Kedekatan manusia kepada Allah SWT tidaklah muncul tiba-tiba, tetapi melalui proses, seperti hubungan antara
dua orang manusia yang saling mencintai. Pada awalnya tidak saling mengenal, tetapi dengan intensitas
pertemuan yang makin sering dari waktu ke waktu maka akan timbul rasa kasih sayang yang kemudian
menimbulkan pemahaman dan pengenalan terhadap diri masing-masing. Dan rasa kasih sayang yang timbul
lambat laun akan menimbulkan rasa cinta. Ibarat dari pepatah, “Tak kenal maka tak sayang.”
Begitupula apabila manusia ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah, maka manusia harus belajar mengenal
Allah, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan yang disyariatkan dalam
Al-Qur’an dan As-sunnah-Nya. Kadangkala, dalam menjalani kehidupan keseharian, manusia tidak pernah luput
dari permasalahan dan cobaan yang melanda hidup ini. Apakah dengan ujian itu akan menjadi lupa kepada
Allah atau akan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ketika manusia sudah berusaha mendekatkan dirinya
pada Allah, maka Allah akan mendekat pula kepada hambanya. Dari Anas r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda tentang yang diriwayatkannya dari tuhannya, “Bila seorang hamba mendekat kepada-Ku (Allah)
sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Bila dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan
mendekatinya sedepa. Dan bila dia mendekatiku dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan
berlari.“ (HR Bukhari)
KESALAHPAHAMAN TENTANG PENGERTIAN TAQARRUB ILALLAH
Upaya manusia untuk mendekatkan diri disebut taqarub, berasal dari akar kata qurb (dekat),
dan aqriba (kerabat). Kata taqarrub dalam bahasa Arab artinya mendekat. Taqarrub ilallah artinya mendekatkan
diri kepada Allah dengan menjalankan kewajibab-kewajiban yang telah ditetapkan-Nya. Tetapi, saat ini tidak
sedikit orang memaknai taqarrub ilallah dengan pengertian yang sempit, yaitu hanya sebatas ibadah mahdhah
saja, seperti shalat, puasa, haji, dan dzikir. Sementara itu, pelaksanaan ajaran islam dalam interaksi antara
manusia dengan manusia seperti mu’amalat, akhlaq, math’umat(berkaitan dengan
makanan), malbusaat (berkaitan dengan pakaian), uqubat (pelaksanaan sanksi hukum) serta menegakkan
SYARIAT ISLAM dan menjalankan RODA PEMERINTAHAN ISLAM dianggap bukan bagian dari taqarrub
ilallah. Hal ini disebabkan karena pengaruh paham sekularisme yang membatasi agama hanya hubungan
manusia dengan Tuhannya)…, padahal tidaklah demikian.
MAKNA TAQRRUB ILALLAH
Lalu… pemahaman “TAQARRUB ILALLAH” yang tepat itu seperti apa?. Istilah “taqarrub ilâ Allâh” berasal
dari nash-nash syariah yang membicarakan upaya pendekatan diri kepada Allah SWT, antara lain hadis dari
Nabi saw. Bahwa Allah SWT berfirman:
ُى بِالنَّ َوا ِف ِل َحتَّى أُحِ َّبه
َّ َع ْبدِى َيتَقَ َّربُ إِل
َ َو َما يَزَ ا ُل،ِعلَ ْيه َّ ََىءٍ أ َ َحبَّ إِل
َ ُى مِ َّما ا ْفت ََرضْت ْ ع ْبدِى بِش َّ َب إِل
َ ى َ َو َما تَقَ َّر
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada
melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya; tidaklah hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku
dengan nafilah-nafilah (nawâfil) hingga aku mencintainya.” (HR al-Bukhari & Muslim, Fath al-Bari,
XVllllllll/342; Syarh Muslim, IX/35).
REPORT THIS AD
Dari hadist diatas, dari kata “mendekatkan diri kepada-Ku” (yataqarrabu ilaiyya) inilah kemudian lahir istilah
“taqarrub ilâ Allâh“. Kata taqarrub secara bahasa artinya adalah mencari kedekatan (thalab al-qurbi). Jadi,
“taqarrub ilâ Allâh” secara bahasa adalah mencari kedekatan dengan Allah, ini menurut (Ibnu Hajar Al-
Asqalani). Dari pengertian bahasa inilah para ulama merumuskan pengertian taqarrub ilâ Allâh secara syar’i.
