Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PENDIDIKAN

IAIN PALOPO

Di Susun Oleh :

Kelompok 2

Siska yudiarti 2102060101

Kurniati 2102060114

Saputri 2102060128

Nurleli 2102060198

Ahmad Dahlan 2102060115

Dosen Pengampuh:

Aswandi, S.Pd, M.Pd.

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO (IAIN PALOPO)

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kami Panjatkan kehadiran Allah SWT, dimana atas rahmat
serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah “Teori kebudayaan dan
implikasinya terhadap pendidikan”. Dan penulisan makalah ini bertujuan untuk
menyelesaikan tugas kelompok dari mata kuliah “sisiologi dan antropologi”
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen mata kuliah “Sosiologi serta antropologi”, bapak Aswandi
S.Pd, M.Pd, yang telah memberikan kami bimbingan,sehingga makalah ini bisa
terselesaikan serta kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yg sudah
terlibat pada pembuatan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa pada penulisan makalah yg kami buat ini jauh
dari kata sempurna. oleh karena itu kritik dan saran yg membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palopo, 25 september 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan masalah.......................................................................................1
C. Tujuan penulisan........................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2

PEMBAHASAN.....................................................................................................2

A. Definisi kebudayaan....................................................................................2
B. Teori kebudayaan.......................................................................................4
C. Pendidikan Kebudayaan di Indonesia......................................................6
D. Implikasi teori kebudayaan terhadap pendidikan di indonesia............9
BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP.............................................................................................................12

A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan aset berharga yang di miliki oleh sebuah
Negara dari berbagai macam suku dan adat istiadat. kebudayaan manusia akan
terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman begitu pula dengan teori
kebudayaan pun juga sangat mungkin mengalami perkembangan. Ragam
persoalan kebudayaan menjadikan pendidikan Islam mempunyai tugas yang
tidak ringan. Selain itu permasalahan kebudayaan yang sangat kompleks akan
menjadi tantangan bagi dunia pendidikan Islam. Aneka ragam budaya atau
multikulturalisme mengharuskan setiap orang atau kelompok untuk
bertoleransi, mampu melakukan kerjasama, sehingga mensejahterakan
seluruh umat manusia.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu kebudayaan?
2. Apa itu teori kebudayaan?
3. Bagaimana pendidikan kebudayaan di Indonesia?
4. Bagaimana implikasi teori kebudayaan terhadap pendidikan di
indonesia?

C. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan definisi kebudayaan
2. Memahami teori kebudayaan
3. Menjelaskan pendidikan kebudayaan di Indonesia.
4. Menjelaskan implikasi teori kebudayaan terhadap pendidikan di
Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi kebudayaan
Kata Kebudayaan kerap kali disejajarkan, dari segi asal katanya
dengan kata-kata: cultuur (bahasa Belanda), kultur (bahasa Jerman), culture

(bahasa Inggris dan Perancis) atau cultura (bahasa Latin), bahkan ada
sederetan kata lain yang tumpang tindih dengan kata kebudayaan yaitu:
civilization (bahasa Inggris dan Perancis), civilta (bahasa Italia) dan bildung
(bahasa Jerman). Padahal arti kata tersebut berbeda satu sama lain.
Seperti culture (bahasa Perancis) searti dengan kata bildung (bahasa
Jerman) dan education (bahasa Inggris) yang mengandung arti budi halus,
keadaban, lalu disamakan dengan kata kebudayaan 1, dengan itu kebudayaan
dapat diartikan hasil karya, rasa, dan cipta manusia berupa buah pikiran,
gagasan, norma, ide, aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Definisi kebudayaan banyak didefinisikan para ahli, Kebudayaan
merupakan suatu sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka memenuhi kehidupan masyarakat yang kompleks yang menyangkut
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan,
dan kebiasaan lain yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.2
Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami
bagaimana manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan
kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan kehidupannya melalui
penggarapan lingkungan alam dan memelihara keseimbangannya dengan dunia
supranatural.
Sumbangsih yang dapat diberikan oleh kebudayaan dalam
menghadapi era seperti ini adalah dengan mengungkapkan kodrat setiap

1
Nrevolzon. “Kebudayaan dan Peradaban.” Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan
Sastra Islam vol 13 No.2 (2013), h.2

