Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ADAT MELAYU DAN SISTEM KEPEMIMPINAN MELAYU RIAU

Dosen pengampu : Piki Setri Pernantah S.pd M.pd

Disusun Oleh :
Aldo Septia Darma 2201110961
Arizta Zita Vebrinda 2201112372
Bayu Darma Habib 2201113980
Indra Syaputra 2201110974
Muhammad Aidil Ilham 2201135443
Michio Gustiawan 2201135439
M Shilhan Zulfa 2201112376
Kelas A
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1
..............................................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................2
..............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

A. Adat Melayu........................................................................................................3
1. Adat Sebenar Adat.......................................................................................3
2. Adat yang Diadatkan....................................................................................4
3. Adat yang Teradatkan..................................................................................5
4. Adat Istiadat..................................................................................................5
B. Sistem Kepemimpinan Melayu Riau..................................................................6
1. Model Kepemimpinan...................................................................................6
2. Pemilihan Pemimpin ....................................................................................7
3. Marwah Pemimpin........................................................................................8
........................................................................................................................
4. Pergantian Pemimpin...................................................................................8

BAB III PENUTUP.......................................................................................................10

A. Kesimpulan.......................................................................................................10
B. Saran – saran...................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................11

ii
ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adat adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistemagama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Dalam konteks itu, kelompok manusia terpaksa pula harus menyusun


sistem sosial dan budaya yang mengatur hubungan mereka ini dalam konteks
merespons alam sebagai sumber mencari nafkahnya. Tanpa upaya bertindak
bersama dan secara tersusun secara sistemik ini, maka manusia akan
menghadapi masalah kehidupan. Oleh karena itu, muncullah kelakuan yang
menjadi kebiasaan, dan hubungan sosiologis berupa pengelompokkan. Semua
ini melahirkan norma, adat, dan undang-undang untuk mengawal, mengatur,
serta menyelaraskan kekuasaan semua individu yang terlibat dalam kegiatan
kelompok masyarakat manusia tersebut. Respons manusia baik secara individu
dan kemudian berkembang menjadi kelompok, terhadap semua hukum alam ini,
membuat manusia menjalin organisasi. Kelompok organisasi-organisasi social
dan budaya manusia ini adalah ekspresi segala respons manusia terhadap alam
atau ekologinya. Norma norma atau hukum yang diberlakukan secara bersama
inilah yang di dalam kebudayaan masyarakat Nusantara disebut dengan adat.
Dengan demikian adat sebenarnya manifestasi kebudayaan manusia pada
umumnya. Termasuk juga dalam kebudayaan Melayu.
Adat Istiadat dan budaya Melayu Riau adalah seperangkat nilai-nilai
kaidah- kaidah dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang sejak lama
bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang telah
dikenal, dihayati dan diamalkan oleh yang bersangkutan secara berulang-ulang
secara terus- menerus dan turun-temurun sepanjang sejarah. adat istiadat dan

iii
budaya Melayu Riau yang tumbuh dan berkembang sepanjang zaman tersebut
dapat memberikan andil yang cukup besar terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan Masalah
1. Adat Melayu
1.1 Apa itu Adat sebenar adat ?
1.2 Apa itu Adat yang diadatkan ?
1.3 Apa itu Adat yang teradatkan ?
1.4 Apa itu Adat istiadat ?
2. Sistem Kepemimpinan Melayu Riau
2.1 Bagaimana Model kepemimpinan ?
2.2 Bagaimana Pemilihan pemimpin ?
2.3 Apa itu Marwah pemimpin ?
2.4 Bagaimana Pergantian pemimpin ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui jenis – jenis adat melayu yang telah terbentuk dan
berkembang
2. Untuk mengetahui sistem kepemimpinan Melayu Riau

