Anda di halaman 1dari 6

Bagaimana berinteraksi dgn Al quran

Asmaul Qur’an  bahwa Al-Qur’an adalah kitab petunjuk (al-huda), pembeda (al-furqan),
rahmat (ar-rahmah), cahaya (an-nur), roh (ar-ruh), obat (asy-syifa), kebenaran (al-haq),
penjelasan (al-bayan), pelajaran (al-mauidzah), dan pemberi peringatan (ad-dzikr).

َ ‫َو َه َذا ِك َتابٌ َأ ْن َز ْل َناهُ ُم َب‬


ٌ ‫ار‬
‫ك‬
“Dan ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi…” (QS. Al-An’am, 8: 92)

Untuk mengambil keberkahan dan manfaat petunjuk Al-Qur’an, penting bagi kita untuk mengetahui
syarat-syaratnya :

1. al-intifa-ul mawani’ (menghilangkan faktor-faktor yang menghambat pengambilan manfaat


Al-Qur’an).

 penghambat pemahaman Al quran :

1. Terlalu fokus pada bagaimana mengucapkan huruf-huruf sesuai dengan


makhrajnya. Sehingga sibuk dengan mengulang-ulang membaca huruf, tapi
lupa memperhatikan maknanya.
2. Ber-taqlid kepada suatu paham atau madzhab yang dianutnya, membatasi diri
dan fanatik kepadanya.
3. Terus-menerus melakukan suatu dosa -terutama dosa besar- atau tergoda
dengan nafsu dunia yang diikutinya. Yang demikian ini menciptakan
kegelapan dan kepekatan di hati, seperti halnya kotoran di cermin, sehingga
menghalangi kejelasan kebenaran yang tampak di depannya. Sementara
makna-makna Al-Qur’an adalah gambaran-gambaran yang hadir di depan
cermin itu.

2. at-ta-addubu ma’ahu  (beradab terhadapnya).


