Anda di halaman 1dari 5

HADITS 1

PRINSIP TAQWA DIMANAPUN BERADA

ْ‫اهلل َعنْ ُه َما َعن‬ َ ْ ‫الر‬ َ َ َُ ْ ُ ٍّ َ ْ َ ْ َ


ُ ‫ِض‬ َ ‫ْحن ُم َعاذي بْن َج َبل َر ي‬ ٍَّ ‫ادةَ َوأِب َعبْ يد‬ ‫بن جن‬ ُ
ٍ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ب ي‬ ‫عن أ يِب ذ ٍر جند ي‬
َ َ َ َ َ َ ٍّ ٍَّ ََْ َ ْ ُ َ ُْ َ َ ٍَّ َ َ ٍَّ َ ُ ٍَّ َ
‫ وأتبيعي السي يئة احلسنة‬،‫ (ات يق اهلل حيثما كنت‬:‫اهلل َعليْهي َو َسل َم قال‬ ‫ول اهلل ي صَل‬
‫رس ي‬
َُ
ٌ َ َ ْ ‫ِبلُق َح َسن) َر َواهُ ٍّ ي‬ ُ َ ٍَّ َ َ ُ ‫َت ْم‬
‫ َو يِف َب ْع يض‬.‫ َح يديْث َح َس ٌن‬:‫الِت يم يذي َوقال‬ ٍ ٍ ‫ي‬ ‫اس‬ ‫ال‬ ‫يق‬‫ي‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫خ‬ ‫و‬ ،‫ا‬ َ‫ح‬
‫ه‬
َ َ ٍُّ
‫حيْ ٌح‬
‫ ح َس ٌن ص ي‬: ‫الن َسخي‬.

Artinya: Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin
Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan
buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan
pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan
haditsnya itu hasan dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan shahih)
[HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
hadits ini hasan]

Penjelasan Hadits
Pertama: Takwa
Bertakwa dan berakhlak mulia, itulah yang paling menyebabkan banyak yang masuk
surga.

ْ َ َ َ َ َ ٍَّ َ ْ َ ٍَّ ُ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
َ ُ َُ َ ُ
ٍَّ ‫ول‬
‫خل الاس اْلنة فقال « تقوى‬ ‫ث ما يد ي‬
‫ي‬ ‫ك‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫ع‬ -‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫اهلل‬ ‫صَل‬ - ‫ي‬ ‫اهلل‬ ‫سئيل رس‬
ُ ْ َْ َ ُ َْ َ َ َ َ ٍَّ َ ٍَّ ُ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ َ ُ ُ ْ ُ ْ ُ َ ٍَّ
»‫خل الاس الار فقال « الفم والفرج‬ ‫ث م ا يد ي‬
‫ وسئيل عن أك ي‬.» ‫اهللي وحسن اْلل يق‬
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak
memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan
berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak
memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena
mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Takwa asalnya adalah menjadikan antara seorang hamba dan seseutu yang ditakuti suatu
penghalang. Sehingga takwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan Allah suatu
benteng yang dapat menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah. Takwa ini dilakukan
dengan melaksanakan perintah dan menjauhi maksiat.

Hadits Ekonomi : Prinsip Taqwa | 1


Namun takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan
kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah,
dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
َ َ َ ُ ْ َ ْ َّ َ ْ ْ َ َ َ ِّ ُ َ َ َّ َ ْ ُ َّ ُ
‫ض عل ْي ِه ْم‬ ‫ وأدوا ما اف ِت‬، ‫المتقون اتقوا ما حرم علي ِهم‬
Artinya: “Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan
dan menunaikan berbagai kewajiban.”

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata,


َ َ َ َ‫ْ َ َ ْ ن‬ ْ َّ َّ َ َّ َ ‫س َت ْق‬ ْ ‫َل‬
‫ َول ِك ْن‬، ‫ي ذ ِلك‬ ‫ َوالتخ ِل ْي ِط ِفيما ب‬، ‫ َ َوال ِب ِق َي ِام الل ْي ِل‬، ‫هللا ِب ِص َي ِام الن َه ِار‬ ‫ى‬ ‫و‬ َ ‫ي‬
ً ْ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ ُ َ َ َُ ْ َ ُ َ َ ُ َ َّ َ َ ِ ُ ْ َ
َ‫ َف ُهو‬، ‫تا‬ َْ
‫فمن ر ِزق بعد ذ ِلك خ‬، ‫ وأداء ما افتض هللا‬، ‫هللا ترك ما حرم هللا‬ ِ ‫تق َوى‬
َ َ َ
‫خ ْ ٌت ِإَل خ ْ رت‬
Artinya: “Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat
malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang
Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu
dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”

