Anda di halaman 1dari 14

PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL YANG

BERFOKUS PADA KELUARGA BERENCANA DAN


KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Mata Kuliah : KIE Berbasis Teknologi
Dosen pengampu : Tetti Surianti, S.Keb.,SKM.,M.Kes.

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

ANDI DEBI PUTRI HERANI (230401002)


NUR ALIFA RADIATUL JANNAH (230401011)
NURFADILLAH AZIS (2304011013)
FADIAH EKA PRATIWI (230401007)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG
SENGKANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga Makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah KIE BERBASIS TEKNOLOGI. Dalam penyelesaian Makalah ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Tetti Surianti, S.Keb., SKM., M.Kes. yang telah memberikan


dukungan secara penuh terhadap Mahasiswa dalam rangka
mengembangkan metode pembelajaran.
2. Mahasiswa Universitas Puangrimaggalatung Prodi D3 Kebidanan yang
telah mendukung terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.

Sengkang, 24 Februari 2024

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial.............................3
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi .................3
C. Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Keluarga Berencana ..............4
D. Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Remaja ..................................6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan Reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak
diangkatnya materi tersebut dalam Konperensi Internasional tentang
Kependidikan dan Pembangunan (International Conference on Population
and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Sekitar 180
negara berpartisipasi dalam Konferensi tersebut. Hal penting dalam
Konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan pradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga bencana menjadi
pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi. Perubahan paradigma
ini menempatkan manusia menjadi subyek, berbda dari sebelumnya yang
menempatkan manusia sebagai obyek.
Dengan demikian, upaya pengendalian penduduk perlu
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi pria
dan wanita sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksi.
Terkandung juga didalamnya isu kesetaraan jender, martabat dan
pemberdayaan wanita, serta tanggung jawab pria dalam kaitannya dengan
kesehatan reproduksi. Dengan pendekatan ini diharapkan bahwa dalam
menjaga kestabilan pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan serta hak
reproduksi pria dan wanita sepanjang siklus kehidupan mendapat perhatian
khusus. Kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai secara lebih
baik bila kebutuhan kesehatan reproduksi terpenuhi dan hak reproduksi
dihargai.
ICPD tahun 1994 tersebut bertegas dalam Konferensi Sedunia IV tentang
Wanita pada tahun 1995 di Beijing, Cina, ICPD + 5, di Haque, pada tahun
1999, dan Beijing + 5, di New York, pada tahun 2000. Di tingkat
internasional tersebut telah disepakati definisi kesehatan reproduksi adalah
suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-
mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan

1
dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Karenanya setiap
individu mempunyai hak untuk mengatur jumlah keluarganya, kapan
mempunyai anak, dan memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-
cara kontrasepsi, sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain
itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti
pelayanan atenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi bayi baru lahir,
kesehatan remaja dan lain-lain, perlu dijamin.
Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) dibutuhkan pelayanan kesehatan yang berkuwalitas,
khusunya dalam kesehatan reproduksi. Sebagai tenaga kesehatan yang
memiliki posisi strategis bidan harus mempunyai kompetensi dalam hal
kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.

B. RUMUSAN MASALAH
1 Apakah definisi dari pelayanan kesehatan reproduksi esensial ?
2 Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi ?
3 Bagaiamana pelayanan kesehatan reproduksi pada keluarga
berencana ?
4 Bagaimana pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja ?
C. TUJUAN
1 Mengetahui definisi pelayanan kesehatan reproduksi esensial.
2 Mengetahui faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi.
3 Mengetahui pelayanan kesehatan reproduksi pada keluarga
berencana.
4 Mengetahui pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) adalah bentuk


pelayanan kesehatan reproduksi yang terintegrasi dari 4 komponen, yang
terdiri dari KIA, KB, KRR, dan pencegahan dan penanggulangan Infeksi
Menular Seksual (IMS)-HIV. Komponan KB berhubungan dengan
pengendalian populasi yang difokuskan pada sasaran dengan kondisi 4
terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak), sehingga
komponen ini dapat menunjang upaya penurunan angka kesakitan dan
kematian. Penurunan angka kesakitan dan kematian akan memengaruhi
kondisi KIA. Sejalan dengan komponen KB, komponen KIA memberikan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan berkualitas. Komponen KB
juga dapat dikaitkan dengan komponen KRR dan komponen pencegahan
dan penanggulangan IMS sehingga dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan kedua komponen ini dapat dilakukan beriringan atau bersamaan,
dengan fokus pada remaja, baik laki-laki maupun perempuan.

B. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


REPRODUKSI

Banyak faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan reproduksi. Faktor-


faktor tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat
golongan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi,
(Sebagariang, 2010),yaitu:

1. Faktor Demografis - Ekonomi Faktor ekonomi dapat memengaruhi


Kesehatan Reproduksi yaitu kemiskinan, tingkat pendidikan yang
rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses
reproduksi, usia pertama melakukan hubungan seksual, usia pertama
menikah, usia pertama hamil. Sedangkan faktor demografi yang dapat

3
memengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah akses terhadap pelayanan
kesehatan, rasio remaja tidak sekolah , lokasi/tempat tinggal yang
terpencil.
2. Faktor Budaya dan Lingkungan Faktor budaya dan lingkungan yang
memengaruhi praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan
remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, pandangan
agama, status perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat
tinggal dan cara bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak
dan tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau
komitmen politik. (Surya, 2011).
C. PELAYAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL PADA
KELUARGA BERENCANA

Program Keluarga berencana (KB) di Indonesia termasuk yang


dianggap berhasil di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari
kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai akibat
dari penurunan angka kesuburan total (total fertility rate, TFR). Menurut
SDKI, TFR pada kurun waktu 1967-1970 menurun dari5,6 menjadi
hamper setengahnya dalam 25 tahun, yaitu 2.8 pada periode 1995-1997.

Cakupan pelayanan KB (contraceptive prevalence rate, CPR) pada


tahun 1987 adalah 48%, yang meningkat menjadi 57% pada tahun 1997.
dari proporsi tersebut 95% menggunakan cara kontrasepsi modern, yang
terdiri dari suntikan KB 21%, pil 15%, IUD 8%, implant 6%, tubektomi
3%, vasektomi 0.1% dan kondom 1%.Dari data ini terlihat bahwa
partisipasi pria dalam berKB masih sangat rendah, yaitu kurang dari 2%.
Besarnya proporsi peserta KB yang menggunakan suntikan dan KB pada
masyarakat yang tingkat sosioekonominya belum memadai memberikan
risiko drop out KB yang cukup berarti.

4
Proporsi drop out peserta KB (discontinuation rate) menurut SDKI
1997 adalah 24%. Alasan penghentian antara lain adalah 10% karna efek
samping/alas an kesehatan, 6% karena ingin hamil dan 3% karena
kegagalan. Data SDKI 1997 menunjukan pula bahwa perempuan berstatus
kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran
berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi (unmet need) masih
cukup tinggi yaitu 9%, yang terdiri dari 4% berkeinginan memjarangkan
kelahiran dan 5% ingin membatasi kelahiran.

Angka ini sudah menurun dibandingkan dengan tahun 1994 sebesar


11% dan pada tahun 1991 sebesar 13%. Penyebab masih tingginya angka
ini, antara lain kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed
opportunity pelayanan KB pada pasca-persalinan. Namun, seperti
dikemukakan di atas, sekitar 65% ibu hamil mempuinyai satu atau lebih
keadaan “ 4 terlalu” terlalu Muda, tua, serieg dan banyak). Hal ini
menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu
dihindari, walaupunangka unmet need hanya 9%, yang juga
sekaligusmenunjukkan bahwa kesadaran berKB pada pasangan yang
paling membutuhkan pelayanan KB (karena umur istri terlalu muda/tua,
masih mempunyai anak kurang dari 2 tahun, atau mempunyai anak lebih
dari 3) belum mantap.

 Komponen Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial pada Keluarga


Berencana

Sekitar 57% pasangan usia subur (PUS) telah berKB, yaitu 36%
menggunakan metode suntikan (21%) dan pil (15%), yang memberikan
tingkat drop out tertinggi. IUD yang tingkat drop outnya lebih rendah,
penggunaannya hanya 8%, sedangkan implant –yang dalam masa krisis
ekonomi dirasakan terlalu mahal – 6%. Tingkat drop out keseluruhan
mencapai 24%.

5
Partisipasi pria dalam berKB sangat rendah (kurang dari 2%). Hal ini
lebih nyata dari perbandingan antara MOP dan MOW (0,1 dan 3%),
karena MOP jauh lebih mudah dilaksanakan dan lebih kecil risikonya
dibandingkan MOW .

Dari gambaran ini tampak bahwa perempuan mendapat beban


tambahan untuk pengaturan fertilitasnya, di samping beban yang menjadi
kodrat kewanitaannya seperti haid, hamil, m4elahirkan dan menyusui.
Seperti dikemukakan di atas, sekitar 65% kehamilan disertai satu atau
leHih keadaa “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering, dan banyak). Hal ini
menunjukan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu
dihindari, walaupun angka unmet Need hanya 9%, yang juga sekaligus
menunjukan bahwa kesadaran berKB pada pasangan yang paling
membutuhkan KB pada pasangan yang paling membutuhkan KB belum
cukup mantap. Akibatnya, masih banyak ditemukan kehamilan yang tidak
diinginkan dan mengarah kepada tindakan aborsi yang tidak aman.

D. PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL PADA


REMAJA
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik,
juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan
ekonomi dan kesejahteraan social dalam jangka panjang. Dampak jangka
panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri,
tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi


yang tidak aman dan komplikasinya,
2. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan
dan kematian ibu dan bayi,
3. Masalah PMS, termasuk infeksi HIV/AIDS

6
4. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual
dan transaksi seks komersial.