2
Rosana Ellya. “Dinamisasi Kebudayaan Dalam Realitas Sosial.” Jurnal Studi
Lintas Agama Al-Adyan, Vol 12, No.1 (2017), h.18

2
kebudayaan yang bersifat dinamis, cair dan hybrid dengan menghindari serta
mengkritik representasi budaya yang bersifat esensialis dan statis3.
Teori teori social budaya di antaranya;
1. Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Manusia pada dasarnya hidup sebagai makhluk budaya yang memiliki
akal, budi dan daya untuk dapat membuahkan suatu gagasan dan hasil karya
yang berupa seni, moral, hukum, kepercayaan yang terus dilakukan dan pada
akhirnya membentuk suatu kebiasaan atau adat istiadat yang kemudian
diakumulasikan dan ditransmisikan secara sosial atau kemasyarakatan.
2. Manusia Memiliki Akal dan Budi Akal
kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia.
Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat
demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Fungsi akal adalah untuk
berfikir, kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali
apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah
dan akhirnya membentuk tingkah laku. Budi adalah akal yang merupakan
unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia,
panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu.
Begitu pentingnya manusia berakal, sesuai dengan firman Allah SWT,
dalam QS. Al-Hajj/22:44

‫َاَفْمَل َيِس ُرْي ْو ا ىِف اَاْلْر ِض َفَتُكْو َن َلُهْم ُقُلْو ٌب َّيْع ِقُلْو َن َهِبٓا َاْو ٰا َذ اٌن َّيْس َم ُع ْو َن َهِبۚا‬
٤٦ ‫َفِاَهَّنا اَل َتْع َم ى اَاْلْبَص اُر َو ٰلِكْن َتْع َم ى اْلُقُلْو ُب اَّلْيِت ىِف الُّص ُد ْو ِر‬
Terjemahnya:
Tidakkah mereka berjalan di bumi sehingga hati (akal) mereka dapat
memahami atau telinga mereka dapat mendengar? Sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang berada dalam dada. 4

3
Susandhika I Gusti Ngurah Mayun. “Globalisasi dan Perubahan Budaya:
Perspektif Teori Kebudayaan Modern”. Jurnal Cakrawali, Vol 1 No.2 (2018-2019), h.5

3
3. Manusia Sebagai Animal Simbolicum Simbol
segala sesuatu (benda, peritiwa, kelakuan, tindakan manusia, ucapan)
yang telah ditempati suatu arti tertentu menurut kebudayaannya adalah
komponen utama perwujudan kebudayaan karena setiap hal yang dilihat dan
dialami, diolah menjadi simbol, dan kebudayaan itu sendiri merupakan
pengetahuan yang mengorganisasi simbol-simbol.5
B. Teori kebudayaan
Teori kebudayaan merupakan usaha konseptual untuk memahami
bagaimana manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan
kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan kehidupannya melalui
penggarapan lingkungan alam, dan memelihara keseimbangannya dengan
dunia supernatural. Perspektif ini merupakan perumusan yang mencirikan
teori-teori kebudayaan yang dikembangkan atas dasar pengkajian terhadap
perilaku manusia dalam perannya sebagai anggota masyarakat. Artinya suatu
masyarakat dengan tradisi lisan (non-literate society), bukan masyarakat
dengan tradisi tulisan (literate society).
1. Teori Evolusi
Teori Evolusi dapat dikatakan sebagai induk sebagai induk dari semua
teori dalam antropologi. Secara tidak disadari baik emplisit maupun eksplisit
pemikiran evolusionisme mempengarihi cara berfikir banyak ahli. Ada dua
situasi penting yang melatarbelakangi tulisan – tulisan para evolusionis pada
abad ke-19 yaitu pergulatan kamum evolusionis untuk menegakkan suatu
telaah naturalistik mengenai fenomena kultural. Cara utama yang diharapkan
evolusionis yaitu untuk menegakkan suatu ilmu yang menunjukkan dengan
sejelas – jelasnya bahwa budaya telah berkembang setapak demi setapak dalam
langkah-langkah alami
2. Teori Difusi

4
Kementerian Agama RI. “Mushaf At-tamman Al-Qur’an dan Terjemahannya.”
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (2019), h 304

