampai meninggal dunia, meskipun syirik ashghar.

Hal ini karena termasuk dalam kandungan firman Allah Ta’ala,


َ ِ‫ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْغفِ ُر َأ ْن يُ ْش َركَ بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ َذل‬
‫ك لِ َم ْن يَ َشا ُء َو َم ْن‬
‫َظي ًما‬ِ ‫يُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا ْفت ََرى ِإ ْث ًما ع‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa yang tingkatannya lebih rendah dari (syirik) itu
bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang
besar” (QS. An-Nisa’ [4]: 48).

Menurut beliau rahimahullah, “dosa syirik” dalam firman Allah


Ta’ala tersebut bersifat umum, mencakup baik syirik akbar maupun syirik
ashghar. Akan tetapi, sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan “dosa syirik” dalam ayat tersebut adalah syirik akbar.
Adapun syirik ashghar, maka ada kemungkinan diampuni karena tidak
sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Hal ini karena seluruh
dosa yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islam
statusnya terserah pada kehendak Allah Ta’ala. Jika Allah Ta’ala
menghendaki, akan diampuni. Dan jika Allah Ta’ala menghendaki, tidak
akan diampuni.

Meskipun demikian, pelaku syirik ashghar berada dalam bahaya


yang amat nyata karena tingkatan dosa syirik ashghar tersebut “lebih
besar” daripada dosa besar yang paling besar (akbarul kabaa-ir), seperti
mencuri, berzina, membunuh, dan lain-lain. Apalagi jika dosa syirik
ashghar itu dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

َ ‫ي ِم ْن َأ ْن َأحْ لِفَ بِ َغي ِْر ِه‬


ً ‫صا ِدقا‬ َّ َ‫َأل ْن َأحْ لِفَ بِاهللِ َكا ِذبا ً َأ َحبُّ ِإل‬
“Bersumpah bohong dengan menyebutkan nama Allah lebih aku sukai
daripada bersumpah jujur tetapi dengan menyebutkan nama selain-Nya.”

Hal ini karena dosa bersumpah dengan selain Allah Ta’ala (yang
termasuk syirik ashghar) lebih berat dosanya daripada dosa berbohong
(sumpah palsu). Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan bentuk dosa
yang satu ini (syirik ashghar), bahkan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ك اَألصْ َغ ُر قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ َو َما‬ ُ ‫ِإ َّن َأ ْخ َوفَ َما َأخ‬
ُ ْ‫َاف َعلَ ْي ُك ْم ال ِّشر‬
‫ال ال ِّريَا ُء‬َ َ‫ك اَألصْ َغ ُر ق‬
ُ ْ‫ال ِّشر‬

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari apa yang aku


takutkan menimpa kalian adalah syirkul ashghar (syirik kecil).” Maka para
shahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirkul ashghar?” Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,“Ar-riya’.”

Di antara bentuk usaha yang harus kita lakukan adalah dengan


mempelajari rincian dosa syirik ashghar sehingga kita senantiasa waspada
dan tidak terjerumus ke dalamnya.

Jadi ketika mengabarkan bahwa yang paling ditakutkan adalah


syirik kecil, ini adalah bentuk kasih sayang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam kepada umatnya. Beliau tidak membiarkan umatnya terperosok
ke dalam kesyirikan, dosa paling besar. Maka apabila di zaman sekarang
ada para pendakwah yang mengajarkan tauhid, menjauhkan diri dari
kesyirikan, ini sebenarnya adalah termasuk daripada bentuk kasih sayang
kepada umat Islam.

Kebanyakan para pendakwah yang mengajarkan tauhid dan


menjauhkan umat dari kesyirikan, mereka tidak memvonis secara personal
bahwa Si Fulan musryik/kafir, tetapi mereka membicarakan hukum
perbuatan.

