Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN (KDK I)

TENTANG ASPEK BUDAYA DI PULAU JAWA


BERHUBUNGAN DENGAN
KESEHATAN IBU

Dosen : Ibu Fransiska TDI, S. Kep, Ns, M. Kes

Di Susun Oleh :

NAMA : ALDIN
NIM : P201902026
KELAS : T3

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena

berkat limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan tugas Konsep Dasar Keperawatan (KDK I) ini dengan judul “Aspek

Budaya Di Pulau Jawa Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penulisan banyak

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu penulis dengan tulus dan ikhlas dan rasa hormat mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Fransiska TDI, S. Kep, Ns, M. Kes

selaku Dosen Mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatan (KDK I) yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada kami dalam

menyempurnakan tugas ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan

penulisan Tugas ini. Oleh karena itu demi kesempurnaan, kami mengharapkan

segala kritik dan saran dari semua pihak, untuk menyempurnakannya.

Kendari, 26 Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3

C. Tujuan ................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Penegertian Kebudayaan ................................................................... 4

B. Kebudayaan Yang Berhubungan

Dengan Kesehatan Ibu ....................................................................... 4

C. Cara Mengubah Kebudayaan

Yang Mempengaruhi Kesehatan ....................................................... 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 19

B. Saran .................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan Ibu

dan Anak (KIA) adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi

pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan

reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat.

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia selalu menjadi masalah

pelik yang tak kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik,

hukum dan budaya yang kondusif. Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir

di Indonesia sama sekali belum bisa dikatakan menggembirakan.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2002/2003 angka kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka

307 per 100 ribu kelahiran. Tingginya angka kematian ibu dan bayi sebesar

307 per 100 ribu kelahiran hidup, menjadi salah satu indikatornya buruknya

pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kendati berbagai upaya perbaikan serta

penanganan telah dilakukan, namun disadari masih diperlukan berbagai

dukungan.

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran.

Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah pendarahan dan eklampsia.

Kedua sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal

1
care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun

yang melakukan ANC minimal satu kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi

menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga

kesehatan.Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih tetap

rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi.Usia

kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data

Survei Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median

kehamilan pertama di Indonesia adalah 18 tahun.SDKI 1997 melaporkan

57,4% Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat kontrasepsi dan

sebanyak 9,21% PUS sebenarnya tidak ingin mempunyai anak atau menunda

kehamilannya, tetapi tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Krisis

ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 menjadi sebab utama

menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan kontrasepsi.

Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses

reproduktif per 100.000 kelahiran hidup.Kematian ibu adalah kematian

perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak

terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat

persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau

pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan,

terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).

Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan

dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian

dengan angka fertilitas umum.

2
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu

yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah

melahirkan pada daerah dan tahun tertentu.

Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun

tertentu,didaerahtertentu. Konstanta = 1000 bayi lahir hidup.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada ibu

hamil, nifas dan bersalin ?

2. Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi presepsi kebudayaan yang

berhubungan dengan kesehatan ibu dimasyarakat ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui kebudayaaan yang ada pada masyarakat mengenai

kesehatan ibu dan cara menanggulangi masalah tersebut

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan atau yang disebut peradapan ; adalah pemahaman yang

meliputi : pengetahuan, kepercayaan , seni, moral, hukum, adat istiadat yang

diperoleh dari anggota masyarakat ( Taylor 1997 )

Pendapat umum sesuatu yang baik dan berharga dalam kehidupan

masyarakat. ( Bakker 1984 ).

Pola tingkah laku mantap : pikiran, perasaan, dan reaksi yang

diperoleh dan terutama diwujudkan oleh simbul-simbul pada pencapaian

tersendiri dari kelompok manusia yang bersifat universal ( Kroeber &

klukhon 1950 ).

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budayah“ / “bodhi“ yang

berarti budi akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal. Budaya

dapat dipisahkan sebagai kata majemuk Budi & Daya yang berupa : cipta,

rasa, karsa, karya (kuncoroningrat 1980 ).

B. Kebudayaan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu

Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan

kesehatan di Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-

masalah kesehatan ibu dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut

lebih menitik beratkan pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan

anak, angka kelahiran kasar dan angka kematian ibu. Hal ini terbukti dari

hasil-hasil survei yang menunjukkan penurunan angka kematian bayi dan

4
anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya dengan angka

kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan

penurunan yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR sebesar 400-

450 per 100.000 persalinan.

Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga

menyangkut angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu

seperti ISPA, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak acap

kali berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang

diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat

membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.

Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak

sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan

di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor

kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai

berbagai pantangan, hubungan sebab akibat antara makanan dan kondisi

sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik

positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan,

misalnya, fakta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana

peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah

mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak

yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap

beberapa makanan tertentu.

5
Membicarakan mengenai mitos dan fakta seputar kehamilan maupun

kelahiran memang tidak akan pernah ada habisnya. Mitos telah menjadi adat

istiadat yang bersifat turun temurun dari orang tua kita terdahulu, menjadi

suatu hal yang biasa dan sangat mereka yakini.

Tidak sedikit mitos yang hanya tinggal mitos, bahkan tidak layak

untuk sekedar diyakini. Namun ternyata banyak pula mitos yang dapat

dinalar, diterima oleh akal dan ternyata ada faktanya. Sehingga tidak ada

salahnya apabila sekali waktu kita mengulas soal mitos-mitos yang banyak

ditemui di masyarakat sekaligus mengetahui faktanya!

Berikut kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada ibu

hamil, nifas dan bersalin :

1. Kebudayaan bagi wanita hamil :

Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik

beratkan perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan

menganggap peristiwa itu sebagai tahapan-tahapan kehidupan yang harus

dijalani didunia. Masa kehamilan dan kelahiran dianggap masa krisis yang

berbahaya, baik bagi janin atau bayi maupun bagi ibunya karna itu sejak

kehamilan sampai kelahiran para kerabat dan handai-tolan mengadakan

serangkaian upacara bagi wanita hamil dengan tujuan mencari

keselamatan bagi diri wanita itu serta bayinya, saat berada di dalam

kandungan hingga saat lahir.

Orang jawa adalah salah satu contoh dari masyarakat yang sering

menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari pertistiwa

6
kehamilan, sehingga di dalam adat-istiadat mereka terdapat berbagai

upacara adat yang cukup rinci untuk menyambut kelahiran bayi. Biasanya

upacara dimulai sejak usia ketujuh bulan kandungan ibu sampai pada saat

kelahirannya, walaupun ada pula sebagian kecil warga masyarakat yang

telah melakukannya sejak janin di kandungan ibu berusia tiga bulan.

Upacara-upacara adat jawa yang bertujuan mengupayakan keselamatan

bagi janin dalam prosesnya menjadi bayi hingga saat kelahirannya itu

adalah upacara mitoni, procotan dan brokohan.

Sebagian masyarakat jawa juga percaya bahwa bayi yang lahir

pada usia tujuh bulan mempunyai peluang untuk hidup, bahkan lebih kuat

daripada bayi yang lahir pada usia kehamilan delapan bulan, walupun

kelahiran itu masih prematur. Kepercayaan ini tampak terdapat pula pada

sejumlah suku bangsa di indonesia dan malaysia (ladderman 1987:86).

Karna itu orang jawa menganggap usia tujuh bulan kandungan sebagai

saat yang penting, sehingga perlu dilakukan upacara yang disebut mitoni

untuk menyambutnya dan menangkal bahaya yang mungkin timbul pada

masa itu. Upacara mitoni yang umumnya hanya dilakukan pada kehamilan

pertama dari seorang wanita, sebenarnya dapat pula berfungsi untuk

memberikan ketenangan jiwa bagi calon ibu yang belum pernah

mengalami peristiwa melahirkan.

