Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR

RUWAH DESA

Oleh :

RUDIKA TRISYA VERENA

16650066

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI S-1 JURUSAN FARMASI

UNIVERSITAS KADIRI

Kediri - Jawa Timur

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan banyak kenikmatan kepada saya, sehingga telah tersusun makalah

yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.

Adapun makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan

tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar

pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan banyak terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa ada

kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena

itu saya membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan

kritik kepada saya sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat

diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih

luas kepada pembaca.

Mojokerto, Juli 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................. Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ruwahan atau biasa disebut ruwah desa biasanya dilaksanakan di bulan

Syaban (atau Ruwah). Dalam budaya Islam Jawa ruwah desa adalah tradisi

yang selalu dilaksanakan sepuluh hari sebelum bulan Puasa (Ramadhan).

Semua rangkaian upacara ruwah desa bertolak dari keimanan pada Tuhan

agar dalam hidup ini mereka yang tengah hidup di dunia mengingat akan

asal-usulnya (sangkan paraning dumadi) yang secara biologis adalah

mengingat leluhur kita. Mengingat arwah leluhur dan merenungi kehidupan

manusia yang sementara seraya berdoa untuk mereka yang telah mendahului

merupakan inti dari tradisi di bulan Ruwah ini. Ini adalah perwujudan dari

hadis yang mengatakan bahwa satu dari amal yang tidak putus ketika orang

telah meninggal adalah doa anak yang saleh. Dan mendoakan agar dosa-

dosanya diampuni oleh Tuhan, serta agar yang ditinggalkan selalu

mendapatkan keselamatan, murah rejeki dan mudah dalam mencari sandang

pangan. Di dalam upacara ritual ruwah desa Desa Sidoharjo terdapat

beberapa proses kegiatan yaitu kenduri (kenduren), berdoa bersama yang

dipimpin oleh tokoh agama lokal, membagikan makanan yang sudah

didoakan, pertunjukan ludruk, dan pengajian umum. Kegiatan ini diikuti oleh

seluruh warga desa agar dapat saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan

1
siap memasuki ibadah puasa dengan rasa penuh suka cita menjadi kesadaran

orang Islam Jawa.

Bagi masyarakat jawa, kegiatan tahunan yang bernama sadranan ini

merupakan ungkapan refleksi sosial keagamaan. Ritual ini dipahami sebagai

bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya nenek moyang. Tradisi ini

merupakan simbol adanya hubungan dengan leluhur, sesama dan Yang Maha

Kuasa, serta sebuah ritual yang mencampurkan budaya lokal dan nilai-nilai

islam, sehingga sangat tampak adanya lokalitas yang masih kental islami.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah dari ruwah desa?

2. Apa pengertian dari ruwah desa atau sadran?

3. Apa tujuan dan manfaat adanya ruwah desa atau sadran?

4. Bagaimana tata cara kegiatan ruwah desa?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk mengetahui sejarah dari ruwah desa

2. Untuk mengetahui definisi dari ruwah desa atau sadran.

3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat adanya ruwah desa atau sadran.

4. Untuk mengetahui tata cara kegiatan ruwah desa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH RUWAH DESA

Hampir tak ada yang tahu persis kapan sebenarnya tradisi ruwah desa

bagi orang Jawa dilaksanakan. Namun dalam ajaran Islam, bulan Syaban

yang datang menjelang Ramadhan merupakan bulan pelaporan atas amal

perbuatan manusia. Maka, disejumlah tempat diadakan sadranan yang

maknanya adalah melaporkan segala daya dan upaya yang telah dilakukan

selama setahun, untuk nantinya manusia berintrospeksi. Dalam masyarakat

Jawa tradisi atau ritual ruwah desa sudah ada pada zaman Hindu-Budha.

Ruwah desa bukanlah tradisi asli dari Jawa melainkan peninggalan dari

agama Hindu. Pada saat itu ruwah desa disebut dengan tradisi upacara sradan

namun kemudian masyarakat Jawa lebih mudah menyebutnya dengan

upacara nyadran atau ruwah desa. Kemudian setelah agama Islam masuk ke

pulau Jawa. Budaya yang sudah lestari tidak dihilangkan tetapi dimasuki

dengan unsur-unsur islam. Wadahnya masih nyadran namun isinya diganti

dengan doa-doa islam.

Saat itu, ruwah desa dimaknai sebagai sebuah tradisi yang berupa

penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa

keselamatan. Saat agama Islam masuk ke Jawa pada sekitar abad ke-13,

tradisi ruwah desa yang ada pada zaman Hindu-Budha lambat laun

terakulturasi dengan nilai-nilai Islam.