1. Husnun niyyah  (niat yang baik).
Hendaklah interaksi dengan Al-Qur’an dilandasi niat yang ikhlas
mengharapkan ridha Allah Ta’ala, bukan berniat mencari dunia atau mencari
pujian manusia. Karena Allah Ta’ala  tidak akan menerima -bahkan murka-
terhadap amal yang dilandasi riya.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  berkata,
َ ‫ُشْه َد َفُأ ِت‬ ْ ‫َّاس يُ ْقضَ ى يَوْ َم ا ْل ِقيَا َم ِة عَ لَ ْي ِه رَ ُج ٌل ا‬ ‫َأ‬ َ َ‫س ِم ْعتُ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
‫ي ِب ِه‬ ِ ‫ست‬ ِ ‫سلَّ َم يَقُو ُل ِإنَّ وَّ َل الن‬ َ
‫َأِل‬
‫ستُش ِْهدْتُ َقا َل َك َذ ْبتَ وَ لَ ِكنَّكَ َقاتَ ْلتَ نْ يُقَا َل جَ ِري ٌء‬ ْ ‫َف َع َّر َف ُه ِن َع َم ُه َفعَرَ َف َها َقا َل َفمَا عَ ِم ْلتَ ِفي َها َقا َل َقاتَ ْلتُ فِيكَ حَ تَّى ا‬
‫ي ِب ِه َفعَرَّ َف ُه‬ َ ‫َّار وَ رَ ُج ٌل تَ َعلَّ َم ا ْل ِع ْل َم وَ عَ لَّ َم ُه وَ َقرَ َأ ا ْلقُرْ آنَ َفُأ ِت‬
ِ ‫ي ِفي الن‬ َ ‫سحِبَ عَ لَى وَ ْج ِه ِه حَ تَّى ُأ ْل ِق‬ ُ ‫َف َق ْد ِقي َل ثُ َّم ُأمِرَ ِب ِه َف‬
‫ِن َع َم ُه َفعَرَ َف َها َقا َل َفمَا عَ ِم ْلتَ ِفي َها َقا َل تَ َعلَّمْ تُ ا ْل ِع ْل َم وَ عَ لَّمْ تُ ُه وَ َقرَ ْأ تُ فِيكَ ا ْلقُرْ آنَ َقا َل َك َذ ْبتَ وَ لَ ِكنَّكَ تَ َعلَّمْ تَ ا ْل ِع ْل َم‬
َ ‫سحِبَ عَ لَى وَ ْج ِه ِه حَ تَّى ُأ ْل ِق‬ ُ ‫ارٌئ َف َق ْد ِقي َل ثُ َّم ُأمِرَ ِب ِه َف‬ ‫ْأ‬
َ‫َّار وَ رَ ُج ٌل وَ سَّع‬ ِ ‫ي ِفي الن‬ ِ ‫ِليُقَا َل عَ ا ِل ٌم وَ َقرَ تَ ا ْلقُرْ آنَ ِليُقَا َل ُهوَ َق‬
‫ي ِب ِه َف َع َّر َف ُه ِن َع َم ُه َفعَرَ َف َها َقا َل َفمَا عَ ِم ْلتَ ِفي َها َقا َل مَا تَرَ ْكتُ مِنْ س َِبي ٍل‬ ِ ‫اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه وَ َأعْ طَا ُه مِنْ َأصْ ن‬
َ ‫َاف ا ْلمَا ِل ُك ِلّ ِه َفُأ ِت‬
‫سحِبَ عَ لَى‬ ُ ‫تُحِبُّ َأنْ يُ ْنفَقَ ِفي َها ِإاَّل َأ ْن َفقْتُ ِفي َها لَكَ َقا َل َك َذ ْبتَ وَ لَ ِكنَّكَ َف َع ْلتَ ِليُقَا َل ُهوَ جَ وَ ا ٌد َف َق ْد ِقي َل ثُ َّم ُأمِرَ ِب ِه َف‬
‫َّار‬
ِ ‫ي ِفي الن‬ َ ‫وَ ْج ِه ِه ثُ َّم ُأ ْل ِق‬
“Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‘Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat ialah
seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan
sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: ‘Apa yang telah
kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku?’ Dia menjawab: ‘Saya berjuang dan
berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.’ Allah berfirman:
‘Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan
agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang
gelar tersebut.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan
dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar
Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan
sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: ‘Apa yang telah
kamu perbuat?’ Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya,
saya juga membaca Al-Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta,
akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an
agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah
dikatakan seperti itu’, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia
dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang
diberi keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua,
lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan
jelas. Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat dengannya?’ Laki-laki itu
menjawab, ‘Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan
harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai.’ Allah berfirman: ‘Dusta
kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang
yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.’ Kemudian
diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam
neraka.” (HR. Muslim)
2. Thaharatul qalbi wal jasadi  (membersihkan hati dan jasad).
Sebelum berinteraksi dengan Al-Qur’an, kita hendaknya bersungguh-sungguh
membersihkan hati; selain dengan husnun niyyah,  hati pun harus dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang menempel padanya. Diantaranya adalah