Upacara mitoni dilakukan dengan cara memandikan sang calon ibu

dengan air bunga, yang biasanya dilakukan oleh orangtua pasangan suami-

istri yang sedang menantikan bayinya, ditambah sejumlah kerabat sepupuh

7
terdekat atau sepupuh yang dihormati. Selanjutnya diadakan upacara

memecah buah kelapa bergambar wayang dengan tokoh dewa kamajaya

dan dewi ratih oleh sang calon ayah, yang sebelumnya dimasukan ke

dalam sarung yang dikenakan oleh si calon ibu ketika dimandikan, mulai

dari ujung sarung pada batas menyentuh tanah. Namun sebelum

menyentuh tanah, sang calon ayah harus bisa menagkap buah kelapa itu

pada ujung sarung dekat kaki istrinya. Upacara ini dimaksudkan agar

kelak proses kelahiran bayi dapat berjalan lancar dan bayi yang akan lahir

tampan atau cantik seperti dewa dan dewi tersebut. Rangkain upacara

mitoni pada dasarnya melambangkan harapan baik bagi sang bayi, yakni

harapan agar ia sempurna dan utuh fisiknya, tampan atau cantik wajahnya,

dan selamat serta lancar kelahirannya.

Upacara procotan dilakukan dengan membuat sajian jenang procot

yakni bubur putih yang dicampur dengan irisan ubi. Upacara procotan

khusus bertujuan agar sang bayi mudah lahir dari rahim ibunya.

Brokohan adalah upacara sesudah lahirnya bayi dengan selamat

dengan membuat sajian nasi urap dan telur rebus yang diedarkan pada

sanak keluarga untuk memberitahukan kelahiran sang bayi. Pusat

perhatian orang jawa mengenai pelaksanaan upacara pada masa kehamilan

dan kelahiran terletak pada unsur tecapainya keselamatan, yang dilandasi

atas keyakinan mengenai krisis kehidupan yang mengandung bahaya dan

harus ditangkal, serta harapan akan kebaikan bagi janin dan ibunya. Maka

8
upacara kelahiran seringkali tidak dilaksanakan dalam bentuk kenduri

besar dengan mengundang banyak handai-taulani.

Selain di jawa di Setiap daerah juga mempunyai kebudayaan yang

berbeda-beda dikalangan masyarakat terhadap kesehatan ibu. Berikut

budaya yang ada di beberapa daerah terhadap kesehatan ibu hamil :

1. Jawa Tengah :

Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit

persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan

perdarahan yang banyak.

2. Jawa Barat :

Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus

mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah

dilahirkan.

3. Masyarakat Betawi :

Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting

karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.

4. Daerah Subang :

Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar

karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit

persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi

yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi

daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan

buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita

9
hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama

masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,1993).

2. Kebudayaan ibu bersalin

Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa

melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan

kebudayaan ibu bersalin yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan

modern. Beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat pada ibu bersalin :

a. Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.

Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa

kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa

disebut Labisia pumila ini, berdasarkan kajian atas obat-obatan

tradisional di Sabah, Malaysia, tahun 1998, dikatakan mengandung

hormon oksitosin yang dapat membantu menimbulkan kontraksi. Tapi,

apa kandungan dan seberapa takarannya belum diteliti secara medis.

Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya.

Karena, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah

mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim

sudah lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika

letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum

rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum

ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa

janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak

mau, akhirnya dilakukan jalan operasi.

10
b. Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang

persalinan, akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi

lebih mudah keluar. Ini tak benar! Keluarnya cairan keputihan pada usia

hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna.

Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar

lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang

selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang membuat persalinan

lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah mengapa, bila air

ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.

c. Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.

Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun

dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam

melancarkan persalinan. Mungkin secara psikologis, ibu hamil

menyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat

memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan psikologisnya,

d. Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.

Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya

cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan

overweight. Bukankah madu termasuk karbonhidrat yang paling tinggi

kalorinya? Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang.

Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan.

Demikian juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu matang

11
maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan. Hal ini disebabkan karena

telur banyak mengandung protein yang dapat menambah kalori tubuh.

e. Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan.

Ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran.

Duren mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta

aneka masakan yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah

nanas juga, karena bisa mengakibatkan keguguran.

f. Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit

persalinan.

Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu

yang pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal

empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus

diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan

persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi sesuatu dapat ditangani

segera.

3. Kebudayaan ibu nifas.

Macam-macam mitos yang ada pada msyarakat mengenai ibu nifas

diantaranya :

a. Tidak boleh bersenggama

Dari sisi medis, jelas dr. Chairulsjah Sjahruddin, SpOG, MARS,

sanggama memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan.

