Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASPEK BUDAYA BERHUBUNGAN DENGAN KIA KB

Di susun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Antropologi

Dosen pembimbing: Ahmad Zakiudin.,SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun oleh:kelompok I

 Sefatul Fahmi
 Maftucha
 Sri Sunarti
 Eva Diana Sari
 Marti Dwi R
 Latifatul Aeni
 Khusnul Khotimah
 Akhmad Rifhan
 Abu As’ari
 Indah Mutiarawati

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON


TAHUN 2019

 
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Alhamdulillahirobbilalamin berkat limpahan rahmat-Nya sehingga makalah yang
berjudul “Aspek Budaya Berhubungan Dengan KIA KB” dapat terwujud sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD).
Dalam penelitian ini, penulis tidak hanya bekerja sendiri. Tanpa bantuan dari semua
pihak, tidak mungkin makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bpk Ahmad Zakiudin.,SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Kes.selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan banyak masukan, baik yang bersifat teori maupun praktik.
2. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan semangat sehingga makalah
ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan

Atas segala bantuannya baik secara moral, material, maupun spiritual penulis
mengucapkan terima kasih.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari kesalahan, kelemahan,
bahkan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan agar dapat dijadikan acuan dalam penulisan makalah periode berikutnya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Atas bantuan dari semua pihak penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bumiayu, 23 September 2019

Penulis

 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah..................................................................................... 4
B.     Rumusan Masalah.............................................................................................. 6
C.    Tujuan ................................................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kebudayaan ...................................................................................... 7
B.     Kebudayaan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu .................................. 8
C.    Pendekatan Melalui Budaya Dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya Dengan
PPeran Seorang Bidan ..........................................................................................
18

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan..........................................................................................................
20
B.     Saran ...................................................................................................................
21
DAFTAR USTAKA .................................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG MASALAH


Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi,
pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat.
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia selalu menjadi masalah pelik
yang tak kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik, hukum dan
budaya yang kondusif. Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia sama
sekali belum bisa dikatakan menggembirakan.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002/2003 angka kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100
ribu kelahiran. Tingginya angka kematian ibu dan bayi sebesar 307 per 100 ribu
kelahiran hidup, menjadi salah satu indikatornya buruknya pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Kendati berbagai upaya perbaikan serta penanganan telah dilakukan,
namun disadari masih diperlukan berbagai dukungan.
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab
kematian ibu terbesar (58,1%) adalah pendarahan dan eklampsia. Kedua
sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC)
yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan
ANC minimal satu kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994,
hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan.Persalinan oleh
tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih tetap rendah, di mana sebesar 54%
persalinan masih ditolong oleh dukun bayi.Usia kehamilan pertama ikut
berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data Survei Kesehatan Ibu dan
Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median kehamilan pertama di Indonesia
adalah 18 tahun.SDKI 1997 melaporkan 57,4% Pasangan Usia Subur (PUS)
menggunakan alat kontrasepsi dan sebanyak 9,21% PUS sebenarnya tidak ingin
mempunyai anak atau menunda kehamilannya, tetapi tidak memakai kontrasepsi
(unmet need). Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 menjadi sebab
utama menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan kontrasepsi.
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per
100.000 kelahiran hidup.Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil
atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-
sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan
dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan
angka fertilitas     umum.
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan pada
daerah dan tahun   tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun
tertentu,didaerahtertentu. Konstanta= 1000 bayi lahir hidup.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada ibu hamil,
nifas dan bersalin?
2.      Apa yang dilakukan bidan untuk mengatasi presepsi kebudayaan yang
berhubungan dengan kesehatan ibu dimasyarakat?

C.    TUJUAN

 Untuk mengetahui kebudayaaan yang ada pada masyarakat mengenai


kesehatan ibu dan cara bidan menanggulangi masalah tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
A.             Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan atau yang disebut peradapan ; adalah pemahaman yang meliputi
: pengetahuan, kepercayaan , seni, moral, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari
anggota masyarakat ( Taylor 1997 )
Pendapat umum sesuatu yang baik dan berharga dalam kehidupan
masyarakat. ( Bakker 1984 ).
Pola tingkah laku mantap : pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh dan
terutama diwujudkan oleh simbul-simbul pada pencapaian tersendiri dari
kelompok manusia yang bersifat universal ( Kroeber & klukhon 1950 ).
Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “ budayah “ / “ bodhi “ yang
berarti budi akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal. Budaya dapat
dipisahkan sebagai kata majemuk Budi & Daya yang berupa : cipta , rasa, karsa,
karya (kuncoroningrat 1980 ).

