Disusun oleh:
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kelebihan diantara semua makhluk yang ada. Kelebihan itu ialah bahwa
manusia mempunyai dua dimensi. Pertama yaitu dimensi materi (mâdah) dan yang kedua dalam
kajian ilmu filsafat dinamakan dengan dimensi hewani (jisim). Jika dilihat dari dimensi ini maka
manusia sama dengan hewan lainnya. Kedua, manusia juga mempunyai dimensi spiritual. Dimensi
ini adalah dimensi malakuti, yang dalam filsafat dinamakan dengan roh (nafs).
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan kedudukan paling mulia.
Manusia itu terdiri dari dua bagian, jasad serta roh atau subtansi dan yang bukan subtansi. Kedua
hal tersebut dapat dianggap sebagai sebuah model, tetapi tidak boleh dipandang sebagai faktor yang
berdiri sendiri. Oleh karena manusia adalah hasil kombinasi ruh dan jasad, manusia juga membawa
dua kecenderungan yaitu kecenderungan untuk menjadi baik dan kecenderungan untuk menjadi
jahat.
Manusia yang terdiri dari jasad dan roh, sedangkan roh mencakup akal, maksudnya bahwa
dalam diri manusia ada tiga komponen yaitu: jasad, akal, dan hati dan semua komponen ini
mempunyai arti yang sama, yaitu semua tertuju kepada sepritual manusia. Kesempurnaan manusia
terjadi melalui komposisi ini.Sedangkan ruh yang terletak di badan merupakan komponen yang
paling istimewa dalam diri manusia, kerena ia berupa hembusan yang bersifat ghaib dari Sang Maha
Pencipta Alam Semesta, sehingga bentuk dan hakikatnya hanya Allah SWT sajalah yang
mengetahuinya.
Ketidak mampuan akal dalam meliputi segala sesuatu menghalangi manusia untuk sampai
kepada kesempurnaan mengindrai seluruh totalitas hidup manusia. Hawa nafsu, syahwat dan
kelemahan manusia adalah penyakit yang manusia sedikitpun tidak akan selamat dari penyakit itu
kecuali melalui penyinaran wahyu. Ketidak seimbangan dalam menjalankan atau kencenderungan
terhadap salah satu unsur dari ketiga unsur dalam diri manusia tersebut, dapat melahirkan
ketimpangan dan kegoncangan dalam diri manusia. Disamping itu, ruh begitu erat kaitannya dengan
ihsan. Dimana keimanan seorang muslim tidak akan sempurna kecuali dengannya, sedangkan ihsan
begitu erat kaitannya dengan tazkiyatun nafs.
Ihsan adalah tingkatan suatu ibadah yang paling tinggi kedudukannya, karena ihsan adalah
inti keimanan, ruhnya, sekaligus kesempurnaannya. semua tingkatan lainnya terkandung di dalam
ihsan. Ihsan di dalam niat berarti membersihkan niat dari segala tujuan yang bersifat duniawi,
menguatkannya dengan tekad yang tidak pernah menurun, dan mensucikannya dari bermacam
kotoran yang dapat merusak suatu niat. Sedangkan ihsan dalam prilaku merupakan memelihara
prilaku dengan penuh semangat serta menjaganya agar tidak melenceng.
Tazkiyatun nafs yang merupakan salah satu ajaran penting dalam Islam. Tazkiyatun nafs
adalah tugas terpenting para nabi dan rasul, dan menjadi tujuan orang-orang yang taqwa dan shaleh.
Rasulullah Saw merupakan pemimpin para rasul sekaligus menjadi pemimpin dalam memperbaiki
dan membersihkan jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ruh
Al-Ruh berasal dari tiga huruf yaitu ra’, waw dan ha. Kata ruh mempunyai banyak makna
seperti nyawa. Dalam bahasa melayu, ruh berarti bagian dalam manusia yang mempunyai daya
berfikir (berperasaan, berkemauan). Dalam konteksnya al-ruh dapat diartikan sebagai sesuatu yang
menyebabkan jasad hidup, bergerak, memperoleh manfaat dan juga mengelak dari suatu
kemudharatan.
Para ulama berbeda pendapat dalam pengertian kata ruh . Menurut Al-Qusyairi, ruh adalah
jisim yang halus bentuknya (sebagaimana malaikat, setan) yang merupakan tempat akhlak terpuji.
