Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN


PRAKTIK KEBIDANAN SEPANJANG SIKLUS REPRODUKSI

Disusun Oleh:

1. Rahma Devita Sari (202107002)


2. Anak Agung Dwi M (202107009)
3. Niluh Ayu Putri L (202107008)
4. Hesti Fitri Utami (202107017)
5. Nur Alifia Umah (202107013)
6. Denok Indah R.P (202107018)
7. Fara Khorida (202107021)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
BANYUWANGI
2021/2022
1
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Aspek-aspek
sosial budaya yang berkaitan dengan praktik kebidanan sepanjang siklus reproduksi. Ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Machria
Rachman,SST.,M.Kes pada bidang studi Sosioantropologi Kesehatan selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA
YANG BERKAITAN DENGAN PRAKTIK KEBIDANAN bagi paraa pembaca dan juga
bagi para penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Machria Rachman, SST.,M.Kes selaku dosen
sosioantropologi kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan wawasan sesuai dengan bidang studi yang telah saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Banyuwangi, 9 Desember 2021

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek-aspek Sosial Budaya............................................................................................. 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Daftar pustaka ............................................................................... 7

3
BAB I
PENDAHULUHAN

A. LATAR BELAKANG

Kebudayaan adalah pemahaman yang terdapat pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adat istiadat yang dapat diperoleh dari masyarakat. Pendapat umum sesuatu yang baik dan
berharga dalam kehidupan masyarakat (Bakker 1984). Pola dan tingkah laku atau pikiran dan
perasaan dapat mereaksi yang diperoleh dan terutama diwujudkan oleh simbol-simbol pada
pencapaian dari kelompok itu sendiri dan bersifat universal. Kebudayaan berasal dari bahasa
sanskerta “budayah” atau “bodhi” yang berarti budi akal atau segala sesuatu yang berkaitan
dengan akal. Budaya dapat dipisahkan sebagai kata majemuk budi & daya yang berupa: cipta,
rasa, karsa, karya (kuncoroningrat, 1980).

B. TUJUAN

Menyajikan informasi mengenai aspek sosial budaya yang memengaruhi masa remaja,
pranikah, prakonsepsi, perkawinan, kehamilan, persalinan, masa nifas, bayi, balita, dan anak
prasekolah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Aspek- aspek Sosial Budaya

Pengertian aspek-aspek sosial budaya itu sendiri adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh
manusia dengan pemikiran dan akal budinya serta hati nuraninya dalam kehidupan
bermasyarakat serta aspek tersebut telah melekat dalam diri manusia.

A. ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA REMAJA DAN PRANIKAH

 Banyuwangi
Semua orang mendambakan pernikahan yang sakinah, mawadah, dan warahmah untuk
mewujudkan itu diperlukan pengetahuan, pemahaman seputar pernikahan tetapi tidak semua
orang dapat memahami dan mewujudkannya. Perceraian dan pernikahan bagaikan dua mata sisi
uang, apabila ada perceraian sudah tentu ada pernikahan diperlukan bimbingan sebelum
melangsungkan pernikahan bimbingan ini biasa disebut dengan bimbingan pra nikah atau
penasehatan pernikahan. Salah satu instansi yang berkewajiban dalam melaksanakan kegiatan
bimbingan pra nikah yaitu, KUA Kecamatan Kalibaru. Peraturan Dirjen Bimas Islam Nomor
DJ.II/491 Tahun 2009 tentang bimbingan pra nikah yang dilaksanakan oleh Kemenag. Dan
Permen PAN No 9 tahun 2019 tentang pelaksanaan bimbingan pra nikah dan rujuk yang
dilakukan oleh penghulu Kantor Urusan Agama.
Kedua peraturan terkait bimbingan pra nikah ini wajib dilaksanakan oleh KUA setempat,
tetapi banyak KUA yang belum melaksanakan bimbingan pra nikah secara maksimal,
berdasarkan observasi awal salah satu instansi yang tidak menyelenggarakan bimbingan pra
nikah secara maksimal adalah KUA Kecamatan Kalibaru. Sehingga perlu dikaji kembali terkait
permasalahan di atas. Dari uraian latar belakang penelitian di atas maka peneliti merumuskan
masalah, yakni Bagaimana pelaksanaan bimbingan pra nikah di KUA Kecamatan Kalibaru
Kabupaten Banyuwangi dan bagaimana upaya KUA Kecamatan Kalibaru dalam mengurangi
tingkat perceraian.
Tujuan dari penelitian ini adalah Menggambarkan pelaksanaan bimbingan pra nikah di KUA
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi dan menggambarkan upaya yang dapat dilakukan
KUA Kecamatan Kalibaru dalam mengurangi tingkat perceraian
Dengan itu pelaksanaan bimbingan pra nikah di KUA Kecamatan Kalibaru sesuai dengan
Permen PAN No 9 tahun 2019 tentang pelaksanaan bimbingan pra nikah dan rujuk yang
merupakan tugas dan pokok fungsi penghulu. Bimbingan yang sesuai dengan peraturan Dirjen
Bimas Islam Nomor DJ.II/491 Tahun 2009 tentang bimbingan pra nikah yang dilaksanakan
oleh Kemenag dilaksanakan pada tahun 2019 dilakukan sekali dalam satu tahun dikarenakan
KUA Kalibaru termasuk pada KUA tipe C
KUA Kecamatan Kalibaru dapat menyediakan sarana dan prasarana dengan memperbaiki
fasilitas yang rusak dan memerperluas tempat bimbingan pra nikah Kata Kunci : Bimbingan,
Pra Nikah, Perceraian