Thalq bin Habib rahimahullah mengatakan,

َ َْ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َّ
َ ‫ َت ْر ُُ ْو ََ َو‬، ‫ َع َل ُُ ْور م َن هللا‬، ‫اعة هللا‬
‫ َوأن ت ُ ُتك‬، ‫هللا‬
ِ َ‫ا‬ ِ َ ِ ‫ر‬ ِ ِ َ ‫التقوى أن تعمل ِبط‬
َ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ
‫هللا‬
ِ َ‫هللا تخاف ِعقا‬ ِ ‫هللا عل ُو رر ِمن‬ ِ ‫م ْع ِص َية‬
Artinya: “Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya
dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula
adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan
siksa-Nya.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat “bertakwalah pada Allah
dengan sebenar-benarnya takwa” yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 102, beliau
berkata,

َ َ ََ ْ ُ ََْ
ُ‫ال ُي َك َّفر‬ َ ُْ َ َ ُ َ َُْ َ ْ ُ َ َ َ َُ َْ
‫ وأن يشكر ف‬، ‫ ويذكر فال ينَس‬، ‫أن يطاع فال يعَص‬
Artinya: “Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah
itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak
diingkari.” (HR. Al-Hakim secara marfu’, namun mauquf lebih shahih, berarti
hanya perkataan Ibnu Mas’ud). Yang dimaksud bersyukur kepada Allah di sini
adalah dengan melakukan segala ketaatan pada-Nya.

Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat
Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya
dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi.
(LihatJami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:397-402)

Kedua: Mengikutkan kejelekan dengan kebaikan


Yang dimaksud di sini adalah mengikuti kejelekan dengan taubat. Bisa juga
maksudnya adalah kebaikan di sini bukan hanya taubat saja yang mengikuti kejelekan,
namun lebih umum. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

Hadits Ekonomi : Prinsip Taqwa | 2


َ ِّ َّ َ‫ُ ْ ْ ن‬ َ َ َ ْ َّ ْ َّ َ ً َ ُ َ َ َّ َ‫َّ َ َ َ َ ن‬ ََ
‫ات‬
ِ ‫ات يذ ِهي السيئ‬ ِ ‫وأ ِق ِم الصَلة طر ِيف النه ِار وزلفا ِمن اللي ِل ِۚإن الحسن‬
Artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan
pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS.
Hud: 114)

Ada hadits dari Mu’adz yang menyatakan bahwa ada orang yang ayat ini turun
karenanya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan dia untuk wudhu dan
shalat. (HR. Tirmidzi, no. 3113. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini dhaif).
Para ulama berselisih pendapat apakah amalan shalih bisa menghapuskan dosa besar
(al-kabair) dan dosa kecil (ash-shaghair) sekaligus atau amalan shalih hanya
menghapuskan dosa kecil saja.
Yang jelas jika itu dosa besar, maka menghapusnya mesti dengan taubat. Karena
Allah perintahkan untuk bertaubat kalau tidak masih berstatus orang yang zalim.
Allah Ta’ala berfirman,

َ ُ َّ ُ ُ َ َٰ َ ُ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َ
‫ومن لم يتب فأول ِئك هم الظ ِالمون‬
Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11). Yang menjadi pendapat jumhur ulama, dosa besar
hanya bisa dihapus dengan taubat.

Jadi amalan shalih seperti amalan wajib hanya khusus menghapus dosa kecil saja.
Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ْ ُ َ َ َّ َ ُ َ ِّ َ ُ َ َّ َ ُ ِّ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ‫ْ َ ُ َّ ُ ن‬
‫الصدقة َواْل ْم ُر‬ ‫ِفتنة الرُ ِل ِ يف أه ِل ِه وم ِال ِه وول ِد ِه تكفرها الصَلة والصيام و‬
َ ْ ْ َ ُ ْ َّ َ ُ ‫ب ْال َم ْع‬
‫ه ع ْن ال ُمنك ِر‬
‫ي‬ ‫الن‬‫و‬ ‫وف‬
ِ ‫ر‬ ِ
Artinya: “Keluarga, harta, dan anak dapat menjerumuskan seseorang dalam maksiat
(fitnah). Namun fitnah itu akan terhapus dengan shalat, shaum, shadaqah, amr
ma’ruf (mengajak pada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari
kemungkaran).” (HR. Bukhari, no. 525 dan Muslim, no. 144).

Kata Ibnu Baththol, hadits ini semakna dengan firman Allah Ta’ala,

ٌ ‫اَّلل ع ْن َد ُه َأ ُْ ٌر َعظ‬
‫يم‬ ُ َّ ‫إ َُّ َما َأ ْم َو ُال ُك ْم َو َأ ْو ََل ُد ُك ْم ف ْت َن ٌة َۚو‬
ِ ِ ِ ِ
Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi
Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Ath-Taghabun: 15) (Lihat Syarh Al-
Bukhari karya Ibnu Baththal, 3:194, Asy-Syamilah)

Ketiga: Akhlak mulia


Ibnu Rajab mengatakan bahwa berakhlak yang baik termasuk bagian dari takwa.
Akhlak disebutkan secara bersendirian karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab
banyak yang menyangka bahwa takwa hanyalah menunaikan hak Allah tanpa
memperhatikan hak sesama. (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:454).
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang baik sebagai
tanda kesempurnaan iman. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ًُ ُ ُ َ ً َ َ ْ ُْ ُ ََْ
‫يماُا أ ْح َسن ُه ْم خلقا‬ ‫أ كمل المؤم ِن ن‬
‫ي ِإ‬ ِ
Hadits Ekonomi : Prinsip Taqwa | 3
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (HR. Abu Daud, no. 4682 dan Ibnu Majah, no. 1162. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Akhlak yang baik (husnul khuluq) ditafsirkan oleh para salaf dengan menyebutkan
beberapa contoh.

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,

ُ ‫الب ْذ َل ُة َواال ْحت َم‬


‫ال‬
َ
َ ‫الك َر ُم َو‬ : ‫ق‬
ُ ُ ُ ْ ُ
ِ ِ ِ ‫حسن الخ‬
‫ل‬
Artinya: “Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan bisa menahan amarah.”

Asy-Sya’bi berkata bahwa akhlak yang baik adalah,

َ َ َ َّ َ َ َ ‫الب ْذ َل ُة َو‬
ُ ‫الع ِط َّي ُة َوالب ر‬
‫ َوكان الش ْع ِ يب كذ ِلك‬، ‫الح َس ُن‬
َ ‫ش‬
ِ
َ
Artinya: “Bersikap dermawan, suka memberi, dan memberi kegembiraan pada orang lain.”
Demikianlah Asy-Sya’bi, ia gemar melakukan hal itu.

Ibnul Mubarak mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah,


َ َ ُّ َ َ َ ‫ َو َب ْذ ُل‬، ‫الو ُْه‬
َ ‫ُه َو َب ْس ُط‬
‫ف اْلذى‬ ‫ وك‬، ‫الم ْع ُر ْو ِف‬ ِ
Artinya: “Bermuka manis, gemar melakukan kebaikan, dan menahan diri dari menyakiti
orang lain.”

Imam Ahmad berkata,

َ‫الخ ُلق َأ ْن َت ْح َتم َل ما‬


ُ ُ ْ ُ َ َ ُ َّ ُ ْ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ُ ُ ْ ُ
‫ حسن‬: ‫ وعنه أُه قال‬، ‫حسن الخل ِق أن ال تغضب وال تحتد‬
ِ ِ َّ َ ُ ْ ُ َ
‫اس‬
ِ ‫الن‬ ‫يكون ِمن‬
Artinya: “Akhlak yang baik adalah tidak mudah marah dan cepat naik darah.” Beliau juga
berkata, “Berakhlak yang baik adalah bisa menahan amarah di hadapan
manusia.”

Ishaq bin Rohuwyah berkata tentang akhlak yang baik,

َ ‫ َو َأ ْن َال َت ْغ َض‬، ‫الو ُْه‬


‫ب‬ َ ‫ُه َو َب ْس ُط‬
ِ
Artinya: “Bermuka manis dan tidak marah.” (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:457-
458)

