MAKALAH
Disusun oleh :
Kelompok 5
Dalam Islam, agama yang memiliki ajaran yang luas dan mendalam, terdapat
berbagai ketentuan dan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk
dalam hal pernikahan. Salah satu aspek yang penting dalam pernikahan adalah masalah
siapa yang boleh atau tidak boleh dinikahi oleh seorang individu. Dalam konteks ini,
Islam memiliki beberapa ketentuan yang mengatur tentang wanita yang dilarang
dinikahi. Ketentuan-ketentuan ini didasarkan pada nash-nash (ayat-ayat Al-Quran dan
hadis) yang menjadi pedoman bagi umat Islam.
Dalam konteks ini, mari kita telaah beberapa wanita yang dilarang dinikahi
dalam Islam, sesuai dengan hukum dan ajaran agama yang berlandaskan dari Al-
Qur’an surat An-Nisa ayat 22-24.
1
PEMBAHASAN
A. Surat An-Nisa Ayat 22
1. Lafadz Al-Qur’an
3. Makna Mufrodat
2
4. Asbabun Nuzul
Surat ini diturunkan kepada suatu kaum yang memiliki tradisi
menggantikan posisi bapak mereka terhadap isteri-isterinya. Ketika Islam
datang tradisi ini terus berlanjut, maka Allah mengharamkan perbuatan
tersebut dan memaafkan perbuatan mereka pada masa jahiliyyah jika
bersedia bertakwa dan tunduk kepada ajaran Islam.1
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Al-Faryabi dan At-Thabrani
yang bersumber dari Adi bin Tsabit dari seorang Anshar: bahwa Abu Qais
bin Al-Aslat seorang Anshar yang saleh meninggal dunia. Anaknya
melamar istri Abu Qais (ibu tiri). Berkata wanita itu: “Saya menganggap
engkau sebagai anakku, dan engkau termasuk dari kaummu yang saleh”.
Maka menghadaplah wanita itu kepada Rasulullah Saw untuk
menerangkan halnya. Nabi Saw bersabda: “Pulanglah engkau ke
rumahmu”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 22) sebagai
larangan mengawini bekas istri bapaknya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin
Ka’ab Al-Qarzhi bahwa di zaman Jahiliyah anak yang ditinggalkan mati
oleh bapaknya lebih berhak atas diri ibu tirinya, apakah akan
mengawininya atau mengawinkan kepada orang lain menurut
kehendaknya. Ketika Abu Qais bin Al-Aslat meninggal, Muhsin bin Qais
(anaknya) mewarisi istri ayahnya, dan tidak memberikan suatu waris
apapun kepada wanita itu. Menghadaplah wanita tersebut kepada
Rasulullah Saw menerangkan halnya. Maka bersabda Rasulullah:
“Pulanglah, mudah-mudahan Allah akan menurunkan ayat mengenai
halmu”. Maka turunlah ayat tersebut (An-Nisa ayat 22) sebagai ketentuan
waris bagi istri dan larangan mengawini ibu tiri.2
1
Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. (Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 670.
2
Jalaluddin As-Suyuti, Lubabun nuqul fi Ashabin Nuzul, diterjemahkan oleh: Qamaruddin
Saleh, dkk. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran, (Cet. 2; Bandung:
CV. Dipanegara, t.th), h. 23
3
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Az-Zuhri bahwa
turunnya ayat ini (An-Nisa ayat 22) berkenaan dengan sebagian besar
orang-orang Anshar yang apabila seseorang meninggal, maka istri yang
bersangkutan menjadi milik wali si mati dan menguasainya sampai
meninggal.3
5. Tafsir Ayat
1. Tafsir Jalalain
Janganlah mengawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayah
kalian. Hal itu merupakan perbuatan keji dan buruk yang dimurkai
Allah dan manusia. Itulah jalan dan tujuan yang paling jelek.