Jenis-jenis kebudayaan di Indonesia

a.       Kebudayaan Modern


Kebudayaan modern biasanya berasal dari manca negara datang di Indonesia
merupakan budaya/ kesenian import. Budaya modern akting, penampilan, dan
kemampuan meragakan diri didasari sifat komersial. Budaya modern lebih
mengesampingkan norma , gaya menjadi idola masyarakat dan merupakan target
sasaran Contoh : film, musik jazz.

b. Kebudayaan Tradisional
Bersumber dan berkembang dari daerah setempat. Penampilan
mengutamakan norma dengan mengedepankan intuisi bahkan bersifat bimbingan
Dan petunjuk tentang kehidupan manusia. Kebudayaan tradisional kurang
mengutamakan komersial dan sering dilandasi sifat kekeluargaan. Contoh :
Ketoprak, wayang orang, keroncong, ludruk.

c. Budaya Campuran
Budaya campuran pada hakekatnya merupakan campuran budaya modern
dengan budaya tradisional yang berkembang dengan cara asimilasi ataupun defusi.
Kebudayaan campuran sudah memperhitungkan komersiel tapi masih
mengindahkan norma dan adat setempat. Contoh : Musik dangdut, orkes gambus,
campur sari.

B.              Kebudayaan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu

Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di


Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu
dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada
upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan
angka kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan
penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak
demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini
tidak menunjukkan penurunan yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa
MMR sebesar 400 – 450 per 100.000 persalinan.
Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut
angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISP A, diare
dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan
kematian. Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil
seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian
ketika akan, sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya
tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat
dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan
pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,
hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap
kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, fakta dasarnya adalah merupakan
salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat
bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu
hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan
anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
Membicarakan mengenai mitos dan fakta seputar kehamilan maupun
kelahiran memang tidak akan pernah ada habisnya. Mitos telah menjadi adat
istiadat yang bersifat turun temurun dari orang tua kita terdahulu, menjadi suatu hal
yang biasa dan sangat mereka yakini.

Tidak sedikit mitos yang hanya tinggal mitos, bahkan tidak layak untuk sekedar
diyakini. Namun ternyata banyak pula mitos yang dapat dinalar, diterima oleh akal
dan ternyata ada faktanya. Sehingga tidak ada salahnya apabila sekali waktu kita
mengulas soal mitos-mitos yang banyak ditemui di masyarakat sekaligus
mengetahui faktanya!
Berikut kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada ibu hamil,
nifas dan bersalin:

1.      Kebudayaan bagi wanita hamil :


Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan
perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan menganggap
peristiwa itu sebagai tahapan-tahapan kehidupan yang harus dijalani didunia.Masa
kehamilan dan kelahiran dianggap masa krisis yang berbahaya,baik bagi janin atau
bayi maupun bagi ibunya karna itu sejak kehamilan sampai kelahiran para kerabat
dan handai-tolan mengadakan serangkaian upacara baggi wanita hamil dengan
tujuan mencari keselamatan bagi diri wanita itu serta bayinya,saat berada di dalam
kandungan hingga saat lahir.
Orang jawa adalah salah satu contoh dari masyarakat yang sering
menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari pertistiwa
kehamilan,sehingga di dalam adat-istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat
yang cukup rinci untuk menyambut kelahiran bayi.Biasanya upacara dimulai sejak
usia ketujuh bulan kandungan ibu sampai pada saat kelahirannya,walaupun ada
pula sebagian kecil warga masyarakat yang telah melakukannya sejak janin di
kandungan ibu berusia tiga bulan.upacara –upacara adat jawa yang bertujuan
mengupayakan keselamatan bagi janin dalam prosesnya menjadi bayi hingga saat
kelahirannya itu adalah upacara mitoni,procotan dan brokohan.
Sebagian masyarakat jawa juga percaya bahwa bayi yang lahir pada usia
tujuh bulan mempunyai peluang untuk hidup,bahkan lebih kuat daripada bayi yang
lahir pada usia kehamilan delapan bulan,walupun kelahiran itu masih
prematur.Kepercayaan ini tampak terdapat pula pada sejumlah suku bangsa di
indonesia dan malaysia(ladderman1987:86).Karna itu orang jawa menganggap usia
tujuh bulan kandungga sebagai saat yang penting,sehingga perlu dilakukan upacara
yang disebut mitoni untuk menyambutnya dan menangkal bahaya yang mungkin
timbul pada masa itu.Upacara mitoni yang umumnya hanya dilakukan pada
kehamilan pertama dari seorang wanita,sebenarnya dapat pula berfungsi untuk
memberikan ketenangan jiwa bagi calon ibu yang belum pernah mengalami
peristiwa melahirkan.
Upacara mitoni dilakukan dengan cara memandikan sang calon ibu dengan
air bunga,yang biasanya dilakukan oleh orangtua pasangan suami-istri yang sedang
menantikan bayinya,ditambah sejumlah kerabat sepupuh terdekat atau sepupuh
yang dihormati Selanjutnya diadakan upacara memecah buah kelapa bergambar
wayang dengan tokoh dewa kamajaya dan dewi ratih oleh sang calon ayah,yang
sebelumnya dimasukan ke dalam sarung yang dikenakan oleh si calon ibu ketika
dimandikan,mulai dari ujung sarung pada batas menyentuh tanah.Namun sebelum
menyentuh tanah,sang calon ayah harus bisa menagkap buah kelapa itu pada ujung
sarung dekat kaki istrinya.Upacara ini dimkasudkan agar kelak proses kelahiran
bayidapat berjalan lancar dan bayi yang akan lahir tampan atau cantik seprti dewa
dan dewi tersebut. Rangkain upacara mitoni pada dasarnya melambangkan harapan
baik bagi sang bayi,yakni harapan agar ia sempurna dan utuh fisiknya,tampan atau
cantik wajahnya,dan selamat serta lancar kelahirannya.
Upacara procotan dilakukan dengan membuat sajian jenang procot yakni
bubur putih yang dicampur dengan irisan ubi.Upacara procotan khusus bertujuan
agar sang bayi mudah lahir dan rahim ibunya.
Brokohan adalah upacara sesudah lahirnya bayi dengan selamat dengan
membuat sajian nasi urap dan telur rebus yang diedarkan pada sanak kluarga untuk
memberitahukan kelahiran sang bayi. Pusat perhatian orang jawa mengenai
pelaksanaan upacara pada masa kehamilan dan kelahiran terletak pada unsur
tecapainya keselamatan,yang dilandasi atas keyakinan mengenai krisis kehidupan
yang mengandung bahaya dan harus ditangkal,serta harapan akan kebaikan bagi
janin dan ibunya.Maka upacara kelahiran seringkali tidak dilaksanakan dalam
bentuk kenduri besar dengan mengundang banyak handai-taulani.
Selain di jawa di Setiap daerah juga mempunyai kebudayaan yang berbeda-
beda dikalangan masyarakat terhadap kesehatan ibu. Berikut budaya yang ada di
beberapa daerah  terhadap kesehatan ibu hamil :

1.         Jawa Tengah :


Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan  mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
2.         Jawa Barat :
Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
3.         Masyarakat Betawi :
Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
4.         Daerah Subang :
Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena
khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang,
selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya
hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan
untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi
wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama
masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,1993).

2.      Kebudayaan ibu bersalin


Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan kebudayaan ibu bersalin
yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Beberapa hal yang dilakukan
oleh masyarakat pada ibu bersalin:

a)      Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.

Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa
kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa disebut
Labisia pumila ini, berdasarkan kajian atas obat-obatan tradisional di Sabah,
Malaysia, tahun 1998, dikatakan mengandung hormon oksitosin yang dapat
membantu menimbulkan kontraksi. Tapi, apa kandungan dan seberapa takarannya
belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum
meminumnya. Karena, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah
mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah
lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di
bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum rumput ini karena sangat bahaya.
Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai
rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu.
Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi.

b)      Meluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,
akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar.
Ini tak benar! Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal,
apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke
dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa
mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang
membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah
mengapa, bila air ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.
c)   Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.
Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia
kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan persalinan.
Mungkin secara psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua sendok
minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan
psikologisnya, maka diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan racun.
d)  Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya
jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu
termasuk karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya? Jadi, madu boleh diminum
hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya
segera hentikan. Demikian juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu
matang maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan. Hal ini disebabkan karena
telur banyak mengandung protein yang dapat menambah kalori tubuh.

e)   Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan.


Ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren
mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta aneka masakan
yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah nanas juga, karena bisa
mengakibatkan keguguran.
f)   Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.
Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah
mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari
lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah
mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi
sesuatu dapat ditangani segera.
3.      Kebudayaan ibu nifas.
Macam-macam mitos yang ada pada msyarakat mengenai ibu nifas diantaranya:

1. Tidak boleh bersenggama

Dari sisi medis, jelas dr. Chairulsjah Sjahruddin, SpOG, MARS, sanggama
memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya, aktivitas
yang satu ini akan menghambat proses penyembuh- an jalan lahir maupun involusi
rahim, yakni mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula. Selain
karena fungsi hormonal tubuh yang bersang- kutan belum kembali aktif bekerja.
Kalau sanggama dipaksakan terjadi dalam tenggang waktu itu, kemungkinan yang
terjadi bisa macam-macam. Di antaranya infeksi atau malah perdarahan. Sebabnya,
mukosa jalan lahir setelah persalinan sangat peka akibat banyaknya
vaskularisasi/aliran darah, hingga terjadilah perlunakan mukosa jalan lahir. Dengan
berjalannya waktu, vaskularisasi ini kian berkurang dan baru akan normal kembali
3 bulan setelah bersalin. Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul
ataupun pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran akan robeknya jahitan maupun
ketakutan bakal hamil lagi.

2. Kaki harus lurus

Menurut Koesmariyah, baik saat berjalan maupun berbaring, kaki harus


lurus. Dalam arti, kaki kanan dan kiri enggak boleh saling tumpang tindih ataupun
ditekuk. Selain agar jahitan akibat robekan di vagina tak melebar ke mana-mana,
juga dimaksudkan supaya aliran darah tetap lancar alias tak terhambat. Secara
medis, posisi kaki yang lurus memang lebih menguntungkan karena membuat
aliran darah jadi lancar. Sedangkan mobilisasi secara umum, pada dasarnya boleh
dan malah harus dilakukan. Makin cepat dilakukan kian menguntungkan pula.
Dengan catatan, kondisi si ibu dalam keadaan baik, semisal tak mengalami
perdarahan atau kelainan apa pun saat melahirkan. Selain patokan bahwa dalam 8
jam pertama setelah melahirkan ia sudah bisa BAK dan BAB serta selera
makannya bagus. Begitu juga tensi, denyut nadi, dan suhu tubuhnya dalam batas
normal. Soalnya, jika tak bisa BAK dan BAB berarti ada sesuatu yang enggak
beres yang akan berpengaruh pada kontraksi dan proses involusi (pengecilan
kembali) rahim.

3. Tidak boleh tidur siang

Pantangan yang satu ini kedengarannya keterlaluan. Bayangkan, meski


ngantuk setengah mati lantaran sering terbangun malam hari karena harus
menyusui dan menggantikan popok si kecil, si ibu tak boleh tidur siang. Menurut
Chairulsjah, tidur berkepanjangan memang mengundang proses recovery yang
lebih lambat. "Makin lama berbaring makin besar pula peluang terjadi
tromboemboli atau pengendapan elemen-elemen garam." Lalu bila si ibu
bangun/berdiri mendadak, endapan elemen tersebut dikhawatirkan lepas dari
perlekatannya di dinding pembuluh darah. Padahal akibatnya bisa fatal, lo.
Endapan-endapan tadi bisa masuk ke dalam pembuluh darah lalu ikut aliran darah
ke jantung, otak dan organ-organ penting lain yang akan memunculkan stroke.

4. Tak boleh keramas

Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk angin. Itu
sebab, sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni sekadar disiram dengan
air dingin. Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini agar darah putih bisa turun dan tak
menempel di mata. Namun agar tak bau apek dan tetap harum disarankan
menggunakan ratus pewangi. Tentu saja pantangan semacam itu untuk kondisi
jaman sekarang dirasa memberatkan. Terlebih untuk ibu-ibu yang harus sering
beraktivitas di luar rumah. Sedangkan mandi boleh-boleh saja asal dilakukan jam 5
atau 6 untuk mandi pagi dan sebelum magrib untuk mandi malam. Penggunaan air
dingin, katanya, justru lebih baik ketimbang air hangat karena bisa melancarkan
produksi ASI.

5. Hindari makan jemek

Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan
terung. Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bikin benyek organ
vital kaum Hawa. Termasuk makanan bersantan dan pedas karena pencernaannya
bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur
asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan
bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses
penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan lebih lambat.
Secara medis, menurut Chairulsjah, tak benar anggapan untuk pantang
pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan
yang banyak mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga
merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan
tubuh. Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya
tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan.

6. Tidak boleh berpergian


Kalau dipikir-pikir larangan ini, bertujuan supaya si ibu tak terlalu letih
beraktivitas. Kalau capek bisa-bisa ASI-nya berkurang. Kasihan si kecil. Karena
biasanya seumur ini sedang kuat-kuatnya menyusu. Belum lagi kemungkinan si
bayi rewel ditinggal ibunya terlalu lama. Sementara kalau diajak pun masih
kelewat kecil. Malah takut ada apa-apa di jalan, terutama kalau menggunakan
angkutan umum. Bepergian pun membuat si ibu jadi tak tahan menghadapi aneka
godaan untuk menyantap segala jenis makanan yang dipantang.

C.             PENDEKATAN MELALUI BUDAYA DAN KEGIATAN KEBUDAYAAN KAITANNYA


DENGAN PERAN SEORANG BIDAN

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat
khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru
lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi
yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu
diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan
aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No.
363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan
komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:

a.       Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada
pembagian wilayah
pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang
penduduk dari masing-masing RT.
b.      Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna,
tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
c.       Mempelajari data penduduk yang meliputi:
·         Jenis kelamin
·         Umur
·         Mata pencaharian
·         Pendidikan
·         Agama
d.      Mempelajari peta desa
e.       Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus
mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci
keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang
pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari
bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.

Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat


tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat
istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa,
kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat
berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan
melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan
tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan
ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan
pada akhir pertunjukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor-faktor sosial-budaya mempunyai peranan penting dalam memahami


sikap dan prilaku menanggapi kehamilan dan kelahira.Sebagian pandangan budaya
mengenai hal-hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan
masyarakat yang bersangkutan.Oleh karna itu, meskipun petugas kesehatan
mungkin menemukan suatu bentuk prilaku atau sikap yang terbukti kurang
menguntungkan bagi kesehatan,seringkali tidak mudah bagi mereka untuk
mengadakan perubahan terhadapnya,akibat telah tertanamnya keyakinan yang
melandasi sikap dan prilaku itu secara mendalam pada kebudayaan warga komuniti
tersebut.
Kajian antropologi mengenai kehamilan dan kelahiran bagi wanita dengan
segala konsekuensi baik dan buruknya terhadap kesehatan ini perlu dijadikan
bahan pertimbangan bagi para personil kesehatan di indonesia dalam upaya
meningkatkan keberhasilan pelayanan kesehatan yang mereka terapkan bagi
ibu.Khususnya,pemahaman yang menyeluruh dan utuh terhadap berbagai
pandangan,sikap dan prilaku kehamilan dan kelahiran dalam konteks budaya
masyarakat yang bersangkutan,sangat diperlukan bagi pembentukan strategi-
strategi yang lebih tepat dalam melakukan perubahan yang diinginkan.
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat
khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru
lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi
yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya. Agar bidan
dapat menjalankan praktik atau pelayanan kebidanan dengan baik, hendaknya
bidan melakukan beberapa pendekatan misalnya pendekatan melalui kesenian
tradisional.
B. Saran

a)      Saat ibu sedang hamil muda ( 1 sampai 3 bulan ) tidak melakukan pekerjaan
yang berat karena dapat menyebabkan keguguran pada janin .
b)      Selalu mengkonsumsi makan yang banyak mengandung vitamin A , D , E , K.
c)      Selalu rutin  untuk memeriksakan kandungan kepada tim medis ( dokter
kandungan atau bidan ) .
d)     Bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat wilayah kerjanya, yang
meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

 http://kti-akbid.blogspot.com/2011/03/makalah-aspek-sosial-budaya-yang.html
online 3/03/201 1
 http://siwisan.wordpress.com/2010/09/28/kesehatan-ibu-dan-anak-persepsi-
budaya-dan-dampak-kesehatannya/ online 23/03/2011
 http://shidiqwidiyanto.wordpress.com/2009/04/03/aspek-budaya-tentang-
kesehatan-dan-penyakit/online 23/03/2011
 F.Swasono,Meutia.(1998).Kehamilan,Kelahiran, Perawatan Ibu Dan Bayi Dalam
konteks Budaya. Jakarta:Salemba 4.

Anda mungkin juga menyukai