Faedah Hadits
Pertama: Wajib bertakwa kepada Allah di mana saja kita berada dengan menjalankan
perintah dan menjauhi larangan, baik ketika saat di keramaian dan ketika saat
di kesepian.
Bahkan ada peringatan bagi yang tidak takut kepada Allah hingga berbuat
maksiat di kesepian. Dalam hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,
ُ َْ َْ َ َ ‫ َأ َُّ ُه َق‬-‫صل هللا عليه وسلم‬- ‫ب‬ َّ َ َ ََْ ْ َ
‫ « ْلعل َم َّن أق َو ًاما ِم ْن أ َّم ِ ُب‬: ‫ال‬ َ
ِّ ‫الن‬
ِ ‫ن‬
ِ ‫ع‬ ‫ْعن َوبان‬
ََ َّ َ َ َّ َ ُ َّ َ ُ َ ْ َ َ ً َ َ َ َ َ ْ
َ َ َ َ َ َْ َ ُ َ
‫ات أ ْمث ِال ُِ َب ِال ِتهامة ِبيضا فيجعلها اَّلل عز وُل هباء‬ ٍ ‫يأتون يوم ال ِقيام ِة ِبحسن‬

Hadits Ekonomi : Prinsip Taqwa | 4


َ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ ِّ َ َ َ ْ ُ ْ َّ َ ُ َ َ : ُ َ ْ َ َ َ ً ‫َم ْن ُث‬
‫اَّلل ِصفهم لنا ُل ِه ْم لنا أن ال ُكون ِمنهم ْ وُحن ال‬ ِ ‫ قال َو َبان يا رسول‬.» ‫ورا‬
َ ُ ُ َ َ َّ َ ُ ُ ُ َْ ُُ ْ َّ َ ‫ َق‬.‫َُ ْع َل ُم‬
‫ « أ َما ِإُ ُه ْم ِإ َخ َواُك ْم َو ِم ْن ُِلد ِتك ْم َو َيأخذون ِم َن الل ْي ِل ك َما تأخذون‬: ‫ال‬
َ ُ َ ْ َّ َ ‫َو َلك َّن ُه ْم أ ْق َو ٌام إ َذا َخ َل ْوا ب َم‬
»‫اَّلل اُت َهكوها‬
ِ ِِ ‫م‬‫ار‬ ‫ح‬ ِ ِ ِ
Artinya: Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku
mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak
kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut
menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba
sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka
sedangkan kami tidak mengetahuinya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara
kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam
(dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika
bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu
Majah, no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Ibnu Majah membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingat Dosa”.

Hadits di atas semakna dengan ayat,

َ َ َ ُ ْ ُ َّ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ َ ُ ْ َ ْ َ
‫اَّلل َوه َو َم َع ُه ْم ِإذ ُي َب ِّيتون َما َل َي ْر نض ِم َن‬
ِ ‫ن‬‫م‬ِ ‫ون‬ ‫ف‬‫خ‬‫ت‬‫س‬‫ي‬ ‫َل‬‫و‬ ‫اس‬ ‫الن‬ ‫يستخفون ِمن‬
ً ُ َ ُ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ َ ْ َ ْ ِ
‫القو ِل وكان اَّلل ِبما يعملون م ِحيطا‬
Artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah,
padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan
keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-
Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 108). Walaupun
dalam ayat tidak disebutkan tentang hancurnya amalan.

Kedua: Amalan kebaikan akan menghapus kejelekan. Bisa jadi yang dimaksud dengan
kebaikan adalah taubat, bisa pula yang dimaksud adalah amal shalih lainnya.

Ketiga: Kita diperintahkan untuk berakhlak mulia terhadap sesama. Namun hal ini tidak
menafikan pada suatu keadaan kita bersikap keras dan tegas.
Contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti terlihat dalam riwayat dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seorang Yahudi melewati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as-saamu
‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas
‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu
‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka
ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari, no. 6926)
Namun kalau ada dua keadaan yaitu perintah bersikap lemah lembut ataukah
keras, kita tetap memilih lemah lembut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengatakan kepada Aisyah,

َ ْ ْ ََ َ ْ ِّ َ َ َ ْ ِّ ُّ ُ ٌ َ َ َّ َّ ُ َ َ َ
‫الرف ِق َما ال ُي ْع ِِط عل ال ُعن ِف َو َما ال‬ ‫الرفق َو ُي ْع ِِط عل‬ ‫يا ع ِائشة ِإن اَّلل رِفيق ي ِحب‬
ُ َ َ ََ ْ ُ
‫يع ِِط عل ما ِسواه‬
Artinya: “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu lemah lembut dan menyukai kelemah
lembutan. Allah memberi kepada kelembutan suatu kebaikan yang tidak diberi
pada sikap keras dan tidak diberi pada lainnya.” (HR. Bukhari, no. 6024 dan
Muslim, no. 2593. Lafazhnya adalah lafazh Muslim)

Hadits Ekonomi : Prinsip Taqwa | 5

Anda mungkin juga menyukai