Para ulama seperti Imam Nawawi dan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan, arti kedekatan secara fisik
antara manusia dan Allah dalam arti jarak, jelas adalah mustahil. Jadi, hadis Nabi saw. di atas tidak dapat
diartikan menurut arti hakikinya, melainkan harus dipahami dalam arti kiasan-nya yang telah masyhur dalam
gaya bahasa orang Arab. Maka dari itu, makna syar’i dari “taqarrub ilâ Allâh” adalah melaksanakan ketaatan
kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban dan larangan- larangan yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT. (Fath al-Bâri, XXI/132; Syarh Muslim, IX/35; Al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa‘, 1/499;
Syarh al-Bukhâri li Ibn Bathal, XX/72).
Ruang Lingkup Taqarrub ilallah
Dalam syariat islam, ada lima hukum yang mengatur manusia dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah
dengan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang telah ditetapkan-Nya, seperti: halal, Sunnah, mubah,
makruh dan haram.
Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab jami’ul Ulum wal Hikam juz 1 halaman 361, versi maktabah
syamilah, beliau menerangkan bahwa ruang lingkup taqarrub ilallah ada dua golongan :
1. Orang yang melaksanakan kewajiban (ada’al faraidh), yang meliputi perbuatan melakukan kewajiban yang
diwajibkan oleh Allah(Fi’l al alwajibat) dan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah (tark al –
muharramat).
2. orang yang melaksanakan segala amalan yang sunnah-sunnah (Nawafil )
PERBUATAN WAJIB (Fi’l alwajibat)
Dalam Al Qur’an dan As-Sunnah, aktivitas taqarrub ilallah berkaitan dengan perbuatan Fi’l al alwajibat terbagi
dalam tiga dimensi, yaitu:
Semua aktivitas diatas serentak haruslah disertai dengan memperbaiki kondisi lingkungan umat saat ini, yaitu
dengan **IKUT BERJUANG MENDAKWAHKAN TEGAKNYA SYARIAT ISLAM YANG KAAFFAH
DIMUKA BUMI INI** agar syariat Allah bisa diterapkan kembali dimuka bumi ini dalam segala aspek
kehidupan manusia, Baik dalam aspek HABLUMINALLAH, HABLUMINAFSI, MAUPUN
HABLUMINANNAS (MELIPUTI IPOLEKSOSBUDHANKAN & UQUBAT).
Aktivitas taqarrub ilâ Allâh adalah demi meraih kecintaan Allah kepada hamba-Nya, karena jika seseorang
mendekatkan diri kepada Allah, maka dia akan dicintai Allah.
Ibnu Rajab Al-Hanbali menerangkan, “jika orang mendekatkan diri kepada Allah maka dia akan dicintai
Allah. Orang yang dicintai Allah akan mendapatkan berbagai balasan yang baik dari Allah, semisal keridhaan
dan rahmat Allah; limpahan rezeki-Nya, taufik-Nya, pertolongan-Nya, dan sebagainya”. (Jâmi’ al-’Ulum wa
al-Hikâm, XXXVIII/10-12; Syarah Muslim, X/35).
Dalam Hadits Bukhari diterangkan tentang sikap Allah kepada hamba-Nya yang bertaqarrub kepada-Nya:
“Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta; jika ia mendekati-Ku
sehasta, aku akan mendekatinya sedepa; jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya
dengan berlari” (Shahih Bukhari XI/199, lihat Fauzie Sanqarith & Muhammad Al Khaththath, Taqarrub
Ilallah, hal IX)
Sementara itu orang yang tidak mau mendekatkan diri kepada Allah maka dia tidak akan dicintai Allah, tak akan
mendapat berbagai balasan yang baik dari Allah, dan akan diganti Allah dengan orang lain yang mencintai-
Nya. Ibnu Rajab Al-Hanbali menafsirkan ayat di atas dengan berkata, “Dalam ayat ini terdapat isyarat seakan
Allah berkata, ‘Orang yang berpaling dari mencintai Kami, yang tidak mau mendekatkan diri kepada Kami,
maka Kami tak akan pedulikan dia, dan akan Kami ganti dia dengan orang yang lebih layak mendapat karunia
ini.” (Jâmi’ al-’Ulum wa al-Hikâm, XXXVIII/12).