iii
BAB II PEMBAHASAN

A. Adat Melayu
Adat merupakan inti dari peradaban atau sivilisasi Melayu. Dapat diartikan
bahwa adat dalam kebudayaan Melayu ini, telah ada sejak manusia Melayu ada.
Adat selalu dikaitkan dengan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok, serta
hubungan manusia dengan alam (baik alam nyata maupun gaib atau supernatural),
dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dengan demikian adat memiliki
makna yang “sinonim” dengan kebudayaan. Adat memiliki 4 jenis adat, yaitu :
1. Adat Sebenar Adat
Adat yang sebenar adat adalah inti adat yang berdasar kepada ajaran
agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh dianjak-alih, diubah, dan ditukar.
Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati; bila diunjuk ia
membunuh, bila dialih ia membinasakan. Adat berdasar kepada pengertian
manusia terhadap eksistensi dan sifat alam yang kasat mata ini. Berdasarkan
pengertian ini, maka muncullah ungkapan-ungkapan seperti adat api membakar,
adat air membasahi, adat lembu melenguh, adat kambing mengembik, dan lain-
lain. Sifat adalah sesuatu yang melekat dan menjadi penciri khas benda atau
keadaan, yang membedakannya dengan benda atau keadaan lain. Itulah
sebenarnya adat, sesuatu yang tidak dapat disangkal sebagai sifat
keberadaannya. Tanpa sifat itu benda atau keadaan tadi, tidak wujud seperti
keadaannya yang alami (Tenas Effendi, 2004:61).
Manusia Melayu membuat penyesuaian dalam masa yang lama
berdasarkan pengetahuan terhadap semesta alam, atau adat yang sebenar adat
yakni hukum alam yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Dari adaptasi ini muncul
sistem kepercayaan yang tegas dan formal terhadap alam, kekuatan alam, dan
fungsi alam. Menurut tanggapan mereka seluruh alam ini menjadi hidup dan
nyata, terdiri dari makhluk dan kekuatan yang mempunyai hubungan dengan
manusia dalam susunan kosmologi yang telah diatur oleh Allah. Melalui respons
terhadap alam ini, maka cara hubungan yang teratur diadakan berdasarkan
sikap hormat dan saling bergantung antara manusia dengan alam. Satu rangka

7
sikap yang terpancar dalam sistem tabu (pantangan) diwujudkan untuk mengatur
hubungan harmoni tersebut.
Dalam gagasan masyarakat Alam Melayu hubungan manusia dengan
alam senantiasa dijaga agar terbentuk keseimbangan dan ketenteraman. Mereka
menjaga segenap kelakuan manusia yang bisa mencemari, merusak, atau
merubah keseimbangan dan ketenteraman hubungan dengan alam gaib yang
menjadi pernyataan dan manifestasi kepada hidupnya alam. Sistem pantang dan
larang memastikan supaya kelakuan atau tabiat manusia senantiasa hormat
terhadap perwujudan alam. Jika berlaku pelanggaran terhadap adat yang
mengatur hubungan manusia dengan alam, yang dampaknya adalah mengacau
hubungan, seperti berlakunya pelanggaran pantang larang.

2. Adat yang diadatkan


Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan
tertentu, menurut mufakat dari penduduk daerah tersebut. Kemudian
pelaksanaannya diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka.
Sebagai pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat
ini wujudnya adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin,
dunia dan akhirat. Adat yang diadatkan ini maknanya mengarah kepada sistem-
sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam asas musyawarah untuk
mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem
politik dan tata pemerintahan yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan,
kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang tepat sesuai dengan
perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dilalui masyarakat Melayu. Adat
yang diadatkan bisa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan
kemajuan zaman. Bisa ditambah dan dikurangi agar tetap dapat menjawab
tantangan kehidupan masyarakatnya, dan mempunyai perbedaan antar wilayah
budaya.
Menurut Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang
diadatkan adalah semua ketentuan adat-istiadat yang dilakukan atas dasar
musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat

8
ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan
masyarakat pendukungnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk melalui
undang-undang kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga
terbentuklah ketentuan adat yang diberlakukan bagi semua kelompok
masyarakatnya.

3. Adat yang teradatkan


Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-
angsur atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan pepatah: sekali air bah, sekali
tepian berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. Walaupun terjadi
perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api
panas, dalam gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan.
Adat yang teradat juga merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat
penampilan manusia yang berbudi bahasa. Tetap dipelihara dari generasi
kegenerasi sehingga menjadi tradisi budi pekerti orang Melayu. Adat ini menjadi
pedoman untuk menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi masalah di
masyarakat. Adat yang teradat bisa berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan
nilai-nilai baru yang terus berkembang. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan turun-
temurun tadi.

4. Adat Istiadat

Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih


banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan,
penobatan raja, dan pemakaman raja. Jika hanya adat saja maka
kecenderungan pengertiannya adalah sebagai himpunan hukum, misalnya:
hukum ulayat, hak azasi, dan lainnya. Adat-istiadat ini adalah ekspresi dari
kebudayaan Melayu. Upacara di dalam kebudayaan Melayu juga mencerminkan
pola pikir atau gagasan masyarakat Melayu.
Dalam konteks perkembangan zaman, adat-istiadat yang bermakna
kepada upacara atau ritual ini juga mengalami perkembangan-perkembangan.