3
Akulturasi ini makin kuat ketika Walisongo menjalankan dakwah

ajaran Islam di Jawa mulai abad ke-15. Pribumisasi ajaran Islam

membuahkan sejumlah perpaduan ritual, salah satunya budaya ruwah desa.

Oleh karena itu, ruwah desa bisa jadi merupakan akomodasi para wali ketika

memperkenalkan agama Islam di tanah Jawa.

Langkah itu ditempuh para wali, karena untuk melakukan persuasi yang

efektif terhadap orang Jawa, agar mau mengenali dan masuk Islam. Nyadran

pun menjadi media siar agama Islam. Selain ritual ruwah desa, salah satu

kompromi atau akulturasi budaya Jawa dalam islam berupa penempatan nisan

di atas jenazah yang dikuburkan. Batu nisan tersebut sebagai penanda

keberadaan si jenazah, agar kelak anak-cucunya dan segenap keturunannya

bisa mendatangi untuk ziarah, mendoakan sang arwah sewaktu-waktu.

B. PENGERTIAN TRADISI RUWAH DESA

Ruwahan/ruwah desa sebenarnya mengacu pada nama dalam sistem

penanggalan Jawa, yakni bulan Ruwah. Dari nama ini muncullah istilah

Ruwahan. Dalam pengertian umum ruwah sering dimaknai sebagai ngluru

arwah atau bersilaturahmi kepada arwah. Bulan Ruwah dalam sistem

kalender Jawa biasanya bersamaan dengan bulan Syaban pada sistem

kalender Hijriyah. Bulan Syaban sendiri merupakan bulan sebelum bulan

Ramadhan (puasa). Oleh karena itu pula ruwah desa lalu dikaitkan pula

dengan persiapan menjelang atau memasuki bulan Ramadhan. Ramadhan

yang identik dengan matiraga atau penyucian diri itu diawali dengan ruwah

4
desa yang biasanya diisi dengan mendoakan arwah leluhur dan bermaaf-

maafan dengan tetangga serta sanak saudara.

Tidak jelas benar kapan tradisi ruwah desa ini mulai muncul. Akan

tetapi hal demikian dapat diduga merupakan perkembangan dari sebuah

tradisi yang telah lama ada di hampir semua wilayah atau daerah di

Nusantara, yakni tradisi penghormatan kepada arwah leluhur. Hal demikian

sebenarnya juga menjadi petunjuk bahwa sudah sejak lama masyarakat Jawa

mempercayai adanya kehidupan abadi setelah kehidupan di dunia. Artinya,

arwah orang meninggal adalah abadi. Arwah di alam abadi inilah yang oleh

masyarakat Jawa dirasa perlu dikaruhake (disapa, diajak dialog).

Selain makna tersebut, ritual ruwah desa merupakan wujud bakti dan

rasa penghormatan kita sebagai generasi penerus kepada para pendahulu yang

kini telah disebut sebagai Leluhur. Ruwah desa didasari oleh kesadaran

spiritual masyarakat kita secara turun-temurun, di mana kita hidup saat ini

telah berhutang jasa, berhutang budi baik kepada alam dan para leluhur

pendahulu yang telah mendahului kita. Bulan Arwah juga merupakan saat di

mana kita harus sesirih atau bersih-bersih diri meliputi bersih lahir dan

bersih batin. Tidak hanya membersihkan diri pribadi tapi juga membersihkan

lingkungan sekitar tempat tinggal.

Yang paling penting dari tradisi ruwah desa yang sudah turun temurun

sejak ratusan atau bahkan mungkin ribuan tahun silam itu adalah terjadinya

interaksi dan bahkan komunikasi dua pihak. Yakni pihak orang-orang yang

masih hidup dengan pihak leluhur. Bahkan saat bulan Arwah tiba, para

5
leluhur menghentikan aktivitasnya untuk suatu aktivitas khusus yakni

menyambut anak cucu keturunannya, maupun semua orang yang melakukan

kegiatan bakti kepadanya, yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti

membersihkan makam, sedekah dan sesaji, komat-kamit mengucapkan doa,

dikir, mengucapkan mantera dan berbagai kalimat yang keluar dari hati

nuraninya yang intinya berusaha sambung rasa dengan para leluhurnya.