Alasannya, aktivitas yang satu ini akan menghambat proses

penyembuh- an jalan lahir maupun involusi rahim, yakni mengecilnya

12
rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula. Selain karena fungsi

hormonal tubuh yang bersang- kutan belum kembali aktif bekerja.

Kalau sanggama dipaksakan terjadi dalam tenggang waktu itu,

kemungkinan yang terjadi bisa macam-macam. Di antaranya infeksi

atau malah perdarahan. Sebabnya, mukosa jalan lahir setelah

persalinan sangat peka akibat banyaknya vaskularisasi/aliran darah,

hingga terjadilah perlunakan mukosa jalan lahir. Dengan berjalannya

waktu, vaskularisasi ini kian berkurang dan baru akan normal kembali

3 bulan setelah bersalin. Belum lagi libido yang mungkin memang

belum muncul ataupun pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran

akan robeknya jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi.

b. Kaki harus lurus

Menurut Koesmariyah, baik saat berjalan maupun berbaring, kaki

harus lurus. Dalam arti, kaki kanan dan kiri enggak boleh saling

tumpang tindih ataupun ditekuk. Selain agar jahitan akibat robekan di

vagina tak melebar ke mana-mana, juga dimaksudkan supaya aliran

darah tetap lancar alias tak terhambat. Secara medis, posisi kaki yang

lurus memang lebih menguntungkan karena membuat aliran darah jadi

lancar. Sedangkan mobilisasi secara umum, pada dasarnya boleh dan

malah harus dilakukan. Makin cepat dilakukan kian menguntungkan

pula. Dengan catatan, kondisi si ibu dalam keadaan baik, semisal tak

mengalami perdarahan atau kelainan apa pun saat melahirkan. Selain

patokan bahwa dalam 8 jam pertama setelah melahirkan ia sudah bisa

13
BAK dan BAB serta selera makannya bagus. Begitu juga tensi, denyut

nadi, dan suhu tubuhnya dalam batas normal. Soalnya, jika tak bisa

BAK dan BAB berarti ada sesuatu yang enggak beres yang akan

berpengaruh pada kontraksi dan proses involusi (pengecilan kembali)

rahim.

c. Tidak boleh tidur siang

Pantangan yang satu ini kedengarannya keterlaluan. Bayangkan,

meski ngantuk setengah mati lantaran sering terbangun malam hari

karena harus menyusui dan menggantikan popok si kecil, si ibu tak

boleh tidur siang. Menurut Chairulsjah, tidur berkepanjangan memang

mengundang proses recovery yang lebih lambat. "Makin lama

berbaring makin besar pula peluang terjadi tromboemboli atau

pengendapan elemen-elemen garam." Lalu bila si ibu bangun/berdiri

mendadak, endapan elemen tersebut dikhawatirkan lepas dari

perlekatannya di dinding pembuluh darah. Padahal akibatnya bisa

fatal, lo. Endapan-endapan tadi bisa masuk ke dalam pembuluh darah

lalu ikut aliran darah ke jantung, otak dan organ-organ penting lain

yang akan memunculkan stroke.

d. Tak boleh keramas

Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk

angin. Itu sebab, sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni

sekadar disiram dengan air dingin. Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini

agar darah putih bisa turun dan tak menempel di mata. Namun agar

14
tak bau apek dan tetap harum disarankan menggunakan ratus pewangi.

Tentu saja pantangan semacam itu untuk kondisi jaman sekarang

dirasa memberatkan. Terlebih untuk ibu-ibu yang harus sering

beraktivitas di luar rumah. Sedangkan mandi boleh-boleh saja asal

dilakukan jam 5 atau 6 untuk mandi pagi dan sebelum magrib untuk

mandi malam. Penggunaan air dingin, katanya, justru lebih baik

ketimbang air hangat karena bisa melancarkan produksi ASI.

e. Hindari makan jemek

Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang,

dan terung. Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan

bikin benyek organ vital kaum Hawa. Termasuk makanan bersantan

dan pedas karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa

berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur asin serta

makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa

menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat

disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan

lebih lambat.

Secara medis, menurut Chairulsjah, tak benar anggapan untuk

pantang pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena

tergolong sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk

memudahkan BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber

protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan

15
durian memang tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi,

selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan.

f. Tidak boleh berpergian

Kalau dipikir-pikir larangan ini, bertujuan supaya si ibu tak terlalu

letih beraktivitas. Kalau capek bisa-bisa ASI-nya berkurang. Kasihan

si kecil. Karena biasanya seumur ini sedang kuat-kuatnya menyusu.