5
Kristianto. “Teori Budaya dan Kebudayaan”. Jurnal Uajey, (2010) , h.2

4
Pada awalnya teori difusi ditujukan untuk memahami difusi dari
teknik -teknik pertanian, tetapi pada perkembangan selanjutnya teori difusi
digunakan pada bidang-bidang lainnya secara lebih universal. Teori difusi
inovasi dari Everret M. Rogers kemudian diformulasikan dalam sebuah buku
pada tahun 1962 berjudl “Diffusion of Innovations”, dimana dalam
perkembangan selanjutnya menjadi landasan pemahaman tentang inovasi,
karakteristik inovasi, mengapa orang-orang mengadopsi inovasi, faktor- faktor
sosial apa yang mendukung adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut
berproses diantara masyarakat. Difusi menekankan pada adanya persebaran
(material dan non material) dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain, dari
satu orang ke orang yang lain, serta dari satu tempat ke tempat yang lain,
sehingga kebudayaan itu sumbernya dari satu tempat yang kemudian
berkembang dan menyebar ke tempat yang lain.
3. Teori Fungsionalisme
Fungsionalisme adalah penekanan dominan pada antropologi
khususnya penelitian etnografis. Dalam fungsionalisme , kita harus
mengeksplorasi ciri sistematik budaya yang artinya kita harus mengetahui
bagaimana perkaitan antara institusi- institusi atau struktur -struktur suatu
masyarakat sehingga membentuk suatu sistem yang bukat.Para fungsionalisme
menyatakan bahwa fungsionalisme merupakan teori tetang proses kultural.
Fungsionalisme sebagai perspektif teoritik dalam antropologi yang bertumpu
pada analogi dengan organisme , artinya ia membawa kita memikirkan sistem
sosial -budaya sebagai semacam organisme, yang bagian-bagiannya tidak
saling berhubungan melainkan juga memberikan andil bagi pemeliharaan,
stabilitas, dan kelestarian hidup”organisme”. Dengan demikian dasar
penjelasan fungsionalisme ialah asumsi bahwa semua sistem budaya memiliki
syarat – syarat fungsional tertentu untuk memungkinkan eksitensinya atau
sistem buday memiliki kebutuhan (kebutuhan sosial ala Radcliffe Brown atau
bilogis individual ala Malinowski) yang semuanya harus dipenuhi agar sistem
itu dapat bertahan hidup. Apabila kebutuhan ssitem fungsionalis itu tidak
dipenuhi maka sistem itu akan mengalami disintegrasi dan “mati” atau akan

5
berubah mejadi sisitem lain yang berbeda jenis. Fungsionalisme didasarkan
pada pandangan yang melebihkan aspek sosial dan melihat bahwa perilaku
manusia merupakan hasil dari sosialisasi yang menentukan seperti apa
tindakan sosialnya.
4. Teori Struktural Fungsionalisme
Pernyataan parson mengenai teori fungsionalisme structural yang
cenderung berkonsentrasi pada struktur-struktur masyaarkat dan dan hubungan
mereka satu sama lain. Struktur-struktur itu dilihat saling mendukung dan
cenderung ke arah keseimbangan dinamis. Penekanannya terletak pada cara
pemeliharaan tatna antara berbagai unsur masyarakat. Parson tidak hanya
memerhatikan sistem sosial dalam dirinya tetapi juga hubungan -hubungannya
dengan sistem-sistem tindakan lainnya, khususnya sistem budaya dan
kepribadian. Akan tetapi pandangan dasarnya mengenai hubungan-hubungan
intersistemik yang sama dengan pandangan mengenai relasi-relasi
intrasistemik, yakni mereka didefinisikan oleh kohesi, consensus, dan
ketertiban. Dengan kata lain, struktur-struktur sosial yang beraneka.6
C. Pendidikan Kebudayaan di Indonesia
Gagagasan multikulturalisme di Indonesia kembali muncul ke
permukaan pada tahun 2002. Hal ini sejalan dengan digulirnya reformasi 1998
dan diberlakukannya otonomi daerah mulai tahun 1999. Pemerintahan orde
baru pemerintahan cenderung dijalankan secara sentralistik dengan
menggunakan politik kebudayaan yang seragam dan menggunakan tipe
pendekatan “permadani” dalam melihat masyarakat yang multikultural. Pasca
orde baru desentralisasi berkembang dan kedaerahan turut meningkat, hal ini
disadari dapat menimbulakn efek yang kontra produktif jika dilihat dari
perspektif kesatuan dan integrasi nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dieperlukannya kembali gagasan
diimplementasiakknya multikulturalisme di Indonesia. Pada dasarnya paham
multikulturalisme yang tumbuh dan berkembang di Kanada dan Amerika.
6
Gani Nur Pramudyo. “Teori Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Budaya”. Jurnal
Ilmu Pendidikan, (Juli 08, 2021), h.12