Jika syirik kecil dikhawatirkan atas sahabat-sahabat Rasulullah


Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, padahal mereka memiliki kesempurnaan
ilmu dan kekuatan iman, maka bagaimana tidak dikhawatirkan terhadap
orang yang dibawah mereka baik dari sisi ilmu ataupun iman dengan
derajat yang lebih rendah lagi? Terlebih lagi jika diketahui bahwa
kebanyakan ulama-ulama di dunia pada hari ini tidak mengetahui dari
tauhid kecuali yang ditetapkan oleh orang-orang musyrik dahulu. Mereka
tidak mengenal makna uluhiyah yang dinafikan oleh kalimat ikhlas dari
setiap apa saja selain Allah.

Makna dari tauhid bukan hanya sekedar meyakini Allah Maha


Pencipta, Maha pengatur dan Maha Berkuasa. Tetapi maknanya adalah
menyakini bahwa tidak ada Dzat yang berhak untuk diibadahi kecuali
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini perbedaan antara orang-orang kafir
Quraisy dengan para sahabat Nabi Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum. Tauhid
inilah yang terjadi diatasnya peperangan antara kaum Muslimin dengan
kaum Musyrikin, yaitu tauhid ibadah.

Diriwayatkan oleh Imam Abu Ya’la dan Imam Ibnul Mundzir


meriwayatkan dari Hudzaifah ibnul Yaman, dari Abu Bakar, dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

‫ وهل‬،‫ يا رسول هللا‬:‫ قال أبو بكر‬.‫الشرك أخفى من دبيب النمل‬


‫ الشرك‬،‫ ثكلتك أمك‬:‫الشرك إال ما عبد من دون هللا أو ما دعي مع هللا؟ قال‬
‫فيكم أخفى من دبيب النمل‬

“‘Syirik lebih tersembunyi daripada langkah semut.’ Lalu Abu Bakar


berkata: ‘Wahai Rasulullah, bukankah syirik tidak ada kecuali praktek
segala sesuatu yang diibadahi selain Allah atau segala sesuatu yang diseru
ketika berdoa bersamaan dengan Allah?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam menjawab: ‘Semoga ibumu tidak kehilanganmu wahai Abu
Bakar, syirik di tengah kalian lebih tersembunyi dari langkah semut.'”

D. Syirik Al-Asbab

Syirik Asbab (sebab-sebab), yaitu menyadarkan diri kepada


pengaruh sebabsebab yang wajar (hanya bersifat biasa), sebagaimana
syiriknya orang-orang ahli filsafat, Naturalis, serta pengikut-pengikut
mereka.5 Mereka berkata bahwa segala kejadian alam ini tidak ada
sangkut-pautnya dengan Tuhan, meskipun Tuhan itu ada. Melainkan
adalah sebab-akibat daripada alam itu sendiri.

Contohnya meyakini pengaruh bintang dan planet terhadap


Berbagai Peristiwa dan Kehidupan Manusia. Bentuk lain dari sikap ini
adalah merujuk ramalan bintang yang dimuatkan dikoran dan majalah.
Jika ia meyakini adanya pengaruh bintang dan gugusannya, maka dia
musyrik. Dan jika membacanya hanya untuk hiburan, maka dia disebut
bermaksiat dan berdosa, sebab tidak boleh menghibur diri dengan
membaca bacaan yang berbau syirik, 45 terlebih bisa jadi setan
menyisipkan ke dalam hatinya keyakinan terhadap ramalan tersebut,
sehingga menjadi sarana menuju kepada kesyirikan.6