Kehamilan remaja kuran dari 20 tahun memberi resiko kematian ibu


dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada ibu berusia 20-
35 tahun. Beberapa penelitian dalam skala kecil tentang remaja
memberikan gambaran tentang prilaku reproduksi kelompok populasi
berumur 10-19 tahun yag belum menikah. Pusat PenelitianKesehatan UI
mengadakan penelitian di Manado dan Bitung (1997), dan menunjukan
bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU
putera pernah melakukan hubungan seksual. Survei Depkes (1995/1996)
pada remaja usia 13-19 tahun di Jawa Barat (1189) dan di Bali (922)
mendapatkan 7% dan 5% remaja puteri di Jawa Barat dan Bali mengakui
pernah terlambat haid atau hamil.

Di Yogyakarya, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981


pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan
tidak dikehendaki dan telah melakukan hubungan seksual tindakan
pengangguran disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya
berusia dibawah 22 tahun. Dari data PKBI Sumbar tahun 1997 ditemukan
bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum mengakui
kebanyakan melakukannya melakukannya pertama kali pada usia antara
15-18 tahun.

Keadaan di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa derajat kesehatan


fisik remaja belum optimal. Sekitar 35% remaja puteri menderita anemia
dan sebagian diantaranya juga menderita kurang energi kronis (KEK). Hal
ini menunjukan ketidaksiapan remaja puteri secara fisik untuk menghadapi
kehamilan di kemudian hari.

Keadaan merisaukan lainnya yang sulit dipisahkan dari kesehatan


reproduksi remaja adalah meningkatnya masalah ketergantungan napza
(narkotika, psikhotropika dan zat adiktif lainnya, termasuk merokok) pada

7
remaja. Ketergantungan napza ini sering diikuti dengan hubungan seksual
diluar nikah, dengan berganti-ganti pasangan, sehingga meningkatkan
resiko penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, sementara pemakaian alat
suntik secara bergantian juga menimbulkan risiko tersebut.

Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini


belum memadai, dan kebanyakan baru ditangani oleh lembaga Swadaya
masyarakat di kota-kota besar. Fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan
dasar belum banyak menyediakan pelayanan tersebut, sehingga remaja
belum mendapat bekal pengetahuanyang cukup untuk menjalani perilaku
reproduksi sehat. Mereka belum sepenuhnya mengetahui cara melakukan
kegiatan promotif dan preventif dalam kesehatan reproduksi remaja.

 Komponen Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial pada Remaja

Karakteristik remaja antara laindilatarbelakangi oleh kenyataan


sebagai berikut:

1. Masa remaja merupakan masa yang penuh pencarian identitas


dalam proses menuju kedewasaan.
2. Terjadi berbagai perubahan fisik dan psikis, yang sering
membingungkan remaja.
3. Keinginan untuk diakui sebagai bagian dari kelompoknya.
4. Lebih mudah berkomunikasi dengan sebayanya atau pihak yang
dapat memahami kebutuhan remaja.
5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja relative rendah,
namun klejadian KEK dan anemia relative masih tinggi, yaitu
sekitar 25% dan 35%, yang mrnggambarkan ketidaksiapan remaja
puteri secara fisik untuk menghadapi kehamilan dikemudian hari.

Masalah pokok kesehatan reproduksi remaja dapat dikelompokan


sebagai berikut:

1. Kehamilan dan persalinan usia muda dengan segala akibatnya,

8
2. Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada
aborsi yang tidak aman dan komplikasinya,
3. Penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, yang sering terkait dengan
ketergantungan napza dan hubungan seksual bebas,
4. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan
seksual dan transaksi seks komersial.

Dalam menangani masalah kesehatan reproduksi remaja, tak dapat


dipisahkan dari penanganan kesehatan remja segara utuh, karena masalah-
masalah diatas biasanya diawali oleh sikap dan perilaku yang tidak sehat.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) adalah bentuk


pelayanan kesehatan reproduksi yang terintegrasi dari 4 komponen, yang terdiri
dari KIA, KB, KRR, dan pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular
Seksual (IMS)-HIV.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, apabila terdapat kekurangan dalam makalah
ini, penulis harapkan agar pembaca mencari solusi dari kekurangan makalah ini
dengan menambahkan referensi bacaan dari yang lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B. et al. (2014) Buku panduan praktis Pelayanan kontrasepsi. Edisi ke


3. Jakarta: PT Bina Pusaka Sarwono Prawirohardjo.

Andi Mappiare, A. T. (1992). Pengantar konseling dan psikoterapi. Rajawali


Pers.

Andrews, G. (2009). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (2015) Keluarga Berencana


dan Kontrasepsi. Cetakan Ke-5. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2021) Indikator SGDs. Available


at: https://sdgs.bappenas.go.id/dashboard/.

Bajari, A., et.al. (2019). Komunikasi Kesehatan di Indonesia. Yogyakarta:


Buku Litera Yogyakarta.

BKKBN, (2020). bn466-2020. [Online] Available at: www.peraturan.go.id


[Diakses 24 Februari 2024].

Bretz, R., & Schmidbauer, M. (1983). Media for interactive communication.


Sage Publications.

Burks, H. M., & Stefflre, B. (1979). Theories of counseling. McGraw-Hill


Companies.

De Keijzer, B. (1998). Paternidad y transición de género. Population Council.

Departemenperkesling.fk@ugm.ac.id contoh PROMKES secara blended


learning - Penelusuran Google.

11

Anda mungkin juga menyukai