6
Paham multikulturalisme sejalan dengan fakta sosial yang sudah ada di
Indonesia yakni Bhineka Tunggal ika. Baik antara multikulturalisme dan
bhineka tunggal ika memeiliki semangat yang sama yakni unity in deversity
bukan uniformity in deversity. Maka dari dari perlunya penenaman nilai-nilai
multikulturalisme yang sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika melalui
pendidikan.
Penenaman nilai-nilai multikulturalisme juga kebhinekaan melalui
jalur pendidikan. Di dunia sudah mengenal yang namanya pendidikan
multikultural. Penddikan multikultural ini pendting diberikan kepada anak atau
peserta didik dengan harapan agar anak mampu memahami bahwa didalam
lingkungan mereka dan juga lingkungan diluarnya terdapat keragaman budaya.
Keragaman budaya tersebut berpengaruh kepada tingkah laku, sikap, pola pikir
menusia, sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara (usage), kebiasaan
(flok ways), aturan-aturan (mores), bahkan adat istiadat (cutomes) yang
berbeda satu dnegan yang lainya. Pendidikan multukulturalisme juga
merupakan transformasi pendidikan untuk menyadarkan masyarakat akan
pentingnya pemahaman relatisme kebudayaan (cultural reletivism)7
Begitu pentingnya islam memberikan ruang kepada setiap manusia
untuk mendapatkan Pendidikan yang baik, manusia dapat menelola alam dan
menciptakan teknologi yang tidak dapat diciptakan oleh mahkluk lain denga
ilmu pengetahuan, manusia menjadi mahkluk yang paling sempurna. Sesuai
dengan tujuan hidup manusia, tujuan Pendidikan menurut Al-Ghazali adalah
menjadi insan purna yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan menjadi
insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat.8,.
Bahkan jauh sebelum adanya perkembangan teknologi Allah SWT,
telah memberikan banyak petunjuk kepada umatnya melalui ayat Al-Quran,
seperti yang terdapat pada QS. Sad/38: 29

7
Nurcahyono Okta Hadi. “Pendidikan Multikultural di Indonesia : Analisis Sinkron
dan Diakronisn”. Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antropologi, vol 2 No.1 (2018), h.108.

8
Sholichah Aas Siti. “Teori-Teori Pendidikan Dalam Al-Quran”. Jurnal Pendidikan
Islam Edukasi Islami, vol 7 No.1 (2018), h.30

7
٢٩ ‫ِكٰت ٌب َاْنَز ْلٰنُه ِا َلْي َك ُمَرٰب ٌك ِّلَيَّد َّبُر ْٓو ا ٰا ٰيِتٖه َو ِلَيَتَذ َّكَر ُاوُلوا اَاْلْلَباِب‬
Terjemahnya:

(Al-Qur’an ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu (Nabi


Muhammad) yang penuh berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan
orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.9
Dengan demikian, pendidikan Islam di masa mendatang
harus memberi prioritas pada materi pembelajaran yang akan membantu
untuk menghasilkan ilmuan-ilmuan, teknolog-teknolog, dan insinyur-
insinyur, serta kelompok profesional lain, yang peran dan kontribusinya
sangat penting bagi kemajuan ekonomi. Tetapi hal juga berarti sebuah
lembaga pendidikan Islam tidak sekadar berkepentingan untuk menghasilkan
sejenis ilmuan, teknolog, atau insinyur, yang berbicara agama secara
kualitatif, tidak berbeda dari mereka yang dihasilkan oleh kebanyakan
pendidikan umum. Tetapi, ia harus berkepentingan untuk mendidik
ilmuan-ilmuan, insinyur-insinyur, serta teknolog-teknolog “jenis baru”
yang terinternalisasi di dalam dirinya kebijakan dan pengetahuan, iman
spiritual dan pikiran rasional, kreativitas dan wawasan moral, kekuatan
inovatif dan kebaikan etis, serta sensivitas ekologis berkembang
sepenuhnya secara harmonis tanpa meruntuhkan kemungkinan bagi
mereka untuk mencapai keunggulan dan kegemilangan dalam bidang dan
spesialisasi masing-masing. 10
C. Implikasi teori kebudayaan terhadap pendidikan di indonesia
Dengan mengacu pada pengertian kebudayaan secara umum, bahwa
kebudayaan sesungguhnya merupakan upaya penjelmaan diri manusia
dalam usaha menegakkan eksistensinya dalam kehidupan.