Walaupun demikian, Allah tetap akan memaafkan apa yang telah
lampau di zaman jahiliah(1). (1) Bangsa Arab jahiliah mempunyai
tradisi yang menempatkan wanita pada posisi yang rendah. Apabila
seorang bapak meninggal dunia dan meninggalkan anak laki-laki dan
istri lain selain ibunya, maka anak laki-laki harus mengawini janda
ayahnya itu tanpa akad nikah baru. Seorang istri yang sudah digauli
suami kemudian dijatuhi talak, berkewajiban mengembalikan
maskawin yang pernah diterimanya. Lebih dari itu, di antara orang-
orang Arab jahiliah ada yang melarang dengan semena-mena istri yang
ditinggalkan bapaknya untuk kawin kecuali dengan dirinya. Setelah
Islam datang, semua perilaku tersebut dihilangkan. Al-Qur'ân
menyebut perbuatan-perbuatan tersebut dengan kata "maqt" yang
sering diartikan sebagai 'kemurkaan', karena semua itu merupakan hal
yang sangat jelek yang dimurkai Allah dan orang-orang yang berakal
sehat. Di situlah letak keadilan Allah.
3
Y Ridwan, Asbabunnuzul An-Nisa ayat 22, diakses dari https://alquran-
asbabunnuzul.blogspot.com/2012/09/an-nisa-ayat-22.html, pada tanggal 30 September 2023, 22:50
WIB.
4
2. Tafsir Quraish Shihab
(Dan janganlah kamu kawini apa) maksudnya siapa (Di antara wanita-
wanita yang telah dikawini oleh bapakmu kecuali) artinya selain dari
(yang telah berlalu) dari perbuatanmu itu, maka dimaafkan.
(Sesungguhnya hal itu) maksudnya mengawini mereka itu (adalah
perbuatan keji) atau busuk (suatu kutukan) maksudnya sesuatu yang
menyebabkan timbulnya kutukan dari Allah, yang berarti kemurkaan-
Nya yang amat sangat (dan sejahat-jahat) seburuk-buruk (jalan) yang
ditempuh.
5
c) Ketetapan yang Diwajibkan oleh Allah: Ayat ini menegaskan
bahwa ketentuan ini bukanlah sekadar anjuran atau saran, tetapi
merupakan ketetapan yang diwajibkan oleh Allah kepada umat-
Nya. Ini menekankan bahwa hukum-hukum yang terkandung dalam
ayat ini adalah bagian integral dari ajaran agama Islam dan harus
diikuti dengan penuh ketaatan.
d) Hukum Allah yang Tak Terpisahkan: Ayat ini mengingatkan umat
Islam bahwa hukum Allah adalah hukum yang tidak dapat
diabaikan atau diubah oleh manusia. Ini menunjukkan bahwa
prinsip-prinsip yang terkandung dalam ayat ini adalah bagian dari
syariat Islam yang tetap dan abadi.
e) Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana: Ayat ini juga
mengingatkan umat Islam tentang sifat-sifat Allah yang mencakup
pengetahuan-Nya yang maha luas dan hikmah-Nya yang tak
terbatas. Ini mengajarkan pentingnya tunduk pada hukum Allah
yang diberikan dengan penuh kebijaksanaan dan pengetahuan yang
mendalam.
Dengan demikian, ayat 22 dari Surat An-Nisa memiliki kandungan
hukum yang penting dalam Islam terkait dengan pernikahan, monogami,
perlindungan budak yang sah, dan ketaatan terhadap hukum Allah sebagai
bagian dari ajaran agama Islam. Ayat ini menegaskan nilai-nilai etika,
keadilan, dan kepatuhan dalam konteks pernikahan dalam Islam.4
B. Surat An-Nisa Ayat 23
1. Lafadz Al-Qur’an
4
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al Ashar juz 4, (Cet. I; Jakarta: Panji Masyarakat,
1987), h. 229
6
س ۤا ِٕى ُك ُم الّٰتِ ْي دَخ َْلت ُ ْم َ ِس ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم الّٰتِ ْي فِ ْي ُح ُج ْو ِر ُك ْم ِم ْن ن
َ َِوا ُ امهٰ تُ ن
َ بِ ِه َّۖ ان فَا ِْن لا ْم ت َ ُك ْونُ ْوا دَخ َْلت ُ ْم بِ ِه ان فَ ًَل ُجنَا َح
علَ ْي ُك ْم َّۖ َو َح َ ًۤل ِٕى ُل ا َ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم
َ َسل
ف ۗ ا اِن ْ َ الا ِذيْنَ ِم ْن ا
َ ْص ًَلبِ ُك ْۙ ْم َوا َ ْن تَجْ َمعُ ْوا بَيْنَ ْاَلُ ْختَي ِْن ا اَِل َما قَد
غفُ ْو ًرا ار ِح ْي ًما
َ َّٰللا َكان
َ ّٰ
2. Terjemahan
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu
yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu,
saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-
anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
(menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
3. Makna Mufrodat
7
dan saudara-
kamu دَخ َْلتُم saudara َوأَخ ٰ ََوت ُ ُك ْم
masuki/campuri
perempuanmu
dan saudara-
8
antara َبَيْن sepersusuan َ ٰ ٱلر
ض َع ِة ا
dua perempuan
ْٱْل ُ ْختَي ِْن dan ibu-ibu َُوأ ُ ام ٰ َهت
bersaudara
apa َما
dan anak-anak َو َر ٰ َبْٓ ِئبُ ُك ُم
isterimu
sungguh
ْقَد yang ٱ ٰلاتِى
Allah َا
ٱّلل dari ِمن
4. Asbabun Nuzul
lbnu Jarir juga meriwayatkan bahwa Ibnu Juraij berkata, “Pada suatu hari
saya bertanya kepada Atha’ tentang firman Allah, ‘...(dan diharamkan
bagimu) istri-istri anak kandungrnu (menantu) ,...” (an-Nisaa’: 23). Dia
menjawab, “Kami pernah berbincang-bincang bahwa ayat ini turun pada
9
Nabi Muhammad saw. ketika menikahi istri Zaid bin Haritsah.” Ketika itu
orang-orang musyrik mengejek beliau karena hal itu. Maka turun firman
Allah, ‘.. . (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu),...” (an-Nisaa’: 23) Dan turun juga, “...dan Dia tidak menjadikan
anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)...” (al-Ahzaab : 4) Dan
turun pula, ‘Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara
kamu,...” (al-Ahzaab: 40)5
5. Tafsir Ayat
1. Tafsir Jalalain
(Diharamkan atas kamu ibu-ibumu) maksudnya mengawini mereka
dan ini mencakup pula nenek, baik dari pihak bapak maupun dari pihak
ibu (dan anak-anak perempuanmu) termasuk cucu-cucumu yang
perempuan terus ke bawah (saudara-saudaramu yang perempuan) baik
dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (saudara-saudara bapakmu
yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara kakekmu (saudara-
saudara ibumu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara
nenekmu (anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki, anak-
anak perempuan dari saudaramu yang perempuan) maksudnya
keponakan-keponakanmu dan tercakup pula di dalamnya anak-anak
mereka (ibu-ibumu yang menyusui kamu) maksudnya ibu-ibu susuan,
yakni sebelum usiamu mencapai dua tahun dan sekurang-kurangnya
lima kali susuan sebagaimana dijelaskan oleh hadis (saudara-saudara
perempuanmu sesusuan). Kemudian dalam sunah ditambahkan anak-
anak perempuan daripadanya, yaitu wanita-wanita yang disusukan
oleh wanita-wanita yang telah dicampurinya, berikut saudara-saudara
perempuan dari bapak dan dari ibu, serta anak-anak perempuan dari
saudara laki-laki dan anak-anak perempuan dari saudara
perempuannya, berdasarkan sebuah hadis yang berbunyi, "Haram
5
Mjna, Asbabun Nuzul Surah An-Nisa Ayat 19-23, diakses dari
https://mjna.my.id/asbabun_nuzul/view/4-19-23, pada 30 September 2023, 22:55 Wib.
10
disebabkan penyusuan apa yang haram oleh sebab pertalian darah."
Riwayat Bukhari dan Muslim. (ibu-ibu istrimu, mertua, dan anak-anak
tirimu) jamak rabiibah yaitu anak perempuan istri dari suaminya yang
lain (yang berada dalam asuhanmu) mereka berada dalam
pemeliharaan kalian; kalimat ini berkedudukan sebagai kata sifat dari
lafal rabaaib (dan istri-istrimu yang telah kamu campuri) telah kalian
setubuhi (tetapi jika kamu belum lagi mencampuri mereka, maka
tidaklah berdosa kamu) mengawini anak-anak perempuan mereka, jika
kamu telah menceraikan mereka (dan diharamkan istri-istri anak
kandungmu) yakni yang berasal dari sulbimu, berbeda halnya dengan
anak angkatmu, maka kamu boleh kawin dengan janda-janda mereka
(dan bahwa kamu himpun dua orang perempuan yang bersaudara) baik
saudara dari pertalian darah maupun sepersusuan, dan menghimpun
seorang perempuan dengan saudara perempuan bapaknya atau saudara
perempuan ibunya tetapi diperbolehkan secara "tukar lapik" atau
"turun ranjang" atau memiliki kedua mereka sekaligus asal yang
dicampuri itu hanya salah seorang di antara mereka (kecuali) atau
selain (yang telah terjadi di masa lalu) yakni di masa jahiliah sebagian
dari apa yang disebutkan itu, maka kamu tidaklah berdosa karenanya.
(Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
2. Tafsir Quraish Shihab
Kalian diharamkan mengawini ibu, anak perempuan, saudara
perempuan, saudara perempuan bapak, saudara perempuan ibu, anak
perempuan dari saudara perempuan, ibu susu, saudara perempuan
sepersusuan dan ibu istri (mertua). (1) Selain itu, kalian juga
diharamkan mengawini anak tiri perempuan dari istri yang sudah
kalian gauli, dan istri anak kandung (menantu) serta menghimpun
dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terlanjur terjadi sejak zaman jahiliah. Untuk yang satu ini, Allah
mengampuninya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas segala
11
yang telah lampau sebelum aturan ini datang dan sangat menyayangi
kalian setiap kali Dia menetapkan ketentuan hukum. (1) Syariat Islam
memiliki kelebihan dibandingkan dengan syariat lainnya ketika
melarang perkawinan karena hubungan persusuan. Seorang anak yang
disusui mengambil makanan dari tubuh ibu yang menyusuinya, seperti
memakan makanan dari tubuh ibu ketika masih berada di dalam
kandungan. Keduanya sama, merupakan bagian dari darah daging.
Wanita yang menyusui haram dikawini karena posisinya sama dengan
ibu. Di sini terdapat motifasi untuk menyusui anak, karena susu ibu
merupakan makanan alami bagi bayi. Sebelum ilmu genetika
ditemukan, ayat ini sejak dini telah mengungkapkan larangan menikah
antarkerabat karib. Belakangan ini ditemukan secara ilmiah bahwa
pernikahan seperti itu menyebabkan keturunan mudah terjangkit
penyakit, cacat fisik, serta tingkat kesuburan yang rendah bahkan
mendekati kemungkinan mandul. Namun, sebaliknya, perkawinan
dengan orang yang tidak mempunyai hubungan kerabat tidak akan
menghasilkan seperti itu. Keturunannya akan memiliki keunggulan
dalam hal kepribadian, kelebihan secara fisik, daya tahan tubuh yang
kuat, pertumbuhan yang cepat dan rendahnya angka kematian.
6. Kandungan Hukum An-Nisa Ayat 23
Ayat 23 dari Surat An-Nisa dalam Al-Quran mengandung hukum-
hukum dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pernikahan dan
hubungan antara seorang suami dan istri dalam Islam. Berikut adalah
penjelasan tentang kandungan hukum yang terdapat dalam ayat ini:
a) Kewajiban Suami untuk Memperlakukan Istri Dengan Adil:
Ayat ini menekankan bahwa suami harus memperlakukan istri-
istrinya dengan adil dan baik. Ia harus memberikan hak-hak dan
perlindungan kepada istri-istrinya sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan dan etika yang diatur dalam Islam.
12
b) Peringatan Tentang Ketidakseimbangan dalam Perlakuan: Ayat
ini memberikan peringatan bahwa jika seorang suami cenderung
tidak adil dalam perlakuannya terhadap istri-istrinya, maka ia
akan mendapati dirinya dalam posisi yang sulit karena Allah
Maha Mengetahui segala hal. Ini mencerminkan prinsip bahwa
Allah memperhatikan perilaku manusia, termasuk dalam
hubungan pernikahan.
c) Hukum Allah yang Maha Kuasa dan Bijaksana: Ayat ini
mengingatkan umat Islam bahwa hukum Allah adalah hukum
yang berlaku dan bahwa Allah adalah Maha Kuasa dan Maha
Bijaksana dalam mengatur urusan manusia. Oleh karena itu,
suami diminta untuk bertindak dengan adil dalam pernikahan,
dan ketidakadilan tidak akan lolos dari perhatian Allah.
d) Perlindungan Hak-Hak Istri: Ayat ini secara tegas menyatakan
bahwa istri-istri memiliki hak-hak yang harus dihormati oleh
suami. Ini mencakup hak-hak seperti nafkah, tempat tinggal
yang layak, perawatan medis, dan perlakuan yang baik secara
emosional. Suami diberikan tanggung jawab untuk memenuhi
hak-hak ini dengan baik.
e) Ketaatan kepada Hukum Allah: Ayat ini menekankan bahwa
ketaatan kepada hukum Allah adalah kunci dalam menjaga
hubungan pernikahan yang sehat dan harmonis. Suami diminta
untuk bertindak sesuai dengan hukum Allah dalam
memperlakukan istri-istrinya.