5
Musthafa Murad, Minhajul Mu’min pedoman hidup bagi orang mukmin, (Semarang: Pustaka
Arafah, 2011), cet.1, hal. 49
6
Muhammad Shalih al-Munajjid, Dosa-dosa yang Diremehkan Manusia, (Solo : Zamzam, 2012),
hlm. 31.
Contoh lain yaitu menisbatkan turunnya hujan kepada bintang
Orang yang menisbatkan hujan kepada bintang, pelakunya dianggap kafir.
Jika ia percaya bahwa bintang adalah pelaku atau faktor yang
mempengaruhi turunnya hujan, maka ia dinyatakan musyrik dengan
tingkatan syirik besar. Dan jika ia percaya bahwa bintang menyertai
turunnya hujan sehingga dapat dijadikan isyarat, walaupun dengan
meyakini bahwa turunnya hujan itu dengan izin Allah SWT. Maka
perbuatan itu tetap haram dan pelakunya dinyatakan musyrik dengan
tingkatan syirik kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid.
Menisbatkan sesuatu kepada selain Allah SWT sebagai pencipta, baik
sebagai pelaku, faktor yang mempengaruhi atau faktor penyerta adalah
perbuatan syirik yang kini telah banyak tersebar di kalangan masyarakat.
Perbuatan itu merupakan salah satu bentuk dari pengingkaran terhadap
nikmat Allah SWT dan sikap tawakkal dan bergantung kepada selain
Allah SWT. Selain itu, ia juga membuka peluang bagi munculnya berbagai
kepercayaan yang salah dan rusak yang pada gilirannya akan
menghantarkan kepada kepercayaan penyembahan bintang. Ini adalah
syirik di dalam Rububiyyah, sebab di dalamnya terkandung penafian
(peniadaan) ciptaan dari penciptanya dan sebaliknya serta pemberian hak
Rububiyyah kepada selain Allah SWT7.

Jadi, walaupun kau mini mempercayai tuhan namun mereka tidak


menganggap tuhanlah penyebab kejadian yang ada di dunia ini, melainkan
alam sekitar. Dapat kita simpulkan adanya keterkaitan antar tauhid dan
syirik. Kitab suci Al-Qur’an menyinggung tentang hal ini, seperti yang
dijelaskan dalam firman-Nya yang artinya :

”Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik),


dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami
kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta
dan sangat ingkar.” (QS.Az-Zumar (39) :3)

Sejak berada di dalam kandungan manusia sudah bersaksi dan


mengakui keberadaan Allah Swt sebagai Tuhan. Namun dalam keseharian
manusia sering terjebak dengan sikap atau pun tindakan yang secara tidak
sadar menjadi bentuk kemusyrikan. Contohnya kita menganggap suatu
benda memiliki dan mampu memberikan kekuatan, kemudian
menggunakan untuk tujuan tertentu, yang dengannya kita mengharap

7
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet. 10, (Bogor :
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2012), hlm. 474-477.
keberuntungan. Model kemusyrikan seperti ini sudah merambah dalam
masyarakat, dan hampir menjadi tradisi yang turun-temurun. Tanpa
disadari hal tersebut telah menduakan Tuhan, ketika harus memberikan
sesembahan berupa sesaji dan peganganan-pegangan tertentu (isim, wafak,
jimat). Bahkan tidak jarang pula hamba yang sedang menghadap kepada
sang pencipta, sujud dan ruku’ sementara disakunya terdapat benda-benda
dan dijarinya terdapat cincin yang dianggap memiliki kekuatan.8

Banyak masyarakat yang sering mencampuradukkan antara


ketauhidan dan kesyirikan dengan dalih syari’at. Meminta doa dari orang
‘alim, wara’, mengamalkan wirid tertentu yang di ambil dari asmaul husna
(nama-nama Allah Swt yang indah), atau mengamalkan ayat Al-Qur’an
memang dibolehkan bahkan menjadi sunnah Nabi Saw.Akan tetapi jika
minta wafak, jimat, dan sebagainya sangat diharamkan. Hanyaa saja
jangan samapai kita terjebak menjadikan tulisan-tulisan yang tertera di
dalam Asmaul husna, ayat-ayat Al-Qur’an itu sebagai Tuhan penyerta
disamping Allah Swt, yang jika kita menenteng atau memajangnya
menganggap membawa keberuntungan, membawa kepada kondisi yang
aman dan sebagainya. Jika niatnya untuk hiasan dan agar senantiasa selalu
ingat setiap kali memandangnya itu hal yang dibolehkan. Meskipun hiasan
itu berupa ayat-ayat Al-Qur’an, ia tetap saja tidak dapat menyelamatkan
kita kecuali jika kita mengamalkannya.