Hadits tentang dzikir di malam hari yang biasa dibaca Rasulullah saw. sebelum shalat tahajjud:
Sahabat Ibnu Abbas meriwayatkan hadits bahwasanya Nabi saw. pada saat bangun malam untuk bertahajjud
mengucapkan:
o[ت َّ ض َو َم ْن فِ ْي ِه َّن َولَكَ ْال َح ْمدُ أ َ ْنتَ نُ ْو ُر ال
ِ س َم َوا ِ ت َواْأل َ ْر َّ ض َو َم ْن فِ ْي ِه َّن َولَكَ ْال َح ْمدُ لَكَ ُم ْلكُ ال
ِ س َم َوا ِ ت َو اْأل َ ْر َّ اَللَّ ُه َّم لَكَ ْال َح ْمدُ أ َ ْنتَ قَيِ ُم ال
ِ س َم َوا
َ ُصلَّى هللا
علَ ْي ِه ُ َّض َو َم ْن فِ ْي ِه َّن َولَكَ ْال َح ْمدُ أَ ْنتَ ْال َح ُّق َو َو ْعدُكَ ْال َح ُّق َو ِلقَائ ُكَ َح ٌّق َو َق ْولُكَ َح ٌّق َو ْال َجنَّةُ َح ٌّق َوالن
َ ٌار َح ٌّق َوال َّنبِي ُّْونَ َح ٌّق َو ُم َح َّمد ِ َواْأل َ ْر
َ علَيْكَ ت ََو َّك ْلتُ َوإِ َليْكَ أ َ َنبْتُ َوبِكَ خَا
ُص ْمتُ َو ِإلَيْكَ َحاك َْمتُ فَا ْغف ِْر ِل ْي َماقَد َّْمتُ َو َما أ َ َّخ ْرت َ عةُ َح ٌّق اَللَّ ُه َّم لَكَ أ َ ْسلَ ْمتُ َوبِكَ آ َم ْنتُ َو
َ سلَّ َم َح ٌّق َو السَّا
َ َو
ِ] َو َماأَس َْر ْرتُ َو َما أ َ ْعلَ ْنتُ أَ ْنتَ ْال ُمقَ ِد ُم َوأ َ ْنتَ ْال ُم َؤ ِخ ُر الَ ِإلَهَ ِإالَّ أ َ ْنتَ َوالَ َح ْو َل َوالَقُ َّوة َ ِإالَّ ِبالل
Artinya :
“Ya Allah, bagi-Mu segala puji; Engkau Pemelihara langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya. Dan
bagi-Mu segala puji,bagi-Mu kekuasaan langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya. Dan bagi-Mu
segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya. Dan bagi-Mu segala puji,
Engkau Maha Benar, janji-Mu benar, bertemu dengan-Mu benar, firman-Mu benar, surga itu benar, neraka itu
benar, para nabi benar, dan Nabi Muhammad saw. adalah benar, serta kiamat itu benar. Ya Allah, hanya
kepada Engkaulah aku berserah diri, hanya kepada Engkaulah aku beriman,hanya kepada Engkaulah aku
bertawakkal, hanya kepada Engkaulah aku kembali, hanya karena Engkaulah aku berdebat, dan hanya kepada
Engkaulah aku meminta keputusan hukum, maka ampunilah dosa-dosaku yang terdahulu dan yang kemudian,
serta dosa-dosaku yang tersembunyi dan terang-terangan, Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan,
tiada Tuhan kecuali Engkau, dan tiada daya serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”.
KHATIMAH
Taqarrub ilallah tidak hanya terbatas pada ibadah-ibadah yang terkait dengan habluminallah dan habluminafsi
saja, melainkan juga meliputi segala aspek kehidupan terkait interaksi antara manusia dengan manusia
(habluminannas), yang serentak wajib disertai dengan menerapkan syariah islam secara kaffah dan menyeluruh
di bidang ipoleksosbud hankam & sanksi hukum dalam bingkai Negara Khilafah.
Berjuanglah agar Islam Kaffah tegak di muka bumi sehingga kita bisa sempurna beribadah kepada-NYA. Siapa
yang mengharap cintaNYA…? Pergiat yang wajib dan Sunnah, jauhi yang haram dan makruh, jangan terlena
dengan yang mubah. Jangan ditunda…. sebab maut selalu mengintai kita kapan…di mana…? Hanya Allah-lah
yang Maha tahu.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka, dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah dan tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas( pemberian_Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah:
54).
wassalam