9
Kementerian Agama RI. “Mushaf At-tamman Al-Qur’an dan Terjemahannya.”
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,(2019), h. 480.

10
Arifudin Iis. “Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan
Islam”. Jurnal Edukasia Islamika, vol 1 No.1 (2016), h.172

8
Karena sekulerisme berkembang pesat di Barat menyebabkan
tumbuhnya gaya pikir yang relativistik, temporalistik, dan materialistik,
dan sifat ini telah mendominasi di zaman modern. Sedangkan cara
berfikir seorang muslim adalah qur’ani, artinya kerangka fikir seorang
muslim diukur dengan pahala dan dosa atau dunia-akherat (secara idealis);
meskipun pada kenyataannya gaya fikir sebagian muslim terpengaruh juga
oleh nilai-nilai kebudayaan Barat, akibatnya terjadi pertentangan intern
muslim antara kelompok yang berfikir secara idealis dengan kelompok
yang berfikir secara realistik (yaitu yang terpengaruh oleh relativistik,
temporalistik, dan materialistic. Dan akibat selanjutnya yaitu, kesadaran
materialistik,kesadaran amarah, kesadaran binatang berakal lebih kuat
dibanding kesadaran beragama pada diri seseorang yang realistic.
Dari persoalan kebudayaan tersebut, membawa implikasi
terhadap pendidikan Islam. Implikasi tersebut melahirkan pendidikan Islam
modern. Yaitu pendidikan Islam yang menggabungkan antara pemikiran
idealis dan realistic. Dengan demikian pendidikan Islam menjadi ada dua
corak, yaitu pendidikan Islam modern dan pendidikan Islam tradisional.
Meskipun demikian, pendidikan Islam modern tersebut belumlah mantap
bahkan masih berat sebelah atau terlalu banyak memihak kepada
pemikiran-pemikiran realistic. Akibatnya paham-paham di atas masih
muncul dalam dunia Islam.
Pentingnya pendidikan yang menanamkan nilai-nilai agama terus
meningkat dan sepanjang tahun 1990-an banyak muncul eksperimen-
eksperimen baru pendidikan Islam yang mencoba menjawab tuntutan zaman
yaitu kualitas pendidikan yang memadukan ilmu umum dan agama yang
dilakukan lembaga pendidikan swasta.
Bahkan jauh sebelum itu Rasulullah SAW telah memperingati
pentingnya mengejar pendidikan, Rasulullah SAW bersabda:

9
: ‫ َقاَل َر ُس ْو ُل ِهللا َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َو َس َمَّل‬: ‫َع ْن ِا ْبِن َع َّباٍس َر َيِض ُهللا َع ْنُه َقاَل‬
‫ ُاْط ُلُب اْلِع َمُل َو َلْو اِب الِّص ِنْي َفِاَّن َط َلَب اْلِع َمْل َفِر ْيَض ٌة‬: ‫َع ْبِدِهللا اْبِن ُع َم َر و ْبُن اْلَع اِص َقاَل‬
‫َعىَل ِّلُك ُم ْس ٍمِل َو ُم ْس ِلَم ٍة ِا َّن اْلَم اَل ِئَكَة َتَض ُع َاْج ِنَحَهِتا ِلَط اِلٍب ِر َض اًعا ِبَم ا َيْط ُلُب‬
) ‫( َر َو اُه ِا ْبِن َع ْب ِد اْلِّرَب‬
Artinya:
Dari Ibnu Abbas R.A Ia berkata : Abdullah bin Amr bin Ash berkata :
Rasulullah SAW bersabda : “Carilah ilmu sekalipun di negeri Cina, karena
sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi seorang muslim laki-laki dan
perempuan. Dan sesungguhnya para malaikat menaungkan sayapnya
kepada orang yang menuntut ilmu karena ridho terhadap amal
perbuatannya. (H.R Ibnu Abdul Barr)11

Sementara lembaga pendidikan Islam negeri masih terikat oleh aturan


perundang-undangan sehingga masih bertahan pada posisinya. Pembenahan
pendidikan Islam secara sistematis dan subtantif terhadap semua komponen
dalam system pendidikan Islam terus diupayakan. Semua aspek yang
terkait dengan penyelenggaraan pendidikan, mulai reorientasi paradigm
pendidikan Islam, restrukturisasi system dan kelembagaan,
sampai pada rekonseptualisasi epistemology ilmu yang nantinya akan
berdampak pada perubahan kurikulum dan metode pembelajaran yang
berbasiskan paradigm pendidikan Islam.
Budaya akademik juga perlu mengalami reformasi. Budaya
akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan
kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai, dan diamalkan oleh warga
masyarakat akademik. Budaya akademik sebenarnya adalah budaya
universal. Artinya dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam
aktivitas akademik. Membangun budaya akademik bukanlah perkara yang
mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga

11
Farida Susan Noor. “Hadits-Hadits Tentang Pendidikan.” Diroyah:Jurnal Ilmu
Hadits vol1 No.1, (September 2016), h.39.

10
terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma
kegiatan akademik tersebut.12

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebudayaan dapat diartikan hasil karya, rasa, dan cipta manusia
berupa buah pikiran, gagasan, norma, ide, aktivitas manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.

12
Iman Muis Sad. “Epistemologi Kebudayaan Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan”. Journal Article Mendeley (2018), h.103

11
Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami
bagaimana manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan
kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan kehidupannya melalui
penggarapan lingkungan alam dan memelihara keseimbangannya dengan dunia
supranatural.
Implikasi melahirkan pendidikan Islam modern. Yaitu pendidikan
Islam yang menggabungkan antara pemikiran idealis dan realistic. Dengan
demikianpendidikan Islam menjadi ada dua corak, yaitu pendidikan Islam
modern dan pendidikan Islam tradisional. Meskipun demikian, pendidikan
Islam modern tersebut belumlah mantap bahkan masih berat sebelah atau
terlalu banyak memihak kepada pemikiran-pemikiran realistic.

B. Saran
Kami sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari teman teman sekalian agar makalah ini
bisa menjadi lebih baik kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Farida, Susan Noor. “Hadits-Hadits Tentang Pendidikan.” Diroyah:Jurnal Ilmu


Hadits vol1 No.1, September 2016.

Gani Nur Pramudyo. “Teori Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Budaya”. Jurnal
Ilmu Pendidikan, Juli 08, 2021.

12
Iman, Muis Sad. “Epistemologi Kebudayaan Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan”. Journal Article Mendeley, 2018.

Kementerian Agama RI. “Mushaf At-tamman Al-Qur’an dan Terjemahannya.”


Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,2019.

Kristianto. “Teori Budaya dan Kebudayaan”. Jurnal Uajey, 2010.

Nrevolzon. “Kebudayaan dan Peradaban.” Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan


Sastra Islam vol 13 No.2, 2013.

Nurcahyono, Okta Hadi. “Pendidikan Multikultural di Indonesia : Analisis


Sinkron dan Diakronisn”. Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antropologi,
vol 2 No.1, 2018.

Rosana, Ellya. “Dinamisasi Kebudayaan Dalam Realitas Sosial.” Jurnal Studi


Lintas Agama Al-Adyan, Vol 12, No.1, 2017.

Sholichah, Aas Siti. “Teori-Teori Pendidikan Dalam Al-Quran”. Jurnal


Pendidikan Islam Edukasi Islami, vol 7 No.1, 2018.

Susandhika, I Gusti Ngurah Mayun. “Globalisasi dan Perubahan Budaya:


Perspektif Teori Kebudayaan Modern”. Jurnal Cakrawali, Vol 1 No.2,
2018-2019.

13

Anda mungkin juga menyukai