Anda di halaman 1dari 22

i

PENYAKIT GINJAL AKUT

KELOMPOK 2

 HUSNI SILEUW : 16 3145 105 009


 HUSNUL FATIMAH MARSOALI : 16 3145 105 010
 ROLAND GILBERT SOSELISA : 16 3145 105 011
 SITTI FARADHIBA NUR : 16 3145 105 033
 WAHID : 16 3145 105 0

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2017/2018


ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dan manfaatnya bagi pembaca.

Makassar 23 Maret 2018

Penyusun

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang
brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat
menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar
nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya
disertai oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari). Criteria oliguria tidak mutlak
tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet orang amerika mengandung sekitar
600 mOsm zat terlarut. Jika kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200
mOsm /L air, maka kehilangan air obligat dalam urine adalah 500 ml. oleh karna itu
,bila keluaran urine menurun hingga kurang dari 400 ml/hari, penambahan jat
terlarut tidak bisa dibatasi dengan kadar BUN serta kreatinin meningkat. Namun
oliguria bukan merupakan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian terbaru
mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF,keluaran urine
melebihi 400 ml /hari.dan dapat mencapai hingga 2L/hari. Bentuk ARF ini disebut
ARF keluaran-tinggi atau disebut non-ologurik. ARF menyebabkan timbulnya
gejala dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik,yang
mencerminkan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, eksresi, dan endokrin ginjal.
Namun demikian , osteodistrofi ginjal dan anemiabukan merupakan gambaran yang
lazim terdapat pada ARF karena awitanya akut.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan Gagal Ginjal akut ?
b. Penyebab gagal ginjal akut?
2

c. Patofisiologi gagal ginjal akut?

C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Gagal Ginjal akut


b. Untuk mengetahui Bagaimana Penyebab gagal ginjal akut
c. Untuk mengetahui Patofisiologi gagal ginjal akut
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic
tubuh atau melakukan fungsi regulernya.Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di
urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam
basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang
umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
GGA adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi produk-
produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa
berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah
dan aliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong, 2000).
GGA dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan gejala
yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak (Nursalam, 2006)

B. Etiologi

Menurut Mansjoer Arif (2005), sampai saat ini para praktisi klinik masih
membagi etiologi gagal ginjal akut dengan tiga kategori meliputi :

1. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Namun
bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis
tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
4

a. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari


gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
b. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
c. Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok
kardioenik dn emboli paru)
d. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)

2. Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal.
Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung
terganggu. Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak teratasi sehingga
mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya dapat berlangsung
cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan–lahan dan akhirnya
mencapai stadium uremia.Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari
hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal.
Beberapa penyebab kelainan ini adalah :
a. Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan sepsis
dan renjatan hemoragik.
b. Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcus, lupus
nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
c. Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang langsung
menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
d. Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia lama,
nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria dan
mioglobinuria.
e. Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
5

f. Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.

3.Pascarenal / Postrenal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal.Tekanan di tubulus ginjal meningkat akhirnya laju
filtrasi glomerulus meningkat. Meskipun pathogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan
oligoria belum di ketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab.
Beberapa faktor mungkin reversible jika diinvestigasi dan ditangani secara tepat
sebelum fungsi ginjal terganggu.

Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan
fungsi ginjal:
a. Hipovelemia
b. Hipotensi
c. Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongesif
d. Obtruksi ginjal atau batu ginjal
e. Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal

C. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2004) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu
periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.Gagal ginjal
akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400 ml/24 jam.
1. Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan
oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan
magnesium).Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan
produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu
24-48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia.Pada bayi, anak-anak
6

berlangsung selama 3–5 hari.Terdapat gejala-gejala uremia (pusing, muntah,


apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi,
hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
2. Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine
output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap
normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama
tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
a. Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari
b. Berlangsung 2-3 minggu
c. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih
d. Tingginya kadar urea darah
e. Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
f. Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus

3. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik.
Nilai laboratorium akan kembali normal.
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,
diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan
yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
7

f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.


g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan
kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung
darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju
endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein),
perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada
kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan
lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung
kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa
hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

D. Patofisiologi
Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai patologi kerusakan ginjal ARF
(acute renal fallure) tipe NTA (necrosis tubular acute), tetapi masih ada
kontroversi mengenai patogenitas penekanan fungsi ginjal dan oliguria yang
biasanya menyertai.Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor
penyebab mungkin didasarkan pada penyelidikan menggunakan model hewan
percobaan, dengan menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui
penyuntikan merkuri klorida, uranil sitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan
iskemik ditimbulkan renalis.
Menurut Price, (2005) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal, yaitu sebagai berikut :
a. Obstruksi tubulus
8

b. Kebocoran cairan tubulus


c. Penurunan permeabilitas glomerulus
d. Disfungsi vasomotor
e. Umpan balik tubulo-glomerulus
Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular
acute) mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan bahan protein
lainnya, dan kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen
tubulus.Pembengkakan seluler akibat iskemia awal, juga ikut menyokong
terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia.Tekanan intratubulus
menigkat, sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.Obstruksi tubulus
dapat merupakan faktor penting pada ARF (acute renal fallure) yang
disebabkan oleh logam berat, etilen glikol, atau iskemia berkepanjangan.
Hipotesis kebocoran tubulus mengatakan bahwa filtrasi glomerulus
terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar dari lumen
melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk ke dalam sirkulasi peritubular.
Kerusakan membrane basalis dapat terlihat pada NTA (necrosis tubular
acute) yang berat, yang merupakan dasar anatomic mekanisme ini.
Meskipun sindrom NTA (necrosis tubular acute) menyatakan
adanya abnormalitas tubulus ginjal, bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa
dalam keadaan-keadaan tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan
/atau sel-sel membrane basalis mengalami perubahan yang mengakibatkan
menurunnya permeabilitas luas permukaan filtrasi. Hal ini mengakibatkan
penurunan ultrafiltasi glomerulus.
Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari
normal pada ARF oliguria.Tingkat RBF ini cocok dengan GFR (glomerular
filtration rate) yang cukup besar. Pada kenyataannya, RBF pada gagal ginjal
kronik sering sama rendahnya atau lebih rendah dari pada bentuk akut, tetapi
fungsi ginjal masih memadai atau berkurang. Selain itu, bukti-bukti
9

percobaan membuktikan bahwa RBF harus kurang dari 5% sebelum terjadi


kerusakan parenkim ginjal.
Dengan demikian hipoperfusi ginjal saja tidak menyebabkan
penurunan GFR dan lesi-lesi tubulus yang terjadi pada ARF (acute renal
fallure).Meskipun demikian, terdapat bukti perubahan bermakna pada
distribusi aliran darah intrarenal dari korteks ke medulla selama hipotensi
akut dan memanjang. Pada ginjal normal, kira-kira 90% darah
didistribusikan ke korteks (glomeruli) dan 10% menuju ke medulla. Dengan
demikian ginjal dapat memekatkan urin dan menjalankan fungsinya.
Sebaliknya pada ARF perbandingan antara distribusi korteks dan medulla
ginjal menjadi terbalik, sehingga terjadi iskemia relative pada korteks
ginjal.Kontriksi arteriol aferen merupakan dasar vascular dari penurunan
laju filtrasi glomerulus (GFR).
Iskemia ginjal akan mengaktifasi sistem renin-angiotensin dan
memperberat iskemia korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar
renin tertinggi ditemukan pada korteks luar ginjal, tempat terjadinya iskemia
paling berat selama berlangsungnya ARF (acute renal fallure) pada hewan
maupun manusia.
Beberapa penulis mengajukan teori mengenai prostaglandin dalam
disfungsi vasomotor pada ARF (acute renal fallure).Dalam keadaan normal,
hipoksia ginjal merangsang sintesis prostaglandin E dan prostaglandin A
(PGE dan PGA) ginjal (vasodilator yang kuat), sehingga aliran darah ginjal
diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis.Agaknya, iskemia
akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat sintesis
prostaglandin ginjal tersebut. Penghambat prostaglandin seperti aspirin
diketahui dapat menurunkan RBF pada orang normal dan dapat
menyebabkan NTA (necrosis tubular acute)
Umpan balik tubuloglomerulus merupakan suatu fenomena saat
aliran ke nefron distal diregulasi oleh reseptor dalam makula densa tubulus
10

distal, yang terletak berdekatan dengan ujung glomerulus. Apabila


peningkat aliran filtrate tubulus kea rah distal tidak mencukupi, kapasitas
reabsorbsi tubulus distal dan duktus kolegentus dapat melimpah dan
menyebabkan terjadinya deplesi volume cairan ekstra sel. Oleh karena itu
TGF merupakan mekanisme protektif. Pada NTA (necrosis tubular acute),
kerusakan tubulus proksimal sangat menurunkan kapasitas absorbs tubulus.
TGF diyakini setidaknya berperan dalam menurunnya GFR (glomerular
filtration rate) pada keadaan NTA (necrosis tubular acute) dengan
menyebabkan konstriksi arteriol aferen atau kontriksi mesangial atau
keduanya, yang berturut-turut menurun kan permeabilitas dan tekanan
kapiler intraglomerulus. Oleh karena itu, penurunan GFR akibat TGF dapat
dipertimbangkan sebagai mekanisme adaptif pada NTA.

E. Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer Arif (2005) adalah :
1. Darah: ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
2. Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit: hiperkalemia, hipernatremia ataau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24
jam setelah ginjal rusak.
7. Warna urine: kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
8. Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
11

9. PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik.
10. Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan
ginjal, dan ratio urine/serum sering.
11. Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum
BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12. Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila
ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14. SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
15. Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat
rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada
NTA biasanya ada proteinuria minimal.
16. Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel
tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga
nefritis glomular.
 Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan ketidakseimbangan
elektrolit dan gagal jantung.
2. Kajian foto toraks dan abdomen
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi cairan.
3. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
12

5. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Smeltzer & Bare (2004) adalah :
1. Penatalaksanaan secara umum adalah:
a. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus
keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa
konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik,
dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
b. Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah
kandung kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau
nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui
adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil
bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
c. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik
urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes
lainnya
2. Penatalaksanaan gagal ginjal
a. Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan
natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di
luar kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin
13

yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap


diawasi.
b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori
atau hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena,
penambahan kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan
jantung dan dialisis.
c. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang
adekuat terjadi oliguria.
d. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi
saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan
diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung
kemih dapat disingkirkan.
e. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa
untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula
dideteksi dari kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan
hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya ranitidin)
diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
f. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum
tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh
melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan
dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan
hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien
lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat
dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
g. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan
atau makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah,
nilai BUN dan nilai kreatinin.
h. Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia
14

merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini.


Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >5.5
mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.

G. Komplikasi
Menurut Arif Muttaqin (2011) komplikasi pada GGA adalah :
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
3. Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan
kesadaran, kejang.
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
5. Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.
6. Infeksi: pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial

H. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan
identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat
menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi
orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan
pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data
yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
15

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output
tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca
perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka
bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat
NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah,
serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal.Penting untuk
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi.Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana
frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut
nadi.tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
16

b. Pemeriksaan Pola Fungsi


1) B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut
uremia.Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada
fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis
metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan
adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi
yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin,
lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan
darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari
gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan
tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek
sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut
pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi
dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis
terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
17

bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan


didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
5) B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, dan myoglobin.Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit
ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang
dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum
sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap
dalam BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein.Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.Kadar kreatinin serum bermanfaat
dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit.Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium.Katabolisme protein
mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat.Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun.Hal ini ditunjukkan
18

dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah


sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.

5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah
komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau
melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah
ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan
d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialysis
19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh
atau melakukan fungsi regulernya.Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa.

B. Saran
Agar kedepannya makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.
20

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Suddart, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y.
Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC
Nursalam, Dr. Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Roesli R. 2007. Kriteria “RIFLE” Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk Menegakkan
Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal Akut.Bandung: Pusat Penerbitan
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD

http://mahasiswakeperawatan1.blogspot.co.id/2016/10/makalah-gagal-ginjal-akut.html

Anda mungkin juga menyukai