Belum lagi kemungkinan si bayi rewel ditinggal ibunya terlalu lama.

Sementara kalau diajak pun masih kelewat kecil. Malah takut ada apa-

apa di jalan, terutama kalau menggunakan angkutan umum. Bepergian

pun membuat si ibu jadi tak tahan menghadapi aneka godaan untuk

menyantap segala jenis makanan yang dipantang.

C. Cara Mengubah Kebudayaan Yang Mempengaruhi Kesehatan

Untuk mengatasi masalah kebudayaan yang salah dan dapat

mempengaruhi tingkat fungsi kesehatan masyarakat adalah dengan

melakukan hal-hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Seperti

dengan cara memperbaiki 4 aspek utama kesehatan, yaitu genetik,

lingkungan, perilaku kebudayaan dan pelayanan kesehatan.

Kemudian seorang tenaga kesehatan perlu mempelajari sosial-budaya

masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur

pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan

nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

wilayah tersebut.

16
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat tenaga

kesehatan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada

masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara

kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya : Dengan Kesenian

wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang

ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

Melihat kondisi kesehatan dan kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan, maka perlu peran aktif semua pihak dalam mengatasi masalah

kesehatan masyarakat. Penyedia layanan kesehatan, masyarakat, pemerintah

dan perusahaan perlu menjabarkan peta jalan pengembangan kesehatan

masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan. Dibutuhkan kerjasama dalam

merumuskan dan mengembangkan program kesehatan masyarakat sesuai

karakteristik daerah setempat sehingga tahap perubahan menuju masyarakat

sehat dalam pengelolaan kesehatan masyarakat menjadi bagian kesadaran

dan pengetahuan masyarakat dan pada akhirnya memiliki self belonging

bahwa kesehatan merupakan milik dan tanggung jawab bersama.

Selain itu, pola penyegaran, pembinaan, pemberdayaan dan penguatan

jaringan organisasi Puskesmas, Poskesdes, Posyandu, UKS/UKGS dan PMR

sangatlah penting didalam mengembangkan sistem kesehatan masyarakat

dengan tujuan menuju masyarakat sehat dan sejalan dengan melibatkan

masyarakat semaksimal mungkin. Dengan partisipasi semaksimal mungkin

dari organisasi aktif yang berada di masyarakat seperti Kader Posyandu,

17
PKK, Taruna Karya, Pramuka, Sarjana Penggerak Pedesaan dan organisasi

lainnya serta didukung oleh MUSPIDA setempat.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk mencapai status kesehatan yang baik, baik fisik, mental

maupun kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu

mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan, dan mengubah

atau mengantisipasi keadaan lingkungan agar menjadi lebih baik. Kesehatan,

sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup.

Kesehatan merupakan konsep yang positif yang menekankan pada sumber-

sumber social, budaya dan personal.

B. Saran

Penyusun berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah

ini. Para pembaca khususnya para mahasiswa keperawatan dapat

mengaplikasikanya nanti. dapat mengetahui bagaimana system kebudayaan di

suatu daerah yang mempengaruhi fungsi kesehatan dan bagaimana peran kita

sebagai tenaga kesehatan merubah atau megatasi konsep budaya tersebut

dengan baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://siwisan.wordpress.com/2010/09/28/kesehatan-ibu-dan-anak-persepsi-

budaya-dan-dampak-kesehatannya/ di akses 26/10/2019

http://shidiqwidiyanto.wordpress.com/2009/04/03/aspek-budaya-tentang-

kesehatan-dan-penyakit/di akses 26/10/2019

https://www.scribd.com/doc/145406677/Makalah-Aspek-Sosial-Budaya-Yang-

Mempengaruhi-Kesehatan-Dalam-Masyarakat#/ di akses 26/10/2019

https://www.scribd.com/doc/244723115/PENGARUH-SOSIAL-BUDAYA-

MASYARAKAT-TERHADAP-KESEHATAN/ di akses 26/10/2019

20

Anda mungkin juga menyukai