kesombongan, yakni merasa diri hebat sehingga menolak kebenaran dan
meremehkan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
ِ ‫ا ْل ِك ْب ُر بَطَرُ ا ْلحَ ِّق وَ َغمْ ط ُ الن‬
‫َّاس‬
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR.
Muslim)
Kotoran hati yang lainnya adalah dosa dan maksiat, maka bersihkanlah
dengan memperbanyak istighfar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda,
‫ وَ ِإنْ عَ ا َد ِزي َد‬، ‫س ِق َل َق ْلبُ ُه‬
ُ َ‫ستَ ْغ َفرَ وَ تَاب‬ ْ ‫ َفِإ َذا ُهوَ نَزَ عَ وَ ا‬، ‫ِإنَّ ال َع ْب َد ِإ َذا َأخْ طََأ خَ ِطيَئ ًة نُ ِكتَتْ ِفي َق ْل ِب ِه نُ ْكتَ ٌة سَوْ دَا ُء‬
َ‫وب ِه ْم مَا َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬ ِ ُ‫ وَ ُهوَ الرَّ انُ الَّ ِذي َذ َكرَ اللَّ ُه ” َكاَّل بَلْ رَ انَ عَ لَى ُقل‬، ‫” ِفي َها حَ تَّى تَ ْعلُوَ َق ْلبَ ُه‬
”Sesungguhnya seorang hamba jika ia melakukan kesalahan, maka akan
tercemari hatinya dengan satu bercak hitam. Jika ia menghentikan
kesalahannya dan beristighfar (memohon ampun) serta bertaubat, maka
hatinya menjadi bersih lagi. Jika ia melakukan kesalahan lagi, dan
menambahnya maka hatinya lama-kelamaan akan menjadi hitam pekat.
Inilah maksud dari ”al-Raan” (penutup hati) yang disebut Allah dalam firman-
Nya: ”Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutupi hati mereka.” [Al-Muthoffifin: 14] ” (Hadist Riwayat
Tirmidzi (No : 3334) dan Ahmad  ( 2/ 297 ). Berkata Tirmidzi : “Ini adalah hadist
Hasan Shahih).
Sedangkan membersihkan jasad diantaranya dengan bersiwak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
ّ ِ ‫ َفط َ ِيّبُو َها ِبال‬،‫آن‬ ‫َأ‬
‫ك‬
ِ ‫سوَ ا‬ ِ ْ‫ِإنَّ ْفوَ ا َه ُك ْم طُرُ قٌ ِل ْلقُر‬
“Sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan bagi Al Qur`an, maka
harumkanlah dengan bersiwak.” (Sunan Ibnu Majah, no.291)
Selain membersihkan mulut dengan bersiwak, maka badan, pakaian dan
tempat membaca al-Qur’an pun hendaknya benar-benar bersih dan suci.
Saat kita menyentuh mushaf, disunnahkan dalam kondisi berwudhu.
‫ َكتَبَ ِإلَى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ْن حَ زْ ٍم عَ نْ َأ ِبي ِه عَ نْ جَ ِ ّد ِه َأنَّ رَ سُو َل اللَّ ِه‬ ِ ‫ْن عَ مْ ِرو ب‬ ِ ‫عَ نْ ِبى بَ ْك ِر ب‬
ِ ‫ْن مُحَ َّم ِد ب‬
‫َأ‬
ٌ‫َن ِكتَابًا َف َكانَ ِفي ِه الَ يَمَسُّ ا ْلقُرْ آنَ ِإالَّ طَاهِر‬ ‫َأ‬
ِ ‫ْه ِل ا ْليَم‬
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat
untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an
melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih
oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
3. Tafrighun nafsi ‘an syawaghiliha  (mengkhususkan diri sibuk dengannya).
Hendaknya setiap muslim memiliki waktu khusus bersama Al-Qur’an dan
menyibukkan diri dengannya; tidaklah pantas bagi seorang muslim
mengacuhkan Al-Qur’an—yakni enggan membaca dan mempelajarinya.
Abu Sa’id berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
‫سَألَ ِتي َأعْ ط َ ْيتُ ُه َأ ْفضَ َل مَا ُأعْ ِطي السَّاِئلِينَ وَ َفضْ ُل َكاَل ِم اللَّ ِه عَ لَى‬ ْ ‫ش َغلَ ُه ا ْلقُرْ آنُ وَ ِذ ْك ِري عَ نْ َم‬ َ ْ‫ال َّربُّ عَ َّز وَ جَ َّل مَن‬
ٌ‫يث حَ سَنٌ َغ ِريب‬ ٌ ‫سَاِئ ِر ا ْل َكاَل ِم َك َفضْ ِل اللَّ ِه عَ لَى خَ ْل ِق ِه َقا َل َأبُو ِعيسَى َه َذا حَ ِد‬
“Rabb Azza wa Jalla berfirman; ‘Barangsiapa disibukkan oleh Al Qur`an dan
berdzikir kepadaku untuk memohon kepadaKu, maka Aku akan memberikan
kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang Aku berikan kepada orang-orang
yang memohon, dan kelebihan kalamullah (Al Qur`an) dari seluruh kalam
adalah seperti kelebihan Allah dari seluruh makhlukNya.” (HR. At-Tirmidzi).
4. Hadhrul fikri ma’al qur’an  (hadirnya pikiran bersama Al-Qur’an).
Kita harus berupaya mencermati dan memikirkan ayat-ayat Al-Qur’an, yakni
men-tadabburi-nya dengan sungguh-sungguh.
Allah Ta’ala  berfirman,
ِ ‫ِكتَابٌ َأ ْنزَ ْلنَا ُه ِإلَيْكَ ُمبَارَ كٌ ِليَ َّدبَّ ُروا آيَا ِت ِه وَ ِليَتَ َذ َّكرَ ُأولُو اَأْل ْلبَا‬
‫ب‬
“Ini adalah sebuah kitab yang penuh dengan berkah, Kami turunkan kepadamu
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad, 38: 29)