Dengan demikian, ayat 23 dari Surat An-Nisa mengandung hukum-
hukum yang menekankan pentingnya perlakuan adil dan baik terhadap
istri-istri dalam Islam. Ini juga mengingatkan suami tentang
kewajibannya untuk melindungi dan menghormati hak-hak istri-istrinya
serta bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dalam
13
mengawasi tindakan manusia. Ayat ini menegaskan prinsip-prinsip
etika dan keadilan dalam pernikahan Islam.
14
C. Surat An-Nisa Ayat 24
1. Lafadz Al-Qur'an
3. Makna Mufrodat
س ۤا ِء
dengannya
(wanita itu)
بِِۦه Dari manusia َ الن
ِ َِمن
فَـَٔاتُوهُ ان
maka berikan
kepada mereka
apa َما
6
Merdeka.com, An-Nisa Ayat 22-24, diakses dari https://www.merdeka.com/quran/an-
nisa/ayat-24, pada 30 September 2023, 09:56 Wib.
15
mahar/maskawin َ أ ُ ُج
ورهُ ان kamu miliki ْ َملَ َك
ت
tangan
suatu kewajiban ًض ۚة
َ فَ ِري kananmu/budak- أ َ ْي ٰ َمنُ ُك َّۖ ْم
budakmu
terhadap apa
ِفي َما dan dihalalkan َوأ ُ ِح ال
(sesuatu)
kamu saling
َ ت َ ٰ َر
ض ْيتُم bagi kalian لَ ُكم
merelakan
dengannya
بِ ِه apa اما
(wanita itu
ض ۚ ِة
َ ْٱلفَ ِري ا َ ْن ت َ ْبتَغُ ْوا
Bahwa kamu
Ditentukan
mencari
Allah َا
ٱّلل untuk dikawini َحْصنِيْن
ِ ُّم
16
adalah Dia ََكان tidak/bukan غي َْر
َ
Maha
ع ِلي ًما
َ untuk berzina َسافِ ِحيْن
َ ُم
Mengetahui
4. Asbabun Nuzul
Abu Sa‘id al-Khudriy bercerita bahwa pada Perang Hunain Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wasallam mengutus sejumlah pasukan menuju wilayah
Autas. Begitu bertemu musuh, pasukan muslim melawan dan berhasil
mengalahkan mereka. Mereka juga berhasil menawan beberapa wanita.
Para sahabat enggan menikahi mereka karena dianggap masih terikat
perkawinan dengan suami-suami mereka yang musyrik. Untuk meluruskan
anggapan itu, Allah ‘azza wajalla menurunkan firman-Nya, wal muhsanatu
minan-nisa’i illa ma malakat aimanukum ...” 7
5. Munasabah Ayat
Ayat ini masih merupakan lanjutan ayat yang lalu yang berbicara
tentang siapa-siapa yang haram dinikahi. Yang terakhir disebut pada ayat
yang lalu adalah larangan menghimpun dua saudara dalam satu masa.
Kalau pada ayat yang lalu adalah menghimpun yang dinkahi, yaitu jangan
ada satu suami dengan dua atau lebih itri bersaudara, pada ayat ini yang
dilarang adalah yang menikahi, dalam arti jangan ada suami siapapun yang
menikah dengan seorang perempuan. Itulah yang dicakup oleh firman-Nya
dan diharamkan juga kamu enikahi wanita-wanita yang sedang bersuami,
kecuali hamba sahaya-hamba sahaya yang walau ia memiliki suami
dinegeri yang terlibat perang dengan kamu dan budak-budak itu kamu
memiliki akibat perang mempertaruhkan agama yang merupakan
7
M Hanafi, Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an, Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur'an, (Jakarta, 2017) h. 129.