C. TUJUAN DAN MANFAAT RUWAH DESA

Adapun tujuan dari ruwah desa yaitu agar masyarakat sekitar

mengetahui bagaimana sejarah dan perjuangan leluhur dalam membuat,

memberi nama dan membentuk desa Sidoharjo. Selain itu nyadranan juga

menjadi ajang silaturahmi keluarga dan sekaligus menjadi transformasi sosial,

budaya dan keagamaan.

Sedangkan manfaat dari ruwah desa diantaranya dapat mempererat

silaturahmi, menanamkan sikap gotong royong, saling mendoakan satu

dengan yang lain dan bersama-sama dapat merasakan susah maupun senang

orang lain.

D. TATA CARA TRADISI RUWAH DESA

Adapun persiapan sebelum upacara dimulai antara lain adalah

membersihkan makam dan mempersiapkan tempat untuk selamatan

(kenduri). Sedangkan antusias warga dalam upacara ruwah desa ini dapat

dilihat dari persiapan warga membuat makanan dan jajanan sebagai salah satu

6
unsur pelengkap ritus tersebut. Disamping dipakai munjung atau ater-ater

kepada sanak saudara yang lebih tua dan tetangga dekat. Hal itu dilakukan

sebagai ungkapan solidaritas kepada sesama. Sedangkan prosesi upacara itu

sendiri terdapat beberapa tahapan, antara lain:

1. Kenduri (Kenduren)
Tiap keluarga biasanya akan

membawa berkat atau tumpeng

untuk dibawa ke Punden, ke Balai

Desa, serta ada beberapa warga

yang membawanya Musholla.

Lalu para warga duduk bersama

dalam keadaan bersila.

Kemudian kebayan desa membuka upacara yang isinya bermaksud untuk

mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada warga yang sudah

besedia menyediakan makanan ambengan ataupun yang lain termasuk

meluangkan waktunya untuk mengikuti upacara sadran tersebut.

2. Doa Bersama

Doa bersama dimulai setelah warga sekitar berkumpul semua,

kemudian ulama lokal yang ditunjuk untuk memimpin doa, untuk

memohonkan maaf dan ampunan atas dosa para leluhur kepada Tuhan,

serta semoga yang ditinggalkan mendapatkan keselamatan, murah rejeki,

sandang pangan dan juga memintakan perlindungan agar desanya

terhindar dari bala bencana.

7
Foto doa bersama di Balai Desa Sidoharjo

3. Membagikan Makanan

Pada saat pembagian makanan, semua warga yang hadir membagi

rata makanan yang sudah didoakan.

4. Pertunjukan Ludruk

Pertunjukan ludruk ini dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2017.

Ludruk merupakan sarana untuk berdakwah. Sejak zaman dahulu, ludruk

merupakan salah satu hiburan yang sangat disukai warga, terutama orang

Jawa. Maka dari itu unsur-unsur agama dikombinasikan dengan unsur

8
budaya, misalnya memasukan ajaran islam ke dalam cerita atau lekakonan

ludruk, dengan tujuan agar masyarakat mengenal ajaran-ajaran yang

dibawa oleh agama islam.

Foto pertunjukan ludruk Karya Budaya

5. Pengajian Umum

Pengajian umum di Desa Sidoharjo dilaksanakan satu minggu

setelah pertunjukan ludruk yaitu pada tanggal 23 Mei 2017. Dengan

pembicara KH. Khusain Ilyas dan KH. Imam Hambali.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tradisi ruwah desa merupakan salah satu tradisi budaya Jawa yang

masih berlangsung di beberapa wilayah hingga saat ini. Tradisi ruwah desa

diakan pada bulan ruwah tepatnya sepuluh hari sebelum memasuki bulan

puasa. Ritual tradisi ruwah desa di Desa Sidoharjo diawali dengan kenduri

(kenduren), berdoa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama lokal,

membagikan makanan yang sudah didoakan, pertunjukan ludruk, dan

pengajian umum. Selanjutnya diadakan bersih-bersih lingkungan sekitar,

membersihkan makam atau kuburan. Tradisi ini bertujuan untuk

menghormati arwah para leluhur dan mensucikan diri sebelum memasuki

bulan suci Ramadhan.

B. SARAN

Sebagai masyarakat Jawa hendaknya kita ikut melestarikan nilai-nilai

tradisi daerah agar tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman dan

mengambil sisi positif dari adanya tradisi tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/sosiologi-agama-upacara-bersih-desa.html

http://namanyamutia.blogspot.co.id/2013/06/makalah-tradisi-ruwahan.html

11

Anda mungkin juga menyukai