3. husnut talaqqi  (baik dalam mengambil manfaat dari Al-Qur’an).


a. Bil-qalbil khasyi’  (dengan hati yang khusyu). 57 :16
b. Bit-ta’dzim  (disertai pengagungan).19 : 58

c. Lit-tanfizh  (untuk melaksanakannya).35 : 29

4. al-iltifatu ‘ilal ahdafil asasiyyah  (berorientasi kepada tujuan asasi Al-Qur’an).


tujuan asasi diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Al-hidayatu ilallah  (petunjuk menuju kepada Allah). 10:57
b. Takwinu syakhshiyatil islamiyah  (membentuk pribadi islami).

‫ِإنَّمَا بُ ِع ْثتُ ُألتَ ِّم َم صَ ا ِلحَ اَألخْ الَ ِق‬

“Bahwasanya aku diutus adalah untuk menyempurnakan kebaikan akhlak.” (HR.


Ahmad).

c. Qiyadatun basyariyah  (membimbing dan memandu manusia). 3 : 104


d. Takwinul mujtama’il islamiy  (membentuk masyarakat Islam), yaitu masyarakat
dakwah yang menegakkan nilai-nilai iman.

Allah Ta’ala  berfirman,

ِ ُ‫َّاس تَْأ مُرُ ونَ ِبا ْل َمعْر‬


‫وف وَ تَ ْن َهوْ نَ عَ ِن ا ْل ُم ْن َك ِر وَ تُْؤ ِمنُونَ ِباللَّ ِه‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم خَ يْرَ ُأ َّم ٍة ُأخْ ِر َج‬
ِ ‫ت ِللن‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”  (QS. Ali
Imran, 3: 110)

5. ittiba’u kaifiyati ta’amulis shahabah  (mengikuti tata cara interaksi para sahabat
dengan Al-Qur’an).

‫خَ يْرَ ُأ َّم ِتـي َقرْ ِني ثُ َّم الَّ ِذيْنَ يَلُونَ ُه ْم ثُ َّم الَّ ِذينَ يَلُونَ ُه ْم‬

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang


setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah
mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Karakterostik Sahabat dlm mempelajari Al quran

1. An-Nadzratul kuliyyah  (pandangan yang menyeluruh).


Para sahabat memiliki pandangan yang menyeluruh terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an karena mereka mengetahui konteks sebuah ayat ketika diturunkan
kepada mereka.

ْ َ‫ ُكنَّا نَتَ َعلَّ ُم ِمنْ رَ سُو ِل اللَّ ِه صلى هللا عليه وسلم ع‬: ‫سعُو ٍد َقا َل‬ ‫َأ‬
َ‫شر‬ ْ ‫ْن َم‬ِ ‫ي عَ نْ اب‬ ِ ّ ‫سلَ ِم‬
ُّ ‫َن ال‬ِ ‫عَ نْ ِبي عَ ْب ِد الرَّ ْحم‬
ْ ‫شرَ الَّ ِتي بَ ْع َد ُهنَّ َحتَّى نَتَ َعلَّ َم مَا ُأ ْن ِز َل ِفي َه ِذ ِه ا ْل َع‬
‫ش ِر ِمنْ ا ْل َع َم ِل‬ ْ ‫َات َفمَا نَ ْعلَ ُم ا ْل َع‬
ٍ ‫آي‬

Dari Abdul Rahman As-Sulamiy (seorang tabi’in) dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Kami
dulu belajar dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam 10 ayat, kami tidak
mengetahui 10 ayat yang sesudahnya sehingga kami mempelajari pengamalan apa
yang diturunkan dalam 10 ayat ini.” (Ath-Thohawi w. 321H/ 933M, Musykilul Atsar,
juz 3 halaman 478).

2. Dukhulul qur’ani duna muqarraratin sabiqah  (masuknya Al-Qur’an [ke dalam


hati] tanpa disertai dengan pemahaman-pemahaman sebelumnya yang
menyimpang).

3. Ats-tsiqatul muthlaqah  (kepercayaan yang mutlak).

Dari Shafiyyah binti Syaibah bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha pernah


berkata: “Tatkala turun ayat: ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya..’ (An Nuur: 31). Maka mereka langsung mengambil sarung-sarung
mereka dan menyobeknya dari bagian bawah lalu menjadikannya sebagai
kerudung mereka”. (HR. Bukhari)

4. Asy-Syu’uru bi annal ayata muwahhajatun ilaihi  (memiliki perasaan bahwa


ayat [yang dibaca] benar-benar tertuju padanya).

Anda mungkin juga menyukai