Tindakan berkonsultasi kepada pemuka agama (kyai), minta


didoakan (karena kita tidak akan pernah tahu dari mulut siapa doa kita
akan dikabulkan), adalah suatu hal yang di anjurkan jika dimaksudkan
untuk bersilaturrahmi. dengan cara ini akan terbuka kesempatan untuk
bermusyawarah dalam menyelesaikan berbagai masalah. Orang yang
memiliki tauhid dan iman yang benar, maka gerak-geriknya akan terasa
dibawah pengawasan Allah Swt, dan memang setiap manusia bergerak
dalam pengawasan Allah Swt. Seseorang yang bertauhid dan beriman
tidak akan mencari rezeki selain dari jalan–Nya. Sebab ia tahu hanya Allah
Swt yang memberi rezeki. Seseorang yang bertauhid dan beriman dengan
benar akan terjaga dari hal-hal yang tidak disukai oleh Allah Swt.
Hendaknya kita menempatkan diri sebagai makhluk di hadapan sang
khaliq, menggantungkan diri sepenuhnya kepada-Nya, mintalah bantuan
hanya kepada-Nya, bukan kepada individu-individu apalagi kepada
bendabenda.9

Tanda-tanda kesyirikan yang paling mencolok dan sesuai dengan


perkataan AlQur’an ialah berjalan bukan dijalan Allah Swt. keagungan

8
Yusuf Mansur, Mencari Tuhan yang Hilang, (Jakarta: Dzikrul Hakim, 2006), cet. 4, h. 75-76
9
Ibid. h. 77-81.
dan kehinaan diri di gantugkan kepada selain Allah Swt, menjalankan
undang-undang yang diproduksi selain Allah Swt. Terikat dengan selain-
Nya, menyongkong kegiatan yang tidak diridhoi Allah Swt. Gentar
terhadap selain-Nya, serta berusaha demi selain Allah Swt. Semua itu jelas
berada di luar jaring-jaring ketauhidan. Sebagaimana diketahui jumlah
orang-orang ikhlas sangat sedikit. Mereka adalah orang-orang yang tegar
dan konsisten dalam menapaki jalan Allah Swt dan tidak mengharapkan
balasan serta ucapan terima kasih sedikitpun dari selain-Nya. Mereka tidak
memiliki sifat riya’ (suka pamer), bersikap pasrah secara total dihadapan
undang-undang Allah Swt, dan tidak menjalankan produk undang-undang
selain yang diturunkan Allah Swt. Kuantitas orang-orang semacam ini
memang sangat sedikit.

Di zaman modern ini tidak sedikit terjadinya kesyirikan, Hasan


Hanafi yang dikutip oleh Ilyas Ismail kembali mengingatkan kaum muslim
dari bahaya syirik modern dalam buku al yamin wa yasar fi al fikr al dini.
Guru Besar Filsafat Universitas Kairo berpendapat bahwa syirik klasik
adalah berupa penyembahan batu dan berhala. Namun, kini timbul syirik
baru yang justru lebih berbahaya dari pada syirik klasik.

Syirik baru dapat berbentuk sikap dan perilaku kaummuslim yang


menyimpang terhadap Al-Qur’an. Bentuk lain dari syirik modern ialah
bentuk pemujaan dan penghormatan kepada selain Allah Swt. Setiap
zaman pasti ada berhala, idola, dan tuhannya sendiri. Pada zaman ini yang
menjadi berhala dan idola bukanlah Latta, Uzza, dan Mannat. Melainkan
kepada harta, kekuasaan, pangkat dan kedudukan.

Untuk memperoleh kekayaan, banyak orang yang mengambil jalan


pintas. Seperti korupsi, kolusi, dan berbagai tindak kejahatan lainnya
timbul dan berakar dari sini. Begitu pula berbagai kedzaliman dapat terjadi
dan dilakukan hanya untuk mengakses dan membuka jalan menuju
kekuasaan.

Orang akan mentaati keinginan dan perut mereka dengan


melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya
untuk mengisi perutnya. Dahulu, pada zaman Rasulullah Saw orang-orang
yang taat beribadah kepada Allah Swt menghabiskan malamnya dengan
melakukan shalat malam (tahajud). Sekarang manusia berdagang
sepanjang malam untuk kepentingan perutnya. Perempuanperempuan
menjadi kiblat, seks menjadi kejaran. Mereka bertindak dan bekerja
dengan pikiran yang seluruhnya terpusat kearah itu. Tumpukan uang
menjadi agama mereka, kemuliaan seseorang pada masa kini akan diukur
berdasarkan kekayaan, manusia memberikan penghormatan kepada orang
yang memiliki banyak kekayaan. Maka, disaat seperti itu manusia
berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan
kehormatan mereka ditengah-tengah masyarakat.

Obat untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bekerja


keras untuk mencari nafkah dan harta, namun tidak ragu-ragu untuk
membagikannya kepada orang lain. Sebagian rezeki dari Allah Swt kita
bagikan dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia. Ujilah
kecintaan kita pada dunia ketika Allah Swt memanggil kita untuk
mengorbankan harta demi kepentingan agama, umat, dan menolong orang-
orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Jika kita masih menahan
harta ketika Allah Swt memintanya maka hal tersebut mencerminkan
bahwa kita lebih mencintai dunia daripada Allah Swt.

Perbuatan syirik akan merontokkan dan menyapu bersih seluruh


amal kebajikan. Dalam ungkapan Al-Qur’an, segenap perbuatan baik
manusia akan menjadi sia-sia belaka. Tidak jarang terjadi suatu kekeliruan
kecil yang dilakukan dalam kehidupan sanggup meruntuhkan dan
menghancurkan berbagai usaha yang dibangun manusia dengan susah
payah. Berbuat syirik kepada Allah Swt laksana meminum racun, karena
sanggup memporak porandakan seluruh perbuatan baik yang telah
dibangun sepanjang hayat.

Adapun dampak-dampak dari perbuatan syirik ialah sebagai


berikut:

a) Dampak terhadap Jiwa

Salah satu penyebab terguncangnya jiwa seseorang adalah perasaan


tidak mampu untuk menjadikan seluruh masyarakat rela dan suka terhadap
dirinya. Suatu entitas masyarakat terdiri dari berbagai individu yang
jumlahnya cukup banyak. Masing-masing darinya tentu memiliki
keinginan, kebutuhan, dan tuntutan yang berbeda satu sama lain.

b) Depresi

Seseorang yang hidup dalam lingkaran ketauhidan dan segenap


usaha serta aktivitasnya semata-mata ditujukan kepada Allah Swt,
mustahil mengalami depresi dari berbagai gangguan jiwa. Segenap hasil
dan upaya seseorang yang melangkahkan kakinya demi Allah Swt akan
dibeli Allah Swt. Allah Swt mendengar pembicaraannya dan menyaksikan
perbuatannya. Dan dirinya tidak terbelenggu dan tidak bergantung kepada
Allah Swt. Sikap putus asa (frustasi) terhadap suatu usaha merupakan
penyebab utama terjadinya depresi. Sikap putus asa jelas-jelas berada
diluar lingkaran ketauhidan.

c) Dampak terhadap Masyarakat

Kehidupan masyarakat, tauhid i(meyakini ketauhidan) segenap


kepentingan dan undang-undang yang diberlakukan seyogyanya berada
dalam satu koridor. Hukum, undang-undang, dan peraturan hanyalah
tunggal bersumber dari hukum Allah Swt, sementara seluruh komponen
masyarakat tunduk di bawah pemelihara yang tunggal saja. Adapun
kehidupan masyarakat musyrik tidak hanya berlangsung di bawah satu
bentuk undang-undang. Mereka hidup dan menciptakan ratusan undang-
undang.

d) Akibat Ukhrawi

Buah kesyirikan yang akan dipetik diakherat kelak adalah kehinaan


dan siksa neraka.

e) Suka Pamer

Rasulullah Saw bersabda: segala bentuk riya’ adalah syirik.


sesungguhnya syirik dan riya membatalkan dan menafikan keikhlasan.
Karena seseorang tidak memaksudkan perbuatan dan perkataannya untuk
mendapat keridhahan Allah Swt, tetapi untuk mendapat ridha selain Allah
Swt, yaitu manusia.

Suka pamer tergolong bentuk kesyirikan yang paling halus dan


sulit untuk dideteksi. Kehalusannya diibaratkan dengan seekor semut yang
merayap di atas batu berwarna hitam legam dimalam yang gelap gulita.
Oleh karena itu, jelas teramat sulit untuk membebaskan diri dari
kesyirikan semacam ini. Semua itu baru berhasil apabila pengidapnya
berusaha mati-matian menjaga dirinya dan terus menerus meminta
pertolongan Ilahi.

Seluruh kesengsaraan yang menimpa dan kendala yang merintangi


perjalanan hidup kita, pada dasarnya berporos pada berbagai tindak
kesyirikan, bisikan dalam jiwa setiap orang.Pembersihan jiwa dari
kesyirikan lebih diutamakan dari pada pengisian jiwa dengan ketauhidan
(pengesaan tuhan).
Berkenaan dengan kiat-kiat membersihkan kesyirikan, Al-Qur’an
mengemukakan sebagai berikut:

1. Penjelasan mengenai hakikat segenap kesyirikan. Al-Qur’an


mempertanyakan bagaimana mungkin kekuatan selain Allah Swt dijadikan
tumpuan harapan apabila tidak sanggup memberikan manfaat atau
kerugian, tidak mampu menciptakan, dan sebagainya.

2. Membandingkan antara Allah Swt dengan selain Allah Swt. Melalui


modus ini Al-Qur’an berusaha menyadarkan manusia agar tidak sampai
jatuh tersungkur. Seraya memaparkan hakikat dari pengganti yang Maha
Kuasa (tuhan-tuhan selain Allah Swt).

3. Berbagai praktek ritual seperti shalat, doa, dzikir, Setiap kata-kata yang
tercantum di dalamnya apabila benar-benar diperhatikan dan dihayati tentu
pada gilirannya akan mengembangkan jiwa ketauhidan dalam diri
seseorang. 10

BAB III
KESIMPULAN

Ikhlas BeramalSecara bahasa ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan


menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang
10
Musthafa Murad, Minhajul Mu’min pedoman hidup bagi orang mukmin, (Semarang: Pustaka
Arafah, 2011), cet.1, hal. 49
menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan
tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan
secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang
merusak, atau dapat juga diartikan sebagai menyengajakan perbuatan semata-mata
mencari keridhaan Allah dan memurnikan perbuatan dari segala bentuk
kesenangan duniawi. Dengan demikian, perbuatan seseorang benar-benar tidak
dicampuri oleh keinginan yang bersifat sementara, seperti keinginan terhadap
kemewahan, kedudukan, harta, popularitas, simpati orang lain, pemuasan hawa
nafsu, dan penyakit hati lainnya.
Syirik Asbab (sebab-sebab), yaitu menyadarkan diri kepada pengaruh
sebabsebab yang wajar (hanya bersifat biasa), sebagaimana syiriknya orang-orang
ahli filsafat, Naturalis, serta pengikut-pengikut mereka. Mereka berkata bahwa
segala kejadian alam ini tidak ada sangkut-pautnya dengan Tuhan, meskipun
Tuhan itu ada. Melainkan adalah sebab-akibat daripada alam itu
sendiri.Contohnya meyakini pengaruh bintang dan planet terhadap Berbagai
Peristiwa dan Kehidupan Manusia. Bentuk lain dari sikap ini adalah merujuk
ramalan bintang yang dimuatkan dikoran dan majalah. Jika ia meyakini adanya
pengaruh bintang dan gugusannya, maka dia musyrik.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Abu Abdillah Said. Hadits Abrain Imam An-Nawawi. (2016) Solo: Al-

Wafi.
Jawas Yazid bin Abdul Qadir. Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

(2012). Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Mansur Yusuf. Mencari Tuhan yang Hilang. (2006). Jakarta: Dzikrul Hakim.

Taimiyah Ibnu, Terjemahan Kitab Al- Iman. (2006). Jakarta: Darul Falah

Qordhawi Yusuf. Ikhlas Sumber Kekuatan Islam. (1996) Jakarta: Gema Insani

Press.

Anda mungkin juga menyukai