5
 Jawa Timur

bagaimana pandangan masyarakat terhadap tradisi pra nikah Pingitan Pengantin


Perkawinan Adat Jawa dan untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap tradisi pra
nikah Pingitan Pengantin Perkawinan Adat Jawa.
tradisi pra nikah Pingitan Pengantin Perkawinan Adat Jawa adalah perempuan atau
calon pengantin dilarang berpergian, keluar rumah ataupun bertemu calon suami dari waktu
yang ditentukan sampai akad nikah berlangsung guna menghindari marabahaya. Tradisi ini
menjadi pro kontra di kalangan masyarakatnya, sebagian masyarakat masih memegang akan
tradisi ini dan sebagian masyarakat menganggap sudah tidak relevan untuk diterapkan di
zaman sekarang. Tradisi ini pada dasarnya tidak bertentangan dengan hukum Islam karena
sesuai dengan apa yang telah di syariatkan Islam dalam praktiknya.

 Kalimantan Selatan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dapat membuktikan bahwa


penyelengaraan kepenasehatan pra nikah di KUA se Kalimantan selatan dilaksanakan oleh
badan penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) yang personalia terdiri
Kepala KUA, staf KUA dan para penghulu di wilayah kecamatan di mana KUA itu berada,
mereka sekaligus bertindak sebagai pemateri pada kegiatan kepenasehatan pra nikah.
Adapun materi yang disampaikan disesuaikan dengan materi yang termuat dalam buku
“Menuju keluarga sakinah” Disusun oleh Biro Penasehatan perkawinan dan Konsultasi
Keluarga. Waktu pelaksanaan kepenasehatan pra nikah yaitu berkisar antara 1 – 3 jam,
maka tidak semua materi diatas dapat disampaikan. Untuk menyampaikan materi tersebut
narasumber menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan kadang-kadang dengan
diskusi. Pada KUA yang berdomisili di kecamatan yang penduduknya banyak seperti kota
Banjarmasin, penyelenggaraan Pendidikan pranikah seluruh KUA di seluruh provinsi
Kalimantan Selatan.

B. ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA PRAKONSEPSI DAN PERKAWINAN

 Jawa Timur

Kota Lawang salah satunya desa Sumber Polaman. Di desa ini terdapat
beberapa aktivitas budaya antara lain barikan pada setiap Jumat Legi, acara pernikahan
dan upacara wiwit atau panen padi.Upacara adat ritual desa ini rutin dilakukan
masyarakat setempat untuk menghormati arwah leluhur sebagai permohonan kepada
Tuhan untuk kemakmuran masyarakat desa. Ritual budaya tersebut membentuk ruang
budaya.

