Anda di halaman 1dari 11

MATA KULIAH SOSIOLOGI AGAMA

RITUAL PIDUDUK DALAM TRADISI MASYARAKAT


BANJAR

DOSEN PENGAMPU:

Resky, P,S.Pd., M.Pd

Disusun oleh:

Muhammad Nazmi (1710114110008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

OKTOBER

2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur akan kehadiran Allah SWT yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa pula sholawat serta salam
selalu kita haturkan kepada keharibaan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta
sahabat dan kerabat beliau hingga akhir zaman, karena syafaat dari beliau juga lah
yang telah membantu membuat dan sampai menyelesaikan makalah Ritual
Piduduk Dalam Tradisi Masyarakat Banjar ini.
Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah mensuport dan juga
membantu dalam membuat makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.

Banjarmasin, Oktober 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
BAB II................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
A. Ritual Piduduk Dalam Masyarakat Banjar ................................................................. 6
BAB III ............................................................................................................................. 10
PENUTUP ........................................................................................................................ 10
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
B. Saran ......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia memang dikenal dengan kepulauan yang sangat luas dan banyak
penduduknya yang menyebabkan banyaknya suku, bangsa, adat, budaya dan lain-
lain. Maka dari itu dari berbagai macam tersebut yang paling banyak tersebar dan
setiap suku pasti mempunyai budaya yang berbeda-beda yang mereka miliki.
Apalagi agama juga banyak terdapat di Indonesia yang menyebabkan masing-
masing agama memiliki budaya dan tradisi masing-masing yang harus di penuhi
setiap hari-hari atau acara tertentu dan apabila tidak dilaksanakan maka banyak
orang berpresepsi akan menimbulkan kesialan atau mudarat bagi pelaku yang
tidak melaksanakan.

Kehadiran Islam di Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dengan tradisi


atau budaya masyarakat Indonesia. Agama dan budaya adalah dua hal yang saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi. Agama dalam perspektif ilmu-ilmu sosial
adalah sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi
realitas. Agama berperan besar dalam menjelaskan stuktur tata normatif dan tata
sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Sementara tradisi atau
budaya merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat
tertentu) yang berisi nilainilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan
kearifan lokal (local wisdom, local genius).

Suatu kegiatan keagamaan tidak mustahil akan bergeser dari


kemurniannya bila bercampur dengan tradisi, karena terkesan sebagai
kepercayaan bahkan keyakinan. Menurut Robenson Smith suatu upacara bisa
tetap, walau berlatar belakang keyakinan, namun maksud dan doktrinnya berubah-
ubah

Dalam konteks demikian, menarik untuk dikaji salah satu tradisi yang
masih melekat dalam kehidupan sebagian orang Banjar ketika akan
melangsungkan pesta pernikahan yakni berupa piduduk atau dalam bahasa lain
disebut dengan sesajian. Piduduk merupakan syarat untuk minta perlindungan
kepada sesuatu yang ghaib berupa roh-roh halus, penguasa bumi, para jin dan

4
syetan atau segala bentuk macam yang dipercaya dapat membuat keburukan atau
kemudhratan, karena tanpa disediakan piduduk kaitannya sering terjadi sesuatu
yang tidak diharapkan, seperti calon pengantin akan kesurupan, bahkan menurut
salah satu orang Banjar yang peneliti wawancarai/observasi, apabila tidak
terpenuhi piduduk tersebut akan membawa bala petaka misalnya pada saat tukang
rias pengantin membersihkan bulu-bulu halus diwajah dan menghaluskan alis
mata calon pengantin bisa terjadi kecelakaan diwajah calon pengantin bisa terluka
tersayat silet atau pisau cukur.

Piduduk juga dipercaya dapat menangkal roh-roh halus yang ingin


mengganggu pada saat acara tertentu seperti pengantinan ataupun yang lain,
karena piduduk dipercayai akan menjinakkan makhluk halus. Maka dari itu
peneliti tertarik untuk membahas tentang piduduk yang dianggap sakral bagi
masyarakat Banjar.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ritual Piduduk Dalam Masyarakat Banjar
Masyarakat Banjar yang terletak di Kalimantan selatan Indonesia dengan
adat dan tradisi yang juga terbilang banyak terdapat di daerah Banjar ini.
Masyarakat Banjar mempunyai banyak kepercayaan yang menjadikan tradisi dan
budaya juga berhamburan dalam masyarakat Banjar. Dan salah satu yang menarik
adalah ritual, tradisi ataupun upacara yang menggunakan piduduk yang biasanya
di lakukan oleh masyarakat Banjar pada upacara-upacara adat atau perayaan hari
tertentu.
Tradisi (Bahasa Latin: traditio artinya diteruskan) menurut artian bahasa
sesuatu yang berkembang dimasyarakat, baik yang menjadi adat kebiasaan atau
yang diasimilasi dengan ritual adat atau Agama. Atau dalam pengertian lain
adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari
kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan,
waktu atau agama yang sama.
Tradisi atau kebiasaan dalam pengertian yang paling sederhana adalah
sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan telah menjadi bagian dari kehidupan
suatu kelompok masyarakat biasanya dari suatu kebudayaan, waktu atau agama
yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informan yang
diteruskan dari generasi ke generasi, baik tertulis maupun lisan karena tanpa
adanya ini suatu tradisi dapat mengalami kepunahan. Selain itu tradisi juga dapat
diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat, yang secara otomatis
akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu.

Kehidupan manusia tidak lepas dari transformasi nilai meskipun telah


banyak pengaruh kebudayaan baru menghampirinya, transformasi ini tidak lain
adalah warisan nenek moyang yang secara turun temurun dilestarikan oleh setiap
bangsa. Sampai sekarang meskipun berada di tengah-tengah industrialisasi,
transformasi ini masih menjadi bagian yang disakralkan dari kehidupan manusia,
sebagai himmah dan loyalitas terhadap warisan nenek moyang terus menjadi

6
kearifan lokal, dan tetap tidak dipunahkan. Karena bila melanggar suatu tradisi
yang ada dianggap tidak baik selama tradisi itu tidak bertentangan dengan norma-
norma Agama.

Ritus atau upacara adalah komponen penting dalam sistem religi. Ritus
dan upacara dalam sistem religi berwujudud aktivitas ataupun tindakan manusia
untuk berkomunikasi dan melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, Dewa-
dewa, Roh nenek moyang ataupun makhluk gaib lainnya. Ritus atau upacara religi
biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau
kadang-kadang saja. Tergantung dari acaranya, suatu ritus atau upacara religi
biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu, dua atau beberapa
tindakan yaitu: berdo’a, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, puasa,
bertapa dan bersemedi.
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbutan keramat
yang dilakukan oleh sekelompok orang beragama. Hal ini ditandai dengan adanya
berbagai macam unsur dan komponen, yaitu: adanya waktu, tempat dimana
upacara dilakukan, alat-alat upacara serta orang-orang yang menjalankan upacara.
Seperti halnya pada persembahan piduduk yang dilakukan oleh masyarakat Banjar
yang di percaya sebagai sesajen untuk memberi kepada makhluk halus yang
dipercayai bisa mengganggu apabila tidak diberi piduduk.
Piduduk yaitu sesajen makanan yang mentah maupun tidak yang sering di
sediakan untuk hari-hari tertentu atau dalam upacara. Piduduk ini tidak boleh
dimakan pada pendapat sebagian orang tetapi ada sebagian orang yang kurang
percaya akan hal tersebut. Jadi piduduk merupakan hal yang harus ada pada setiap
upacara-upacara tertentu yang mengharuskan adanya piduduk untuk mengindari
hal-hal yang dapat mengganggu berlangsungnya acara.
Dalam masyarakat Banjar, Piduduk diartikan sebagai suatu upacara bahan-
bahan mentah untuk pengganti diri seseorang yang melakukan upacara untuk
dipersembahkan kepada makhluk-makhluk halus yang ada pada saat upacara atau
tradisi adat dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena
masyarakat Banjar mempercayai bahwa piduduk dapat menenangkan makhluk

7
halus yang biasanya datang kalau ada acara-acara adat dan tradisi yang di lakukan
masyarakat tersebut.
Ritual piduduk merupakan tradisi masyarakat Banjar yakni tradisi dimana
seorang apabila ingin melakukan suatu acara atau hajatan seperti acara dalam
pernikahan adat Banjar, maka yang mempunyai acara tersebut menyediakan
tempat dan bahan-bahan yang ingin dijadikan piduduk tersebut. Tradisi piduduk
diwariskan secara turun-menurun dari generasi kegenerasi yang disampaikan
secara lisan dan perbuatan sehingga dalam hal ini masyarakat Banjar tidak
mengetahui secara pasti asal-mula tradisi ini terbentuk.
Pelaksanaan ritual piduduk terjadi dalam suatu acara atau hajatan seperti
pernikahan adat Banjar. Adapun bahan-bahan yang disediakan berupa beras,
kelapa, gula merah, benang, jarum dan telur. Semua bahan tersebut dimasukan ke
dalam tempat (seperti baskom dan lain-lain).
Pertama-tama beras terlebih dahulu dimasukan kemudian kelapa di atas
beras ditaruh di tengah-tengah dan kemudian masukan yang lainnya (gula merah,
benang, jarum dan telur) itu diletakan disekeliling kelapa. Adapun tambahan
piduduk lainnya yakni seperti pisau, air putih, kopi pahit dan manis, teh pahit dan
teh manis. Setelah itu diletakan di bawah pelaminan atau bawah ranjang mempelai
pengantin sebelum diletakan dibacakan do‘a “saya hibahkan ini lawan datuk”.
Dalam proses tersebut dilangsungkan ketika pernikahan dan itu semua dilakukan
masyarakat yang mempunyai acara atau hajatan agar diberi keselamatan dan
terhindar dari gangguan makhluk halus dan marabahaya lainnya selama
pernikahan berlangsung.
Menurut pendapat orang tua saya piduduk yang paling sering di gunakan
pada saat slametan dirumah atau di tempat-tempat tertentu karena menyelamati.
Slametan dilakukan agar rumah menjadi berkah dan baik kedepannya, maka dari
itulah piduduk disediakan pada saat acara tersebut dikarenakan disetiap rumah dan
lingkungan biasanya terdapat juga makhluk lain selain manusia. Dan makhluk
halus tersebut kebanyakan akan mengganggu penghuni rumah baru apabila tidak
menyediakan piduduk pada saat slametan berlangsung.

8
Hal tersebut dipercayai oleh masyarakat Banjar dikarenakan turun temurun
dari nenek moyang yang selalu menginformasikan dan akhirnya menimbulkan
kepercayaan pada keturunan yang terdoktrin akan pandangan yang di berikan oleh
nenek-nenek moyang mereka. maka dari itulah tradisi seperti piduduk ini masih
melekat pada masyarakat Banjar.
Tradisi piduduk ini akan terus berlangsung sampai kapanpun walaupun
zaman sudah modern seperti sekarang ini. dikarenakan kepercayaan yang sudah
melekat pada diri masyarakat yang juga akan selalu menanmkan kepercayaan ini
kepada anak cucu mereka dan akan berlangsung secara terus menerus.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan turun temurun dalam
menjalankan adat atau suatu kebudayaan pada masyarakat tertentu yang sudah
dianggap biasa dalam kehidupan.
Piduduk merupakan suatu upaca yang dilakukan untuk memberi sesajen
kepada makhluk halus dari bahan-bahan yang ada seperti halnya:
1. Beras
2. Kelapa
3. Gula Merah
4. Jarum dan Benang
5. Pisau, dan lain-lain

B. Saran
Ritual piduduk yang berkembang dimasyarakat seharusnya bagi
masyarakat suku Banjar khusunya yang telah melaksanakan Tradisi piduduk
untuk lebih menggali, menyaring atau mencari tahu lebih dalam lagi mengenai
asal-mula tradisi ini agar perbuatan yang dilaksanakan memiliki dasar yang jelas
sehingga tidak menjadikan taqlid semata.

10
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press

http://digilib.iain-
palangkaraya.ac.id/1550/1/Skripsi%20Muhammad%20Hasan%20Fauzi-
1402110445.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai