Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PANCASILA

“Dekadensi Moral”

Disusun oleh :

Kelompok 3

 Sitti Faradhiba Nur : 16 3145 105 033


 Fitriyanti Daeng Sijaya : 16 3145 105 006
 Siska Anggian Intan Sari : 16 3145 105 032
 Saripah Sarni : 16 3145 105 031
 Herlina Toding : 16 3145 105 008
 Indar Dewi : 16 3145 105 011
 Nur Ilmi : 16 3145 105 023
 Nurhasni : 16 3145 105 025

Kelas : A

PRODI S1. KEPERAWATAN

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2016-2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dekadensi Moral” ini dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari
berbagai sumber yang berkaitan dengan judul makalah ini, tidak lupa penyusun ucapkan
terimakasih kepada dosen pengajar mata kuliah dan para mahasiswa yang mendukung sehingga
dapat diselesaikannya makalah ini.
Kami berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua
dan dapat menambah wawasan kita mengenai persiapan untuk pemeriksaan rontgen. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Makassar, 07 Juni 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..ii
KATA PENGANTAR……………………………………....................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………..…………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………....................................
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kenakalan Remaja...................................................................................................
2.2 Penyebab Kenakalan Remaja ……...........……………………................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………
3.2 Saran……………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..........…………….
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman modern merupakan dunia yang tanpa batas dan dunia yang menggoda
moral seseorang untuk bertindak semaunya. Banyak tingkah laku seseorang yang
melanggar aturan / norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sehingga
mengakibatkan banyak kecemasan, ketegangan dan ketakutan di kalangan
masyarakat, yang semua itu tidak bisa dicernakan dan di integrasikan oleh individu
(Kartono, 2009: 7).
Remaja adalah golongan masyarakat yang paling mudah kena pengaruh dari luar,
karena mereka sedang mengalami kegoncangan emosi akibat perubahan dan
pertumbuhan atau perkembangan yang mereka lalui (Dradjat, 1977:94). Pertumbuhan
tersebut akan berdampak pada perilaku.perkembangan fisik ditandai dengan semakin
matang dan mulai berfungsinya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi.
Adapun perubahan sosial yang dialami remaja pada fase ini adalah remaja akan lebih
dekat dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orang tuanya sendiri. Hal ini
tentu banyak sekali menimbulkan akibat, salah satunya adalah sumber informasi,
karena remaja lebih dekat dengan teman sebayanya maka kemungkinan dia pun akan
lebih percaya pada informasi yang berasal dari teman-temannya, termasuk informasi
tentang seksualitas. Padahal informasi seperti itu belum tentu dapat dipertanggung
jawabkan.
Penggunaan teknologi informasi pada masyarakat terutama remaja, baik berupa
televisi dan perfileman serta internet yang digunakan untuk tujuan lain seperti dengan
memperkenalkan budaya pacaran yang bebas, menampilkn tayangan-tayangan porno,
adagean-adegan yang kurang senonoh, serta tayangan-tayangan dan informasi yang
meransang birahi, yang menjajakan sejumlah menu sajian pemuas syahwat,
merupakan faktor yang berkontribusi terhadap perilaku seksual bebas.
Usia transisi yang dialami remaja cenderung membawa dampak psikologis, dimana
perilaku mereka cenderung berfikir pendek dan ingin cepat dalam memecahkan
berbagai permasalahan kehidupan. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan
dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan
kesan bahwa mereka hampir dewasa atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok,
minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, dan terlibat dalam
perilaku seks. Namun tidak sedikit jalan yang ditempuh adalah jalan yang sesat dan
mengandung resiko seperti pergaulan bebas. Proses berfikir remaja yang seperti itu,
tidak dapat membedakan mana hal baik dan buruk untuk dijadikan acuan perilaku
yang sesuai dengan konsep halal dan haram sesuai dengan perintah dan larangan
agama yang dianutnya dan nilai normatif yang ditanamkan pada dirinya dalam
menyelesaikan persoalan. Pada akhirnya pergaulan bebas yang menjadi solusi dalam
memisahkan berbagai persoalan hidupnya.
Fakta kecenderungan perilaku seks bebas dan situasi maraknya pornografi sebagai
media yang menyesatkan hingga berimplikasi terhadap dekadensi moral, kriminalitas,
dan kekerasan seks dikalangan remaja usia sekolah menengah terus mengalami
peningkatan. Disebutkan oleh M. Masri Muadz, direktur remaja dan perlindungan
hak-hak reproduksi BKKBN, menurutnya berdasarkan hasil penelitian Lembaga
Survey BKKBN pada tahun 2008 dengan mengambil sampel di 33 provinsi di
Indonesia, 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seks,
sebanyak 21% diantaranya melakukan aborsi. Angka ini naik dibandingkan dengan
penelitian tahun-tahun sebelumnya yakni, berdasarkan data peneliian yang dilakukan
oleh Synovate Research (ww.kompas.com), diakses tanggal 20 Maret 2012, pada
tahun 2005-2006 dikota-kota besar mulai jabotabek, medan, bandung, ssurabaya dan
makasar, masih berkisar 47,54% hingga 54% remaja mengaku melakukan hubungan
seks sebelum menikah. Namun hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi
63%.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten bandung
pada tahiun 2009 terhadap siswa SMP dan SMA dibandung dari 12.742 responden
0,64% responden melakukan hubungan seks, 0,77% responden melakukan petting,
2,56% responden saling meraba anggota badan yang sensitif, 2,86% melakukan
necking, 6,62% berciuman bibir, 9,85% responden mencium pipi/kening, 12,11%
saling berpelukan/saling merangkul, 23,53% responden berpegangan tangan, dan
41,06% responden hanya mengobrol selama masa pacaran. Berdasarkan tingkat
pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi, 41,71% responden
berpengetahuan baik dan 58,29% responden berpengetahuan kurang. (Tribun-Jakarta
19 Desember 2008).
Fakta tersebut tidak sulit untuk diterima,sebab secara faktual hampir setiap remaja
berpacaran. Penelitian yang dilakukan Suherdiana (2010:23) terhadap 250 siswa
didelapan sekolah dikota Bandung, memperkuat kebenaran fakta tersebut, dari 250
remaja yang menjadi sampel penelitian ditemukam mayoritas remaja yaitu 217 orang
atau 87% memiliki temen dekat atau pacar, bahkan 94% dari total 250 remaja
mengatakan bahwa memiliki pacar itu perlu. Dari 87% remaja yang memiliki pacar ,
97% remaja pernah melukukan bersentuhan fisik, 61% atau 152 orang pernah
melakukan cumbuan, sementara melakukan hubungan badan sebanyak 17% atau 42
remaja.
Dari sisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survey yang juga
dilakukan oleh youth center Pilar PKBI Jawa Tengah tahun 2005 (www.kompas.com)
diakses tanggal 20 Maret 2012, perilaku yang dilakukan yaitu, saling ngobrol 100%,