17
perlakuan yang sama oleh musuh-musuh kamu. Ia karena penawaran kamu
terhadap mereka telah menggurkan hubungan pernikahannya dengan
suaminya yang kafir dan memerangi kamu itu. Allah telah menetapkan
hukuman itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Karena itu, laksanakan
perintah Allah dan jauhilah larangan-larangan-Nya. 8
Setelah menjelaskan yang haram dinikahi, kemudian dijelaskan siapa
yang boleh dinikahi dan caranya, dengan menegaskan bahwa dan
dihalalkan kepada kamu selain itu, yakni selain mereka yang disebutkan
pada ayat ini dan yang lalu serta selain yang dielaskan oleh Rasul saw. Itu
dihalalkan supaya kamu mencari dengan sungguh-sungguh pasangan-
pasangan yang halal dengan harta kamu yang kamu bayarkan sebagai
maskawin dengan tujuan memelihara kesucian kamu dan mereka, bukan
sekedar untuk menumahkan cairan yang terpancar itu, dan memenuhi
dorongan birahi, atau bukan untuk berzina. Maka, istri-istri yang telah
kamu nikmati di antara mereka, yakni campuri sesuai dengan tuntutan
agama, berikanlah kepada mereka dengan sempurna imbalannya, yakn
maharnya, sebagai suatu kewajiban yang kamu tetapkan kadarnya atas diri
kamu berdasarkan kesepakatan kamu dan ditetapka juga oleh Alah dan
tidaklah mengapa, yakni tidak ada dosa bagi kamu, wahai para suami,
terhadap sesuatu yang kamu sebagai suami istri yang telah saling
merelakannya, sesudah kewajiban itu, yakni sesudah menentuan mahar itu,
sesungguhnya Allah maha Mah amengetahui lagi Mahabijaksana.
6. Tafsir Ayat
1. Tafsir Al-Jalalain
(Dan) diharamkan bagimu (wanita-wanita yang bersuami) untuk
dikawini sebelum bercerai dengan suami-suami mereka itu, baik
mereka merdeka atau budak dan beragama Islam (kecuali wanita-
wanita yang kamu miliki) yakni hamba-hamba sahaya yang tertawan,
8
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera)
18
maka mereka boleh kamu campuri walaupun mereka punya suami di
negeri perang, yakni setelah istibra' atau membersihkan rahimnya
(sebagai ketetapan dari Allah) kitaaba manshub sebagai mashdar dari
kata dzaalika; artinya telah ditetapkan sebagai suatu ketetapan dari
Allah (atas kamu, dan dihalalkan) ada yang membaca uhilla bentuk
pasif ada pula ahalla bentuk aktif (bagi kamu selain yang demikian itu)
artinya selain dari wanita-wanita yang telah diharamkan tadi (bahwa
kamu mencari) istri (dengan hartamu) baik dengan maskawin atau
lainnya (untuk dikawini bukan untuk dizinahi) (maka istri-istri)
dengan arti faman (yang telah kamu nikmati) artinya campuri (di
antara mereka) dengan jalan menyetubuhi mereka (maka berikanlah
kepada mereka upah mereka) maksudnya maskawin mereka yang telah
kamu tetapkan itu (sebagai suatu kewajiban. Dan kamu tidaklah
berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan) dengan
mereka (setelah ditetapkan itu) baik dengan menurunkan, menambah
atau merelakannya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan
ciptaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam mengatur kepentingan
mereka.
2. Tafsir Quraish Shihab
Kalian juga diharamkan menikah dengan wanita yang bersuami, baik
wanita merdeka maupun budak, kecuali wanita-wanita tawanan dari
hasil perang antara kalian dan orang-orang kafir. Ikatan tali pernikahan
mereka sebelumnya dengan sendirinya telah batal dan halal hukumnya
untuk kalian kawini bila terbukti mereka tidak sedang hamil. Tepatilah
apa yang telah ditentukan oleh Allah untuk kalian yang berupa
pelarangan hal-hal itu. Selain wanita-wanita yang diharamkan tadi,
carilah wanita dengan harta kalian untuk dijadikan istri, bukan untuk
maksud zina atau menjadikannya wanita simpanan. Semua wanita
yang telah kalian gauli setelah pernikahan secara sah dengan yang
halal dikawini, berilah mereka mahar yang telah kalian tentukan,
19
sebagai kewajiban yang harus dibayar pada waktunya. Kalian semua
tidak berdosa, selama telah ada kesepakatan secara suka rela antara
suami dan istri, jika istri hendak melepas hak maharnya, atau jika
suami hendak menambah jumlah maharnya. Sesungguhnya Allah
selalu memantau urusan hamba-Nya, mengatur segala sesuatu yang
membawa maslahat bagi mereka dengan bijaksana.
7. Kandungan Hukum An-Nisa Ayat 24
Ayat 24 dari Surat An-Nisa dalam Al-Quran mengandung hukum-
hukum yang berkaitan dengan aturan pernikahan dan larangan dalam
Islam. Berikut adalah penjelasan tentang kandungan hukum yang terdapat
dalam ayat ini:
a) Larangan Menikahi Wanita Yang Sudah Menikah: Ayat ini
dengan tegas melarang seorang lelaki untuk menikahi wanita yang
sudah dalam ikatan pernikahan (sudah menikah) dengan lelaki
lain. Ini adalah larangan dalam Islam yang menghindari
perzinahan dan percampuran dalam pernikahan, serta melindungi
kehormatan dan stabilitas keluarga.
b) Pengecualian dalam Kasus Wanita Budak yang Masih Dalam
Perbudakan: Ada pengecualian dalam ayat ini yang mengizinkan
seorang lelaki untuk menikahi wanita budak yang masih dalam
perbudakan, meskipun wanita budak tersebut sudah menikah
sebelumnya. Namun, pernikahan dengan budak tersebut harus
memenuhi syarat-syarat dan aturan yang berlaku dalam Islam.
c) Prinsip Ketaatan kepada Hukum Allah: Ayat ini menekankan
prinsip bahwa hukum Allah harus diikuti dengan tunduk dan taat.
Ini menunjukkan pentingnya ketaatan terhadap aturan-aturan
pernikahan dalam Islam yang dirancang untuk menjaga moralitas
dan etika dalam hubungan antar-gender.
d) Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana: Ayat ini juga
mengingatkan umat Islam tentang sifat-sifat Allah yang
20
mencakup pengetahuan-Nya yang maha luas dan hikmah-Nya
yang tak terbatas. Ini mengajarkan pentingnya tunduk pada hukum
Allah yang diberikan dengan penuh kebijaksanaan dan
pengetahuan yang mendalam.
Dengan demikian, ayat 24 dari Surat An-Nisa memiliki kandungan
hukum yang penting dalam Islam terkait dengan pernikahan,
monogami, dan perlindungan hak-hak perempuan. Ayat ini melarang
seorang lelaki untuk menikahi wanita yang sudah menikah dengan
lelaki lain, kecuali dalam kasus pengecualian yang melibatkan budak
yang masih dalam perbudakan. Prinsip ketaatan kepada hukum Allah
dan penghormatan terhadap larangan tersebut ditekankan dalam ayat
ini, dengan mengingatkan umat Islam tentang sifat-sifat Allah yang
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.9
9
Muhammad Quraish Syihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhui atas berbagai Persoalan
Ummat, (Cet. VIII; Bandung: Mizan, 1998), h. 89-103.
21
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al Ashar juz 4, (Cet. I; Jakarta: Panji
Masyarakat, 1987), h. 229
Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. (Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 670.
Jalaluddin As-Suyuti, Lubabun nuqul fi Ashabin Nuzul, diterjemahkan oleh:
Qamaruddin Saleh, dkk. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya
Ayat-Ayat Al-Quran, (Cet. 2; Bandung: CV. Dipanegara, t.th), h. 23
M Hanafi, Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an, Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, (Jakarta, 2017).
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera)
Merdeka.com, An-Nisa Ayat 22-24, diakses dari https://www.merdeka.com/quran/an-
nisa/ayat-24, pada 30 September 2023.
Mjna, Asbabun Nuzul Surah An-Nisa Ayat 19-23, diakses dari
https://mjna.my.id/asbabun_nuzul/view/4-19-23, pada 30 September 2023,
22:55 Wib.
Muhammad Quraish Syihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhui atas berbagai
Persoalan Ummat, (Cet. VIII; Bandung: Mizan, 1998).
Y Ridwan, Asbabunnuzul An-Nisa ayat 22, diakses dari https://alquran-
asbabunnuzul.blogspot.com/2012/09/an-nisa-ayat-22.html, pada tanggal 30
September 2023, 22:50 WIB.
23