Dengan demikian ruh berbeda dengan nafs dari sisi potensi positif dan negative. Nafsu sebagai pusat
akhlak tercelasementara ruh sebagai tempat akhlak terpuji. Ruh merupakan tempat mahabbah kepada
Allah.
Ruh merupakan zat murni yang tinggi, hidup, dan hakikatnya berbeda dengan tubuh. Tubuh
dapat diketahui dengan pancaindra, sementara ruh menyelusup ke dalam tubuh. Ada yang
menyatakan bahwa apabila ruh tersebut meninggalkan sebuah jasad, maka jasad itu akan rusak serta
mati. Dalam Alquran, ruh terkadang diartikan dengan malaikat dan wahyu. Misalnya, dalam ayat
yasalunaka ‘an ar-ruh, qul ar- ruh min amri Rabbi (Mereka akan menanyaimu tentang ruh, maka
katakanlah bahwa ruh itu urusan Tuhanmu), dan ayat ya ayyatuha an-nafsu al-mutmainnah irji’i ila
Rabbiki radiatan mardiyah (wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu).
(2). Ruh Sulthoni, adalah ruh yang memiliki lapisan atau balutan cahaya di alam jabarut.
Tempatnya ruh tersebut adalah fuad (mata hati). Alatnya yaitu ma’rifat dan amalannya adalah
mudawamah asma Allah dengan lisan dan hati (qolbu). Adapun keuntungan pengolahan dari ruh
sultani adalah melihat pantulan “Jamalillah” (keindahan Allah).
(3). Ruh Sairani Rawani (ruh ruhani), adalah ruh yang memiliki lapisan atau balutan cahaya di
alam malakut. Tempatnya yaitu di hati (qolbu). Alatnya adalah mudawamah asma’ul bathin
tanpa suara dan huruf, hasilnya berupa ma’rifat kepada Allah Swt, ilmu bathin, memperoleh
ketenangan di dalam bergaul, hidupnya hati dan musyahadah di alam malakut (seperti
menyaksikan surga dan ahlinya dan malaikat-malaikatnya). Tempatnya di akhirat adalah surga
tingkat ke dua yaitu jannatun na’im.
(4). Ruh Jismani, adalah ruh yang memiliki lapisan atau balutan cahaya di alam mulki (alam
terendah bagi ruh). Ruh jismani telah Allah tempatkan di dalam jasad antara daging dengan
darah tepatnya di wilayah dada dan anggota badan yang zahir. Alat untuk mengolah ruh ini
berupa syari’at, hasilnya adalah wilayah (pertolongan Allah), mukasyafah (terbukanya hijab
antara manusia dengan Allah), dan musyahadah (merasa berhadap-hadapan dengan Allah).
Keuntungan di akhirat akan ditempatkan di jannatul ma’wa.
Sifat-sifat Ruh
a. Peniupan Ruh ke dalam Adam
“Menyempurnakan kejadian” terdiri dari perbuatan terhadap sasaran yang berkaitan dengan
ruh.Sasaran yaitu tanah liat dalam kasus Penciptaan Nabi Adam, dan biji dalam kasus anak-
anak [bani Adam, bani-nya, anak cucunya, keturunannya]. Oleh karena itu, manusia menjadi
sasaran transformasi [watak] dan pengaturan total. Tubuh diubah ke kondisi termurni yang
dapat menerim ruh, dan dengan demikian juga tujuan Penciptaan.
Peniupan (nafh) merupakan proses menyalakan ruh di dalam wadahnya. Maka, meniupkan
merupakan sebab dari menyala. Diri (nafs) yang dihasilkan, dijelaskan oleh peniupan (nafh),
yaitu proses penyalaan dalam sumbu dari biji. Selain itu, terdapat cara dan hasil akhir dari
peniupan.Alasan menyalakan cahaya ruh merupakan sifat yang ada pada Pelaku dan penderita
yang menerima ruh. Sifat Pelaku adalah Kemurahan, yang menjadi sumber dari segala
keberadaan.
b. Kebenaran Ruh Merupakan Rahasia
Ruh bukan merupakan sesuatu yang memasuki tubuh seperti air memasuki cangkir. Ruh juga
bukanlah sesuatu yang memasuki kalbu seperti pewarna hitam yang menyerap ke dalam
benda hitam, atau masuknya pengetahuan kepada seseorang yang berilmu. Sebaliknya,
mereka yang tahu bersepakat bahwa ruh merupakan sesuatu yang tidak dapat dibagi.