berpegangan tangan 93,3%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher mencium pipi
84,6% kening 36,1% saling meraba (payudara dan kelamin) 25% dan melakukan
hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan seks, pasangannya adalah pacar
78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan
seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis
29,9%. Adapun tempat melakukan hubungan seks adlah rumah sediri atau pacar 30%,
tempat kos atau kontrakan 32%, hotel 28% dan lainnya 9%.
Perilaku seksual tersebut merupakan salah satu penyimpangan perilaku remaja.
Menurut Sarwono (2010:174) perilaku seks adalah segala tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis (Heteroseksual) maupun sesama jenis
(Homoseksual) bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari
perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek
seksual dapat berupa orang baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan,
hewan atau diri sendiri.
Penelitian yang dilakukan BKKBN (2008) menyatakan, 94% remaja menyatakan
butuh nasihat mengenai seks dan kesehatan reproduksi sebagian besar remaja justru
tidak dapat mengakses sumber informasi yag tepat. Jika mereka kesulitan untuk
mendapatkan informasi melalui jalur formal, terutama dari lingkungan sekolah dan
petugas kesehatan, makan kecenderungan yang muncul adalah coba-coba sendiri
mencari sumber informal. Sebagai contoh informasi tersebut mereka coba penuhi
dengan cara membahas bersama teman-teman, buku-buku tentang seks, atau
mengadakan percobaan dengan jalan matsurbasi, bercumbu atau berhungan seksual.
Mengingat rasa ingin tau yang begitu besar pada remaja awal dimulai diusianya yang
berkisar antara 12 tahun sampai 16 tahun. Menurut(Hurlock, 1994:2227) sesuai
dengan tugas-tugas perkembangan masa remaja yaitu mencapai hubungan yang lebih
matang dengan lawan jenis, dan menerima peran sosial sebagai pria dan wanita maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah menenfgah pertama ( SMP )
sesuai dengan tugas perkembangan dan fenomena ya ng terjadi pada remaja di tingkat
SMP, sudah saatnya pendidikan seks tidak lagi dipandang sempit dan tabu. Namun
meski demikian, pendidikan seks tidak juga diberikan dengan bebas tanpa
memperhatikan tahapan perkembangan dan nilai moral serta norma agama yang ada,
artinya informasi seks yang diberikan kepada remaja hendaknya disesuaikan dengan
tingkatan usia dan tahap perkembangan remaja dan harus diimbangi dengan nilai-nilai
moral serta norma agama sebagai filter bagi remaja dalam berperilaku khususnya
berkaitan dengan dunia seksualitasnya.
Usaha untuk menanggulangi kemerosotan moral itu telah banyak dilakukan, baik oleh
lembaga keagamaan, pendidikan, sosial dan instansi pemerintah. Namun hasil
pembendungan arus yang berbahaya itu belum tampak, bahkan yang terjadi semakin
banyak. Dimana mana dekadensi moral semakin menjadi jadi tidak saja terbatas
kepada kota besar, akan tetapi telah menjalar sampai ke pelosok tanah air, ke kota
kecil, dan desa terpencil.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa remaja cenderung mencontoh hal-hal yang tidak baik, seperti minum-
minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam
perilaku seks bebas?
2. Apakah Pancasila merupakan Solusi Permasalahan Suatu Bangsa?
3. Bagaimana peran agama dalam mengatasi permasalahan dekandensi moral
pelajar dan adakah pengaruh intensitas menghafal Al-Qur’an terhadap
moralitas pelajar?
D.Mengapa para siswa perlu di beri pemahaman tentang pendidikan seks?
E.Apa akibat teknologi pada perilaku pelajar.
BAB II
PEMBAHASAN

Karena seiring dengan derasnya arus informasi dan budaya asing yang masuk.
Sehingga para remaja tidak dapat membendung rasa penasarannya sendiri untuk
mencoba hal-hal yang tidak seharusnya mereka lakukan dan pengetahuan yang minim
lah yang membuat mereka semakin mudah terjerumus. Informasi dan budaya asing
yang masuk menyusup disetiap tempat di negeri ini tanpa filter dan tanpa perlawanan
berarti bahkan masuk sampai kedapur dan kamar kita baik sadar maupun tidak.
Tengok saja budaya yang menjangkiti remaja negeri ini dari K-pop sampai harajuku
hingga hip hop yang hedonis. Belum lagi perilaku bebas tanpa batas keluar dari adat
ketimuran. Suatu kondisi yang memprihatinkan bagi generasi muda mengingat
dampak buruknya bagi pembentukan karakter kepribadian penerus bangsa. Meski
beberapa kelompok ada yang melakukan upaya untuk meredam dampak negatif
budaya asing yang menjangkiti generasi muda tapi nampaknya hanya bersifat
sporadik tanpa mendapat dukungan yang memadai baik dari pemerintah maupun dari
masyarakat itu sendiri.
Awalnya kita banyak berharap pada peran agama sebagai benteng terkuat
menghadapi degradasi moral anak-anak kita yang kian hari makin memprihatinkan.
Namun dari waktu ke waktu seiring dengan kemajuan zaman yang makin pesat tidak
jarang terdengar para pemuka Agamapun mulai mengeluh betapa sulitnya membina
umat bahkan sampai ada yang mulai merasa kewalahan. Itu dari sisi moral belum lagi
dari rasa kebangsaan dan nasionalisme. Menjelang perhelatan piala dunia bendera-
bendera Negara asing berkibar dengan tingginya sebagai bentuk dukungan yang
sepertinya sangat berlebihan. Apa pantas bendera asing berkibar diwilayah kedaulatan
Negara kita diluar gedung kedutaan besar mereka. Apa bedanya bendera Brasil
dengan bendera papua merdeka. Jika bendera OPM haram berkibar di tanah air berarti
bendera Negara manapun juga tidak boleh, karena itu diluar dari kepatutan sangat
tidak sesuai dengan etika dan hukum internasional.
Lantas jika sudah seperti ini keadaannya apakah kita hanya berdiam diri merenung
mengharapkan datangnya mukjizat. Perlu upaya ekstra untuk kondisi seperti ini yaitu
sebuah gerakan revolusi dalam rangka perbaikan moral bangsa sepertinya sudah
menjadi keharusan. Dan salah satu jalan yang masih memungkinkan untuk dilakukan
dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia adalah dengan kembali kepada akar
budaya bangsa yang sudah jadi karakter kita yang terlupakan yaitu Pancasila. Karena
hanya Pancasila yang bisa diterima oleh semua golongan. Memang benar bahwa
Pancasila masih tetap sebagai dasar Negara ini, tapi harus diakui bahwa belakangan
ini hal tersebut hanya ada diatas kertas yang bersifat teoritis jauh dari aplikasi dan
pengamalan. Sudah waktunya kita merevitalisasi kembali pemahaman dan
pengamalan Pancasila sebagai ideology bangsa yang terpinggirkan. Dengan Sila
Pertama sebagai landasan yang kokoh yaitu “ Ketuhanan Yang maha Esa”,
diharapkan nilai moral keagamaan dan religy dari masing-masing pribadi kita dapat
terpicu dalam membentuk karakter kita menjadi karakter Pancasila.
Memang gerakan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, dimana
tantangan dan halangan pasti akan menghadang. Tapi itulah resiko perjuangan, makin
berat makin dinikmati sebagai pemicu adrenalin ibarat pil pahit bagi kesembuhan
penyakit yang kita dambakan. Saatnya kembali kepada nilai luhur bangsa, saatnya
kita tempatkan Pancasila pada tempat yang semestinya. Saatnya kita menjadi manusia
Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
memiliki semangat prikemanusiaan yang adil dan beradab menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan bangsa serta senantiasa mengedepankan musyawarah untuk
mufakat menuju terciptanya suatu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Mari kita semangat dalam merayakan hari lahir Pancasila seperti semangatnya kita
memperingati hari valentine. Dalam semangat pengamalan dan aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Dirgahayulah Pancasila-ku kami terdepan dalam membelamu.
Jika dibawa ke Agama khusunya agama islam maka upaya untuk mengurangi krisis
moral tersebut yaitu berkeyakinan kuat akan agama Islam yang menyelamatkan
mereka dari jurang kemaksiatan. Remaja harus memilih cara yang terbaik dan
memiliki kesadaran hidup untuk mendapatkan dunia dan akhirat.
Langkah yang baik digunakan remaja untuk mendapatkan dunia dan akhirat yaitu
dengan berpedoman pada Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang sangat
diagungkan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang penting untuk dijadikan suri
tauladan maupun sebagai pedoman terhadap segala aspek kehidupan. Bagi orang-
orang muslim ingin mengharap kehidupan yang sejahtera, damai, dan bahagia, maka
semestinya berperilaku sesuai dengan Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an menjadi sarana
paling utama untuk merintis, memulai, dan menjalani kehidupan dengan sebaik-
baiknya.
Setiap persoalan apa pun yang datang silih berganti dalam kehidupan, tentu muaranya
akan bertemu pada satu titik, yaitu Al-Qur’an. Dengan Al-Qur’an, kita dapat
mengetahui segala yang baik dan yang buruk. Melalui Al-Qur’an, kita bisa
memahami yang haq dan yang batil. Melalui Al-Qur’an pula, kita mampu mengerti
terhadap segala hal yang diridhai dan yang dibenci oleh Allah Swt. Inilah yang
menjadi alasan sehingga Al-Qur’an begitu vital bagi kehidupan seluruh umat muslim.
Dalam rangka untuk menjaga orisionilitas Al-Qur’an, selain dilakukan dengan cara
membaca juga dengan menghafalkannya. Cara menghafal ini memang lebih sulit
daripada membaca dan memahaminya. Hal ini terjadi karena selain mempunyai
lembaran yang sangat banyak, Al-Qur’an memiliki nuansa bahasa yang relatif sulit
untuk dipahami, serta dapat menghabiskan waktu yang cukup lama untuk
menghafalnya. Seorang yang menghafalkan Al-Qur’an harus berguru kepada ahlinya,
yaitu guru yang hafal Al-Qur’an, serta sudah mantap dalam segi agama dan
pengetahuannya tentang Al-Qur’an, seperti ulumul Qur’an, asbab an –nuzulnya,
tafsir, ilmu tajwid, dan lain-lain.
2 Remaja yang menghafalkan Al-Qur’an harus menjauhkan diri dari perbuatan tercela,
agar tidak menghancurkan konsentrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian
bagus. Dengan demikian maka akan terdapat keselarasan antara sikap penghafal
dengan kesucian Al-Qur’an (Al-Hafidz, 1994: 52). Menghafal Al-Qur’an merupakan
suatu keutamaan mengamalkannya, berperilaku dengan akhlaknya, bersopan santun
dengannya di waktu malam dan siang adalah merupakan orang-orang pilihan terbaik
(Sa’dulloh, 2008:23).
3 Berangkat dari persoalan tersebut maka dakwah dengan pendekatan bimbingan
konseling Islam melalui seorang penghafal Al-Qur’an sebagai juru dakwah. Dakwah
adalah mendorong (memotivasi) umat manusia melaksanakan kebaikan dan mengikuti
petunjuk serta memerintahkan mereka berbuat makruf dan mencegahnya dari
perbuatan mungkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Pimay,
2005: 28). Kewajiban dakwah tersebut disebutkan dalam firman Allah, yang artinya:
4 “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung”(QS.Ali Imran 104) (Depag, 1990: 93).
5 Tugas dakwah mempunyai kewajiban untuk menyeru bagi umat muslim. Usaha
seorang juru dakwah (da’i) untuk mencegah dari kemunkaran yaitu krisis moral yang
dialami oleh remaja. Salah satu cara untuk meningkatkan tingkat perkembangan
moral remaja dengan mendekatkan diri mereka dengan membaca Al-Qur’an dan
menghafalkan Al-Qur’an. Dengan demikian, menghafalkan Al-Qur’an secara intensif
akan meningkatkan tingkat perkembangan moral remaja. Menghafal Al-Qur’an
mempunyai keutamaan agar berperilaku baik, bersopan santun di waktu malam dan
siang.
6 Dalam kajian psikologi perkembangan, masa remaja adalah masa memungkinkan
seseorang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu ingin mencoba banyak hal
termasuk masalah seksualitasnya. Maka pemberian pemahaman tentang pendidikan
seks yang benar perlu diberikan kepada mereka khususnya di lembaga pendidikan
formal maupun non formal atau bahkan dialam keluarga sebagai wadah awal