 Sumatera Utara

Budaya masyarakat Batubara lebih mengedepankan identitas etnik Melayunya,


sehingga orang lebih mengenal dengan Batubara sebagai suku Melayu.
Melayu Batubara yang terletak pada kawasan Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera
Utara adalah salah satu masyarakat yang terbilang kaum dan turun-temurun
mendiami kawasan pantai timur Sumatera Utara. Pada umumnya mereka menggunakan
bahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu dan beragama Islam. Di tambah lagi dengan
6
kearifan lokal masyarakat Melayu Batubara seperti halnya dengan setiap acara adat
seperti perkawinan, sunatan rasul dan upacara-upacara lainnya yang biasanya diiringi
dengan berpantun. Menjodoh adalah prosesi yang dilakukan oleh orang tua untuk
mencari dan mencocokkan calon suami/istri untuk anaknya. Mencari jodoh merupakan
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan oleh sebab itulah prosesi ini
dilakukan dengan sangat hati-hati dan sangat rahasia, yang diawali dengan niat dan
penglihatan Penglihatan ini tidak hanya dengan mata kasar akan tetapi juga dengan
mata hati. Umumnya yang menjadi penilaian di dalam kegiatan mencari jodoh adalah
tentang kepercayaan. Calon pasangan anak harus se-iman yaitu agama Islam, garis
keturunannya, pekerjaannya.Biasanya orang ini disebut dengan tali barut atau mak
comblang. Pada masa lalu, orang-oramg tua memiliki kemampuan untuk melihat sifat
dan
prilaku seseorang dari berbagai media; telaah nama, tanggal kelahiran, tanda badan, dan
lain-lain yang sifatnya abstrak. Prosesi ini merupakan langkah awal untuk
menentukan apakah nantinya pasanganyang dipilih cocok atau tidak dengan anaknya.

C. ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA KEHAMILAN

 Banyuwangi

Upacara mitoni adalah bagian dari adat Jawa yang maknanya terkait dengan
ritual Dalam pelaksanaan upacara tingkeban, perempuan yang sedang hamil 7 bulan
dimandikan dengan air bunga setaman. Gayung yang digunakan terbuat dari batok
kelapa. Siraman ini bertujuan untuk membersihkan secara lahir dan batin dari calon ibu
dan bayi yang ada di dalam kandungan. upacara mitoni yang dikenal oleh masyarakat
Jawa. Masyarakat Dusun Wonorejo, Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru,
Kabupaten Banyuwangi merupakan masyarakat Jawa yang masih kental akan
kebudayaannya.
Bertujuan untuk memberikan sebuah doa agar calon ibu dilancarkan selama
mengandung hingga melahirkan janin. Mitoni ini juga disertai doa agar kelak si anak
menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tua. Diikuti oleh acara pemotongan
tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak, dan seterusnya.
Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan
permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman, namun
diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing
mempunyai makna.

 Jawa Barat

Suku Baduy Dalamyang menasbihkan sebagai asal muasal lahirnya Suku Sunda
merupakan salah satu pelaku tradisi yang kuat memegang teguh tradisi dalam kehidupan
sehari-harinya,termasuk tradisi dalam persalinan. Sebagai pelaku tradisi, masyarakat
Baduy Dalam menerima dan menjalaninya saja, karena dalam tradisi hanya ada
kepatuhan terhadap aturan adat mutlak atau Pikukuh.
Wanita hamil di suku Baduy Dalam, ritual yang dijalani yaitu tradisi Kendit,
ritual saat usia kehamilan tujuh bulan dengan cara datang ke Puun (nyareat)dengan
membawa seupaheun (sirih, gambir dan apu) dan kanteh hideung (gelang kain berwarna
hitam). Kanteh Hideung diberi mantra dan dipakai selama 3 hari 3 malam. Makna
Kendit ini diharapkan prosesi kelahiran berjalan lancar. Selain tradisi kenditada tradisi
Ngaragap beuteung (pijit dibagian perut) oleh Paraji(dukun beranak)sambil diusap
menggunakan koneng bau.
7
Selain dipijit,ibu hamil meminta jampi-jampi bagi keselamatan ibu dan janin
yang dikandung.Jampe-jampe (mantera) dari paraji melalui media panglai ada yang
dimakan, ada yang dibawa-bawa di badan sebagai perlindungan diri (tumbal).Namun
tradisi Ngaragap beuteung tidak wajib tergantung masing-masing individu termasuk
juga untuk waktunya.Ngaragap Beuteung bisa dilakukan sebulan dua kali atau sebulan
sekali bahkan tidak sama sekali.
Pantangan selama hamil, isteri harus berjalan didepan suami, tidak boleh keluar
rumah setelah senja hari, cara membawa kayu bakar posisinya congokna kahareup. Pada
hari rabu dan sabtu ibu hamil tidak boleh dipijat, dilarang mengenakan apapun di bagian
leher baik itu kalung ataupun syal. Sedangkan pantangan makanan diantaranya adalah
dilarang mengkonsumsi sambal, durian, petai, nenas bisa mengakibatkan panas pada
janin. Pantangan lainnya, saat kehamilan memasuki bulan tua tidak boleh
mengkonsumsi obat-obatan kimia sampai setelah bayi dilahirkan. Alasan tidak diberikan
obat-obatan selama kehamilan ditakutkan berdampak pada janin yang dikandung,
kacang mentah (buat anak cacingan); cai panas (janinnya nanti kepanasan). Makanan
yang sebaiknya dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil adalah minum air kelapa
hijau, sedangkan selama hamil mengusap-usap pasir ke perut bu yang diyakini bayi
yang akan dilahirkan dalam kondisi bersih.

D. ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA PERSALINAN

 Jawa Barat

Pemilihan penolong persalinandi Suku Baduy Dalam mengikuti tradisi turun


temurun yaitu dilakukan sendiri tanpa pendampingan dukun parajiapalagi tenaga medis.
Tenaga medis dipanggil ketika mengalami kesulitan selama proses melahirkan, sehingga
selama proses melahirkan lancar cukup memanggil paraji. Sesuai dengan penuturan AD,
bapak dengan lima anak suami dari informan AmD.
Penjemputan paraji dilakukan ketika ibu sudah berhasil melahirkan bayinya.Prosesi
melahirkan Suku Baduy Dalamdilakukan dengan posisi Ibu duduk bersandar dengan
posisi kedua kaki diangkat nyaris seperti posisi jongkok.Tempat yang dipilih untuk
bersalin hanya ada dua pilihan tergantung keberadaan Ibu saat hendak melahirkan yaitu
di rumah atau di saungyaitu rumah yang didirikan di dekat humaatau ladang milik
mereka.
Pendamping selama persalinan terkadang dibantu oleh ambu(ibu) atau saudara
perempuannya, meskipun tidak jarang ketika menghadapi pertaruhan hidup dan mati
dilakukan sendiriansaja. Selama proses melahirkan, suami atau laki-laki tabu untuk
mendampingi. Peran sang calon ayah berlaku sesaat setelah bayilahir yaitu bertugas
menjemput dukunparajiuntuk memotong tali ari-ari, memandikan ibu dan bayi. Selama
ambu paraji belum datang, ibu yang baru melahirkan dan bayinya hanya bisa menunggu
dengan kondisi duduk dan bayi masih terhubung dengan ari-ari yang belum terputus.
Lama waktu menunggu dalam rentang yang tidak sebentar bisa mencapai 1-6 jam
tergantung keberadaan dan kesiapan dukun paraji. Keberadaan dukun paraji tidak ada di
setiap kampung, dengan jarak tempuh antar kampung bisa mencapai dua sampai tiga
kilometer dengan berjalan kaki. Kondisi Ibu yang lemas, kehilangan banyak darah dan
bayi hanya dibalut selimut tidak diperbolehkan makan dan minum selama menunggu
kedatangan dukun paraji.
Segera setelah Parajidatang, ayah menyiapkan hinisyaitu bambuuntuk memotong
tali ari-aribayi, bambu yang digunakan diambil dari bambu yang berada didekat
8
pintu.Makna yang mereka percayai bahwa bambu dekat pintu adalah bambu terbaik dari
yang ada. Selagi sang ayah menyiapakan hinis, ambuparaji menyiapkan talitereup, untuk
mengikat tali ari-aribayiketika hendak dipotong. Prosesi pemotongan tali ari-
aribayidiawali dengan dukun parajimengunyah panglaiyang kemudian disemburkan
kekiri-kekanan-keatas dan kearah baskom yang berisi air yang nantinya digunakan
untuk memandikan bayi.
Mulut komat kamitmembaca jampe-jampeatau mantra selama lebih kurang lima menit
dengan beberapa kali menyemburkan panglaiyang dikunyah ke dalam air untuk
memandikan bayi. Selanjutnya ambuparajimenempatkan posisi bayi diatas kakinya,
kemudian tali ari-ari diikat menggunakan tali teureupdibagian atas dan bawahnya. Pada
bagian tali ari-ari yang hendak dipotong,dipijit menggunakan lebu haneut yaitu abu
dalam kondisi hangat hasil proses pembakaran kayu bakar yang digunakan untuk
memasak.

E. ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM MASA NIFAS

 Banyuwangi

Penelitian di Puskemas Bajulmati, dalam proses penyembuhan luka jahitan


perineum pada ibu postpartum, diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi,
cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan Pengetahuan
masyarakat tentang kebutuhan gizi pada masa nifas kurang sesuai dengan aturan
pemenuhan gizi yang baik dan seimbang. Masyarakat masih mempercayai adanya
pantang makanan,mereka menerima dan menolak jenis makanan tertentu.Adanya
pantangan terhadap makanan tertentu dalam masyarakat disebabkan karena kuatnya
pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Orangtua zaman dahulu
mengatakan bahwa ibu dalam masa nifas dilarang memakan Ikan karena makanan
tersebut hanya akan menyebabkan darah nifas berbau busuk,tidak cepat kering serta
menyebabkan gatal pada kulit. Selain itu,ibu nifas dilarang makan sayur karena
makanan tersebut dianggap dapat mengakibatkan lemah sendi, kepercayaan itu salah
besar dalam proses penyembuhan luka jahitan perineum memerlukan nutrisi terutama
protein untuk membantu proses penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan
jaringan yang baru dengan jalan regeneras

 Jawa Barat

Paraji melanjutkan dengan perawatan pada Ibu yang selesai bersalin.Perawatan


disini tidakmedia apapun untuk menampungnya.Menurut pernyataan informandarah
nifas yang keluar hanya dibersihkan menggunakan samping yang dikenakannya
saja.Tidak ada kata istirahat bagi ibu nifas Baduy Dalam, selesai dimandikan oleh dukun
parajiselanjutnya menjalani aktifitas seperti biasanya mulai mengurus rumah, mengurus
anak dan mengurus suami tetapi belum diperbolehkan untuk pergi ke huma. Berikut
tahapan praktik budaya perawatan pada masa postpartum pada ibu nifas:
 Hari ketiga disebut juga peureuhantilu peuting yaitu dikasih tetes mata dari pucuk
hanjuang dan air jambe muda.
 Pada hari ketujuh dilakukan tradisi adatyaitu peureuhantujuh poe, yaitu pedes,
bawangputih, jahe,jambe, pucukhanjuang, kencur, koneng ditambah air kemudian
diteteskan ke mata.
 Angiran/gangiran,keramas di sungai untuk yang ditemani oleh parajipada hari ke-40.
9
Aktifitas pergi ke ladang bisa dilakukan ibu nifas setelah tujuh hari.Namun, meskipun darah nifas
yang keluar hanya selama tiga sampai 7 hari, namun selama 40 hari isteri tidak boleh berkumpul dulu
dengan suami. Hubungan seksual antara suami dan isteri dilakukan setelah isteri melakukan tradisi
angiran/ngangiranyaitu keramas di sungai ditemani oleh paraji pada hari ke-40.

 Kalimantan Timur

Desa TanjungLimau Kecamatan Muara Badak PropinsiKalimantan Timur Sesudah


terjadinya persalinan, sang ibu mulai menjalani perawatan baik yang sifatnya berupa larangan
makanan, seperti Cempedak,udang ,kepiting maupun perawatan fisik yang dilakukan oleh
bidan maupun sanro. Pantangan makan pada masapaska persalinan ini bertujuan
untukmengembalikan kesehatan ibu setelah melalui proses persalinan terutama kesehatan
kandungan. Selain demi kesehatan sang ibu pantangan makan juga dilakukan agar si bayi
yang menyusu tidak mendapat dampak negatif dari makanan yang dikonsumsi oleh ibu
lewat ASI. Hal ini seperti diungkapkan oleh peserta DKT ibu hamil Selain pantangan
makanan, terdapat juga serangkaian perawatan fisik terutama pemijatan yang diterima oleh
ibu pada masa nifas. Pemijatan dimaksudkan agar otot-otot tubuh ibu pulih setelah
melahirkan.Pemijatan ini dilakukan oleh sanro.Sebagaimana dingkapkan salah seorang ibu
hamil.

F. ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH

 Jawa Timur

kepercayaan/ kebiasaan masyarakt jawa timur dari segi kemampuan biaya dengan perilaku
pemanfaatan pelayanan kesehatan masih sangat rendah. Dimana masyarakat lebih memilih
dukun bayi yang memberi pertolongan karena masyarakat menilai lebih murah di bandingkan
dengan pelayanan kesehatan, walaupun masyarakat mengetahui keterbatasan dari pemanfatan
dukun bayi tersebut, kemudian di tambah lagi dukun bayi sangat telaten dan sabar dalam
memberi pelayanan sehingga dari segi psikologis masyarakat terutama ibu akan merasa senang
dan merasa lebih diperhatikan. Dukun bayi memberikan pelayanan berupa memandikan bayi
sampai usia bayi 36 hari, memijat bayinya ataupun memijat perutnya pada saat hamil.
Dukun bayi merupakan orang yang dianggap trampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk
menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat.

 Aceh

Mengasuh optimal. Bagi masyarakat Aceh, ibu yang baru melahirkan harus mengalami
masa pantangan “du dapu” sejak bayi lahir hingga bayi berusia 44 hari. Ibu harus selalu ada di
kamar, tidak boleh berjalan-jalan, apalagi keluar rumah. Rupanya pantangan tersebut dimaksud
agar bayi mendapat perawatan dan perhatian maksimal dari ibunya.

Di Maluku tengah berlaku pantangan lain. Ibu pantang makan cabai karena akan membuat mata
bayi berair terus-menerus. Juga dilarang makan ikan karena akan membuat ASI amis.
Pandangan ini justru keliru, karena ibu yang baru melahirkan justru membutuhkan asupan
nutrisi yang lengkap. Walaupun begitu, makna yang bisa kita ambil adalah bahwa ibu dan bayi
memiliki ikatan. Apa yang ibu lakukan akan berpengaruh bagi bayi.

10
Namun semuanya kembali kepada Anda masing-masing, apakah Anda masih percaya hal-hal
semacam itu atau tidak. Apapun, semua hal yang orang tua lakukan, merupakan bentuk
perlambang kasih sayang pada si buah hati, menunjukkan kalau orang tua mau menyayangi dan
melindungi bayinya dan tidak ingin hal-hal buruk terjadi

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek sosial budaya sangat
mempengaruhi praktik kebidanan sepanjang siklus reproduksi

DAFTAR PUSTAKA

.
Drs. M. Ramli, M. (2016). Implementasi Kepenasehatan.
Endah, E. (2014). HUBUNGAN POLA NUTRISI IBU POST PARTUM DENGAN PENYEMBUHAN
LUKA JAHITAN PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAJULMATI .
Hatmaja, F. N. (2019). Tradisi pra nikah pingitan pengantin perkawinan Adat Jawa dalam perspektif
hukum Islam (studi kasus di Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten). 72.
Kartika, V., Agustiya, I. R., & Kusnali, A. (2018). Budaya kehamilan dan persalinan pada masyarakat
Baduy, dikabupaten Lebak. 22(3), 192-199.
Laksmiwati Alit, A. I. (n.d.). Transformasi sosial dan perilaku reproduksi remaja.
Lia Susvita Sari, H. H. (2016). KAJIAN BUDAYA DAN MAKNA SIMBOLIS PERILAKU IBU
HAMIL DAN IBU NIFAS. Berkala Kesehatan.
Mansur, A. R. (n.d.). tumbuh kembang anak usia prasekolah.
Mara Ipa, D. A. (2017). PRAKTIK BUDAYA PERAWATAN DALAM KEHAMILAN SUKU
BADUY.
Rahmatillah, i. M. (2016). Istilah istilah dalam metoni pada masyarakat jawa drsa kalibaru wetan
kecamatan kalibaru,kabupaten banyuwangi: kajian etnolinguistik. 67.
sari, S. (2021). URGENSI BIMBINGAN PRA NIKAH. 22.
sugita. (n.d.). Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan praktik perkawinan, kehamilan, persalinan,
nifas, dan bayi baru lahir.
Syahrian, M. A. (2013). UTILISASI PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL MELALUI BUDAYA
DI MOJOKERTO. 203-216.

11

Anda mungkin juga menyukai