Seandainya dapat dibagi, satu bagian akan tahu, dan bagian lain tidak tahu, jadi keduanya
akan tahu dan tidak tahu, in ini mustahil.
c. Alam Perintah dan Alam Permulaan
terdiri dari dua hal: tubuh dan ruh. Manusia adalah makhluk dalam dua alam. Ia
berhubungan dengan Alam Khalikah (Permulaan, khalq) dengan tubuhnya, dan dengan Alam
Kuasa dengan ruhnya. Permulaan ini merupakan pra-takdir Allah, bukan pengejawantahan-
Nya serta bukan penciptaan-Nya. Permulaan berarti penentuan, tahap penetapan sesuatu
sebelum dijadikan di dunia. Sesuatu yang tidak memiliki jumlah dan takdir disebut Perintah
Ilahi; merupakan kemiripan dan kaitan dengan Allah. Manusia dan ruh malaikat, yang serupa
dengan ini, disebut Alam Perintah.
d. Percampuran Ruh di dalam Tubuh
Tindakan Allah Swt. dipandang dari segi kehendak, ini merupakan awal dari tindakan
manusia itu sendiri. Efeknya mula-mula timbul di dalam kalbu. Lalu menyebar melalui ruh
Hewani (penggerak), dalam bentuk “uap” halus di dalam rongga hati. Dari situ naik ke otak,
kemudian disebarkan ke seluruh organ tubuh yang ada, termasuk ujung jari. Jari terpengaruh
dan bergerak, menggerakkan sebuah pena, yang kemudian dapat menggerakkan ujung pena.
Jika seseorang tidak membentuk sesuatu dalam imajinasinya terlebih dahulu, tidak akan ada
sesuatu yang tertulis di atas kertas. Ahli filsafat Yunani setengahnya berpendapat bahwa
kehendak itu melekat dalam memilih, dan setengahnya berpendapat bahwa kehendak itu
terpaksa manjalani suatu jalan.
Ruh terdiri dari tiga huruf yaitu ra’, waw, ha’. Ruh dapat diartikan sebagai jisim yang halus
bentuknya (sebagaimana malaikat, setan) yang merupakan tempat akhlak terpuji. Sedangkan jiwa
adalah sosok yang bertanggungjawab atas segala perbuatan kemanusiaan. Semua rasul sepakat bahwa
ruh itu baru dan berupa makhluk ( sesuatu yang diciptakan). Perwujudan jiwa yaitu antara ruh dan
badan, yaitu hasil penyatuan rengkuhan dan kenikmatan, karena jiwa merupakan hasil dari
perkawinan antara ruh dengan badan.
Setelah ruh terpisah dengan tubuh, maka saat itu terjadi kematian, namun ruh dapat merasakan
lezatnya kenikmatan dan dapat pula sakitnya siksa neraka jahanam. Roh yang berdiam di tempat yang
tinggi dari kalangan yang tertinggi (a’la illiyin) di alam yang tertinggi itu. Mereka itu adalah ruhnya
para nabi Saw. Pndangan ilmu modern tentang ruh banyak dikaji oleh para ilmuan sains terutama
fisikawan, mereka mendesak pemerimaan sebuah paradikma baru atau pandangan dunia yang
mencakup fenomena psikis dan adanya beberapa alam semesta termasuk yang disebut sebagai alam
ruh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrazaq, Naufal, Hidup di Alam Akhirat, Jakarta: Rineka Cipta
https://id.wikipedia.org/wiki/Roh_(Islam)#:~:text=Roh%20adalah%20sesuatu%20(unsur)
%20yang,tak%20terlihat%2C%20tapi%20berenergi).&text=Potensi%20lain%20yang
%20dimiliki%20oleh%20manusia%20adalah%20ruh.
Qayyim, Ibnu, 2014, Alam Ruh, Surakarta: Insan Kamil
Abdurrahman, Aisyah, 1997, Manusia Sensitivitas Hermenetika AL-Quran, terj. M. Adib al- Arief,
Yogyakarta: LKPSM
Marconi, Ahmad, 2003, Bagaimana Manusia Diciptakan: Pendekatan Al-Quran dan Sains , Jakarta:
Pustaka Jaya
Pranogo, Bambang, 2006, Mukjizat Sains dalam Al-Qur’an: Mengenai Inspirasi Ilmiah, Bandung:
Ide Islami