pendidikan seks bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar remaja tidak mencari informasi
tentang masalah seksual dari orang laibn atau sumber-sumber yang tidak jelas
kebenarannya bahkan keliru sama sekali.
Akibat teknologi pada perilaku pelajar muncul dalam fenomena penerapan kontrol
tingkah laku ( behaviour control ). Behavour control merupakan kemampuan untuk
mengatur orang melaksanakan tindakan seperti yang dikehendaki oleh si pengatur (
the ability to get somene to do one’s bidding ) pengembangan teknologi yang
mengaturr perilaku pelajar ini mengakibatkan munculnya masalah-masalah etis
seperti berikut.
1. Penemuan teknologi yang mengatur perilaku ini menyebabkan kemampuan
perilaku seseorang diubah dengan operasi dan manipulasi syaraf otak melalui obat
bius tertentu. Teknologi baru dalam bidang psikologi seperti “ dynamic psychoterapy”
mampu merangsang secara baru bagian-bagian penting, sehingga kelakuan bisa diatur
dan disusun. Jika begitu kebebasan bertindak pelajar sebagai suatu nilai diambang
kemusuhan.
2. Makin dipacunya penyelidikan dan pemahaman mendalam tentang kelakuan
pelajar, memungkinkan adanya lubang manipulasi, entah melalui iklan atau media
lain.
3. Pemahaman tingkah laku pelajar demi tujuan ekonomis, rayuan untuk menghirup
kebutuhan baru sehingga bisa mendapat untung lebih banyak, menyebabkan
penggunaaan media (radio, tv) untuk mengatur kelakuan pelajar.
4. Behaviour control memunculkan masalah etis bila kelakuan seseorang di control oleh
teknologi dan bukan oleh subjek itu sendiri. Konflik muncul justru karena si pengatur
memperbudak orang yang dikendalikan kebebasan bertindak si control dan diarahkan
menurut kehendak si pengontrol.
5. Akibat teknologi pada eksistensi manusia dilontarkan oleh Schumacher. Bagi
Schumacher eksistensi sejati manusia adalah bahwa manusia menjadi manusia justru
karena ia bekerja. Pekerjaan bernilai tinggi bagi manusia, ia adalah ciri eksistensial
manusia, ciri kodrat kemanusiaannya. Pemakaian teknologi modern condong
mengasingkan manusia dari eksistensinya sebagai pekerja, sebab disana manusia tidak
mengalamai kepuasan dalam bekerja. Pekerjaan tangan dan otak manusia digantikan
dengan tenaga-tenaga mesin, hilanglah kepuasan dan kreatifitas manusia.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang memiliki
nilai-nilai didalamnya, seperti telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 .
Pancasila dapat diaplikasikan dalam menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi
terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum
terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya
yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati,
non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum. Sebagai solusi permasalahan
suatu bangsa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sangat bermanfaat bagi
bangsa Indonesia, sebagai ideologi bangsa Indonesia tentunya pancasila mempunyai
semacam magnet permersatu bagi bangsa ini. Setelah saya mengkaji lebih lanjut
ternyata Pancasila dapat menjadi Solusi permasalahan suatu bangsa dan negara
terbukti bahwasannya kita dapat mengetahui berbagai cara yang menyangkut atau
berhubungan dengan Pancasila untuk manangani permasalahan suatu bangsa misalnya
dengan nila-nilai positif yang terkandung di dalam pancasila.

B. SARAN
Saran Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila
merupakan falsafah negara kita republik Indonesia. Kita harus menjungjung tinggi
dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa
tanggung jawab. Kita harus membekali diri dengan sikap dan kepribadian yang
menjunjung tinggi nilai kebangsaan Indonesia (Pancasila). Selain itu kita harus patuh
kepada kedua orang tua, taat beribadah, menghindarkan diri dari hal-hal yang
merugikan diri sendiri, dan belajar dengan rajin agar apa yang kita cita-citakan
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
http://srirahayu8696.blogspot.co.id/2015/12/makalah-pendidikan-pancasila-dekandensi.html

Anda mungkin juga menyukai