9
Upacara ini ada yang berkaitan dengan kegiatan budaya seperti politik,
pemerintahan, sosial, pendidikan, agama, ekonomi, dan lain-lainnya. Pada masa
kini, dalam konteks Indonesia, upacara atau adat-istiadat ini dapat juga ditemui
seperi upacara pembukaan pekan olahraga, pembukaan gedung baru, upacara
melepas jamaah haji, upacara menyambut kepulangan haji, upacara pembukaan
kampanye partai politik, upacara bendera, upacara peringatan hari kemerdekaan
Indonesia, upacara pembukaan dan penutupan pekan budaya, dan lain-lain.
Dengan demikian adat-istiadat ini juga mengalami perkembangan-
perkembangan selaras dengan perkembangan zaman.

B. Sistem Kepemimpinan Melayu Riau


1. Model Kepemimpinan
Kepemimpinan melayu, baik melayu tua maupun melayu muda terdiri dari
pemangku adat (sebagai pemimpin formal) disamping tokoh tradisi seperti
dukun, sebagai pemimpin informal. Tetapi setelah melayu muda membentuk
guru beberapa kerajaan melayu dengan dasar Islam maka muncullah pemegang
kendali, kerajaan yang disebut raja, sultan dan pertuah. Kehadiran Islam juga
telah menampilkan cendikiawan yang disebut ulama. Dengan
demikiankehidupan melayu muda ini dipandu oleh raja (sultan), ulama,
pemangku adat dan tokoh tradisi.

Setiap masing-masing strata di atas mempunyai tugas dan kewajibannya sendiri-


sendiri, yang pada intinya menuntun dan membimbing masyarakat untuk dapat
mentaati norma dan ketentuan adat negeri demi kebaikan mereka sendiri.
Melalui strata kemasyarakatan di atas, maka segala bentuk kebijakan
pemerintahan negeri disampaikan secara beranting ke bawah.

2. Pemilihan Pemimpin

Seorang pemimpin dalam tradisi Melayu adalah sosok manusia yang lebih
daripada lainnya, sakti, kuat, gigih, dan tahu banyak hal. Para pemimpin juga
merupakan manusia-manusia yag jumlahnya sedikit, namun perannya dalam
suatu komunitas (suku, bangsa, negara) merupakan penentu keberhasilan dan

10
suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Maka orang Melayu berusaha
mengangkat pemimpin yang lazim disebut “orang yang dituakan” oleh
masyarakat dan kaumnya. Pemimpindiharapkan mampu membimbing,
melindungi, menjaga dan menuntun masyarakat dalam arti luas, dalam
kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Dalam kitabnya, Bukhari Al-Jauhari menggariskan ada 10 sifat raja atau


pemerintah yang baik dan harus diterapkan, yaitu:
1. Tahu membedakan baik dengan yang buruk.
2. Berilmu (ilmiah dan batiniah).
3. Mampu memilih menteri dan pembantunya dengan benar.
4. Baik rupa dan budi pekertinya supaya dikasihi dan dihormati rakyatnya.
5. Pemurah (dermawan, ringan tangan).
6. Mengenang jasa orang atau tahu balas budi.
7. Berani; jika berani maka pengikutnya juga akan berani.
8. Cukup dalam makan tidur supaya tidak lalai.
9. Mengurangi atau tidak berfoya-foya atau tidak “bermain” dengan perempuan.
10. Laki-laki (raja perempuan boleh dilantik jika tidak memiliki ahli waris laki-laki
untuk menghindari huru-hara).

3. Marwah Pemimpin

Islam memandang pentingnya manjaga kehormatan diri maupun


kehormatan orang lain. Ajaran yang memerintahkan untuk menjaga kehormatan
manusia itu dinamakan Muru’ah.  Istilah ini kemudian sering disamakan
maknanya dengan kata Marwah dalam Bahasa Indonesia. Muru’ah  secara
bahasa bermakna kehormatan dan harga diri. Sedangkan dari segi istilah,
muru’ah adalah salah satu akhlak islami yang dapat mengantarkan seseorang
untuk memiliki jiwa yang bersih  dan tidak terkungkung dan di perbudak oleh
nafsu syahwatnya, karena karakter seorang muslim mempunyai cita cita
(himmah) yang tinggi dan sangat tidak suka pada sesuatu yang buruk, rendah
dan hina.

11
Seorang pemimpin harus bisa menjaga marwah nya agar dapat
memberikan contoh teladan, menyampaikan tunjuk ajaran, memelihara kampung
halaman, menjaga alam lingkungan berpijak pada keadilan, berdiri di atas
kebenaran, menjaga marwah diri, umat, kampung, bangsa, adat dan lembaga,
serta hukum dan undangnya.

