DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga Makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana.
Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah KIE BERBASIS TEKNOLOGI. Dalam penyelesaian Makalah ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan
terima kasih kepada :
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial.............................3
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi .................3
C. Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Keluarga Berencana ..............4
D. Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Remaja ..................................6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan Reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak
diangkatnya materi tersebut dalam Konperensi Internasional tentang
Kependidikan dan Pembangunan (International Conference on Population
and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Sekitar 180
negara berpartisipasi dalam Konferensi tersebut. Hal penting dalam
Konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan pradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga bencana menjadi
pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi. Perubahan paradigma
ini menempatkan manusia menjadi subyek, berbda dari sebelumnya yang
menempatkan manusia sebagai obyek.
Dengan demikian, upaya pengendalian penduduk perlu
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi pria
dan wanita sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksi.
Terkandung juga didalamnya isu kesetaraan jender, martabat dan
pemberdayaan wanita, serta tanggung jawab pria dalam kaitannya dengan
kesehatan reproduksi. Dengan pendekatan ini diharapkan bahwa dalam
menjaga kestabilan pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan serta hak
reproduksi pria dan wanita sepanjang siklus kehidupan mendapat perhatian
khusus. Kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai secara lebih
baik bila kebutuhan kesehatan reproduksi terpenuhi dan hak reproduksi
dihargai.
ICPD tahun 1994 tersebut bertegas dalam Konferensi Sedunia IV tentang
Wanita pada tahun 1995 di Beijing, Cina, ICPD + 5, di Haque, pada tahun
1999, dan Beijing + 5, di New York, pada tahun 2000. Di tingkat
internasional tersebut telah disepakati definisi kesehatan reproduksi adalah
suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-
mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan
1
dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Karenanya setiap
individu mempunyai hak untuk mengatur jumlah keluarganya, kapan
mempunyai anak, dan memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-
cara kontrasepsi, sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain
itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti
pelayanan atenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi bayi baru lahir,
kesehatan remaja dan lain-lain, perlu dijamin.
Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) dibutuhkan pelayanan kesehatan yang berkuwalitas,
khusunya dalam kesehatan reproduksi. Sebagai tenaga kesehatan yang
memiliki posisi strategis bidan harus mempunyai kompetensi dalam hal
kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.
B. RUMUSAN MASALAH
1 Apakah definisi dari pelayanan kesehatan reproduksi esensial ?
2 Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi ?
3 Bagaiamana pelayanan kesehatan reproduksi pada keluarga
berencana ?
4 Bagaimana pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja ?
C. TUJUAN
1 Mengetahui definisi pelayanan kesehatan reproduksi esensial.
2 Mengetahui faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi.
3 Mengetahui pelayanan kesehatan reproduksi pada keluarga
berencana.
4 Mengetahui pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah akses terhadap pelayanan
kesehatan, rasio remaja tidak sekolah , lokasi/tempat tinggal yang
terpencil.
2. Faktor Budaya dan Lingkungan Faktor budaya dan lingkungan yang
memengaruhi praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan
remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, pandangan
agama, status perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat
tinggal dan cara bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak
dan tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau
komitmen politik. (Surya, 2011).
C. PELAYAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL PADA
KELUARGA BERENCANA
4
Proporsi drop out peserta KB (discontinuation rate) menurut SDKI
1997 adalah 24%. Alasan penghentian antara lain adalah 10% karna efek
samping/alas an kesehatan, 6% karena ingin hamil dan 3% karena
kegagalan. Data SDKI 1997 menunjukan pula bahwa perempuan berstatus
kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran
berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi (unmet need) masih
cukup tinggi yaitu 9%, yang terdiri dari 4% berkeinginan memjarangkan
kelahiran dan 5% ingin membatasi kelahiran.
Sekitar 57% pasangan usia subur (PUS) telah berKB, yaitu 36%
menggunakan metode suntikan (21%) dan pil (15%), yang memberikan
tingkat drop out tertinggi. IUD yang tingkat drop outnya lebih rendah,
penggunaannya hanya 8%, sedangkan implant –yang dalam masa krisis
ekonomi dirasakan terlalu mahal – 6%. Tingkat drop out keseluruhan
mencapai 24%.
5
Partisipasi pria dalam berKB sangat rendah (kurang dari 2%). Hal ini
lebih nyata dari perbandingan antara MOP dan MOW (0,1 dan 3%),
karena MOP jauh lebih mudah dilaksanakan dan lebih kecil risikonya
dibandingkan MOW .
6
4. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual
dan transaksi seks komersial.
7
remaja. Ketergantungan napza ini sering diikuti dengan hubungan seksual
diluar nikah, dengan berganti-ganti pasangan, sehingga meningkatkan
resiko penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, sementara pemakaian alat
suntik secara bergantian juga menimbulkan risiko tersebut.
8
2. Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada
aborsi yang tidak aman dan komplikasinya,
3. Penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, yang sering terkait dengan
ketergantungan napza dan hubungan seksual bebas,
4. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan
seksual dan transaksi seks komersial.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, apabila terdapat kekurangan dalam makalah
ini, penulis harapkan agar pembaca mencari solusi dari kekurangan makalah ini
dengan menambahkan referensi bacaan dari yang lain.
10
DAFTAR PUSTAKA
11