4. Pergantian Pemimpin
Dalam adat melayu ada pula pantangan bagi seorang yang sedang memimpin.
Semua itu juga tertuang dalam petatah petitih Melayu, yang bisa menyebabkan
dia diturunkan atau digantikan dengan yang lain. Adapun di antaranya sebagai
berikut:
1. Tólicak bonang arang, itam tapak (terpijak di benang arang, hitam tapak
atau terpijak di parit arang hitam tapak). Artinya, kedapatan mencuri di rumah
(kantor), di tanah (dalam bisnis dan usaha), atau dengan cara sembunyi-
sembunyi (korupsi).
2. Tójuak di galah panjang, nampak tóugah-ugahnyo. Artinya, mengunjungi
perempuan lain yang bukan istrinya untuk berbuat maksiat, dengan istri orang,
gadis, janda, atau janda talak tiganya.
3. Tólosang di lansek masak, olun sampai tóambiek buah olah bóguguran.
Artinya, karena memperturutkan hawa nafsu sehingga kambuh selera
mudanya, sehingga kenampakan mengikuti trend dan budaya populer
kontemporer yang tidak jelas asal usul dan ujung pangkalnya, sebab sudah
meluap-luap sehingga kerja yang tidak sononoh mulai dilakukan. Akibatnya
nama jadi rusak dan malulah orang yang dipimpinnya (arang habis besi
binasa).
4. Tómandi di póncuran gadiang, nampak kosan di aluo jalan, tódonga di
tólingu kócibuk ayie. Artinya, karena terlalu mengharapkan nama dan
sanjungan maka dilakukanlah segala cara untuk mendapatkannya. Sehingga
terkena oleh ungkapan lama; indó aluo nón dituruik (bukan aturan yang
diikuti), tóturuik jalan pinteh (terikut jalan pintas/pragmatis), pótamu sosek

12
(pertama sekali tersesat), nón kan kóduó indó duduk di bokehnyo (kedua dia
tidak duduk di tempat yang layak baginya).
5. Tócoreng arang di koniang, nampak tótempap itam. Artinya, aib diri
dibongkar orang setelah mendapat nama dan jabatan, sehingga malu bertemu
dengan orang banyak.
6. Mómpótókuluk sórewa. Artinya, punya anak gampang (anak diluar nikah).
7. Tópanjik sigai larangan. Artinya, ini masalah hubungan intim sedarah
(incest).
8. Tókurong di biliek dalam, mómaja utang kósalahan kó rumah tutupan,
dapek malu dalam tórungku. Artinya, kedapatan berbuat salah sehinga
menjadi malu dan dihukum.
 
Selain ke 8 hal di atas, pemimpin orang Melayu itu dapat saja diganti karena
disebabkan:
1. Idok mónahun, sakik nón indó mungkin kan sihat lai, disobuik urang juó
idok bókatanaan. Artinya, sakit menahun sehingga tidak dapat beraktifitas.
2. Hilang indó tontu rimbónyo (hilang yang tak tahu rimbanya), indó bócakap
sópatah (pergi tak menyebut arah tujuannya), pindah nón indó bósobutan
(pindah tak memberi kabar), koba tidó bóritó tidó (kabar berita tak terdengar
lagi), surekpun tidó (sepucuk suratpun tak ada), bak batu jatuh kó lubuk
dalam (bagaikan batu jatuh ke lubuk yang dalam alias hilang).
3. Ukuo sudah, janjian sampai. Artinya, selesai jabatan alias meninggal dunia.

13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

Adat muncul sebagai struktur dasar dari seluruh kehidupan dan menegaskan ciri
kepribadian suatu masyarakat. Oleh karena itu, adat biasanya memiliki cerita atau
mitos suci, watak-watak asal-usul yang gagah dan unggul, serta memberikan dasar
makna terhadap setiap peristiwa dalam siklus hidup manusia, serta eksistensi
institusi dalam masyarakatnya.
Sistem kepemimpinan tradisi melayu masih sangat relevan dengan kondisi
Indonesia saat ini, model kepemimpinan tradisi melayu pada saai ini disederhanakan
dengan sebutan model kepemimpinan transformasional yang diharapkan bisa
membawa perubahan kearah yang lebih baik.

B. Saran – saran
Adat Melayu sangat kaya dengan kandungan pesan moral dan etika, termasuk
etika politik. Sifat-sifat kepemimpinan yang ideal telah banyak dijabarkan dalam
karya-karya sastra Melayu. Maka dari itu, sangatlah tepat apabila kita mencoba
untuk menggali, mempelajari, dan berusaha mengaplikasikan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Putri, A., Imandra, F., dan Akmal, Z. 2021. Sistem Pemerintahan Adat Melayu dalam
Kaum Pesukuan di Luhuk Kepenuhan. Riau : Jurnal Industri dan Perkotaan.
Takari, M. 2015. Adat Dalam Peradaban Melayu. Medan : Majlis Adat Budaya
Melayu Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai