Anda di halaman 1dari 147

MODUL AJAR

DASAR KESEHATAN REPRODUKSI DAN


KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)

Disusun oleh:
Frida Kasumawati, SKM., M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2019
MODUL PEMBELAJARAN

KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)

PENULIS:
Frida Kasumawati, SKM., M.Kes

ISBN :
978-623-91276-7-1 KDT BAR 2018

EDITOR:
Dr. H. M. Hasan SKM., M.Kes

PENYUNTING:
Frida Kasumawati, SKM., M.Kes
Bambang Suwisnu, S.IP

DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK:


Bambang Suwisnu, SIP

PENERBIT:
STIKes Kharisma Persada

REDAKSI:
Jl. Padjajaran Raya No.1 Pamulang
Tangerang Selatan
Telp 021-74716128
Fax. 021-7412566
Email: kesmas@masda.ac.id

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan bentuk dan dengan acara apapun tanpa ijin
tertulis dan penerbit

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan “Modul Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)”.
Modul KIA ini membahas tentang konsep reproduksi kesehatan wanita sepanjang daur
kehidupan meliputi sejarah, perkembangan wanita dalam aspek biologis, psikologis dan sosial
spiritual, kesehatan reproduksi dalam perspektif gender, permasalahan serta indikator status
kesehatan wanita.
Penyusunan Modul KIA ini telah mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan modul ini.
Akhir kata saya berharap semoga Modul KIA ini dapat memberikan manfaat dan
penjelasan secara detail terkait Mata Kuliah Kesehatan Ibu dan Anak.

Tangerang, Februari 2018

Frida Kasumawati, AM.Keb., SKM., M.Kes

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. i

Sejarah Kesehatan Reproduksi di Indonesia ............................................................................... 1


Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi ........................................................................................ 13
Konsep Gender dalam Kesehatan Reproduksi ........................................................................... 18
Isu gender dan penanganannya dalam kesehatan reproduksi .................................................... 26
Kesehatan wanita sepanjang siklus kehidupan Siklus kesehatan Wanita .................................. 35
Determinan AKI......................................................................................................................... 44
Perkembangan Program Keluarga Berencana ........................................................................... 52
Kesehatan Reproduksi Remaja .................................................................................................. 72
Kesehatan Reproduksi Lansia .................................................................................................... 76
Penyekit Menular Seksual (PMS) .............................................................................................. 80

Penyakit HIV/AIDS ................................................................................................................... 96


Indikator Kesehatan Wanita ...................................................................................................... 110
Upaya promotif dan preventif menurut Leavel dan Clark ........................................................ 138

3
1. Sejarah kesehatan reproduksi di Indonesia
1.1. Latar belakang
Indonesia dengan situasi geografisnya terdapat 1.300 pulau besar dan kecil, penyebaran
penduduk yang belum merata, tingkat social ekonomi dan pendidikan belum memadai, sehingga
menyebabkan kurang kemampuan dalam menjangkau tingkat kesehatan tertentu.
Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu yang
bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi
parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.Dengan demikian kesehatan alat reproduksi sangat erat dengan angka kematian ibu
(AKI) dan angka kematian anak (AKA).
Indonesia merupakan negara berkembang dan anggota ASEAN yang mempunyai angka
kematian ibu (AKI) tertinggi dari survei kesehatan rumah tangga ditemukan bahwa :
Indonesia 3,9/1.000 persalinan
Malaysia 0,7/1,000 persalinan
Filiphina 1,4/1.000 persalinan
Thailand 1/1.000 persalinan
Sedangkan angka kematian anak di Indonesia 70/1.000.Dengan demikian masalah ini
merupakan tantangan besar bagi upaya meningkatkan sumber daya manusia. Sebagai ketetapan
yang dimaksudkan dengan kesehatan reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk
memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilitas) dapat menjalani kehamilan
dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa risiko apapun atau well health mother
dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal. Dalam survei
yang dilakukan oleh WHO, menetapkan 5 jenis ketentuan sebagi kriterian klasifikasi wanita
yaitu: kesehatan, perkawinan, pendidikan, pekerjaan,dan persamaan.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa saja isu yang terdapat di dalam sejarah kesehatan reproduksi?
2. Kapan sejarah reproduksi mulai dikenal secara luas?
3. Apa saja yang perlu diketahui tentang hak-hak reproduksi?
4. Bagaimana ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi?

4
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah reproduksi yang terjadi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui hak-hak reproduksi baik pria maupun wanita/ keluarga berencana.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup masalah yang terjadi.

Definisi kesehatan reproduksi


Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata “produksi” yang
artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang
disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
1. Menurut WHO
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh
bukan hanya bebas dari penaykit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi, dan prosesnya.
2. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/ BKKBN (2001)
Definisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan
sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses
reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan.
3. Menurut ICPD kairo (1994)
Kesehatan reproduksi adalah hasil akhir keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental, dan
sosial dan tidak hanyak bebas dari penyakit dan kecacatan dalam segala hal yang terkait dengan
sistem, fungsi serta proses reproduksi.

Sejarah kesehatan reproduksi wanita di Indonesia


Sejarah perkembangan kesehatan reproduksi sudah mulai dirintis sejak terjadinya
peningkatan penduduk. Pertambahan penduduk yang semakin cepat dibanyak negara mulai
menimbulkan keprihatinan. Pada pertemuan PBB yang diadakan pada tahun 1965 dan 1995 hal
ini menjadi isu yang penting.
Pada tahun 1960 perkumpulan keluarga berencana Indonesia (PKBI) memperkenalkan
program keluarga berencana yang mendapatkan dukungan dari banyak negara, namun karena ada
efek sampingnya, maka pada tahun1975-1985 timbulah isu kependudukan.

5
Pada tahun 1975 dilangsungkan Konferensi Perempuan yang ke-1 yang mendiskusikan tentang
isu perempuan.Pada tahun 1980 dilangsungkan Konferensi Perempuan yang ke-2 yang masih
membahas isu perempuan dan belum mendiskusikan tentang gender.Pada tahun 1985 dalam
Konferensi ke-3 isu gender mulai dibahas.
Pada tahun 1990 an mulai muncul pandangan baru, mengenai seksualitas dan kesehatan
reproduksi perempuan dan Hak Asasi Manusia berdasarkan HAM. HAM ini ditandai dengan
terselenggaranya beberapa konferensi internasional yang membahas tersebut (Wallsam, 1997),
diantaranya :
• Konferensi Wina (1993)
Konfeensi Internasional tentang HAM di Wina tahun 1993 mendiskusikan tentang HAM
dalam perspektif gender serta isu-isu controversial mengenai hak hak reproduksi dan seksual.
Deklarasi dan Platfrom aksi Wina menyebutkan “Hak Asasi Manusia dan Anak Perempuan
adalah mutlak, terpadu dan merupakan bagian dari HAM (Wallstam,1997).
• ICPD kairo (1994)
Konferensi Internasional kependudukan dan pembangunan yang disponsori oleh PBB di
Kairo Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh 1.100 perwakilan lebih dari 180 Negara.
Konferensi tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan
seperti tercantum dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian
target populasi tertentu tetapi lebih ditujukan untuk menstabilkan pertumbuhan penduduk
yang berorientasi pada kepentingan pembangunan manusia. Pada program aksi ini
menyerukan agar setiap negara meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan hak-hak
individu khususnya bagi perempuan dan anak dan mengintegrasikan program KB didalam
agenda kesehatan perempuan yang lebih luas (Wallstam, 1997)
Bagian terpenting dari program tersebut adalah penyediaan pelayanan KR menyeluruh
yang memasukan KB. Pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman, pencegahan dan
pengobatan infeksi menular seksual/IMS, informasi dan konseling seksualitas serta pelayanan
kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan bentuk –bentuk kekerasan
terhadap perempuan seperti sunat perempuan dan bebagai bentuk kekerasan lainnya
(wallstam, 1997)

6
• Konferensi perempuan sedunia ke-4 di Beijing/ FWCW 1995
Deklarasi dan Flatform Aksi Beijing (Fourth World Conference on Women) 4-15
september 1995 yang diadopsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen
internasional terhadap tujuan kesehatan, pengenbangan dan perdamaian bagi seluruh
perempuan di dunia. Platform tersebut terdiri dari enam bab, mengidentifikasi 12 area kritis
kepedulian yang dianggap sebagai penghambat utama kemajuan kaum perempuan yaitu :
a. Kemiskinan. Jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak
dibandingkan laki-laki karna terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber
ekonomi. Misalnya lapangan pekerjaan, kepemilikan harta benda dan pelatihan serta
pelayanan masyarakat, misalnya kesehatan.
b. Pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan HAM dan sarana penting untuk
mencapai kesetaraan, pengembangan dan perdamaian. Namun anak perempuan masih
mengalami diskriminasi akses pandangan budaya, pemikiran dan kehamilan dini,
keterbatasan akses pendidikan dan materi pendidikan yang bias gender.
c. Kesehatan. Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan fisik dan emosi mereka.
Tercapainya standar kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan kesejahteraan
perempuan. Hal ini mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik di masyarakat
maupun dalam kehidupan pribadinya. Hak kesehatan perempuan harus terpenuhi secara
adil sepanjang siklus hidupnya.
d. Kekerasan. perempuan dan anak perempuan merupakan subyek kekerasan fisik, seksual
dan psikologis yang terjadi tanpa dibatasi oleh status social ekonomi dan budayanya baik
dikehidupan pribadinya maupun masyarakat. Segala bentuk kekerasan berati melanggar,
merusak atau merenggut kemerdekaan perempuan untuk menikmati hak asasinya.
e. Konflik bersenjata. Selama konflik bersenjata, perkosaan merupakan cara untuk
memusnahkan kelompok masyarakat. Prakti-prakti tersebut harus dihentikan dan
pelakunya harus dikenai sangsi hukum.
f. Ekonomi. Perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ekonomi, dan
sering diperlakukan secara tidak layak, seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak
memadai dan terbatasnya kesempatan kerja profesional.

7
g. Pengambilan keputusan. Keterwakilan perempuan dalam mengambil keputusan belum
mencapai target 30% dihampir semua tongkatan pemerintah, sebagaimana ditetepakan
oleh lembaga social dan ekonomi PBB tahun 1995.
h. Mekanisme institusional. Perempuan sering terpinggirkan dalam struktur kepemerintahan
nasional, seperti tidak memiliki mandat yang jelas, keterbatasan sumber daya dan
dukungan dari para politis nasional.
i. Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia bersifat universal. Dinikmatinya hak tersebut
secara penuh dan setara oleh perempuan dan anak perempuan merupakan kewajiban
pemerintah dan PBB dalam mencapai kemajuan perempuan.
j. Media. Media masih terus menonjolkan gambaran yang negative dan merendahkan
perempuan, misalnya menampilkan kekerasan, pelecehan dan pornografi yang berdampak
buruk bagi perempuan.
k. Lingkungan. Perusakan alam menimbulan dampak negatif bagi kesehatan, kesejahteraan
dan kualitas hidup masyarakat terutama terhadap perempuan di segala usia.
l. Diskriminasi. Diskriminasi sudah dialami sejak awal kehidupannya. Perilaku dan praktik-
praktik yang berbahaya menyebabkan banyaknya anak perempuan tidak mampu bertahan
hidup hingga usia dewasa. Kurangnya perlindungan hukum atau kegagalan dalam
penerapannya, menyebabkan anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan
serta mengalami konsekuensi hubungan seksual dini dan tidak aman termasuk
HIV/AIDS.

Sejarah kesehatan reproduksi

1. Semua makhluk diciptakan berpasangan.


2. Laki-laki dan perempuan sama derajat, harkat dan martabat meskipun memiliki fungsi
biologis yang berbeda.
3. Perbedaan untuk saling melengkapi dan menjaga keseimbangan alam.
4. Perkembangan sejarah
Budaya :
• Melahirkan perbedaan sikap dan perilaku = reproduksi
• Hampir pada semua kultur perempuan memiliki peran ganda

8
• Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan, pembangunan dan pelayanan
kesehatan.
Dampak :
• Kehidupan social wanita lebih terbelakang / terbelenggu.
• Rentan terhadap kejadian kesakitan
• Angka kematian Ibu tinggi.

Hak-hak Reproduksi
Setiap orang, baik laki-laki dan perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas social,
suku, umur, agama,dll) mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggung jawab kepada diri, keluarga, dan masyarakat misalkan mengenai jumlah anak,jarak
antar-anak, serta untuk menentukan waktu kelahiran anak dan tempat melahirkan. Hak
reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan HAM yang diakui Internasional.

Hak reproduksi dapat dijabarkan secara praktis sebagai berikut:

a. Setiap orang berhak meperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Hal ini
berarti penyedia Pelayanan harus memberikan pelayanan yang berkualitas dengan
memperhatikan kebutuhan klien sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien.
b. Perempuan dan laki-laki, sebagai pasang atau sebagai individu, berhak memperoleh informasi
lengkap tentang seksualitas, kesehatan reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-
obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk mengatasi maslah kesehatan
reproduksi.
c. Adanya hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif, terjangakau, dapat diterima
sesuai dengan pilihan tanpa paksaan dan tidak melawan hukum.
d. Perempuan berhak memperoleh yankes yang dibutuhkan, yang memungkinkannya sehat dan
selamat dalam menjalin kehamilan-persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
e. Hubungan suami istri didasari penghargaan terhadap pasangan masing-masing dan dapat
dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama, tanpa unsur paksaan, ancaman,
dan kekerasan.
f. Remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar
tentang reproduksi remaja sehingga dapat berperilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual
yang bertanggungjawab.
9
Diperlukan beberapa tindakan berikut ini untuk mewujudkan pemenuhan hak reproduksi
di Indonesia (BKKBN,2000). Hak : kekuasaan untuk berbuat sesuai dengan aturan, undang-
undang dan ketntuan hukum. Hak Reproduksi : hak asasi yang telah dikuasai dalam hukum
internasional dan dokumen asasi internasional untuk meningkatkan sikap saling menghormati
secara setara dalam hubugan perempuan dan laki-laki.
a. Hak Reproduksi (HAM Internasional)
• Hak dasar pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan tanggung jawab atas
jumlah dan jarak kelahiran, mendapatkan informasi serta cara-cara untuk melaksanakan hal
terebut.
• Hak untuk mencapai standar tertinggi

b. Menurut ICPD (1994) Hak-hak reproduksiantara lain :


1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi yang
berkualitas.
3. Hak untuk bebas membuat keputusan tetang hal yang bekaitan dengan kesehatan
reproduksi tampa paksaan diskriminasi serta kekearasan.
4. Hak kebebasan dan tanggung jawab dalam menentukan jumlah dan jarak waktu memiliki
anak.
5. Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses
melahirkan).
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruh termasuk perlindungan dan
perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
8. Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengentahuan yang terkait dengan
kesehatan reproduksi.
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya.
10. Hak membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi.

10
c. Menurut piagam IPPF/PKBI tentang hak-hak reproduksi dan seksual adalah :
1. Hak untuk hidup
2. Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan
3. Hak atas kesehatan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi
4. Hak privasi
5. Hak kebebasan berpikir
6. Hak atas informasi dan edukasi
7. Hak memilih menikah atau tidak serta untuk membentuk dan merencanakan sebuah
keluarga.
8. Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan punya anak
9. Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
10. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
11. Hak atas kebabasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik
12. Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan

Bagaimana Hak Reproduksi dapat Terjamin?

1. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan pelayanan kesehatan
reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi.
2. Hukum-hukum dan kebijakan-kebijakan harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah
diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang berhubungan dengan sekualitas dan masalah
reproduksi, dan
3. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya, mendorong agar
pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun dukungan atas hak-hak tersebut
melalui pendidikan dan advokasi.
4. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini diambil dari hasil
kerja International Women’s Health Advocates Worldwide.
5. Pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perempuan
sebagaimana mereka inginkan, serta mengetahui bahwa kebutuhan-kebutuhan ini sangat
beragam dan saling terkait satu dengan yang lain.

11
Hak Reproduksi maupun akses untuk mendapatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi adalah
penting, sehingga perempuan dapat :

1. Mempunyai pengalaman dalam kehidupan seksual yang sehat, terbebas dari penyakit,
kekerasan, ketidakmampuan, ketakutan, kesakitan, atau kematian yang berhubungan dengan
reproduksi dan seksualitas
2. Mengatur kehamilannya secara aman dan efektif sesuai dengan keinginannya, menghentikan
kehamilan yang tidak diinginkan, dan menjaga kehamilan sampai waktu persalinan
3. Mendorong dan membesarkan anak-anak yang sehat seperti juga ketika mereka
menginginkan kesehatan bagi dirinya sendiri.
Ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi
Menurut Depkes RI (2011) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas,
sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia
sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih
rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen
pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.
Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik
dan sensitife, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan lapisan
masyarakat kurang mampu atau mereka yang tersisih. Definisi kesehatan reproduksi mencakup
kesehatan seksual yang mengarah pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antar individu,
adi bukan hanya konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS.
Fungsi dan proses reproduksi tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus
keidupannya, mulai dari konsepsi, masa kecil, remaja,dewasa, hingga masa pasca usia
reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi di tinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga,
meliputi :
1. Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi, deskriminasi
nilai anak, dsb)
2. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sajak masa kanak-kanak
yang sering kali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/ pelecehan seksual dan
tindakan seksual yang tidak aman)

12
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman.
4. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan,persalinan dan
masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah.
5. Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual.
6. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular
seksul.
7. Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan risiko kanker organ reproduksi.
8. Kekurangan hormone yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.

Masalah kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh lebih luas, dimana masalah
tersebut dapat kita kelompokkan sebagai berikut :

1. Masalah Reproduksi
a. Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan/ angka kesakitan) dan kematian perempuan
yang berkaitan dengan kehamilan. Termasuk didalamnya juga masalah gizi dan anemia
dikalangan perempuan, penyebab dan komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan
dan ketidaksuburan.
b. Peranan atau kendali social budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana
pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga,
sikap masyarakat terhadap perempuan hamil.
c. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi, misalnya program KB,
undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya.
d. Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya
secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak.
e. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun.
f. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap
kesehatan reproduksi.
2. Masalah gender dan seksualitas.
a. Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan kebijakan
dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas.
b. Pengendalian social budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimaa norma-norma sosial
yang berlaku tentang prilaku seks, homoseks, poligai dan perceraian.

13
c. Seksualitas dikalangan remaja.
d. Status dan peranan perempuan.
e. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.

3. Masalah kekerasan dan perkosaa terhadap perempuan.


a. Kecenderungan pengguaa kekerasa secara sengaja kepada perempuan, perkosaan serta
dampaknya terhadap korban.
b. Norma social mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbaigai tindak
kekerasan perkosaan terhadap pelacur.
c. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur.
d. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

4. Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.


a. Masalah penyakit menular seksual yang lama seperti sifilis dan gonorhoe.
b. Masalah penyakit menular seksual yang relative baru seperti Clamydia dan herps.
c. Masalah HIV/AIDS (Humman Immunodeficiency Virus/Acguired Immuno Deficienci
Syndrome).
d. Dampak social dan ekonomi dari penyakit menular seksual.
e. Kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut (termasuk
penyediaan layanan kesehatan bagi pelacur / pekerja menular seksual)
f. Sikap masyarakat terhadap terhadap penyakit menular seksual.

14
2. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi
Pendahuluan

DEFINISI KESPRO

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik mental, mental dan sosial,
yang utuh dan bukan hanya tidak ada penyakit dan kelemahan dalam segala hal, yang
berhubungan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi .

TUJUAN KESPRO

UMUM : Meningkatkan kemandirian dlm mengatur fungsi dan proses reproduksinya, termasuk
kehidupan seksualitasnya shg hak-hak reproduksi dpt terpenuhi.

KHUSUS:

a. Meningkatkan peran dan tanggung jwb (sosial laki-laki) terhadap akibat dari perilaku
sesksnya

b. Dukungan yg menunjang wanita utk membuat keputusan yg berkaitan dgn proses


reproduksinya

I. INTRODUKSI

• Paradigma dalam pengelolaan masalah penduduk dan pembangunan telah mengalami


perubahan. Semula menggunakan pendekatan pengendalian populasi dan penurunan
fertilitas kemudian berubah menjadi pendekatan kesehatan reproduksi dgn
memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender.

• Perubahan ini telah disepakati dalam Konferensi Wanita dan Pembangunan (International
Conference on Population and Development – ICPD) yg diselenggarakan di Kairo Mesir
pd th 1994, yg dihadiri 180 negara.

• Perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari


pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas keluarga berencana
menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak
reproduksi.

II. Hasil Kesepakatan

• Masalah kesehatan seksual di neg Eropa dan Amerika sanagt serius terkait dengan
HIV/AIDS.

• Negara berkembang masalah Keluarga berencana msh sangat dibutuhkan.

15
• Upaya pemerintah dalam program fertility regulation yg mencakup aborsi.

• 91 persen negara- negara anggota PBB setuju dilakukan aborsi karena kehamilan
mengancam jiwa ibu.

• 22persennegara menyetujui dilakukan aborsi atas permintaan ibu. Posisi Indonesia dalam
masalah aborsi sangatlah tegas karena telah disebutkan secara jelas dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 15 (Lampiran 2). Dalam kesempatan itu, secara
tegas dikatakan bahwa aborsi dilarang di Indonesia, kecuali atas alasan medis
mengancam jiwa ibu.

III. Gambaran Derajat Kesehatan Reproduksi di Indonesia

Derajat Kespro di Indonesia masih rendah antara lain :

• Angka Kematian Ibu ( AKI, 1997 ) : 373/100.000 KH

• Anemia ibu hamil : 50 %

• Kurang Energi Kronis ( KEK ) pd ibu hamil 30 %

• Angka Kematian Bayi ( AKB 1995 ) : 53 per 1000 KH

• Cakupan pelayanan KB ( CPR, 1997 ) : 57 %

• Partisipasi laki-laki dalam ber KB ( 1997) : 1,1 %

• Ibu hamil yang mempunyai satu atau lebih keadaan ”4 terrlalu” ( 65 % ibu hamil )

IV. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi buruk terhadap derajat Kespro Perorangan

1. Kemiskinan sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan kematian

2. Kedudukan perempuan dalam keluarga masalnya keadaan sosioekonomi, budaya dan


nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat

3. Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan kespro belum memadai (jarak, jauh,
kurang informasi, keterbatasan biaya, tradisi)

4. Kualitas pelayanan kespro (pelayanan kes kurang memperhatikan klien, kemampuan


fasilitas kesehatan yang kurang memadai)

V. Perilaku diskriminatif terhadap perempuan

1. Perempuan di nomor duakan dalam aspek kehidupan (makan sehari-hari, pendidikan, kerja
dan kedudukan).

16
2. Perempuan terpaksa nikah di usia muda karena tekanan ekonomi orang tua.

3. Keterbatasan perempuan dalam mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya.

4. Tingkat pendidikan perempuan yang belum merata dan masih rendah menyebabkan
informasi yang diterima tentang kespro terbatas.

RUANG LINGKUP KESEHATAN REPRODUKSI

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

2. Keluarga Berencana (KB)

3. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR) termasuk PMS-


HIV/AIDS

4. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi

5. Kesehatan reproduksi remaja

6. Pencegahan dan penaganan infertilitas

7. Kanker pada usila dan osteoporosis

8. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain seperti kanker serviks, mutilasi genitalia, fistula,
dll

17
VI. ELEMEN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PELAYANAN
KESEHATAN DASAR:

1. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esenesial (PKRE)

a. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

b. Keluarga Berencana

c. Kesehatan Reproduksi Remaja

d. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-


HIV / AIDS

2. Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan


Reproduksi Usia Lanjut

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN REPRODUKSI

1. Status kesehatan

a. Gizi
b. Kesakitan
2. Tingkat pendidikan

a. Tingkat pengetahuan ttg kespro

b. Remaja, orangtua dan tokoh masyarakat

3. Praktek budaya

a. Perkawinan muda

b. Kehamilan dan jumlah anak

c. Faham bias gender

4. Sarana dan prasarana kesehatan

5. Pelayanan kesehatan

VIII. INDIKATOR KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA

1. Angka Kematian Ibu (AKI)

2. Angka kematian neonatal/bayi (AKB)

18
3. Angka cakupan pelayanan KB dan partisipasi laki-laki dalam KB

4. Jumlah ibu hamil berisiko (4T : terlalu muda,tua, dekat jarak kelahiran, banyak anak)

5. Tingkat aborsi

6. Jumlah perempuan/ibu hamil anemia/KEK

7. Infertilitas

8. Penyakit menular seksual (PMS)

19
3. Konsep gender dalam kesehatan reproduksi
A. PENGERTIAN GENDER
Gender merupakan peran social dimana peran pria dan wanita ditentukan perbedaan
fungsi, peran dan tanggungjawab pria dan wanita sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat
berubah atau diubah sesuai perubahan zaman. Peran dan kedudukan sesorang yang
dikonstrusikan oleh masyarakat dan budaya nya karena sesorang lahir sebagai pria atau wanita
(WHO 1998) .
PENGERTIAN SEKSUALITAS
Seks: penamaan fungsi biologis ( alat kelamin dan fungsi reproduksi) tanpa ada judge mental
atau hubungannya dengan norma. Contoh: penis dan vagina.
Seksual : aktifitas seks yang juga melibatkan organ tubuh lain baik fisik maupun non fisik.
Seksualitas : aspek- aspec terhadap kehidupan manusia terkait factor biologis, sosial, politik dan
budaya, terkait dengan seks dan aktifitas seksual yang mempengaruhi individu dalam
masyarakat.
Dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut :

1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang
menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. Peran
ini sering pula disebut dengan peran di sektorpublik.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatann yang
berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga,
seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika,
membersih kan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di
sektordomestik.
3. Peran social adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam
kegiatan social kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan beragam
pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.

B. PERBEDAAN GENDER DAN JENIS KELAMIN


Menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat, perbedaan antara Gender dengan jenis
Kelamin adalah :

20
No. Gender JenisKelamin
1. Dapat berubah, contohnya peran Tidak dapat berubah, contohnya
dalam kegiatan sehari-hari, alat kelamin pria dan wanita
seperti banyak wanita jadi juru
masak jika dirumah, tetapi jika
di restoran
2. Dapat di pertukarkan Tidak dapat dipertukarkan,
contohnya jakun pada pria dan
payudara pada wanita
3. Tergantung budaya dan Berlaku sepanjang masa,
kebiasaan, contohnya dipulau contohnya status pembagian pria
jawa, pada jaman penjajahan atau perempaun
belanda kaum wanita tidak
memperoleh hak pendidikan.
Setelah Indonesia merdeka
wanita mempunyai kebiasaan
mengikuti pendidikan
4. Tergantung budaya setempat, Berlaku dimana saja, contohnya di
contohnya pembatasan rumah, dikantor dan dimanapun
kesempatan di bidang pekerjaan berada, seorang priaa tau wanita
terhadap wanita dikarenakan tetap pria dan wanita
budaya setempat antara lain
diutamakan untuk menjadi
perewat, guru TK, pengasuh
anak.
5. Bukan merupakan budaya Merupakan kodrat Tuhan, contoh
setempat, contohnya pengaturan nya pria mempunyai ciri-ciri
jumlah anak dalam satu utama yang berbeda dengan cirri-
keluarga ciri utama wanita, misalnya jakun
dan vagiana
6. Buatan manusia, contohnya pria Ciptaan Tuhan, contohnya wanita

21
dan wanita berhak menjadi bisa haid ,hamil, melahirkan dan
calon ketua RT,RWdan kepala menyusui sedangkan pria tidak.
desa bahkan presiden.

C. BUDAYA YANG BERPENGARUH TERHADAP GENDER


1. Sebagian besar masyarakat banyak di anut kepercyaan yang salah tentang apa arti menjadi
seorang wanita, dengan akibat yang berbahaya bagi kesehatan wanita.
2. Setiap masyarakat mengharapkan pria dan wanita untuk berpikir, berperasaan, dan
bertindak dengan pola-pola tertentu, dengan alas an hanya karena mereka dilahirkan
sebagai wanita atau pria, contohnya wanita diharapkan untuk menyipkan masakan,
membawa air dan kayu bakar, merawat anak-anak dan suami, sedangkan pria diharapkan
untuk bekerja diluar rumah untuk memberikan kesejahteraan bagi keluarga di masa tua
dan untuk melindungi keluaraga dari ancaman (bahaya).
3. Gender yang di hubungkan dengan jenis kelaminnya tersebut, semuanya adalah hasil
rekayasa masyarakat.
4. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah kedaerah lain di seluruhdunia, tergantung pada
kebiasaan, hokum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut.
5. Peran jenis kelamin bahkan tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada tingkat
pendidikan, suku dan umurnya.
6. Peran gender di ajarkan secara turun temurun dari orang tua keanak-anaknya. Sejak anak-
anak berusia sangat muda, orang tua tua memperlakukan anak wanita dan pria secara
berbeda, meskipun kadang-kadang tampa mereka sadari.

D. PENGERTIAN DRISKIMINASI GENDER

Hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara. Laki-laki maupun


perempuan.Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama. Walaupun
memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, itu semua agar keduanya saling melengkapi. Namun
dalam perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas
keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan
dan membudaya. Dan berdampak pada terciptanya perlakuan diskriminatif terhadap salah satu
jenis kelamin.

22
Selanjutnya, muncul istilah gender yang mengacu pada perbedaan peran antara laki-laki
dan perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan status tadi baik secara social
ataupun budaya. Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara
berbedadengan didasarkan pada gender, ras, agama,umur, atau karakteristik yang lain.
Diskriminasi jugaterjadi dalam peran gender. Sebenarnya inti dari diskriminasi adalah perlakuan
berbeda. Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah ketidakadilan
(diskriminasi& gender).

E. BENTUK KETIDAK ADILAN GENDER

Ketidakadilan gender adalah adanya perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang di


buat berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah
seseorang untuk menikmati HAM secara penuh.
Bentuk-bentuk diskriminasi Gender adalah :
1. Marjinalisasi
Proses peminggiran atau penyisihan yang mengakibatkan wanita dalam keterpurukan.
Bermacam pekerjaan membutuhkan keterampilan pria yang banyak memakai tenaga
sehingga wanita tersisihkan. Atau sebaliknya beberapa pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian, ketekuanan sehingga peluang kerja bagi pria tidak ada.Contohnya: direktur banyak
oleh pria, baby sister adalah wanita.
2. Sub Ordinasi
Kedudukan salah satu jenis kelamin di anggap lebih penting dari pada jenis kelamin
sebaliknya. Contohnya: persyaratan melanjutkan studi untuk istri harus ada izin suami, dalam
kepanitiaan wanita paling tinggi pada jabatan sekretaris.

3. Pandangan Stereotipe
Pandangan stereotype adalah penandaan atau cap yang sering bermakna negatif.
Contohnya: pekerjaan di rumah seperti mencuci diidentikkan dengan pekerjaan wanita; pria
sebagai pencari nafkah yang utama, harus diperlakukan paling ismewah di dalam rumah
tangga, misalnya yang berkaitan dengan makan.

23
4. Kekerasan
Segala bentuk kekerasan terhadap wanita yang akibatnya dapat berupa
kerusakan/penderitaan fisik, seksual atau psikis termasuk ancaman seperti
pemaksaan/perampasan atas kemerdekaan, baik di tempat umum, dalam rumah tangga
maupun yang dilakukan oleh negara. COntohnya: suami membakar dan memukul istri, istri
merendahkan martabat suami di hadapan masyarakat.
5. Beban Kerja
Beban kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin tertentu lebih banyak. Bagi wanita di
rumah mempunyai beban kerja lebih besar dari pada pria, 90% pekerjaan domestic/rumah
dilakukan oleh wanita belum lagi jika di jumlahkan dengan bekerja di luar rumah.

F. KETIDAKSETARAAN DAN KETIDAKADILAN GENDER DALAM PELAYANAN


KESEHATAN
Status perempuan begitu rendah karena akibat ketidaksetaraan gender yang dibiarkan
terus berlangsung. Dengan potret buram yang sudah dijelaskan sebelumnya, perhatian yang
lebih besar mestinya diberikan kepada perempuan. Bukan berarti laki-laki terlupakan. Tetapi
perhatian terhadap perempuan menjadi lebih utama sebab perempuan sedemikian
tertinggalnya dan teramat lama terabaikan nasibnya. Berikut ini beberapa contoh pengaruh
ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik laki-laki maupun perempuan sejak lahir
hingga lanjut usia.

NO KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN
GENDER (PEREMPUAN) GENDER (LAKI-LAKI)
1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih
bekerja 20% lebih lama daripada pendek.
laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses Laki-laki menikmati akses sumber
yang terbatas terhadap daya ekonomi yang lebih besar.
sumberdaya ekonomi.
3 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap lebih baik terhadap sumberdaya

24
sumberdaya pendidikan dan pendidikan dan pelatihan.
pelatihan.
4 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap mudah terhadap kekuasaan dan
kekuasaan dan pengambilan pengambilan keputusan di semua
keputusan disemua lapisan lapisan masyarakat.
masyarakat.
5 Perempuan menderita dan Laki-laki tidak mengalami tingkat
mengalami kekerasan dalam kekerasan yang sama dengan
rumah tangga dengan kadar yang perempuan.
sangat tinggi.

PEMBAHASAN

Perbedaan wanita dan pria masih menyimpan beberapa masalah dalam masyarakat.
Perbedaan anatomi antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan
tersebut menimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis
melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap perbedaan jenis kelamin
inilah yang disebut gender.

Dalam program KB nasional seharusnya penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung


jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih
mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri. Pasangan suami istri harus saling
mendukung dalam pemilihan dan penggunaan metode kontrasepsi karena kesehatan reproduksi,
khususnya keluarga berencana bukan hanya urusan pria atau wanita saja.

Jenis kelamin pria dan wanita masing-masing mempunyai keterbatasan reproduksi yang
biasa disebut kodrat. Pria sebagai penghasil sperma dan wanita sebagai tempat mengandungnya
janin. Pandangan sterotipe ini telah membentuk pendapat bahwa sebenarnya wanita dan pria
mempunyai akses yang sama terhadap peluang terjadinya kehamilan. Tetapi, pemikiran tersebut
terus berkembang di masyarakat sehingga terdapat ketimpangan hubungan gender yaitu wanita
yang seharusnya memakai alat kontrasepsi.

25
.

Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan kenaikan angka


partisipasi pria dalam mengikuti program KB hanya naik 0,2% per tahunnya. Dilihat dari angka
pencapaian peningkatan partisipasi pria pada tahun 1991 sebesar 0,8% (SDKI 1991). Pada tahun
2003 sebesar 1,3 % (SDKI 2002-2003), sedangkan pada tahun 2007 sebesar 1,5 % (SDKI 2007).

Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria ber-KB di negaraberkembang seperti
di Pakistan sebanyak 5,2%; Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak
16,8% dan Jepang sebanyak 80% maka Indonesia masih menjadi negara yang paling rendah tingkat
partisipasi pria dalam ber-KB.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan mengapa partisipasi pria di Indonesia sangat
rendah. Diantaranya karena keterbatasan pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi serta
pandangan budaya di Indonesia dimana peran pria lebih besar daripada wanita. Selain itu, pola
pikir masyarakat bahwa penggunaan alat kontrasepsi itu adalah urusan wanita. Alasan lain juga
adalah terbatasnya alat kontrasepsi untuk pria.

Sampai saat ini alat kontrasepsi yang tersedia untuk pria hanyalah kondom dan vesektomi,
atau dengan kontrasepsi paling sederhana yaitu dengan cara menarik penis sebelum terjadinya
ejakulasi saat berhubungan badan dengan istri.

Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi pria untuk tidak melakukan KB secara
langsung yaitu:

1. Faktor predisposisi
Rendahnya partisipasi pria menjadi peserta KB disebabkan karena terbatasnya macam dan
jenis alat kontrasepsi pria serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak
kesehatan reproduksi, kurangnya komunikasi sejak dini banyak mempengaruhi sudut pandang
yang keliru tentang seks dan keperkasaan pria, banyak pria yang beranggapan bahwa pemakaian
alat kontrasepsi oleh pria akan mengganggu kenikmatan dalam hubungan seksual, anggapan
yang salah tentang peranan kaum pria dan kedudukan pria dalam keluarga membuat pria jarang
yang mau berkonsultasi mengenai masalah reproduksi , seks, serta tingkah laku seksualnya.
Adanya persepsi bahwa wanita yang menjadi target program KB, kondisi sosial budaya

26
masyarakat yang patrilinial yang memungkinkan kaum wanita berada dalam sub ordinasi
menyebabkan pengambilan keputusan dalam KB didominasi oleh kaum pria dan kondisi budaya
juga menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan peran serta para suami dalam ber-KB, ada
anggapan bahwa anak pria merupakan penerus marga, hingga sebelum ada anak pria, keluarga
akan terus “berproduksi”.

2. Faktor pemungkin
Partisipasi pria yang rendah dalam melaksanakan KB dikarenakan aksesibilitas pria
terhadap sarana pelayanan kontrasepsi rendah, dimana Puskesmas hanya menyediakan pelayanan
KIA yang umumnya melayani Ibu dan Anak saja sehingga pria merasa enggan untuk konsultasi
dan mendapat pelayanan, demikian pula terbatasnya jumlah sarana pelayanan yang dapat
memenuhi kebutuhan pria. Selain itu ada beberapa keterjangkauan yang masih terbatas yang
dimaksudkan agar pria dapat memperoleh informasi yang memadai dan pelayanan KB yang
memuaskan masih rendah.

3. Faktor penguat
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh
dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Di
dalam pendidikan pasien, penguat mungkin berasal dari perawat, dokter, pasien lain, dan
keluarga. Apakah penguat ini positif ataukah negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang
lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain dalam
mempengaruhi perilaku.
Partisipasi pria diperlukan dalam penerapan program KB khususnya dalam penggunaan
alat kontrasepsi, sehingga keberhasilan program KB tidak hanya ditentukan oleh wanita tetapi
jugaoleh pria sebagai anggota dalam sebuah keluarga yang berkewajiban untuk mewujudkan
keluarga yang sejahtera.

Bentuk partisipasi pria dalam keluarga berencana dibagi menjadi dua,yaitu secara langsung
maupun tidak langsung.

27
1. Secara Langsung
Partisipasi pria secara langsung adalah pria sebagai peserta dengan menggunakan
salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan menggunakan alat kontrasepsi
kondom, vasektomi, metode senggama terputus, dan metode pantang berkala / sitem
kalender.

2. Tidak Langsung
Partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung setiap kegiatan KB dan
juga sebagai motivator sesuai dengan pengetahuan tentang KB yang dimilikinya. Peran suami
adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi
atau metode KB.
Dukungan tersebut meliputi:
a. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya
b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar,seperti mengingatkan saat
minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol
c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupunkomplikasi dari pemakaian
alat kontrasepsi
d. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan
e. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok
f. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkabe

28
4. Isu gender dan penanganannya dalam kesehatan
reproduksi
A. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukan kesenjangan laki-laki dan perempuan
yaitu adanya kesenjangan antara kondisi yang dicita-citakan (normative) dengan kondisi
sebagaimana adanya (objektif).Hal-hal yang sering dianggap sebagai isu gender sebagai berikut :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe Motherhood)
a. Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan dalam kaitannya dengan
kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan kapan hamil, dimana akan melahirkan dsb.
Hal ini berhubungan dengan kedudukan perempuan yang lemah dan rendah di keluarga
dan masyarakat.
b. Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki, contohnya
mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan bapak atau laki-laki pada posisi
diutamakan daripada ibu dan anak perempuan. Hal ini sangat merugikan kesehatan
perempuan, terutama bila sedang hamil.
c. Beban majemuk pada daerah tertentu dimana tuntutan untuk tetap bekerja, contohnya
seorang ibu hamil tetap di tuntut untuk tetap bekerja keras seperti pada saat ibu tersebut
tidak hamil.

2. Keluarga Berencana
a. Kesertaan ber KB : dari data SDKI tahun 1997 tentag persentase kesertaan ber-KB,
diketahui bahwa 98% akseptor KB adalah perempuan. Pertisipasi pria hanya 1,3%. Ini
berarti bahwa dalm program KB perempuan selalu menjadi objek/target sasaran.
b. Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan motode kontrasepsi yang
diinginkan, antara lain karena ketergantungan kepada keputusan suami (laki-laki lebih
dominan), informasi yang kurang lengkap dari petugas kesehatan, penyediaan alat dan
obat kontrasepsi yang tidak memadai di tempat pelayanan.
c. Pengambilan keputusan : partisipasi kaum laki-laki dalam program KB sangat kecil dan
kurang, namun control terhadap perempuan dalam hal memutuskan untuk ber-KB sangat
dominan.

29
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
a. Ketidakadilan dalam membagi tanggung jawab misalnya pada pergaulan teralu bebas,
remaja puteri selalu menjadi korban dan menanggung segala akibatnya (misalnya
kehamilan yang tidak diinginkan, putus sekolah, kekerasan terhadap perempuan, dsb).
Ada kecenderungan pula untuk menyalahkan pihak perempuan, sedangkan remaja
puteranya seolah-olah terbebaskan dari segala permasalahan, walaupun ikut andil dalam
menciptakan permasalahan tersebut.
b. Ketidakadilan dalam aspek hukum, misalnya dalam tindakan aborsi illegal, yang diancam
oleh sanksi dan hukuman adalah perempuan yang menginginkan tindakan aborsi tersebut,
sedangkan laki-laki yang menyebabkan kehamilan tidak tersentuh oleh hukum.
c.
4. Infeksi Menular Seksual
a. Perempuan selalu dijadikan objek intervensi dalam program pemberantasan IMS,
walupun kaum laki-laki sebagai konsumen justru memberi kontribusi yang cukup besar
dalam permasalahan tersebut.
b. Setiap upaya mengurangi praktek prostitusi, kaum perempuan sebagai penjaja seks
komersial selalu menjadi objek dan tundingan sumber permasalahan, sementara kaum
laki-laki yang mungkin menjadi sumber penularan tidak pernah diintervensi dan
dikoreksi.
c. Perempuan (istri) tidak kuasa menawarkan kondom jika suami terserang IMS.

B. Penanganan Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi


a. Kesehatan Ibu
• Prioritas Program :
1) Mendukung dan sepakat MPS
2) Menyediakan yankes kebidanan yang berkualitas dan terjangkau
3) Peningkatan akses dan kualitas yankes kebidanan dasar
4) Menyadari dan menangani dampak aborsi tidak aman
5) Menanggulangi kejadian kehamilan yang tidak diinginkan untuk mencegah aborsi

30
6) Mendukung dan melibatkan LSM (Organisasi Perempuan, Profesi) dalam
perencanaan, pelaksanaan program sector kesehatan di tiap tingkat
7) Membantu LSM (bidang Kesehatan Perempuan)
8) Merasionalisasian pengadaan obat-obatan kebidanan
• Upaya akan Dilakukan :
1) Sosialisasi/desinformasi MPS
2) Sustainability BDD dengan melatih :
➢ BDD GDON
➢ Puskesmas PONED
➢ Rumah Sakit PONEK
3) Revisi buku standar pelaynan kebidanan yang sensitive gender
4) Sosialisasi standar pelayanan kebidanan
5) Peningkatan manajemen program KIA di Kab/Kota
6) Kemitraan Bidan dengan dukun
7) Pelayanan KB
8) Pencegahan “4 terlalu”
9) Meningkatkan kerjasama LSM (PKK), POGI, IBI, dll.

b. Keluarga Berencana
• Prioritas Program :
1) Program KB
2) Program penguatan kelembagaan dan jaringan KB
3) Program kesehatan reproduksi
4) Program pemberdayaan keluarga
• Cara penangannya :
1) Prioritas pelayanan KB diberikan terutama pada pasangan usia subur yang istrinya
mempunyai keadaan “4 Terlalu”.
2) Tanggung jawab dalam keikutsertaan ber-KB merupakan tanggung jawab bersama
suami dan isteri.
3) Memberikan informasi yang lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan
masing-masing metode konrtasepsi.

31
4) Peningkatan partisipasi laki-laki
5) Memksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB-KR
6) Penyelengaraan asuransi kesehatan untuk pelayanan KB-KR

c. Kesehatan Reproduksi Remaja


• Prioritas Program :
1) Pendidikan remaja laki-laki menghormati perempuan
• Upaya akan Dilakukan :
1) Pendidikan kesehatan reproduksi remaja laki-laki dan perempuan melalui
KIE/komseling/diskusi/Life Skill Education (LSE)/Pendidikan Keterampilan Hidup
Sehat (PKHS).
2) Pendidikan keterampilan hidup sehat bagi remaja disekolah (UKS) dan dilaur
sekolah (kelompok remaja PKM, Pusat Remaja).
3) Mengikis kemiskinan, sebab kemiskinan membuat banyak orang tua melacurkan
anaknya sendiri.
4) Memperbanyak akses pelayanan kesehatan, yang diiringi dengan sarana konseling.
5) Meningkatkan partisipasi remaja dengan mengembangkan pendidikan sebaya.
6) Meninjau ulang segala peraturan yang membuka peluang terjadinya reduksi atas
pernikahan dini.
7) Menciptakan lingkungan keluarga yang kukuh, kondusif, dan informatis.

d. Infeksi Seksual Menular


• Cara pencegahannya :
1) Meningkatkan ketahanan keluarga melalui pesan kunci (dikenal dengan singkatan
“ABCDE”).
a. Abstinensia: tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah.
b. Be Faithful: setia terhadap pasangan yang sah (suami-istri).
c. Condom: menggunakan kondom apabila salah satu pasangan beresiko terkena
IMS atau HIV/AIDS.
d. Drugs: hindari pemakaian narkoba
e. Equipment: mintalah peralatan kesehatan yang steril.

32
2) Pencegahan penularan melalui darah
3) Pencegahan penularan dari ibu ke anak
4) Menjaga kebersihan alat reproduksi karena ada jenis IMS yang dapat diderita tanpa
melalui hubungan seksual misalnya keputihan yang diakibatkan oleh jamur.
5) Memeriksa diri segera bila ada gejala-gejala IMS yang dicurigai.
6) Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS, mislanya borok pada alat
kelamin atau keluarnya pus (cairan nanah) dari tubuh.

C. Pengarus-utamaan Gender
1. Pengertian
Pengarus-utamaan gender (Gender mainstreaming, GMS) didefinisikan oleh UN
ECOSOC (United Nation Economic and Social Council) pada tahun 1997 sebagai berikut :
• Pengarus-utamaan gender (PUG) adalah suatu proses penelaah implikasi terhadap
perempuan dan laki-laki dari setiap kegiatan, program, kebijakan, undang-undang dan
setiap dan tingkat.
• Pengarus-utamaan gender adalah strategi untuk memasukan isu dan pengalaman
perempuan dan laki-laki kedalam suatu dimensi yang integral dalam rancangan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program dalam setiap bidang,
agar perempuan dan laki-laki mendapat manfaat yang sama.
• Pengarus-utamaan gender adalah penerapan kepedulian gender dan analisis, formulasi,
implementasi dan pemantauan suatu kebijakan dan program dengan tujuan mencegah
terjadinya ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.

2. Tujuan :
• Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program dan responsive
gender.
• Memberi perhatian khusus pada kelompok yang mengalami marginalisasi sebagai
dampak dari bias gender.
• Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun non
pemerintah sehingga mau melakukan tindakan yang sensitive gender di bidang
masing-masing.

33
3. Sasaran Pengarus-utamaan Gender
Pengarus-utamaan gender akan berhasil, jika sudah dilaksanakan oleh seluruh
kalangan masyarakat baik yang bergabung dalam lembaga maupun non departemen.
Sasarannya :
• Organisasi profesi
• Organisasi swasta
• Organisasi keagamaan

4. Strategi PUG dalam mencapai tujuan antara lain :


a. Pengumpulan data kesehatan yang diuraikan menurut jenis kelamin seperti laki-laki dan
perempuan. Hal ini dilakukan antara lain :
• Memasukkan aspek gender ke dalam pengumpulan data, antara lain melalui sensus,
survey nasional dan system informasi kesehatan.
• Diseminasi informasi spesifik gender.
• Melaksanakan penelitian yang menunjang.

b. Advokasi dan sentralisasi para penentu kebijakan dan pengelola program, serta petugas
kesehatan pada umumnya. Hal ini dilakukan antara lain melalui :
• Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para penantu kebijakan dan pengelola
program, serta petugas kesehatan umumnya tentang isu gender dalam kesehatan,
serta implikasinya terhadap peran dan fungsi masing-masing ditiap tingkatan.
• Mengembangkan materi dan media komunikasi untuk advokasi dan sensitisasi.

c. Pengarus-utamaan gender kedalam kebijakan dan program ditiap tingkatan. Hal ini
dilakukan antara lain melalui :
• Melakukan analisis kebijakan dengan pendekatan perspektif gender.
• Memberikan perhatian khusus pada hal-hal yang menunjukan kesenjangan derajat
atau masalah kesehatan yang besar antara laki-laki dan perempuan.
• Mencarikan upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut melalui kebijakan,
melalui pengaturan alokasi biaya, modifikasi program dan legalisasi.

34
d. Operasionalisasi pengarus-utamaan gender (PUG) yang dilakukan antara lain melalui :
• Pengembangan kapasitas pengelola program untuk program berwawasan gender.
• Menerapkan program berwawaskan gender.
• Memantau perkembangan program berwawasan gender dan dampaknya terhadap
kesenjangan gender.

e. Mobilisasi sumber-sumber dan kemitraan yang dilakukan antara lain melalui :


• Bekerjasama dengan sector terkait untuk koordinasi/sinkronisasi upaya.
• Bekerjasama dengan LSM, NGO, agen donor darah dan pihak lain.

5. Analisis Pengarus-utamaan Gender


Analisis gender dapat dipandang sebagai alat atau cara untuk mengkaji suatu
kebijakan program dengan melihatnya dari perspektif gender dan hubungan gender,
guna melihat adanya ketimpangan gender, serta bentuk bentuk dan penyebabnya.
Analisis kesenjangan antara perempuan dan laki-laki biasaya meliputi empat bidang,
yaitu bidang akses, manfaat, partisipasi dan penguasaan atas sumber-sumber ekonomi,
social, budaya dan politik.
Ada beberapa cara untuk melakukan analisis gender, salah satunya adalah
pendekatan Alur Analisis Gender (Gender Analysis Pathways, GAP). GAP merupakan
metode analisis gender yang kembangkan untuk mengidentifikasi adanya ketimpangan
gender serta mengembangkan indicator dan tujuan yang sensitive gender dalam program
pembangunan.
Langkah-langkah yang dilakukan analisis gender sebagai berikut :
• Memilih suatu program yang akan dianalisis. Telaah rumusan sasaran/tujuan
program tersebut. (Kotak I) Dan pertimbangkan apakah hasilnya akan bermanfaat
bagi laki-laki dan perempuan secara seimbang.
• Mengidentifikasi dan menganalisis data/hasil yang diperoleh an program tersebut,
yang dipisahkan menurut jenis kelamin. Data ini merupakan data pembuka wawasan
(Kotak 2), yang digunakan untuk melihat apakah hasil program mempunyai
kesenjangan terhadap laki-laki dan perempuan secra cukup berarti.

35
• Melakukan analisis untuk mengetahui penyebab kesenjangan, dengan kemungkinan
adanya empat factor penyebab kesenjangan gender (Kotak 3) Yaitu : (1) Akses, (2)
penguasaan terhadap sumberdaya, (3) kesempatan untuk berperan/berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan, (4) perbedaan dalam memperoleh manfaat dari
program.
• Dari hasil analisis tersebut diatas diperoleh masalah gender (Kotak 4). Bila ada
kesenjangan, maka diuraikan bentuknya pada bagian mana dan mengapa hal tersebut
terjadi.
• Merumuskan kembali sasaran/tujuan program dengan memasukkan hasil analisis
gender, sehingga diperoleh sasaran program yang responsive terhadap gender (Kotak
5).
• Memeriksa kembali apakah factor kesenjangan gender telah tercakup dalam analisis
(Kotak 6)
• Mengembangkan indicator sensitive gender sebagai piranti untuk monitoring dan
evaluasi (Kotak 7).

36
5. Kesehatan wanita sepanjang siklus kehidupan
Siklus kesehatan Wanita
• Tahapan dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia mengalami beberapa
perubahan, baik fisik maupun kejiwaan dan kehidupan sosialnya.
• Proses pertumbuhan terjadi secara bertahap, mulai dari konsepsi, bayi, masa kanak –
kanak, remaja, masa reproduksi, sampai usia lanjut.

Konsepsi
Suatu peristiwa pertemuan antara sel sperma dan sebuah sel telur didalam tuba falopi.
Hanya satu sperma yang akan mengalami proses kapasitasi yang dapat melintasi zona
pelusida dan masuk ke vitelus ovum.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA KONSEPSI


• Keturunan
• Fertilitas
• Kecukupan gizi
• Kondisi sperma dan ovum
• Faktor hormonal
• Faktor psikologis

1. Fase bayi dan balita


A. Bayi
Bayi lahir cukup bulan, pembenukan genetalia interna sudah selesai jumlah
folikel primordial dalam kedua ovum telah lengkap sebanyak 750.000 butir dan tidak
bertambah lagi pada kehidupan selanjutnya.
Tuba, uterus, vagina dan getalia eksterna sudah terbentuk, labia mayora menutupi
labia minora, tetapi pada bayi prematur vagina kurang tetutup dan labia minora lebih
kelihatan.

37
Perubahan pada bayi cukup bulan, yaitu :
a. Pembentukan genitalia interna telah sempurna
b. Folikel pada kedua ovarium telah lengkap
c. Genetalia eksterna telah terbentuk
d. Minggu pertama dan kedua setelah lahir, bayi masih membawa pengaruh estrogen
yang didapat saat dalam kandungan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA BAYI


a. Lingkungan
b. Kondisi ibu
c. Sikap orang tua
d. Aspek psikologi pada masa bayi
e. Sistem reproduksi

Fase pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam setiap tahapan umumnya :

1. Umur 1 – 4 bulan
• Berat badan : 700 – 1000 gr
• Motorik kasar : mengangkat kepala saat tengkurap
• Motorik halus : memegang objek
• Bahasa : bersuara, tersenyum, tertawa dan mengoceh
2. Umur 5 – 8 bulan
• Berat badan : 2x lipat pada saat lahir
• Motorik kasar : telungkup, mengangkat kepala.
• Motorik halus : mengamati benda menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk
memegang.
• Bahasa : menirukan bunyi aau kata – kata, tertawa, menjerit.
3. Umur 8 – 12 bulan
• Berat badan : 3x lipat pada saat lahir
• Motorik kasar : diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan,
bangkit terus berdiri.

38
• Motorik halus : mencari dan meraih benda kecil.
• Bahasa : mengatakan nama bapak ibu tetapi belum spesifik.

Pada masa ini sudah nampak perbedaan antara perumpuan dan laki – laki terutama pada
tingkah lakunya yang juga ditentukan oleh lingkungan dan pendidikan. Faktor yang
mempengaruhi :
a. Faktor dalam
• Hal – hal yang diwariskan dari orang tua, misalnya bentuk tubuh
• Kemampuan intelektual
• Keadaan hormonal tubuh
• Emosi dan sifat
b. Faktor luar
• Keluarga
• Gizi
• Budaya setempat

B. Balita
Bayi lima tahun atau sering disingkat sebagai balita merupakan salah satu periode
usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Tentang usia balita dimulai dari 2 – 5
tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24 – 60 bulan.

C. Fase anak – anak

1. Perkembangan ovarium
Sebenernya pada masa kanak – kanak ovarium tidak diam. Folikel terus
tumbuh dan mencapai stadium antrum. Dengan USG ukuran folikel sebesar 2 – 15
mm. Proses atresia membantu meningkatkan sisa folikel membentuk stroma,
sehingga besar ovarium mencapai 10 kali lipat. Fungsi ovarium tidak dibutuhkan
sampai masa pubertas. Hingga 6 tahun volume ovarium masih tetap sebesar 1 – 2
cm3.

2. Sekskresi hormon

39
Hipotalamus, glandula pituitari anterior, dan gonad dari fetus, neonatus, bayi,
kanak – kanak semuanya mampu menyekresi hormon dengan konsentrasi sama
dengan dewasa. Bahkan, selama kehidupan fetus, terutama pertengahan kehamilan,
konsentrasi serum FSH dan LH mencapai batas lebih tinggi atau sama dengan
konsentrasi dewasa. Akan tetapi, kemudian menurun setelah pertengahan
kehamilan, melahiran, masa kanak – kanak dan meningkat lagi pada masa dewasa.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA KANAK-KANAK


Ada 2 faktor di masa ini :
a. faktor dalam
- Hal-hal yang diwariskan orang tua spt bentuk tubuh
- Kemampuan intelektual
- Keadaan hormonal tubuh
- Emosi dan sifat
b. faktor luar
- Keluarga
- Gizi
- Budaya setempat
- kebiasaan anak dalam hal personal hygiene

D. Masa remaja
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak – kanak kemasa
dewasa. Antara kedua masa ini tidak ada batasan yang terlihat, akan tetapi pada masa
pubertas diawali dengan berfungsinya ovarium dan berakhirnya pada masa ovarium
berfungsi dengan mantap dan teratus.
Pada masa ini terjadi, perubahan organ – organ fisik secara cepat dan
perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaannya dan terjadi
kematangan seksual atau alat – alat reproduksi. Tahapan pubertas atau remaja :
• Masa remaja awal (10 – 12 tahun)
• Masa remaja tengah (13 – 15 tahun )
• Masa remaja akhir (16 – 19 tahun)

40
Tanda-tanda perubahan yang terjadi pada remaja wanita
1. Perubahan fisik

Tanda – tanda primer


Adanya perubahan kematangan organ – organ reproduksinya yang ditandai
dengan datangnya haid. Ovarium mulai berfungsi dengan matang dibawah pengaruh
hormone gonadotropin dan hipofisis, folikel mulai tumbuh mesi belum matang tetapi
sudah dapat mengeluarkan estrogen.
Korteks kelenjar suprarenal membentuk and rogen yang berperan pada
pertumbuhan badan.

Tanda-tanda perubahan yang terjadi pada remaja wanita


Tanda – tanda sekunder :
• Rambut
• Pinggul
• Payudara
• Kulit
• Kelenjar lemak dan kelenjar keringat
• Otot
• Suara

2. Perubahan kejiwaan
Perubahan emosi remaja lebih peka atau sensitif sehingga lebih mudah menangis,
cemas, frustasi, bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Selain itu, mudah bereaksi bahkan
agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhinya.

3. Perkembangan intelegensia
Pada perkembangan ini, remaja cenderung mengembangankan cara berpikir
abstrak dan ingin mengetahui hal – hal baru yang mendorong perilaku ingin coba – coba.

41
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA REMAJA

• Status gizi.
• Pendidikan.
• Lingkungan dan pekerjaan.
• Seks dan seksualitas.
• Kesehatan reproduksi remaja itu sendiri

E. Fase dewasa/Usia Subur


• Masa reproduksi adalah masa pada perempuan umur 15 – 46 tahun. Selama masa
reproduksi, akan terjadi maturasi folikel yang khas, termasuk ovulasi dan
pembentukan korpus luteum.
• Proses ini terjadi akibat interaksi hipotalamus – hipofifis – gonad dimana melibatkan
folikel dan korpusluteum, hormon steroid, gonadotropin hipofisis dan faktor autokrin
ataupun parakrin bersatu untuk menimbulkan ovulasi. Proses fertilisasi dan kesiapan
ovarium untuk menyediakan hormon, memerlukan pengaturan endokrin, autokrin,
parakrin/intrakrin, neuron, dan sistem imun.
Faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan wanita pada masa dewasa :
• Perkembangan organ reproduksi
• Anggapan seksual
• Kedewasaan psikologis

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA USIA SUBUR


• Kehamilan dan persalinan yang aman
• Pencegahan terhadap PMS/HIV/AIDS
• Deteksi dini kanker payudara dan kangker rahim
• Penanggulangan masalah aborsi secara rasional
• Pencegahan dan menejmen infertilitas
• Pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas
• Pencegahan kecacatan dan kematian akibat kehamilan pada ibu dan bayi
• Menjaga jarak atau KB

42
F. Fase Usia Lanjut

1. Patofisologi menopause

• Menopause klimakterium merupakan periode peralihan dari

• fase reproduksi menuju fase usia tua (senium). Menopause merupakan kejadian
sesaat yaitu perdarahan haid yang terakhir. Klimaterik yaitu fase peralihan antara
pramenopause dan pascamenopause.

• Disebut pramenopause bila telah mengalami menopause 12 bulan sampai menuju


ke senium.

• Senium adalah pascamenopause lanjut, yaitu setelah usia 65 tahun.

Fase – fase dalam klimakterium

• Pramenopause

Pramenopause adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase


klimakterium. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan
perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah yang relatif banyak, kadang –
kadang disertai nyeri haid (dismenorea).

• Perimenopause

Perimenopause adalah fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause.


Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur.

• Menopause

• Pascamenopause

Pascamenopause adalah fase dimana ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali.

Faktor – faktor yang mempengaruhi menopause

▪ Umur saat haid petama kali (menarche)

▪ Paritas

▪ Faktor psikis

Keadaan seorang wanita yang tidak menikah dan bekerja diduga


mempengaruhi perkembangan psikis seorang wanita.

▪ Pemakaian alat kontrasepsi

43
▪ Merokok

▪ Nutrisi

▪ Lingkungan

▪ Pola makan

▪ Aktivitas fisik

Perubahan tubuh menjelang menopause

Perubahan pada organ reproduksinya

• Uterus (rahim)

Rahim mengalami atrofi (keadaan kemunduran gizi jaringan), panjangnya


menyusut dan dindingnya menipis. Jaringan myometrium (otot rahim), menjadi sedikit
yang lebih banyak mengandung fibriotik (bersifat serabut secara berlebihan).

• Tuba fallopi (saluran telur)

Lipatan – lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengerut. Rambut
getar yang ada di sepanjang ujung saluran telur atau fimbriae menghilang.

• Ovarium

Setelah wanita melewati akhir usia 30an, produksi indung telur berangsur –
angsur menurun

• Serviks (leher rahim)

Seperti halnya rahim dan indung telur, serviks juga mengalami pengerutan
dan memendek

• Vagina

Vagina mengalami kontraktur (melemahnta otot jaringan), panjang dan lebar


vagina juga mengalami pengecilan. Forniks (dinding vagina bagian belakang dekat
mulut rahim) menjadi dangkal. Atrofi vagina berangsur – angsur menghilang, selaput
lendir alat kelamin akan menipis dan tidak lagi mempertahankan elastisitasnya akibat
fibrosis (pembentukan jaringan ikat dalam alat atau bagian tubuh dalam jumlah yang
melampai keadaan biasa).

44
• Vulva (mulut rahim)

Jaringannya menipis karena berkurang dan hilangnya jaringan lemak serta


jaringan elastik. Kulitnya menipis dan pembuluh darah berkurang, sehingga
menyebabkan pengerutan lipatan vulva
• Perubahan hormon
Pada kondisi menopause reaksi yang nyata adalah perubahan hormon estrogen
yang menjadi berkurang meskipun perubahan terjadi juga pada hormon lainnya,
seperti progesteron, tetapi perubahan fisik tubuh maupun organ reproduksi, juga psikis
adalah akibat perubahan hormon estrogen.

Perubahan fisik pada usia lanjut meliputi :

• Perubahan kulit →Lemak dibawah kulita berkurang sehingga kulita menjadi kendur,
tumbuh bintik hitam dapa kulit, kelenjar kulit kurang berfungsi sehingga kulit menjadi
kering dan keriput.

• Perubahan metabolisme tubuh→Terjadi perubahan pada makanan yang mengandung


serat.

• Perubahan metabolisme genetalia →Liang sanggama terasa kering sehingga mudah


terjadi infeksi.

• Perubahan pada tulang →Terjadi pengapuran pada tulang sehingga mudah patah,
terutama sendi paha.

45
6. Determinan AKI
A. Angka Kematian Ibu (AKI)
a. Definisi Kematian Ibu
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kematian ibu didefinisikan
sebagai kematian yang terjadi saat masa kehamilan atau dalam kurun waktu 42
hari setelah berakhirnya kehamilan. Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, kecuali kecelakaan.Angka kematian ibu adalah jumlah kematian wanita selama
proses kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) yang terkait
dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidental) per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) berguna untuk
menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu,
kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan
kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas.

b. Angka Kematian Ibu


Target Millenium Development Goals (MDGs) untuk menurunkan angka
kematian ibu adalah 102 per 100.000 pada tahun 2015
Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) bahwa:
228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007
359 per 100.000 pada tahun 2012
305 per 100.000 pada tahun 2015

c. Determinan Kematian Ibu


Menurut Mc Carthy dan Maine Determinan ada 3, yaitu :
1. Determinan Kontekstual (Determinan Dekat)
Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat terhadap kejadian
kematian maternal, yang meliputi kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tiap wanita hamil memiliki risiko
komplikasi tersebut, tetapi dibedakan menjadi ibu hamil resiko rendah, dan ibu
hamil risiko tinggi.Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

46
a) Perdarahan
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain
melahirkan ketika usia muda, melahirkan ketika usia tua, melahirkan terlalu
sering dan jarak antara satu kelahiran dan lainnya terlalu rapat.

b) Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada masa kehamilan, selama persalinan (inpartu)
maupun masa nifas.Infeksi pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir pada
masa kehamilan, baik kehamilan muda maupun tua.Keadaan infeksi ini
berbahaya karena dapat mengakibatkan sepsis, yang mungkin menyebabkan
kematian ibu.Infeksi sepsis ini umumnya terjadi beberapa hari setelah seorang
ibu melahirkan. Sepsis berat dapat menyebabkansyok septik, yang
berdampak pada gangguan mental serta bisa dengan cepat merusak beberapa
organ seperti ginjal, hati, paru-paru.Gejalanya : hipotermia, hipotensi, ikterus,
dan detak jantung tak teratur.

c) Preeklampsia dan Eklampsia


Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria.Tanda bahaya preeklampsia antara lain
: sakit kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur, hematemesis,
hematuria, proteinuri, kejang, mual-muntah, sesak, nyeri pada perut bagian
atas Sedangkan eklampsia adalah preeklampsia yangdapat berdampak serius
dan berakibat fatal bagi ibu dan janin dalam kandungan disertai dengan
kejang dan/atau koma.

d) Partus Macet
Partus macet atau partus lama merupakan persalinan yang berlagsung
lebih dari 18 jam sejak inpartu. Keadaan ini dapat membahayakan jiwa janin
dan ibu.

47
e) Ruptura Uterus
Ruptura uterus adalah sobeknya uterus atau rahim.Ruptura uterus dapat
terjadi secara komplex yaitu robekan terjadi pada semua lapisan miometrium
termasuk peritoneum (janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan
mati), maupun ruptura uterus inkomplet, yaitu robekan rahim secara parsial dan
peritoneum masih utuh.

2. Determinan Antara
Determinan antara merupakan determinan yang akan mempengaruhi
determinan dekat sehingga dapat menyebabkan kematian ibu, yang termasuk
ke dalam determinan antara yaitu:
1. Status Kesehatan
Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian
maternal meliputi status gizi, anemia, penyakit yang diderita ibu, dan
riwayat komplikasi pada kehamilan dan persalinan sebelumnya.

2. Status Reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian
maternal adalah usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status
perkawinan ibu.

3. Akses terhadap Pelayanan Kesehatan


Akses terhadap pelayanan kesehatan meliputi keterjangkauan lokasi
pelayanan kesehatan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia, serta
keterjangkauan informasi.Di negara berkembang seperti Indonesia,
umumnya berhubungan dengan tiga keterlambatan (The Three Delay
Models), yaitu:
I. Terlambat mengambil keputusan
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat masyarakat
dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena masalah tradisi
atau kepercayaan dalam pengambilan keputusan di keluarga, dan

48
ketidakmampuan menyediakan biaya; keluarga terlambat merujuk karena
tidak mengerti tanda bahaya yang mengancam jiwa ibu; tenaga kesehatan
terlambat melakukan pencegahan dan/atau mengidentifikasi komplikasi
secara dini; dan tenaga kesehatan tidak mampu mengadvokasi pasien dan
keluarganya mengenai pentingnya merujuk tepat waktu agar jiwa ibu dan
bayi selamat.
II. Terlambat Mencapai RS Rujukan dan Rujukan Tidak Efektif
Keterlambatan kedua ini dapat disebabkan oleh hal berikut,
masalah geografis, ketersediaan transportasi, stabilisasi pasien
komplikasi tidakdilakukan atau tidak efektif, serta monitoring pasien
selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan tetapi tidak
ditindaklanjuti.
III. Terlambat Mendapat Pertolongan Adekuat di RS Rujukan
Terlambat mendapat pertolongan adekuat di RS merupakan
keterlambatan ketiga yang sering terjadi, hal tersebut dapat disebabkan
karena sistem administratif RS tidak efektif, tenaga kesehatan yang
dibutuhkan tidak tersedia, tenaga kesehatan yang kurang terampil,
sarana dan prasarana tidak lengkap atau tidak tersedia, darah tidak
segera tersedia, pasien tiba di RS dengan ‘kondisi medis yang sulit
diselamatkan’, kurang jelasnya pengaturan penerimaan kasus darurat
agar tidak terjadi penolakan pasien atau agar pasien dialihkan ke RS
lain secara efektif, serta kurangnya informasi di masyarakat mengenai
kemampuan sarana pelayanan kesehatan yang dirujuk dalam
penanganan kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir, sehingga
pelayanan adekuat tidak diperoleh.

4. Perilaku Sehat
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain
meliputi perilaku penggunaan alat kontrasepsi, perilaku pemeriksaan
antenatal, penolong persalinan, serta tempat persalinan.

49
3. Determinan Jauh (Determinan Proksi)
Meskipun determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian ibu,
tetapi juga perlu dipertimbangkan dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi
penanganan kematian ibu. Faktor yang termasuk kedalam determinan jauh antara
lain status wanita dalam keluarga dan masyarakat yang termasuk didalamnya
pendidikan dan pekerjaan ibu. Wanita yang memiliki pendidikan tinggi akan
lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, sehingga dapat
mengambil keputusan tentang keadaan dirinya dan cepat mencari pertolongan
di pelayanan kesehatan.

d. Kendala dan Tantangan


Kendala Tantangan untuk penurunan AKI antara lain :

a) Belum adanya kesamaan persepsi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,


dan stakeholder yang menangani permasalahan AKI di Indonesia
b) Belum adanya komitmen dari pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan
amanah Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan untuk
mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5% APBN dan 10% APBD di luar
gaji
c) Dari anggaran kesehatan yang ada, hampir semua daerah tidak memiliki
alokasi khusus untuk penanganan masalah kematian ibu
d) Belum ada semangat memberikan pelayanan kesehatan reproduksi sebagai
upaya mencegah terjadinya kematian ibu
e) Beberapa kebijakan untuk mengurangi AKI memang sudah dibuat oleh
pemerintah namun implementasi dan monitoring terhadap pelaksanaan masih
sangat kurang maksimal dijalankan
f) Kebutuhan akan alat kontrasepsi masih belum dapat dipenuhi serta angka
unmet need masih cukup tinggi
g) Kurangnya sosialisasi dan pelibatan masyarakat terhadap upaya penurunan
AKI, khususnya di daerah terpencil
h) Belum meratanya fasilitas kesehatan di daerah terpencil, sekalipun ada fasilitas
kesehatan tidak selalu memiliki tenaga kesehatan yang memadai untuk

50
melakukan pemeriksaan kehamilan dan bantuan persalinan kepada ibu
melahirkan
i) Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pencegahan
AKI di Indonesia, ditambah sebagian besar daerah terpencil Indonesia masih
mengalami masalah kelaparan dan kurang gizi yang juga menimpa ibu hamil
yang membutuhkan banyak asupan makanan sehat

e. Upaya-Upaya Penurunan AK
Upaya-UpayaPemecahan masalah Angka Kematin Ibu dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
Tahap 1 : Mapping Strategy
Yang dimaksud dengan mapping strategy disini adalah suatu strategi
pemetaan dengan melakukan pendataan secara akurat yang bertujuan untuk
memperoleh data mengenai ibu hamil dan pasangan usia subur di suatu wilayah.
Dengan melakukan mapping strategy tersebut maka dapat diperoleh suatu peta
sasaran yang dapat membantu memberikan informasi mengenai jumlah ibu dan
pasangan usia subur yang ada dalam suatu wilayah. Dari hasil mapping strategy,
akan diperoleh data jumlah ibu hamil dan pasangan usia subur. Dari data jumlah ibu
hamil dan pasangan usia subur tersebut kemudian dikelompokan atau
diklasifikasikan berdasarkan variable kelompok umur. Mapping strategi dilakukan
dengan tahap pengumpulan data baik primer maupun sekunder, kemudian
pengolahan data dananalisis data, setelah itu mengidentifikasi dimana letak masalah
yang ada dengan menggunakan diagram fishbone untuk menjadi bahan dalam
langkah selanjutnya.

Kegiatan Tahap 2 : Penyuluhan Intensif


Langkah selanjutnya adalah mengadakan kegiatan penyuluhan. Kegiatan
penyuluhan yang intensif ini dilakukan dengan berpedoman pada peta sasaran yang
telah dibuat pada tahap mapping strategi. Kegiatan penyuluhan bertujuan untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat terutama dalam hal ini
sasarannya adalah ibu dan pasangan usia subur sehingga pengetahuan mereka

51
mengenai kesehatan reproduksi, upaya pemeliharaan kesehatan saat hamil dan
tindakan yang harus dilakukan pada saat hamil dan melahirkan akan meningkat.
Penyuluhan ini juga bertujuan untuk membuat mereka menjadi lebih berdaya dan
Pertemuan Dukun Bersalin Desa
Melakukan Pendekatan MasyarakatPengumpulan DataPendidikan dan Promosi
Kesehatan Identifikasi Masalah Analisa Data Pengolahan Data Pendidikan
Pembinaan Dukun Bersalinmandiri sehingga dengan pengetahuan yang telah
mereka peroleh mereka dapat memelihara kesehatan secara mendiri. Dalam upaya
ini perlu adanya pendekatan terhadap masyarakat, dengan tujuan untuk menarik dan
memudahkan mengorganisir masyarakat untuk dapat ikut penyuluhan pendidikan
kesehatan yang intensif.

Kegiatan Tahap 3 : Pemberdayaan Dukun Bersalin


Melihat banyaknya kasus angka kematian ibu ketika bersalin akibat
pertolongan oleh tenaga non profesional atau dukun bayi yang kurang terlatih, oleh
karena itu pelaksanaan pemberdayaan dukun bayi dalam pendampingan persalinan
sangat penting dilakukan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi selama dan
setelah masa persalinan. Aplikasi dari pemberdayaan tersebut adalah menempatkan
dukun bayi yang sebelumnya sebagai penolong persalinan kini beralih fungsi
sebagai mitra dengan bidan dalam melakukan asuhan dan pendampingan selama
ibu hamil, bersalin sampai masa nifas dengan pendekatan kekeluargaan dan kasih
sayang. Pemberdayaan dukun bayi tersebut juga bermaksud untuk mengubah
pandangan sebagian kecil masyarakat yang masih percaya kepada dukun bayi,
sehingga ibu hamil yang ingin melahirkan dapat beralih ke bidan dengan daya tarik
dukun bayi sebagai pendampingan dalam proses persalinan. Dalam pelaksanaan
pemberdayaan tersebut, dukun bayi membutuhkan bantuan teknis dari tenaga
profesional berupa pengetahuan, pelatihan, keterampilan mengenai proses
persalinan. Pemberdayaan dukun bayi, dilakukan dengan cara :
1. Mengadakan pertemuan dengan dukun bayi.
Hal ini dilakukan untuk pendekatan sebagai awal dalam pelaksanaan
pemberdayaan dukun bayi dalam pendampingan persalinan. Pertemuan ini

52
mencakup diskusi terkait proses persalinan yang tepat dan baik untuk menekan
angka kematian ibu dan bayi.
2. Pendidikan dan pembinaan dukun bersalin.
Dalam program ini, dukun bayi diberikan pemahaman tentang konsep
pendampingan persalinan dengan pendekatan- pendekatan atau teknik yang akan
dibimbing oleh bidan desa dan tenaga kesehatan yang terlatih. Bentuk nyata dari
program ini adalah berupa pelatihan kepada dukun bayi oleh bidan atau tenaga
kesehatan yang terlatih. Diharapkan agar bidan dan dukun bersalin dapat
bekerjasama untuk membantu proses persalinan, sehingga tidak ada lagi persalinan
yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih untuk mencegah adanya kematian ibu.

f. Keterkaitan Budaya dan Gender dengan Kehamilan Ibu


Gender adalah Pembedaan peran laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi
sosial atau budaya.Suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan
perilaku, keyakinan, mentalitas, dan emosi, serta faktor-faktor nonbiologis lainnya.
Budaya adalah kebiasaan/adat istiadat yang dipelihara (dipercaya) oleh masyarakat.
Yang berkaitan budaya dan gender dengan kehamilan ibu yaitu :
• Perkawinan dini (kematian ibu disebabkan karena usia ibu terlalu muda)
• Budaya bahwa perempuan belum diberikan kebebasan untuk menentukan
pilihannya sendiri (suami atau keluarga yang mengambil keputusan).
• Menggunakan kontrasepsi atau menentukan untuk menunda anak lagi (masih
didominasi para suami).
• Adanya diskriminasi gender terhadap kaum perempuan padahal semua orang
memiliki hak yang sama dalam kesehatan.
• Mitos tentang larangan mengkonsumsi makanan tertentu (padahal mengandung
protein tinggi yang dibutuhkan oleh bayi
• Seorang ibu (wanita karir) tidak mempunyai waktu cuti untuk merawat sang bayi
sehingga bayi nya dirawat oleh keluarga lain.

53
7. Perkembangan program Keluarga Berencana
1 Definisi Progam Keluarga Berencana (KB)
Pengertian progam keluarga berencana menurut UU NO. 10 Tahun 1992 tentang
perkembangan kependudukan dan pengembangan keluarga sejahtera adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengatura
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera.

2 Tujuan Progam KB

Secara umun tujuan 5 tahu kedepan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan
misi progam KB adalah : “Membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi
pelaksana progam KB Nasional yang kuat dimasa mendatang sehingga visi untuk mewujudkan
keluarga berkulaitas 2015 dapat tercapai.”
Tujuan utama progam KB Nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan
pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat atau angka
kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka
membangun keluarga kecil berkualitas sedangkan tujuan progam Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) adalah untuk meningkatkan pemahaman, penhgetahuan, dan perilaku positif remaja
tentang kesehatan dan hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya,
untuk mempersiapkan kehidupan dalam mendukung upaya meningkatkan kualitas generasi
mendatang.
Tujuan progam penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas adalah untuk membina
dan kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi, serta pemberdayaan dan ketahanan keluarga terutama yang diselenggarakan oleh
intitusi masyarakat di daerah perkotaan dan pedesaan, sehingga membudidaya dan lembaganya
keluarga kecil berkualitas. Perlu diketahui bahwa tujuan-tujuan tersebut berkaitan erat dan
merupakan kelajutan dari tujuan progam KB tahun 1970, yaitu :
1. Tujuan demografis berupa penurunan TFR tahun 200 sebesar 50% dari kondidi TFR tahun
1970.
2. Tujuan filosofi berupa kelembagaan dan pembudidayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (NKKBS).
54
a. Perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan
1) Pengaturan jarak dan usia melahirkan.
2) Penggunaan kontrasepsi rasional, efektif dan efesien.
3) Pelayanan KB bagi keluarga miskin.
4) Keterlibatan pria dalam perencaan kehamilan dan keterlibatan pria dalam KB.
5) Penurunan kehamilan dikalangan PUS muda.
6) Meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak dengan cara :
a. Pengaturan usia melahirkan yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
b. Pengaturan jarak antara kehamilan.
c. Peningkatan keterlibatan pria dalam kehamilan anak. Peningkatan menyusui ekslusif.
d. Pencegahan dan perlindungan HIV dan AIDS.
7) Meningkatkan kesehatan dan kepuasan seksual dengan cara :
a. Kondom fungsi ganda ( dual protection )
b. Progam Universal Precaution untuk pencegahan HIV dan AIDS dalam progam KB.
c. Penggunaan kontrasepsi pada PUS yang ingin menunda anak pertama.
d. Pelayanan integrase dan deteksi dini kanker alat reproduksi.

3 Sasaran Progam KB

Adapun sasaran Progam KB nasional 5 tahun kedepan seperti tercantum dalam RPJM 2004-
2009 adalah sebagai berikut :
1. Menurun nya rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) secara nasional menjadi 14%
pertahun.
2. Menurunkan angka kelahiran Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan.
3. Meningkatkan peserta KB pria menjadi 4,5%
4. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efesien.
5. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.
6. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang aktif dalam
usaha ekonomi produktif.
7. Meningkatnya jumlah institusi masayarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi. Sehingga didapatkan hasil :
1. Tercapainya peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor.

55
2. Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71.87 dari pasangan
usia subur sebanyak 7.093.654.
3. Meningkatnya rata-rata usia kawin pertama wanita menjadi 18,2 tahun.
4. Pengendalian perkembangan kependudukan terutama tingkat pertumbuhan migrasi dan
persebaran penduduk.

4 Ruang Lingkup Progam KB

1. Pemanfaatan PIK-KRR yang sudah ada.


2. Pembentukan PIG-KRR yang baru terutama dikabupaten / kota yang belum memiliki
PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan PIK-KRR.
3. Pelatihan bagi pendidik sebaya dan konselor sebaya.

5 Strategi Pendekatan dan Cara Operasional Progam Pelayanan KB

Strategi tiga dimensi Progam KB sebagai pendekatan Progam KB Nasional. Strategi ini
fiterapkan atas dasar survei terhadap kecenderungan respon Pasangan Usia Subur (PUS) di
Indonesia terhadap ajakan (KIE) untuk ber KB. Berdasarkan hasil survei tersebut Respon PUS
terhadap KIE KB terbagi dalam tiga kelompok :
1. 15% PUS langsung merespon “ya” untuk ber KB.
2. 15% - 55% PUS merespon ragu-ragu untuk ber KB.
3. 30% PUS merepon “tidak” untuk ber KB.
Strategi tiga dimensi ini juga diterapkan untuk merespon desakan untuk secepatnya
menurunkan TFR dan membudayakan NKKBS sebagai norma progam KBN.Strategi dimaksud
dibagi dalam tiga tahap pengelolaan progam KBN sebagai berkut :
1. Tahap Perluasan Jangkauan

Pada tahap ini penggarapan progam lebih difokuskan kepada sasaran :

a. Converage wilayah

Penggarapan wilayah adalah penggarapan progam KB lebih mengutamakan pada


penggarapan wilayah seperti potensial wilayah Jawa Bali yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Bali dengan Kondisi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan
besar.

56
b. Coverage khalayak

Diarahkan pada upaya menjadi akseptor KB sebanyak-banyaknya pada tahap ini


pendekatan pelayanan KB didasarkan pada pendekatan Klinik.

2. Tahap Kelembagaan

Tahap ini diterapkan untuk mengantisipasi keberhasilan pada tahap yaitu tahap
perluasan jangkauan. Pada tahap ini coverage wilayah diperluas menjangkau provinsi-
provinsi diluar Jawa-Bali dengan sebutan provinsi Luar Jawa-Bali yaitu : Provinsi-
provinsi di pulau Sumatera, sebagian pulau Kalimantan, pulau Sulawesi. Sedangkan
pada tahap ini coverage khalayak diarahkan pada jangkauan PUS yang ragu-ragu
dengan merangsang timbulnya pastisipasi masyarakat sebagai pengelola progam
seperti PKKBD (Pos LB Desa, Sub Pos dan LSM lainya).

Pada tahap ini indicator kuantitatif kesetaraan ber KB berada pada kisaran 45% -
65% dengan prioritas pada pelayanan kontrasepsi Methode Jangka Panjang (MJP)
dengan memanfaatkan momentum-momentum besar.

3. Tahap Pembudayaan Progam KB


Pada tahap ini coverage wilayah diperluas menjangkau provinsi-provinsi
diseluruh Indonesia. Sedangkan coverage khalayak diperluas menjangkau sisa PUS
yang menolak, oleh peserta itu pendekatan progam KB dilengkapi dengan pendekatan
Takesra dan Kukesra.

6 Dampak Progam KB Terhadap Kehidupan Sosial


Dampak progam KB terhadap kehidupan social, yaitu :
1. Implikasi Progam KB terhadap Bidang Pendidikan.
a. Aspek Nikro.
Merubah komposisi penduduk dari komposisi expensive menjadi kemampuan
constructive dan stationare. Perubahan ini berpengaruh pada pengembangan antara
kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dengan kemampuan Negara untuk
melaksanakan investasi dibidang pendidikan.

57
b. Aspek Makro.
Dengan ber KB menuju keluarga kecil akan memberi peluang untuk
menyekolahkan anak. Ukuran yang lazim dipakai dalam bidang pendidikan adalah :
1). Angka Partisipasi Kasar (APK)
Indicator ini mengukur proporsi anak sekolah pada jenjang pendidikan tertentu
dalam kelompok umur jenjang pendidikan tersebut. APK biasanya diterapkan untuk
jenjang pendidikan sampai usia 7-12 tahun, (usia 13-15 tahun), dan SLTA (usia 16-18
tahun).

2). Angka Partisipasi Murni (APM)


Indicator ini mengukur proporsi anak yang bersekolah pada kelompok umur
tertentu pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umur tersebut. APM selalu lebih
rendah dibandingkan dengan APK karena pembilangannya lebih kecil sementara
penyebutnya sama. Nilai APM yang mendekati 100% menunjukan hamper semua
penduduk bersekolah tepat waktu sesuai dengan usia sekolah pada pendidikan nya.
3). Angka Melek Huruf.
Angka melek huruf adalah prosentase penduduk yang memiliki kemampuan
membaca dan menulis huruf latin dan atau lainnya. Indicator ini menggambarkan mutu
SDM yang diukur dalam aspek pendidikan. Semakin tinggi nilai indicator ini semakin
tinggi mutu SDM suatu masyarakat. Untuk mempertajam analisis batasan usia dapat
diubah sesuai kebutuhan.

4). Pendidikan Yang Ditawarkan.


Indicator ini menunjukan keterkaitan system pendidikan dalam mendidik
kelompok penduduk dewasa.

5). Rata-rata Lama Sekolah.


Rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variable secara
simultan yaitu tingkat / kelas yang sedang / pernah dijalani dengan jenjang pendidikan
tertinggi yang ditamatkan.

58
2. Implikasi Progam KB terhadap Angkatan Kerja.
Angkatan Kerja (AK) adalah penduduk yang berumur 10 tahun keatas dan selama
seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun sementara tidak bekerja
karena suatu sebab seperti sedang menunggu panen, pegawai sedang cuti, dan pekerja
keras professional (dukun/dalang) yang sedang menunggu pekerjaan berikutnya.
Disamping itu mereka tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan dan
mendapatkan imbalan berupa balas jasa.
Pengaruh progam KB terhadap angkatan kerja adalah mereduksi penduduk usia
kerja dengan merubah komposisi penduduk usia kerja dengan merubah komposisi
penduduk dari ekpansi menjadi produktif.

3. Pengaruh Implikasi Pelaksanaan Progam KB terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi.


Kehidupan social ekonomi dalam hal ini tidak lepas dari pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan sebagai suatu proses dimana Riil Nasional
Income naik secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Kenaikan Riil Nasional
Income naik secara terus menerus dalam jangka waktu lama.
Kenaikan Riil Nasional Income dipengaruhi olej beberapa factor dominan, antara
lain. Pendapatan (Y), konsumsi C, tabungan / saving (S), dan investor (I).

Secara makro pengaruh pelaksanaan progam KB terhadap pembangunan ekonomi


banyak berkaitan dengan kebutuhan dan kemampuan Negara untuk melakukan investasi.
Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk akan berpengaruh terhadap semakin
tingginya investasi. Prof. DR. Soemitro Djoyohandikusumo mengemukakan apabila
tingkat investasi suatu Negara tidak dapat mengimbangi tingkat laju pertumbuhan
penduduknya, maka akan berakibat pada penurunan kualitas kehidupan masyarakat.

4. Pengaruh progam KB terhadap Kehidupan Budaya.

Aspek budaya yang banyak dipengaruhi dan mempengaruhi pelaksanaan progam


KB adalah pada perilaku / tingkah laku / pola piker yang rasional dan bertanggung jawab,
kebersihan lingkungan.

59
7 Situasi dan Perkembangan Progam Keluarga Berencana di Indonesia

Situasi dan perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia :

International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994 di


Kairo telah merubah paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan, yang semula
berorientasi kepada penurunan fertilitas (manusia sebagai obyek) menjadi pengutamaan
kesehatan reproduksi perorangan dengan menghormati hak reproduksi setiap individu
(manusia sebagai subyek).

Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis, komprehensif


dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. UU Nomor
52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak,
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan
sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan dengan KB dalam Millenium


Development Goals (MDGs) 2015 target 5b (Akses Universal terhadap Kesehatan
Reproduksi) yang diharapkan akan memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan
kesehatan ibu. Indikator tersebut adalah Contraceptive Prevalence Rate (CPR), Age Specific
Fertility Rate (ASFR), dan unmet need. Target nasional indikator tersebut pada tahun 2015
adalah CPR sebesar 65%, ASFR usia 15-19 tahun sebesar 30/1000 perempuan usia 15-19
tahun dan unmet need 5%.

Dalam upaya akselerasi pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana


(KKB), dengan memperhatikan RPJMN dan Renstra BKKBN tahun 2010-2014, maka telah
direvisi sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2014. Sasaran yang hendak dicapai pada
tahun 2014 adalah TFR sebesar 2,36, CPR sebesar 60,1% dan unmet need sebesar 6,5%.

Dalam satu dekade terakhir, keberhasilan pelayanan Keluarga Berencana di


Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan kurangnya perbaikan
beberapa indikator KB yaitu CPR, unmet need dan Total Fertility Rate (TFR).

Berikut situasi dan perkembangan progam keluarga berencana (KB) di Indonesia :

60
1. Kesiapan layanan

Sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 78


disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga,
fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang
aman bermutu dan terjangkau oleh masyarakat.

A. Alat dan obat kontrasepsi (Alokon)

Pada saat ini Pemerintah menyediakan secara gratis tiga jenis alokon di seluruh
wilayah Indonesia, yaitu kondom, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan susuk
KB. Terdapat 7 provinsi yang menyediakan alokon lainnya juga secara gratis, yaitu Aceh,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua
Barat. Di provinsi lain, selain kondom, AKDR, dan susuk KB, jenis alokon lainnya hanya
tersedia secara gratis bagi masyarakat miskin (Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga
Sejahtera 1). Dengan demikian memang ada sebagian masyarakat yang harus membayar
sendiri penggunaan alokon yang dibutuhkannya.

Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan


penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral,
IUD, dan sebagainya.
Adapun beberapa jenis alat kontrasepsi, antara lain :
1.Pil (biasa dan menyusui) yang mempunyai manfaat tidak mengganggu hubungan
seksual dan mudah dihentikan setiap saat. Terhadap kesehatan resikonya sangat kecil.
2.Suntikan (1 Bulan dan 3 Bulan) sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan)
selama tahun pertama penggunaan. Alat kontrasepsi suntikan juga mempunyai
keuntungan seperti klien tidak perlu menyimpan obat suntik dan jangka pemakaiannya
bias dalam jangka panjang.
3. Implan (susuk) yang merupakan alat kontrasepsi yang digunakan dilengan atas bawah
kulit dan sering digunakan pada tangan kiri. Keuntungannya daya guna tinggi, tidak
mengganggu produksi ASI dan pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah
pencabutan.

61
4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan alat kontrasepsi yang digunakan
dalam rahim. Efek sampingnya sangat kecil dan mempuyaikeuntungan efektivitas
dengan proteksi jangka panjang 5 tahun dan kesuburan segera kembali setelah AKDR
diangkat.
5. Kondom, merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan
diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang
dipasang pada alat vital laki-laki saat berhubungan seksual. Manfaatnya kondom
sangat efektif bila digunakan dengan benar dan murah atau dapat dibeli secara umum.
6. Tubektomi adalah prosedur bedah mini untuk memotong, mengikat atau memasang
cincin pada saluran tuba fallopi untuk menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang
perempuan. Manfaatnya sangat efektif, baik bagi klien apabila kehamilan akan terjadi
resiko kesehatan yang serius dan tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

B. Fasilitas kesehatan
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar diharapkan memberikan
kontribusi terbesar dalam memberikan pelayanan KB di masyarakat. Namun sejak tahun
1997 telah terjadi pergeseran pemanfaatan fasilitas pelayanan kontrasepsi oleh peserta
KB dari pelayanan pemerintah ke pelayanan swasta, seperti ditunjukkan dalam hasil
SDKI tahun 1997, 2003 dan 2007. Kecenderungan pemanfaatan fasilitas pelayanan
swasta untuk pelayanan kontrasepsi meningkat secara konsisten dari 42% menjadi 63%
dan kemudian 69%, sedangkan di fasilitas pelayanan pemerintah menurun dari 43%,
menjadi 28% dan kemudian 22%.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan tempat terbanyak
masyarakat mendapatkan pelayanan KB di sektor swasta adalah Bidan Praktek Mandiri,
yaitu 52,5%. Fasilitas pelayanan pemerintah seperti rumah sakit, puskesmas, pustu dan
poskesdes atau polindes digunakan oleh sekitar 23,9% peserta KB.
Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2011, kegiatan pelayanan KIA/KB
telah dilaksanakan di 97,5% puskesmas. Pelayanan KIA dan KB termasuk 6 (enam)
pelayanan wajib puskesmas, maka seharusnya setiap puskesmas menyediakan layanan
tersebut. Namun, masih ada puskesmas yang belum memberikan pelayanan KIA dan KB,

62
seperti di Provinsi Papua terdapat 18,4% puskesmas yang belum memberikan layanan
KIA dan KB, Papua Barat 5,8%, dan Maluku 3,1%.
Didapatkan pula bahwa sebanyak 32,6% puskesmas memiliki ruangan poliklinik
khusus KB. Persentase puskesmas yang memiliki poliklinik khusus KB terbesar terdapat
di DKI Jakarta (66,4%) dan terendah di Provinsi Sulawesi Tenggara (12,9%). Di daerah
perkotaan sekitar 43,2% puskesmas memiliki poliklinik khusus KB sementara di daerah
perdesaan sekitar 29%.
Meskipun 97,5% puskesmas telah melaksanakan pelayanan KIA/KB, namun
puskesmas yang petugasnya telah mendapat pelatihan KB baru 58% dan hanya terdapat
32,2% puskesmas yang memiliki kecukupan sumber daya dalam program KB.
Kecukupan sumber daya tersebut meliputi kompetensi pelayanan, ketersediaan petugas di
puskesmas, ketersediaan pedoman dan Standar Prosedur Operasional (SPO), dan
bimbingan teknis.

2. Kualitas layanan

A. Pemilihan Metode

63
Pada grafik di atas dapat kita lihat rasio penggunaan Non-MKJP (Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang) dan MKJP setiap tahun semakin tinggi, atau pemakaian
kontrasepsi non-MKJP lebih besar dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi MKJP.
Padahal Couple Years Protection (CYP) Non-MKJP yang berkisar 1-3 bulan memberi
peluang besar untuk putus penggunaan kontrasepsi (20-40%).

Sementara itu CYP dari MKJP yang berkisar 3-5 tahun memberi peluang untuk
kelangsungan yang tinggi, namun pengguna metode ini jumlahnya kurang banyak. Hal ini
mungkin disebabkan karena penggunaan metode ini membutuhkan tindakan dan
keterampilan profesional tenaga kesehatan yang lebih kompleks.

64
B. Kepuasan penggunaan KB

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa IUD, yang merupakan salah satu
metode MKJP, paling sedikit menimbulkan keluhan dibandingkan pil, suntikan dan susuk
KB.

3. Dampak

A. Pengetahuan pengguna KB

Metode KB dapat dibedakan menjadi KB cara modern dan cara tradisional.


Metode KB cara modern adalah sterilisasi, pil, IUD, suntik, susuk KB, kondom,
intravagina/diafragma, kontrasepsi darurat dan Metode Amenorea Laktasi (MAL).
Sedangkan cara tradisional misalnya pantang berkala dan senggama terputus.

Berdasarkan jenis tempat tinggal, pengetahuan mengenai sterilisasi, IUD,


kondom, diafragma, kontrasepsi darurat dan MAL di perkotaan cenderung lebih tinggi,
sedangkan pil, suntik dan implan di perkotaan juga lebih tinggi namun tidak jauh
berbeda dengan perdesaan.

Berdasarkan tingkatan, baik yang tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak
tamat SMU+, maupun tamat SMU+, metode yang paling diketahui adalah suntik dan pil.
65
Sedangkan yang kurang diketahui, di setiap tingkat pendidikan juga hampir sama, yaitu
MAL, kontrasepsi darurat, dan diafragma. Kita dapat lihat bahwa yang mengetahui
mengenai pil, suntik dan susuk cenderung sama di tiap level pendidikan, kecuali untuk
yang tidak sekolah. Sedangkan sterilisasi, IUD, dan metode lain cenderung semakin
diketahui seiring meningkatnya pendidikan.

B. Total Fertility Rate (TFR)

Gambar di atas menyajikan TFR hasil SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007
dan 2012. Terlihat adanya penurunan dari 3 anak per wanita pada SDKI 1991 menjadi 2,6
anak pada SDKI 2002-2003. Angka TFR ini stagnan dalam 3 periode terakhir
pemantauan SDKI (2002, 2007, 2012). Untuk mencapai target RPJMN 2014 sebesar 2,36
maupun target MDG 2015 sebesar 2,11, tampaknya dibutuhkan upaya lebih sungguh-
sungguh.

66
Pada grafik yang memuat CPR dan TFR di atas dapat kita lihat bahwa meski
angka CPR terus meningkat dari kurun waktu tahun 1991-2012, namun angka TFR pada
periode tahun yang sama hanya mengalami sedikit penurunan yaitu 3 pada tahun 1991
dan hanya menurun menjadi 2,6 pada tahun 2012.

C. Age Specific Fertility Rate ASFR

Untuk usia 15-19 tahun menggambarkan banyaknya kehamilan pada remaja usia
15-19 tahun. Hasil SDKI 2012, ASFR untuk usia 15-19 tahun adalah 48 per 1.000
perempuan usia 15-19 tahun sedangkan target yang diharapkan pada tahun 2015 adalah
30 per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun.

67
D. Drop-Out (DO) rate KB

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa angka ketidaklangsungan (drop-out)


metode non-MKJP (pil dan suntikan) lebih tinggi dibandingkan metode MKJP (implant
dan IUD).

E. Contraceptive Prevalence Rate (CPR)

Pada gambar di atas dapat kita lihat bahwa Angka Kesertaan ber-KB (CPR)
peningkatannya sangat kecil, hanya 0,5% dalam 5 tahun terakhir, baik pada semua cara

68
KB maupun pada cara modern. Target RPJMN 2014 untuk cara modern sebesar 60,1%
dan MDG 2015 sebesar 65%, namun capaian tahun 2012 baru sebesar 57,9%.

F. Unmet Need

Kelompok orang yang membutuhkan pelayanan KB tapi tidak mendapatkannya


(unmet need) angkanya masih tinggi, hanya turun 0,6% dalam 5 tahun terakhir, bahkan
kalau dibandingkan dengan capaian 10 tahun yang lalu hanya turun 0,1% (karena angka
ini sempat meningkat pada tahun 2007).

10 Kaitan Budaya dan Gender dalam Progam Keluarga Berencana di Indonesia


Seperti yang kita tahu bahwa KB merupakan program nasional yang dibuat oleh
pemerintah untuk mengatur kehamilan pada perempuan. Mengatur kehamilan dalam hal ini
bisa berupa menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan
dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Pelaksanaan program KB disertai dengan penggunaan alat-alat KB atau disebut dengan alat
kontrasepsi baik diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan seperti yang dijelaskan di
atas. Dalam hal ini program KB merupakan tanggung jawab bersama antara laki-laki dan
perempuan sebagai pasangan suami istri. Suami dan istri harus saling mendukung satu sama
lain dalam pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi karena kesehatan kontrasepsi
khususnya KB merupakan urusan bersama bukan hanya urusan pihak perempuan tetapi juga

69
urusan pihak laki-laki. Dengan adanya tanggung jawab bersama, alat kontrasepsi yang dipilih
juga akan sesuai dengan kebutuhan serta keinginan kedua belah pihak.
Namun pada kenyataannya dalam pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi
tersebut, terjadi ketidakadilan gender. Yang mana banyak terjadi pada perempuan. Hal ini
didukung pula dengan adanya budaya patriarki yang ada di masyarakat. Budaya patriarki
merupakan budaya yang dibangun di atas dasar struktur dominasi dan sub ordinasi yang
mengharuskan suatu hirarki dimana laki-laki dan pandangan laki-laki menjadi suatu norma.
Masyarakat yang menganut sistem patriarki meletakkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan
yang dominan dibandingkan perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih
dibandingkan perempuan. Di semua lini kehidupan, masyarakat memandang perempuan
sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya. Budaya patriarki ini juga diajarkan secara
turun-temurun dari orang tua ke generasi penerusnya. Sehingga sejak anak-anak muda, orang
tua sudah memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda, bahkan tanpa mereka
sadari.

Bentuk ketidakadilan gender seperti yang dicantumkan dalam (Fakih, 2013) yang
dialami oleh perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi (KB) adalah sebagai berikut :

1. Kekerasan

Kekerasan adalah serangan atau invansi terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi orang. Kekerasan yang dimaksud dalam hal ini adalah ketika perempuan dipaksa
melakukan sterilisasi dalam keluarga berencana. Sterilisasi ini termasuk salah satu alat
yang disarankan dalam program KB. Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen yang
hanya diperuntukan bagi mereka yang tidak ingin atau tidak boleh memiliki anak (karena
alasan kesehatan). Maksud dari permanen yaitu kontrasepsi tersebut hampir tidak bisa
dibatalkan bila kemungkinan ingin memiliki anak. Sterilisasi diperuntukan bagi laki-laki
maupun perempuan. Sterilisasi pada laki-laki dilakukan dengan vasektomi, sedangkan bagi
perempuan dinamakan tubektomi.

Meskipun sterilisasi ini diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan. Namun,


karena bias gender perempuan dipaksa melakukan sterelisasi yang sering kali
membahayakan fisik ataupun jiwa perempuan. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi

70
target dalam mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan dijadikan sebagai korban
dalam pelaksanaan program tersebut meskipun semua orang tahu bahwa pesoalan tidak
hanya terjadi pada perempuan, melainkan juga terjadi pada pihak laki-laki.

Dalam hal ini sterilisasi yang dipaksakan pada perempuan menyebabkan


kekerasan baik fisik maupun psikologis pada perempuan. Kekerasan fisik berupa pada saat
operasi ahli bedah bisa tanpa sengaja merusak ligmen peritoneal yang akibatnya produksi
hormon pada ovarium menurun dan menopause dimulai dini. Selain itu juga perempuan
mengalami gangguan menstruasi. Sedangkan kekerasan dalam bentuk psikis adalah akan
menjadi beban pikiran dan merasa malu pada masyarakat karena tidak bisa mengandung
atau menghasilkan keturunan bagi pasangannya. Padahal tujuan sepasang suami istri
membina rumah tangga adalah menghasilkan keturunan.

2. Stereotipe

Secara umum stereotype adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok
tertentu. Strereotipe ini selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilanLaki-laki dan
perempuan sebenarnya memiliki akses yang sama dalam kehamilan. Karena kodrat laki-
laki yang memiliki sperma, dan perempuan memiliki sel telur, ketika keduanya bertemu
maka terjadi pembuahan yang menyebabkan kehamilan. Akan tetapi karena tempat untuk
mengandung terdapat pada tubuh perempuan, dan yang akan mengandung adalah
perempuan maka masyarakat menganggap penggunaan alat kontrasepsi untuk mengatur
kehamilan nantinya adalah perempuan.

Anggapan masyarakat yang demikian menghasilkan suatu pelabelan atau


penandaan bahwa perempuanlah yang harus memakai alat kontrasepsi. Padahal alat
kontasepsi tidak hanya diperuntukan bagi perempuan saja, akan tetapi pemerintah juga
menyediakan atau membuat alat kontrasepsi bagi laki-laki meskipun jumlahnya lebih
sedikit diabandingkan dengan perempuan. Jika laki-laki menggunakan alat kontrasepsi
seperti kondom, maka dianggap mengganggu kenikmatan berhubungan, akan tetapi hal
tersebut tidak bagi perempuan yang memakai alat kontrasepsi. Dalam hal ini perempuan
selalu dijadikan sebagai objek dan target sasaran dalam keluarga berencana.

71
3. Subordinasi

Subordinasi merupakan anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional


sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang
menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Dengan adanya stereotipe
bahwa penggunaan alat kontrasepsi adalah perempuan, juga menyebabkan adanya
subordinasi pada perempuan. Ketika perempuan (istri) hendak menggunakan alat
kontrasepsi maka dia harus berkonsultasi dengan pihak laki-laki yaitu suaminya dan
apabila suami tidak menyetujuinya maka seorang istri harus mematuhi keputusannya. Hal
ini menunjukan bahwa Perempuan tidak memiliki kekuatan untuk memutuskan metode
kontrasepsi yang diinginkan, karena bergantung pada keputusan suami.

Keputusan perempuan dalam menentukan alat kontrasepsi bagi kesehatannya


kurang dipedulikan atau dinomorduakan dalam keluarga, bahkan terkadang keputusan
tersebut ditolak oleh laki-laki (suami). Penyebabnya karena adanya anggapan bahwa
perempuan lemah, tidak berdaya, tidak bisa mengambil keputusan sendiri, tidak bisa
tampil memimpin, dan sebagainya. Berbeda dengan laki-laki sebagai kepala keluarga
dianggap bisa mempimpin, mengambil keputusan keluarga, mengatur kelurga, dan lain
sebagainya. Akibatnya laki-laki menjadi superior dan lebih dominan dalam mengambil
keputusan dan dalam kontrol terhadap perempuan termasuk dalam penggunaan alat
kontrasepsi. Penyebab lain terjadi karena adanya budaya patriarki yang dianut oleh
masyarakat Indonesia, sehingga menempatkan perempuan di posisi kedua. Selain itu,
dengan adanya budaya patriarki juga seolah-olah melegalkan adanya ketidakadilan
gender ini.

Meskipun control terhadap perempuan sangat dominan, akan tetapi partisipasi


laki-laki dalam program KB rendah. Hal ini disebabkan karena beberapa factor yaitu: (1)
pengetahuan laki-laki yang rendah terhadap alat kontrasepsi, penyebabnya ketika
perempuan hendak mengusulkan alat kontrasepsi yang akan di gunakan maka si laki-laki
menolaknya dengan alasan bahwa dia lebih bisa mengambil dan menentukan alat
kontrasepsi yang sesuai; (2) keterbatasan atau sedikitnya jumlah alat kontrasepsi bagi
laki-laki, yaitu hanya berupa kondom dan vesektomi; (3) sarana yang disediakan oleh

72
pelayanan kesehatan untuk laki-laki lebih sedikit dibandingkan untuk perempuan, hal ini
terjadi akibat adanya stereotipe bahwa sasaran KB adalah perempuan.

Oleh karena itu, peningkatan partisipasi laki-laki dalam program KB dan


kesehatan reproduksi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya untuk mewujudkan
kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan. Dengan adanya partisipasi laki-laki
ini, maka strereotipe tentang sasaran KB yaitu perempuan dapat dihilangkan, karena laki-
laki juga menjadi sasaran KB. Selain itu, laki-laki juga berkesempatan sama dalam
penggunaan alat kontrasepsi, mendukung meningkatkannya kesehatan ibu, serta dapat
memerangi HIV/AIDS serta penyakit menular seksual yang dapat ditularkan pada
perempuan.

73
8. Kesehatan reproduksi remaja
A. PENGERTIAN REMAJA
Remaja at “adolescence” (Inggris), berasal dr bahasa latin “adolescere” yg berarti tumbuh ke
arah kematangan. Kematangan yg dimaksud adl bukan hanya kematangan fisik saja,tetapi juga
kematangan sosial & psikologis.

Usia remaja : WHO 12 – 24 thn

Depkes RI 10 – 19 thn/blm kawin

BKKBN 10 – 19 thn

• Masa remaja ➔ masa transisi yg ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, & psikis.

• Masa remaja usia 10 – 19 thn ➔ suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia,
& sering disebut dg pubertas.

• Masa remaja ➔ periode peralihan & masa anak ke masa dewasa.

1. Perkembangan Remaja & Ciri-cirinya

I. Masa remaja awal (10-12 th)

▪ Tampak & memang merasa lbh dkt dgn tmn sebaya

▪ Tampak & merasa ingin bebas

▪ Tampak & memang lbh banyak memperhatikan keadaan tubuhnya & mulai berfikir
yg khayal (abstrak).

II. Masa remaja tengah (13-15 th)

▪ Tampak & merasa ingin mencari identitas diri

▪ Ada keinginan utk berkencan/ketertarikan pd lawan jenis

▪ Timbul perasaan cinta yg mendlm Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin


berkembang

▪ Berkhayal mengenai hal-hal yg berkaitan dgn seksual

III. Masa remaja akhir (16-19 th)

▪ Menampakkan pengungkapan kebebasan diri

74
▪ Dlm mencari tmn sebaya lebih selektif

▪ Memiliki citra (gmbrn,keadaan,peranan) thdp drinya

▪ Dpt mwjudkan perasaan cinta

▪ Memiliki kemampuan berfikir khayal/abstrak

2 . Perkembangan Remaja & Tugasnya

1. Mencapai hub sosial yg matang dgn tmn sebaya, baik dgn tmn sejenis maupun dgn beda
jenis kelamin.

2. Dpt mnjlnkan peranan – peranan sosial menurut jenis kelamin masing–masing.

3. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta mgunakannya seefektif mungkin dgn


perasaan puas.

4. Mencapai kebebasan emosional dr ortu/org dwsa lainnya.

5. Mencapai kebebasan ekonomi.

6. Memilih & mempersiapkan diri utk pekerjaan/jabatan.

7. Mempersiapkan diri utk mlakukan perkawinan & hidup berumah tangga.

8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yg diperlukn utk


kepentingan hidup bermasy.

9. Memperlihatkan tingkah laku yg secara sosial dpt dipertanggung jawabkan

10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan


sebagai pandangan hidup

Perubahan-Perubahan yg Terjadi pd Masa Pubertas

A.TANDA SEKS PRIMER

Terjadinya Haid pada remaja Putri (Menarche)


Terjadinya Mimpi Basah pada remaja laki-laki

B.Tanda Seks Skunder

Remaja Putri ➔ Pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar,
rambut di ketiak & sekitar kemaluan.

75
Remaja Laki-laki ➔ Perub suara, tumbuh jakun, penis & buah zakar bertambah besar,
terjadi ereksi & ejakulasi, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuh kumis, rambut di
sekitar kemaluan & ketiak.

PERUBAHAN JIWA PADA REMAJA

A.PERUBAHAN EMOSI

Sensitif : Mudah menangis, cemas, frustasi, tertawa


Agresif : Mudah bereaksi terhadap rangsangan luar misalnya mudah berkelahi

B.PERKEMBANGAN INTELEGENSIA

Mampu berfikir abstrak, senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal baru, muncul
perilaku ingin mencoba-coba

PERMASALAHAN REMAJA

• SEKS PRA NIKAH

• KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN

• ABORSI

KAITAN BUDAYA DAN GENDER PADA REMAJA

Perempuan tidak dapat memperoleh kesempatan yang sama untuk seperti laki-laki

Perbedaan biologis ini dijadikan dasar untuk memisahkan tugas perempuan dan laki-
laki

Sifat hubungan ideal laki‐laki perempuan tidak mengutamakan relasi yang sejajar

Kekerasan fisik terhadap perempuan menyebabkan dan melestarikan subordinasi

Ketidak berdayaan perempuan dalam proses pertumbuhan penduduk (terbukti dengan


tingginya AKI)

Masalah perempuan adalah masalah yang ada di sekeliling kita dan merupakan
masalah sosial tetapi tidak dianggap penting

76
PEMBINAAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Pembekalan pengetahuan yang di perlukan remaja meliputi:
1. Perkembangan fisik, kejiwaan & kematangan seksual remaja.
Pengetahuan tentang perubahan yg terjadi secara fisik kejiwaan, kematangan seksual
akan memudahkan remaja untuk memahami dan mengatasi keadaan yg
membingungkan.
2. Proses Reproduksi yg bertanggung jawab. Perlu mengendalikan naluri seksual &
menyalurkan pada hobi yg positif.
3. Pergaulan yg sehat antara remaja laki-laki & wanita. Memerlukan informasi agar
waspada & berperilaku sehat dalam bergaul.
4. Persiapan Pranikah Agar calon pengantin lebih siap mental dan emosional dalam
keluarga.
5. Kehamilan dan Persalinan Sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan keluarga

MELIBATKAN REMAJA DLM MENGAMBIL KEPUTUSAN


Secara umum dlm penanggulangan masalah pd remaja, peran Bidan sbg fasilitator & konselor yg
bisa dijadikan tempat mencari jawaban dr suatu permasalahan yg dihadapi oleh remaja ➔ bidan
harus memiliki pengetahuan & wawasan yang cukup.
Contoh peran yg bisa dilakukan oleh Bidan adalah :
• mendengarkan keluhan remaja yg bermasalah dgn menjaga kerahasiaan kliennya
• membangun komunikasi dgn remaja
• ikut serta dlm klp remaja
• melakukan penyuluhan2 pd remaja yg berkaitan dgn kespro
• memberikan informasi selengkap2nya pd remaja sesuai kebutuhannya.

CARA MELIBATKAN REMAJA DLM MENGAMBIL KEPUTUSAN


• Memberikan informasi yg selengkap2nya tentang permasalahan yg sesuai kebutuhan.
• Memberikan pandangan tentang akibat dari keputusan apapun yg akan diambilnya.
• Meyakinkan remaja utk bertanggung jwb terhadap keputusan yg akan di ambilnya.
• Pastikan bahwa keputusan yg diambilnya adl yg terbaik.

77
• Memberi dukungan pd remaja atas keputusan yg di ambilnya.
9. Kesehatan reproduksi lansia
A. Definisi Lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia (lanjut usia) adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan- tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian, misalnya pada
sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,pernafasan, pencernaan, endokrin dan
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan
dalam struktur fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia.

B. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia dibagi menjadi lima, yaitu :
1) Pralansia (prasenelis)
Yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia
Yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia Resiko Tinggi
Yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah dengan kesehatan seperti,
menderita rematik, demensia, mengalami kelemahan dan lain-lain.
4) Lansia Potensial
Yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa.

78
5) Lansia Tidak Potensial
Yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang
lain.

C. Permasalahan Kesehatan Reproduksi pada Lansia


Lansia merupakan golongan yang rentan mengidap berbagai penyakitmetabolik,
bahkan 23 persen masalah kesehatan global terjadi pada populasi usia lanjut. Ketua Pergemi
(Persatuan Gerontologi Medik Indonesia), Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer mengatakan
gaya hidup tidak sehat selama usia muda hingga pertengahan, menyumbang resiko penyakit
yang diderita saat lansia. Setidaknya ada delapan masalah kesehatan yang harus di waspadai
saat lansia, yaitu :
a. Pikun
Pikun adalah penurunan kemampuan kognitif, dimana lansia mengalami gangguan
ingatan, pikiran, penilaian, serta penurunan konsentrasi. Gejala pikun seperti mudah lupa,
sulit berkomunikasi, sulit dalam menjawab pertanyaan atau berkoordinasi.
b. Diabetes
Diabetes atau kencing manis merupakan penyakit gangguan metabolisme kenaikan kadar
gula darah. yang ditandai dengan sering haus, sering kencing,cepat lapar, kesemutan,
pandangan mulai kabur, berat badan menurun, cepat lelah,luka sulit sembuh, hingga
munculnya sederet komplikasi seperti jantung koroner, impotensi dan gangguan ginjal.
c. Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan
perubahan struktur dan jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekuatan tulang
dan meningkatkan resiko terjadinya pengeroposan tulang.
Gejala osteopororis bisa berupa nyeri punggung menahun, bungkuk,sering mengalami
cidera atau keretakan tulang,menurunnya tinggi badan. Kondisi ini bisa dicegah dengan
mengkonsumsi kalsium sedari muda, makan dengan gizi seimbang, melakukan aktivitas
fisik dan mempertahankan berat badan yang sehat.
d. Menopause

79
Menopause adalah suatu fase alamiah dari kehidupan perempuan yang ditandai dengan
penurunan fungsi estrogen. Perempuan yang mengalami menopause mengalami gejala
susah tidur, nyeri tulang, perubahan mood, selera makan tidak menentu, tidak minat
berhubungan seksual, dan perubahan pola haid karena mengeringnya vagina.
e. Andropause
Seperti halnya pada wanita, pada usia tua pria mengalami keadaan yang disebut
andropause. Andropause terjadi secara perlahan dan pada usia yang lebih lanjut, akibat
penurunan secara perlahan kadar hormone testosterone, androgen, hormone pertumbuhan,
melatonin, dll. Keadaan ini biasanya terjadi pada usia 55 tahun ke atas. Gejalanya yaitu,
depresi, susah berkonsentrasi, tidur tak nyenyak, disfungsi ereksi. Solusinya adalah
olahraga teratur, jangan merokok, hindari alcohol.
f. Anemia
Anemia atau kurang darah adalah kondisi dimana kadar hemoglobin dalam sel darah
merah di dalam tubuh lebih rendah dari batas normal. Penyebabnya antara lain, gangguan
penyerapan makanan, konsumsi makanan kurang bergizi dan adanya pendarahan saat
haid.
Gejalanya adalah pucat pada kelopak mata, mual, denyut jantung tidak beraturan,
keletihan berlebihan, sakit kepala, kerontokan rambut. Hal ini bisa diatasi dengan
pemberian tablet zat besi dan vitamin B12.
g. Jantung koroner
Jantung koroner adalah penyakit yang disebabkan oleh penumpukan lemak pada
pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otot jantung, sehingga fungsi jantung
terganggu. Gejala yang sering terjadi adalah keringat dingin, nyeri dada, rasa berat di
dada, rasa mual atau nyeri ulu hati. Namun aktivitas ini bisa dicegah dengan rajin
aktivitas fisik, hindari makanan berlemak dan manis, serta perbanyak konsumsi sayur dan
buah.
h. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggin atau hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah meningkat di
saluran darah. Gejalanya adalah sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar, gelisah,
penglihatan kabur, mudah lelah. pencegahan bisa dilakukan dengan mengurangi makanan
mengandung garam, hindari stress dan cek kesehatan rutin.

80
Dengan banyaknya resiko kesehatan yang mengintai saat lansia, Prof Ati mengimbau
agar masyarakat di usia pertengahan rutin melakukan medical check up setidaknya 1-3
bulan sekali pada kelompok dengan masalah kesehatan tertentu, dan 6 bulan sekali pada
kelompok yang sehat.
D. Kaitan Budaya dan Gender dengan Kesehatan Reproduksi Lansia

1) Perpisahan karena kematian


Bila salah satu pasangan meninggal dunia, maka istri atau suami yang ditinggalkan akan
menjadi orangtua tunggal dalam mengurus semua masalah rumah tangga.
2) Ketidakadilan akses pelayanan kesehatan pada lansia
Contohnya tidak adanya transportasi (khususnya yang bertempat tinggal di daerah
terpencil) dan minimnya informasi dari petugas kesehatan mengenai fisik dan psikologis
pada lansia.
3) Ditinggal suami tanpa dicerai
Dapat terjadi pada pria yang tidak memiliki tanggung jawab dengan meninggalkan
keluarga tanpa ada kepastian bagaimana kelanjutan hubungan mereka nanti.
4) Pernikahan usia tua
pernikahan di usia tua memiliki dampak sebagai berikut :
• Meningkatkan resiko komplikasi medis pada kehamilan dan persalinan yang
berhubungan dengan kelainan degenerative (hipertensi & diabetes mellitus).
• Kondisi fisik menurun, sehingga dapat meningkatkan resiko persalinan sulit dengan
komplikasinya, infeksi dan pendarahan.
• Resiko melahirkan bayi kurang berat badan.
• Pendarahan yang banyak selepas bersalin.
• Lebih mudah lelah pada saat hamil.
• Emosi yang tidak stabil.
• Resiko melahirkan anak yang cacat, mengalami down sindrom, dll.
5) Ditelantarkan anak

Contohnya anak yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga orangtuanya ditelantarkan
atau ditempatkan di panti jompo.

81
82
10. Penyakit menular seksual (PMS)
A. PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)

Penyakit Menular Seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan


seksualitas. PMS akan lebih beresiko jika Anda melakukan hubungan seksual
denganberganti-ganti pasangan baik melalui alat kelamin, oral maupun anal. Bila tidak
ditangani secara tepat, infeksi pada alat reproduksi ini dapat menjalar dan menyebabkan
sakit berkepanjangan, kemandulan, bahkan kematian.

Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari
satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease
Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan pertahun.Kelompok remaja
dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi
untuk tertular PMS, 3 juta kasusbaru tiap tahun adalah dari kelompok ini.

Hampir seluruh PMS dapat diobati.Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti
gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain, seperti
herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yangdisebabkan oleh virus, belum
dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara
yang lainnya bahkan dapatmematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan
bahkangonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS
dapat berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker
serviks dan berbagai komplikasi kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai penyakit ini
dan upaya-upaya pencegahan penting untuk dilakukan.

Penting untuk diperhatikanbahwa kontak seksual tidak hanya hubungan seksual


melalui alat kelamin.Kontak seksual juga meliputiciuman, kontak oral-genital, dan
pemakaian “mainan seksual”, seperti vibrator. Sebetulnya, tidak ada kontak seksual yang
dapat benar-benar disebut sebagai “seks aman” .Satu-satunya yang betul-betul “seks aman”
adalah abstinensia.

Hubungan seks dalam konteks hubungan monogamy di mana kedua individu bebas
dari IMS juga dianggap “aman”.Kebanyakan orang menganggap berciuman sebagai aktifitas

83
yang aman.Sayangnya, sifilis, herpes dan penyakit-penyakit lain dapat menular lewat
aktifitas yang nampaknya tidak berbahaya ini. Semua bentuk lain kontak seksual juga
berisiko. Kondom umumnya dianggap merupakan perlindungan terhadap IMS.Kondom
sangat berguna dalam mencegah beberapa penyakit seperti HIV dan gonore.Namun kondom
kurang efektif dalam mencegah herpes, trikomoniasis dan klamidia.Kondom memberi
proteksi kecil terhadap penularan HPV, yang merupakan penyebab kutil kelamin.

B. MACAM-MACAM PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)

Beberapa penyakit menular seksual :

1. Gonorea/kencing nanah

Tipe : Bakterial (Neisseria gonnorhoeae)

Cara penularan : Hubungan seks vaginal, anal dan oral.

Gejala : Walaupun beberapa kasus tidak menunjukkan gejala, jika gejala


muncul, sering hanya ringan dan muncul dalam 2-10 hari setelah
terpapar. Gejala-gejala meliputi discharge dari penis, vagina, atau
rektum dan rasa panas atau gatal saat buang air kecil. Penyakit ini bisa
menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit
dan persendian.

Pengobatan : Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik. Namun tidak dapat


menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan dilakukan.

Penanganan :

1. Pada masa kehamilan , berikan antibiotika seperti : a) Ampisilin 2 gram IV dosis awal,
lanjutkan dengan 3 x 1 gram per oral selama 7 hari. b) Ampisilin + Sulbaktan 2,25 gram
oral dosis tunggal. c) Spektinomisin 2 gram IM dosis tunggal. d) Seftriakson 500 mg IM
dosis tunggal.

84
2. Masa nifas , berikan antibiotika seperti : a) Xiprofloksasin 1 gram dosistunggal. b)
Trimethroprim + Sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5 kaplet dosis tunggal.
3. Oftalmia neonatorum (konjungtivitis) : a) Garamisin tetes mata 3 x 2 tetes. b) Antibiotika
– Ampisilin 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Amoksisilin + asam klamtanat 50 mg/ kgBB
IM selama 7 hari; Seftriakson 50 mg/ kgBB IM dosis tunggal.
4. Lakukan konseling tentang metode barier dalam melakukan hubungan seksual .
5. Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya.
6. Buat jadual kunjungan ulang dan pastikan pasangan & pasien akan menyelesaikan
pengobatan hingga tuntas.
Komplikasi terhadap orang yangterinfeksi:

1. Lelaki – prostatitis (radang kelenjar prostat), adanya jaringan parut pada saluran kencing
(urethra), mandul/ infertil, peradangan epididimis,
2. Perempuan – PID, infertil, gangguan menstruasi kronis, peradangan selaput lendir rahim
setelah melahirkan ( post partum endometriosis ), abortus , cistitis (peradangan kandung
kencing).
Bila gejala sudah meluas ke arah PID ( Pelvic Inflamatory Disease ) maka sering timbul :

• Nyeri perut bagian bawah.


• Nyeri pinggang bagian bawah.
• Nyeri sewaktu hubungan seksual .
• Perdarahan melalui vagina diantara waktu siklus haid .
• Mual - mual .
• Terdapat infeksi rektum atau anus .
Konsekuensi yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi: Pada
perempuan jika tidak diobati, penyakit ini merupakan penyebab utama Penyakit Radang
Panggul, yang kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan dan nyeri
panggul kronis. Dapat menyebabkan kemandulan pada pria.Gonore yang tidak diobati
dapat menginfeksi sendi, katup jantung dan/atau otak.

Konsekuensi yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir: Gonore
dapat menyebabkan kebutaan dan penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis sepsis

85
pada bayi yang terinfkesi pada prosespersalinan. Untuk mencegah kebutaan, semua bayi
yang lahir di rumah sakit biasanya diberi tetesan mata untuk pengobatan gonore.

2. Sifilis/Raja Singa

Tipe : Bakterial (Treponema pallidum)

Cara Penularan : Cara penularan yang paling umum adalah hubungan seks vaginal, anal
atau oral. Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui
hubungan non-seksual jika ulkus atau lapisan mukosa yang disebabkan
oleh sifilis kontak dengan lapisan kulit yang tidak utuh dengan orang
yang tidak terinfeksi.

Gejala-gejala : berlangsung 3-4 minggu, terkadang sampai 13 minggu.Setelah itu akan


timbul benjolan di sekitar alat kelamin, kadang disertai pusing dan
nyeri tulang seperti flu serta hilang sendiri tanpa diobati. Bercak
kemerahan pada tubuh juga akan muncul sekitar 6-12 minggu setelah
berhubungan seks. Seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini
dan gejala ini akan hilang dengan sendirinya. Pada fase awal, penyakit
ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau “chancres” yang
biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapatjuga muncul di bagian

86
tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase
berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka
pada tenggorokan,rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di
seluruh tubuh.

Pengobatan : Penyakit ini dapat diobati dengan penisilin; namun, kerusakan pada
organ tubuh yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki.

Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:

Jika tidak diobati, sifilis dapat menyebabkan kerusakan seriuspada hati, otak, mata,
sistem saraf, tulang dan sendi dan dapat menyebabkan kematian. Seorang yang sedang
menderita sifilis aktif risikonya untuk terinfeksi HIV jika terpapar virus tersebut akan
meningkat karena luka (chancres) merupakan pintu masuk bagi virus HIV.

Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Jika tidak diobati, seorang
ibu hamil yang terinfeksi sifilis akan menularkan penyakit tersebut pada janin yang
dikandungnya. Janin meninggal di dalam dan meninggal pada periode neonatus terjadi pada
sekitar 25% darikasus-kasus ini.40-70% melahirkan bayi dengan sifilis aktif.Jika tidak
terdeteksi, kerusakan dapat terjadi pada jantung, otak dan mata bayi.

87
3. Trikonomiasis

Penyebab : Disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis.

Prevalensi : Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi
pada perempuan mudadan aktif seksual. Diperkirakan, 5 jutakasus
baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.

Cara Penularan : Trikomoniasis menular melalui kontak seksual. Trichomonas vaginalis


dapat bertahanhidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci,
dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.

Gejala-gejala : Pada perempuan biasa terjadi keputihan yang banyak, berbusa, dan
berwarna kuning-hijau. Kesulitan atau rasa sakit pada saat buang air
kecil dan atau saat berhubungan seksual juga sering terjadi. Mungkin
terdapat juga nyeri vagina dan gatal atau mungkin tidak ada gejala
sama sekali. Pada laki-laki mungkin akan terjadi radang pada saluran
kencing, kelenjar, atau kulup dan atau luka pada penis, namun pada
laki-laki umumnya tidak ada gejala.

Pengobatan : Penyakit ini dapat disembuhkan. Pasangan seks juga harus diobati.

Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:


Radang pada alat kelamin pada perempuan yang terinfeksi trikomoniasis mungkin
juga akan meningkatkan risiko untuk terinfeksi HIV jika terpapar dengan virus tersebut.
Adanya trikomoniasis pada perempuan yang juga terinfeksi HIV akan meningkatkan risiko
penularan HIV pada pasangan seksualnya.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Trikomoniasis pada
perempuan hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.

88
4. Ulkus Mole (Chancroid)
Tipe : Bakterial (Hemophilus ducreyi)
Gejala-gejala : Luka lebih dari diameter 2 cm, cekung, pinggirnya tidak teratur, keluar
nanah dan rasa nyeri; Biasanya hanya pada salah satusisi alat kelamin.
Sering (50%) disertai pembengkakan kelenjar getah beningdi lipat
paha berwarna kemerahan (bubo) yang bila pecah akan bernanah dan
nyeri.
Komplikasi yang mungkin terjadi :
kematian janin pada ibu hamil yang tertular, memudahkan penularan infeksi HIV.

5. Klamidia
Tipe : Bakterial (Chlamydia trachomatis)
Cara Penularan : Hubungan seks vaginal dan anal.
Gejala : Sampai 75% kasus pada perempuan dan 25% kasus padalaki-laki tidak
menunjukkan gejala. Gejala yang ada meliputi keputihan yang
abnormal, dan rasa nyeri saat kencing baik pada laki-laki maupun
perempuan. Perempuan juga dapat mengalami rasa nyeri pada perut
bagian bawah atau nyeri saat hubungan seksual, pada laki-laki mungkin
akan mengalami pembengkakan atau nyeri pada testis.Nyeri di rongga
panggul; Perdarahansetelah hubungan seksual.
Pengobatan : Infeksi dapat diobati dengan antibiotik. Namun pengobatan tersebut
tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum
pengobatan dilakukan.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi:


Pada perempuan, jika tidak diobati, sampai 30% akan mengalami Penyakit Radang
Panggul (PRP) yang pada gilirannya dapat menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan
dan nyeri panggul kronis. Pada laki-laki, jika tidak diobati, klamidia akan menyebabkan
epididymitis, yaitu sebuah peradanganpada testis (tempat di mana sperma disimpan), yang
mungkin dapat menyebabkan kemandulan. Individu yang terinfeksi akan berisiko lebih
tinggi untuk terinfeksi HIV jika terpapar virus tersebut. Konsekuensi yang mungkin terjadi

89
pada janin dan bayi baru lahir: lahir premature, pneumonia pada bayi dan infeksi matapada
bayi baru lahir yang dapat terjadi karena penularan penyakit ini saat proses persalinan.

6. HIV-AIDS
Tipe : Viral (Human Immunodeficiency Virus)
Cara Penularan : Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; darah atau produk
darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada
pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam
kandungannya, saat persalinan, atau saat menyusui.
Gejala-gejala : Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali.
Sementara yang lainnyamengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk
demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah
danpembengkakan saluran getah bening.Gejala-gejala tersebut
biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap
ada dalam kondisi tidak aktif (dormant) selama beberapa
tahun.Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem
kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat
bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik.
Pengobatan : Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral
digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang
terinfeksi.Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi
oportunistik yang juga diderita.

Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:


Hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan
meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS. Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: 20-30% dari bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu
tahun pertama kelahiran. 20% dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada
saat berusia 18 bulan. Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan
risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar.

90
7. Herpes
Tipe : Viral (virus Varicella zoster dan herpes simplex virus )
Cara Penularan : Herpes menyebarmelalui kontak seksual antar kulit dengan bagian-
bagian tubuh yang terinfeksi saat melakukan hubungan seks vaginal,
anal atau oral, Juga melalui seperti : alat-alat tidur , pakaian, handuk,
dll, secara bergantia. Virus sejenis dengan strain lain yaitu Herpes
Simplex Tipe 1 (HSV-1) umumnya menular lewat kontak non-seksual
dan umumnya menyebabkan luka di bibir. Namun, HSV-1 dapat juga
menular lewat hubungan seks oral dan dapat menyebabkan infeksi alat
kelamin.Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan
herpes simpleks.Kedua herpes ini berasal darivirus yang
berbeda.Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster.Zoster
tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kananatau
kiri saja.Jenis yang kedua adalahherpes simpleks, yang disebabkan
oleh herpes simplex virus (HSV). HSV sendiri dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari
pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis),
dan HSV-2 yang menyerang bagian pinggang ke bawah. Sebagian
besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, walaupun ada juga
yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya hubungan
kelamin secara orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut
dengan oral seks, serta penularan melalui tangan.
Gejala-gejala : Gejala-gejala biasanya sangat ringan dan mungkin meliputi rasa gatal
atau terbakar; rasa nyeri di kaki, pantat atau daerah kelamin; atau
keputihan. Bintil-bintil berair atau luka terbuka yang terasa nyeri juga
mungkin terjadi, biasanya di daerah kelamin, pantat, anus dan paha,
walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh yang lain. Luka-luka
tersebut akan sembuh dalam beberapa minggu tetapi dapat
munculkembali.

91
Pengobatan : Belum ada pengobatan untuk penyakit ini. Obatanti virus biasanya

efektif dalam mengurangi frekuensi dan durasi (lamanya) timbul gejala

karena infeksi HSV-2.

Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:


Orang yang terinfeksi dan memiliki luka akan meningkat risikonya untuk terinfeksi
HIV jika terpapar sebab luka tersebut menjadi jalan masuk virus HIV. Konsekuensi yang
Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Perempuan yang mengalami episode pertama dari
herpes genital pada saat hamil akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya
kelahiran premature. Kejadian akut pada masa persalinan merupakan indikasi untuk
dilakukannya persalinan dengan operasi cesar sebab infeksi yang mengenai bayi yang baru
lahir akan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan otak yang serius.

8. Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata)


Tipe : Viral (Human Papiloma Virus)
Cara Penularan : Hubungan seksual vaginal, anal atau oral.
Gejala-gejala : Tonjolan yang tidak sakit, kutil yang menyerupai bunga kol tumbuh di
dalam atau pada kelamin, anus dan tenggorokan.

Pengobatan : Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini. Kutil dapat dihilangkan
dengan cara-cara kimia, pembekuan, terapi laser atau bedah.

Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:


HPV adalah virus yang menyebabkan kutil kelamin. Beberapa strains dari virus ini
berhubungan kuat dengan kanker serviks sebagaimana halnya juga dengan kanker vulva,
vagina, penis dan anus. Pada kenyataannya 90% penyebab kanker serviks adalah
virusHPV.Kanker serviks ini menyebabkan kematian 5.000 perempuan Amerika setiap
tahunnya.

92
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi:

Pada bayi-bayi yang terinfeksi virus ini pada proses persalinan dapat tumbuh kutil pada
tenggorokannya yang dapat menyumbat jalan nafas sehingga kutil tersebut harus
dikeluarkan.

9. Hepatitis B (HBV)
Tipe : Viral
Cara Penularan : Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; memakai jarum
suntik bergantian; perlukaan kulit karena alat-alat medis dan
kedokteran gigi; melalui transfusi darah.
Gejala : Sekitar sepertiga penderita HBV tidak menunjukkan gejala. Gejala
yang muncul meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, lemah,
kehilangan nafsu makan, muntah dan diare.Gejala-gejala yang
ditimbulkan karena gangguan di hati meliputi air kencing berwarna
gelap, nyeri perut, kulit menguning dan mata pucat.

Pengobatan : Belum ada pengobatan.Kebanyakan infeksi bersih dengan sendirinya


dalam 4-8 minggu.Beberapa orang menjadi terinfeksi secara kronis.

Konsekuensi yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi:


Untuk orang-orang yang terinfeksi secara kronis, penyakit ini dapat berkembang
menjadi cirrhosis, kanker hati dan kerusakan sistem kekebalan. Konsekuensi yang mungkin
timbul pada janin dan bayi baru lahir: Perempuan hamil dapat menularkan penyakit ini pada
janin yang dikandungnya. 90% bayi yang terinfeksi pada saat lahir menjadi karier kronik
dan berisiko untuk tejadinya penyakit hati dan kanker hati.Mereka juga dapat menularkan
virus tersebut.Bayi dari seorang ibu yang terinfeksi dapat diberi immunoglobulin dan
divaksinasi pada saat lahir, ini berpotensi untuk menghilangkan risiko infeksi kronis.

C. AKIBAT YANG DISEBABKAN OLEH PMS:


• Kemandulan pada pria maupun wanita yang disebabkan oleh penyebaran infeksi pada
alat kelamin bagian dalam seperti gonore, klamidia.

93
• Menyebabkan kematian, seperti: sifilis, hepatitis B/C, dan AIDS
• Menyebabkan penyakit kanker (kanker leher rahim) dan penyakit yang selalu kambuh,
seperrti: herpes genitalis, kondiloma akuminata (jengger ayam)
• Khusus pada wanita hamil yang mengidap IMS tertentu bisa menularkan pada bayi yang
RSS Beatrice Ruth Batubara - AtomRSS Beatrice Ruth Batubara - RSSRSS Beatrice
Ruth Batubara - AtomRSS Beatrice Ruth Batubara - Atompreviousmengakibatkan lahir
cacat, lahir muda, dan lahir mati.

D. METODE PENULARAN PMS


1. Seks tanpa pelindung
Meski kondom tidak seratus persen melindungi Anda, ia tetap merupakan cara
terbaik untuk menghindarkan Anda dari infeksi. Penggunaan kondom dapat menurunkan
laju penularan PMS.Selain selibat, penggunaan kondom yang konsisten adalah proteksi
terbaik terhadap PMS.Biasakanlah memakai kondom.
2. Berganti-ganti pasangan
Anda tidak perlu belajar matematika untuk mengetahui bahwa semakin banyak
pasangan seksual Anda, kian besar kemungkinan Anda terekspos suatu PMS.Apalagi,
orang yang suka berganti pasangan cenderung memilihpasangan yang suka berganti
pasangan pula.Jadi, Anda tidak lepas dari pasangan-pasangannya pasangan Anda.
3. Mulai aktif secara seksual pada usia dini
Kaum muda lebih besar kemungkinannya untuk terkena PMS daripada orang yang
lebih tua.Ada beberapa alasannya, yaitu wanita muda khususnya lebih rentan terhadap
PMS karena tubuh mereka lebih kecil dan belum berkembang sempurna sehingga lebih
mudah terinfeksi. Kaum muda juga tampaknya lebih jarang pakai kondom, terlibat
perilaku seksual beresiko dan berganti-ganti pasangan.
4. Pengggunaan alkohol
Konsumsi alkohol dapat berpengaruh terhadap kesehatan seksual.Orang yang biasa
minum alkohol bisa jadi kurang selektif memilih pasangan seksual dan menurunkan
batasan.Alkohol dapat membuat seseorang sukar memakai kondom dengan benar maupun
sulit meminta pasangannya menggunakan kondom.

94
5. Penyalahgunaan obat

Prinsipnya mirip dengan alkohol, orang yang berhubungan seksual di bawah


pengaruh obat lebih besar kemungkinannya melakukan perilakuseksual beresiko/tanpa
pelindung. Pemakaian obat terlarang juga memudahkan orang lain memaksa seseorang
melakukan perilaku seksualyang dalam keadaan sadar tidak akandilakukan. Penggunaan
obat dengan jarum suntik diasosiasikan dengan peningkatan resiko penularan penyakit
lewat darah, seperti hepatitis dan HIV, yang juga bisa ditransmisikan lewat seks.
6. Seks untuk uang/obat
Orang yang menjual seks untuk mendapatkan sesuatu posisi tawarnya rendah
sehingga sulit baginya untuk menegosiasikan hubungan seksual yang aman.Kemudian,
pasangan (pembeli jasa) memiliki resiko terinfeksi PMS yang lebih besar.Jadi, baik
pembeli maupun penjual sama-sama dirugikan.
7. Hidup di masyarakat yang prevalensi PMS-nya tinggi

Ketika seseorang tinggal di tengah komunitas dengan prevalensi PMS yang tinggi,
ketika berhubungan seksual (dengan orang di komunitas itu) ia lebih rentan terinfeksi
PMS.
8. Monogami serial
Monogami serial adalah mengencani/menikahi satu orang saja pada suatu masa,
tapi kalau diakumulasi jumlah orang yang dikencani/dinikahi juga banyak.Contoh
gampangnya (yang juga banyak terjadi di masyarakat kita) adalah orang yang doyan
kawin-cerai. Perilaku begini juga berbahaya,sebab orang yang mempraktekkan
monogami serial berpikir bahwa mereka saat itu memiliki hubungan eksklusif sehingga
akan tergoda untuk berhenti menggunakan pelindung ketika berhubungan seksual.
Sebenarnya monogami memang efektif mencegah PMS, tapi hanya pada monogami
jangka panjang yang kedua pasangan sudahdites kesehatan reproduksi.

9. Sudah terkena suatu PMS


Kalau Anda sudah pernah berkenalan langsung dengan suatu PMS (apalagi sering),
Anda lebih rentan terinfeksi PMS jenis lainnya. Iritasi atau lepuh pada kulit yang
terinfeksi dapat menjadi jalan masuk patogen lain untuk menginfeksi. Karena Anda sudah

95
pernah terinfeksi sekali, bisa jadi ada faktor tertentu dalam gaya hidup Anda yang
beresiko.

10. Cuma pakai pil KB untuk kontrasepsi


Kadang orang lebih menghindari kehamilan daripada PMS sehingga mereka
memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi utama.Karena sudah merasa terhindar dari
kehamilan, mereka enggan memakai kondom.Inibisa terjadi ketika orang tidak ingin
menuduh pasangannya berpenyakit (sehingga perlu disuruh pakai kondom) atau memang
tidak suka pakai kondom dan menjadikan pil KB sebagai alasan.Yang jelas, perlindungan
ganda (pil KB dan kondom) adalah pilihan terbaik…meski tidak semua orang
melakukannya.
Prinsip utama dari pengendalian Penyakit Menular Seksual secara prinsip ada dua,
yaitu:
• Memutuskan rantai penularan infeksi PMS
• Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasi-komplikasinya.
Dengan pencegahan secara tepat dan penganan secara dini PMS bisa ditangani
dengan lebih baik. Yang penting sekali diingat adalah bentuk-bentuk gejala awal yang
menjadi pertanda PMS, diantaranya :
a. benjolan atau lecet di sekitar alat kelamin
b. gatal atau sakit di sekitar alat kelamin
c. bengkak atau merah di sekitar lat kelamin
d. rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil
e. buang air kecil lebih sering dari biasanya
f. demam, lemah, kulit menguning danrasa nyeri sekujur tubuh
g. kehilangan berat badan, diare dan keringat malam hari
h. keluar cairan dari alat vital yang tidak biasa, berbau dan gatal
i. pada wanita keluar darah di luar masa menstruasi dll
Bila merasakan gejala-gejala seperti di atas, sebaiknya perlu diwaspadai
kemungkinan-kemungkinan adanya infeksi kuman PMS. Pencegahan yang bisa dilakukan
antara lain :
• tidak melakukan hubungan seks· tidak berganti-ganti pasangan· menggunakan
kondom setiap hubungan seks
96
• menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya.

Kaitan Budaya Dan Gender Dalam Penyakit Menular Seksual


1. Seks tanpa kondom
Banyak budaya luar yang saat berhubungan tidak menggunakan
pengaman/kondom sehingga rentan dalam penularan penyakit seksual.
2. Berganti-ganti pasangan
Sama halnya dengan seks tanpa kondom, yaitu seringnya berganti-ganti pasangan
dan berhubungan seks dapat menyebabkan pms
3. Mengenal seks sejak dini tanpa edukasi yang baik
Tahukah Anda, para remaja maupun dewasa muda lebih rentan terkena PMS
dibandingkan yang sudah cukup umur ? Hal ini karena secara biologis para perempuan
muda cenderung mempunyai badan yang cenderung lebih kecil sehingga mudah terjadi
robekan sewaktu melakukan intercourse. Serviks mereka pun belum berkembang dengan
sempurna sehingga lebih rentan terkena chlamydia, gonorea dan PMS lainnya. Perlu
diingat, para usia muda jarang menggunakan kondom dan lebih cenderung mengambil
risiko dalam hal seksual, apalagi kalau mereka dalam pengaruh alkohol.
4. Pemakaian alkohol berlebihan
Penggunaan alkohol yang cukup sering dan jumlah berlebihan bisa menyebabkan
pikiran Anda tidak jernih untuk mengambil keputusan, termasuk perilaku seks tidak aman.
Apalagi kalau Anda sampai kehilangan kesadaran, bisa-bisa Anda terbangun di pagi hari
dengan perasaan bingung entah di mana dan bersama pasangan yang tak dikenal.
5. Penggunaan obat-obat terlarang
Siapapun tahu penggunaan obat terlarang menyebabkan Anda tidak stabil dalam
mengambil keputusan termasuk mengenai hubungan seksual. Perlu diingat pula,
penggunaan jarum suntik yang berganti-gantian meningkatkan risiko untuk terkena HIV
dan Hepatitis! Anda tentu tidak mau kan kalau suatu hari Anda menyesal karena
kesalahan ceroboh yang seharusnya bisa dihindari ?

97
6. Berhubungan seks karena butuh uang untuk gaya hidup
Tuntutan gaya hidup yang serba canggih dan mahal tentunya membutuhkan uang
banyak. Sayang sekali, banyak remaja dan dewasa muda melakukan segala cara untuk
memenuhi kebutuhan mereka termasuk melakukan seks demi gaya hidup yang sebenarnya
jauh di atas kemampuannya Risiko untuk penularan PMS sangatlah tinggi karena biasanya
yang iseng melakukan seks dengan para remaja dan dewasa muda ini adalah orang yang
suka sekali berganti-ganti pasangan.

98
11. Penyakit HIV/AIDS
A. Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan
AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi
genetiknya ke dalam sel ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda
(retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel,
membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi.
Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih
yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang
pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat
ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak
Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah
putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh.Tanpa kekebalan tubuh maka
ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung.Dampaknya adalah
kita dapat meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala
penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi dibuat dari
hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV).Penyakit ini telah menjadi masalah Internasional karena dalam waktu yang relatif
singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak Negara.Saat ini
belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan HIV/AIDS sehingga
menimbulkan keresahan di dunia.

B. Epidemi HIV/AIDS

a. Epidemi Global
Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat
ditemukan seorang gay muda dengan Pneumocystis Carinii dan dua orang gay muda
dengan Sarcoma Kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda dengan
kerusakan sistem kekebalan tubuh.Di Amerika Utara dan Inggris, epidemik pertama

99
terjadi pada kelompok lakilaki homoseksual, selanjutnya pada saat ini epidemik terjadi
juga pada pengguna obat suntikan dan pada populasi heteroseksual.Seks tanpa kondom
adalah modus utama penularan HIV di Karibia. Survey menunjukkan persentase
prevalensi HIV pada beberapa kelompok yaitu : 80-90% PSK, 30% kelompok laki-laki
konsumennya, 30% pada kelompok mereka yang datang berobat di klinik penyakit
menular seksual, 10% pada pendonor darah dan 10% pada kelompok wanita yang
diperiksa di klinik perawatan antenatal. Sampai dengan tahun 2010 jumlah penderita
HIV di seluruh dunia sebanyak 34 juta orang.
Men Sex Men (MSM) Report World Bank (2011) melaporkan Di seluruh dunia
diperkirakan bahwa seks antar laki-laki termasuk kelompok penyumbang kejadian
infeksi HIV, situasinya bervariasi antar negara, tahun 2008 di Mexico (25,60%),
Jamaica (31,80%), pada tahun 2005 di Thailand tepatnya di Bangkok (28,3%).
Penelitian yang lain di Indonesia (4%), Bangladest (7,5%), Srilanka (7,5%), Nepal
(7,5%) (Adam et al (2009), dalam World Bank (2011)).
b.Epidemi HIV/AIDS di Indonesia
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit hampir setiap didunia (pandemi),
termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan telah terdapat
sebanyak 8.400.000 kasus didunia yang terdiri dari 6,7 juta dewasa dan 1,7 anak-anak.
Di Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber dari Direktorat Jendaral P2M dan
PLP Depertemen Kesehatan RI sampai dengan 1Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS
sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 provinsi di Indonesia. Data jumlsh
penderita yang sebenarnya.Pada penyakit ini berlaku teori “Gunung Es” dimana
penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya.Untuk itu WHO
mengestimasikan bahwa 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200
penderita HIV yang belum diketahui.
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu singkat
terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara.Dikatakan
pula bahwa epidemic yang terjadi tidak saja mengenal penyakit (AIDS), virus (HIV)
tetapi juga reaksi/dampak negative berbagai bidang seperti kesehatan, social, ekonomi,
politik, kebudayaan dan demografi.Hal ini merupakan tantangan yang harus diharapi
baik oleh negara maju maupun negara berkembang.

100
C. Penyebab HIV/AIDS

AIDS disebabkan oleh Virus yang di sebut HIV, Virus ini ditemukan oleh
Montagnier, seorang ilmuan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi
virus dari seorang penderita dengan gejala Limfadenopati, sehingga pada waktu itu
dinamakan Lymhadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of
health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga
adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini
sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of
Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV.
Menyatakan bahwa virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui
perantara darah, semen dan sekret Vagina.Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui
hubungan seksual.HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA.Virus
masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA
oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut
kemudian diintregasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus. HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang
peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain
limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada
kulit, sel dendrite folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel
serviks uteri dan sel-sel microglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4
selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat
mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut ialah
yang dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi
penghancurkan limfosit T4 secara besar-besaran yang akhirnya menyebabkan system
kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan system kekebalan tubuh ini
mengakibatkan timbulnnya infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala
AIDS.

101
D. Gejala Klinis

Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, periode selama 6-8 minggu dalah waktu saat
tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium,
seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun, jika tidak diobati maka
penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala klinis muncul sebagai penyakit
yang tidak khas seperti : Diare, Kandidiasis mulut yang luas, Pneumonia interstisialis
limfositik, Ensefalopati kronik. Ada beberapa gejala dan tanda mayor dan minor
(menurut WHO).

a. Gejala dan tanda mayor antara lain :


1. kehilangan berat badan (BB) > 10% dalam 1 bulan
2. Diare Kronik > 1 bulan,
3. Demam > 1 bulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia
b. tanda minornya adalah :
1. Batuk menetap > 1 bulan,
2. Dermatitis pruritis (gatal),
3. Herpes zostermultisegmental
4. Kandidiasis orofaring,
5. Herpes simpleks yang meluas dan berat,
6. Limfadenopati yang meluas.
7. Infeksi jamur pada alat kelamin wanita
8. Retinitis virus sitomegalo

Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak
mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali.Sementara yang lainnya mengalami gejala-
gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah
dan pembengkakan saluran getah bening.Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang
dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant)
selama beberapa tahun.Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem

102
kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap
infeksi-infeksi oportunistik.

E. Infeksi Oportunistik

Infeksi yang menyertai orang yang terkena HIV, disebabkan karna beberapa
kumpulan penyakit, akibat turunnya sistem kekebalan tubuh yang sangat drastic.Terdapat
beberapa penyakit yang serinh ditemukan pada orang yang terinfeksi HIV. Ini beberapa
penyakitnya IO :

1. Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina.
2. Virus sitomegalias (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata
yang dapat menimbulkan kebutaan.
3. Virus herpes simpleks adalah menyebabkan herpes pada mulut atau kelamin. Ini
adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika terkena HIV, perjangkitannya dapat jauh
lebih sering dan lebih berat.
4. Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI) adalah infeksi bakteri yang dapat
menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit, masalah pada pencernaan, dan
kehilangan berat badan yang parah
5. Pneumonia pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia (radang paru ) yang lebih berbahaya.
6. Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi otak oleh semacam protozoa.
7. Tuberculosis adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan
meningitis (radang selaput otak )

F. Penularan

Cara penularan HIV ada tiga :


1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang pengidap.
Ini adalah cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi penularan bila
terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes
genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Resiko pada seks

103
anal lebih besar disbanding seks vaginal dan resiko juga lebih besar pada yang
reseptive dari pada yang insertive.
2. Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.
a. Transfusi darah yang tercemar HIV
b. Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya
pada para pencandu narkotik suntik.
c. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3. Ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selam hamil, saat melahirkan ataupun
setelah melahirkan.

Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini
belum diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi
pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih
banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah
memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi
menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan
tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil
untuk terkena HIV.

G. Pencegahan
Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus
HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah
terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan
beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara
internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip
“ABC” itu adalah :
• “A”: (Abstinesia) Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan
jangka panjang dengan pasangan.
• “B”: (Be faithful) Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan
perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap

104
• “C”: (Condom) Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk
penjaja seks.
• “D”: (Drug) “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
• “E”: (Equipment) “no sharing” jangan memakai alat suntik secara bergantian
Belum ada pengobatan untuk infeksi ini.Obat-obat anti retroviral digunakan untuk
memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi.Obat-obat lain digunakan
untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi yaitu hampir semua
orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena
komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30% dari bayi
yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari
AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. Dua puluh persen dari bayi-bayi
yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat antiretroviral
yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV
dalam proporsi yang cukup besar.
Kehamilan pada ibu-ibu dengan HIV positif akan berpengaruh buruk bagi
bayinya, karena itu Ibu penderita AIDS atau HIV positif, dianjurkan untuk tidak hamil
atau bila hamil perlu dipertimbangkan secara hukum peraturan yang memperbolehkan
dilakukannya pengguguran kandungan (indikasi medis), hal ini dengan sendirinya akan
menurunkan morbiditas pada anak (Nasution,R., 1990) Berdasarkan situasi epidemic
yang dijelaskan sebelumnya, kita ketahui bahwasannya Indonesia telah memasuki
epidemik terkonsentrasi maka dalamrangka meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu, dan terkoordinasi,
dibentuklah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (Peraturan
Presiden/Perpres RI no.75 tahun 2006).Komisi Penanggulangan AIDS Nasional bertugas
:
a. Menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional serta pedoman umum pencegahan,
pengendalian, dan penanggulangan AIDS.
b. Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.

105
c. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pencegahan, pelayanan,
pemantauan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS.
d. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai AIDS kepada berbagai media massa,
dalam kaitan dengan pemberitaan yang tepat dan tidak menimbulkan keresahan
masyarakat.
e. Melakukan kerjasama regional dan internasional dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan AIDS.
f. Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan masalah AIDS.
g. mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian,
dan penanggulangan AIDS.
h. memberikan arahan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional


melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan instansi Pemerintah Pusat maupun
instansi Pemerintah Daerah, dunia usaha, organisasi non pemerintah, organisasi profesi,
perguruan tinggi, badan Internasional, dan/atau pihak-pihak lain yang dipandang perlu,
serta melibatkan partisipasi masyarakat.

H. Stigma HIV-AIDS

Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian negatif yang diberikan oleh
masyarakat karena dianggap bahwa penyakit HIV-AIDS yang diderita sebagai akibat
perilaku yang merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit akibat virus lain.
Ditambah lagi kondisi ini diperparah karena hampir sebagian besar kasus penularan HIV
pada ODHA disebabkan karena aktivitas seksual yang berganti-ganti pasangan.
Wan Yanhai (2009) menyatakan bahwa orang-orang dengan infeksi HIV (HIV
positif) menerima perlakuan yang tidak adil (diskriminasi) dan stigma karena penyakit
yang dideritanya. Stigma pada ODHA melekat kuat karena masyarakat masih memegang
teguh nilai-nilai moral, agama dan budaya atau adat istiadat bangsa timur (Indonesia) di
mana masyarakatnya belum/ tidak membenarkan adanya hubungan di luar nikah dan seks
dengan berganti-ganti pasangan, sehingga jika virus ini menginfeksi seseorang maka

106
dianggap sebagai sebuah balasan akbibat perilakunya yang merugikan diri sendiri. Hal ini
terjadi karena masyarakat menganggap ODHA sebagai sosok yang menakutkan.Maka
dari itu mencibir, menjauhi serta menyingkirkan ODHA adalah sebuah hal biasa karena
menjadi sumber penularan bagi anggota kelompok masyarakat lainnya. Justifikasi seperti
inilah yang keliru atau salah karena bisa saja masyarakat tidak mengerti bahwa penularan
virus HIV itu tidak hanya melalui hubungan seksual akibat " membeli sex" tetapi ada
banyak korban ODHA yang tertular akibat penyebab lain seperti jarum suntik, transfusi
darah ataupun pada bayi-bayi yang tidak berdosa karena ibunya adalah ODHA.
Stigma dari lingkungan sosial dapat menghambat proses pencegahan dan
pengobatan. Penderita akan cemas terhadap diskriminasi dan sehingga tidak mau
melakukan tes. ODHA dapat juga menerima perlakuan yang tidak semestinya, sehingga
menolak untuk membuka status mereka terhadap pasangan atau mengubah perilaku
mereka untuk menghindari reaksi negatif.Mereka jadi tidak mencari pengobatan dan
dukungan, juga tidak berpartisipasi untuk mengurangi penyebaran.Reaksi ini dapat
menghambat usaha untuk mengintervensi HIV & AIDS.
Stigma yang ada dalam masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi. Perlakuan
diskriminasi terjadi karena faktor risiko penyakit HIV-AIDS terkait dengan
penyimpangan perilaku seksual, penggunaan jarum suntik secara bersamaan pada
pengguna narkoba. Diskriminasi yaitu penghilangan kesempatan untuk ODHA seperti
ditolak bekerja, penolakan dalam pelayanan kesehatan bahkan perlakuan yang berbeda
pada ODHA oleh petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Andrewin et al. (2008) di Belize, diketahui bahwa petugas kesehatan
(dokter dan perawat) mempunyai stigma dan melakukan diskriminasi pada ODHA. Tidak
hanya itu diskriminasi yang dialami orang ODHA bisa datang dari berbagai kelompok
masyarakat mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja,
lingkungan sekolah, serta lingkungan komunitas lainnya.
Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA biasanya berupa sikap sinis, perasaan
ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif tentang ODHA dapat mempengaruhi dan
menurunkan kualitas hidup ODHA.Stigma dan diskriminasi dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan persepsi.Stigma dan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan menjadi sala satu kendala kualitas pemberian

107
pelayanan kesehatan kepada ODHA yang pada akhirnya dapat menurunkan derajat
kesehatan ODHA.
Satu upaya dalam menanggulangi adanya diskriminasi terhadap ODHA adalah
meningkatkan pemahaman tentang HIV & AIDS di masyarakat, khususnya di kalangan
petugas kesehatan, dan terutama pelatihan tentang perawatan. Pemahaman tentang HIV
& AIDS pada gilirannya akan disusul dengan perubahan sikap dan cara pandang
masyarakat terhadap HIV & AIDS dan ODHA, sehingga akhirnya dapat mengurangi
tindakan diskriminasi terhadap ODHA.
Berdasarkan data dari Badan Narkotika dan HIV-AIDS Sulawsi Delatan terdapat 5
langkah untuk mengeliminasi stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA, yang
harus dilakukan oleh para penggiat HIV-AIDS antara lain :
1. Melakukan sosialisasi tentang patofisiologi HIV-AIDS yang benar kepada
masyarakat
2. Melakukan simulasi hubungan sosial atau terapi kerja dengan ODHA sehingga dapat
menghapuskan fobia pada masyarakat pada ODHA dalam interaksi social
3. Berhenti melakukan eksploitasi ODHA yang dapat menimbulkan " negativ feedback"
oleh masyarakat terhadap ODHA. dapat saja dari simpati berubah menjadi antipasti
Stigma HIV/AIDS
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap
pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan,
penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV;
diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan
kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV.[108]
Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes
HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan;
sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman
mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.
Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
1. Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

108
2. Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap
terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan
penyakit tersebut.
3. Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu
HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang
berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba
melalui suntikan. Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan
homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang
lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual Demikian pula terdapat anggapan adanya
hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan
terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi.
I. Kaitan budaya dan gender dalam HIV-AIDS
Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang
diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan
pemahaman macam ini, realitas berwajah ganda/plural.Setiap orang bisa mempunyai
konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai
pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu
akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
Konstruksi sosial tersebutlah yang nantinya akan menjadi kebudayaan pada masing-
masing masyarakat. Sistem nilai budaya akan berfungsi sebagai pedoman dan juga
sebagaikelakuan manusia dalam hidup, sehingga berfungsi sebagai suatu sistem tata
kelakuan. Pedoman-pedoman yang dibuat tersebut dijadikan sebagai norma-norma dalam
masyarakat tersebut dan telah disepakati bersama setiap anggotanya.
a. Budaya Patriarkat Masyarakat Karo
Patriarkat adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Pada budaya masyarakat
Batak Karomereka menganut sistem patriarkat, yang mana menempatkan laki-laki
sebagai sosok otoritas utama pada kelompok sosial dan selalu sebagai pengambil
keputusan.Laki-laki dianggap sebagai “pemilik sumber daya” yang dilegitimasi oleh
budaya dan nilai-nilai patriarkat.Sistem ini juga bertujuan sebagai pembagian kekuasaan

109
agar setiap ada kegiatan dapat berjaalan denga baik dan tidak tumpang tindih dengan
adanya pencampuran pembagian kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, dan pada
ruamah tangga sendiri. Menurut hasil penelitian yang didapatkan adalah laki-laki
masyarakat Karo memiliki peran yang besar dalam mengendalikan keadaan rumah
tangga, baik dalam hal keuangan rumah tangga, pengambilan keputusan, saat bekerja di
ladang, laki-laki memiliki peran yang yang sangat dominan terhadap perempuan
sehingga ruaang bergerak perempuan menjadi sempit dan segala sesuatunya harus
berdasarkan keputusan suami. Melihat perilaku laki-laki yang memanfaatkan perannya
tersebut, menimbulkan kekerasan seksual dan penekanan mental terhadap si istri.
Hal tersebut disebut dengan Marital Rape. Praktek dominasi ini juga pernah
dijelaskan oleh Mave Cormack dan Stathern (1990) sebagaiman dikutip oleh
Keumalahati, ia menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau
dari teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering
terjadi penaklukan.Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan dan
memaksakan kehendak kepada perempuan (nature). Secara kultural laki-laki
ditempatkan pada110 sisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki legitimasi
untuk menaklukan dan memaksa perempuan.Dari dua teori ini menunjukkan gambaran
aspek sosiokultural telah membentuk social structure yang kondusif bagi dominasi laki-
laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku individu dalam kehidupan
berkeluarga.Akibat dari adanya perilaku marital rape ini memunculkan teori Feminisme
Radikal.Sifat patriarkat dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab
ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai
konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender.Pada feminisme radikal
ini melihat ketika tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan
laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta
hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme relasi kuasa
perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik.
Melihat dari setiap contoh perilaku yang dilakukan para laki-laki tersebut dan
dihubungkan dengan penyakit HIV/AIDS adalah perilaku laki-laki yang bertindak
sesuka hati dengan kekuasaan yang dimilikinya, membuka peluang untuk mereka
mendapatkan kepuasaan seksual dari Perempuan Seks Komersil (PSK) di tempat

110
lokalisasi. Setelah laki-laki mendapatkan kepuasan di lokalisasi tersebut dan
membawanya ke rumah dan secara tidak langsung akan menularkan kepada istrinya.
Perempuan yang sebenarnya mengetahui perilaku laki-laki yang tidak adil tersebut,
tidak dapat berbuat banyak karena budaya sistem patriarkat tersebut, yang
mengharuskan mereka tunduk pada peraturan laki-laki dan memikirkan dampak-
dampak sosial yang harus perempuan terima apabila melawan laki-laki, dimana
perempuan sebagai pihak yang lemah dari budaya tersebut keberadaanya semakin
dikucilkan lagi dalam suatu tatanan budaya. Selanjutnya lagi perempuan semakin tidak
berani mengusulkan untuk memeriksa keadaan kesehatan seksual pasangannya dan
semakin sulit untuk membicarakan masalah seks dengan pasangannya.
b. Budaya Rebu
Menurut dari hasil wawancara dengan informan, menyatakan bahwa dalam
masyarakat Karo, pengetahuan mengenai pendidikan seksual masih sangat minim, hal
ini disebabkan karena tabu membicarakan permasalahan perilaku seksual dalam
keluarga, meskipun hal yang dibicarakan masih dalam konteks pendidikan bukan untuk
111hal yang vulgar. Menurutnya membicarakan tentang perilaku seksual bukan sesuatu
yang diceritakan secara terbuka di dalam keluarga karena dianggap hal tersebut
merupakan permasalahan intim pribadi seseorang.Hal yang dilakukan untuk mencegah
adanya khilaf dalam perilaku seks bebas dalam keluarga, maka dibuatlah adat rebu yang
gunanya untuk bisa menghormati orang-orang yang seharusnya di hormati.
Rebu artinya pantangan, dilarang, tidak boleh, tidak dibenarkan melakukan
sesuatu menurut adat Karo.Siapa yang melanggar, dianggap tidak tahu adat, dan dahulu
dicemooh oleh masyarakat. Rebu ini terjadi apabila sebuah perkawinan telah selesai
dilaksanakan, sehingga ada orang-orang tertentu oleh adat dilarang berkomunikasi
secara langsung dan harus menggunakan orang lain sebagai perantara komunikasi dalam
pasangan rebu teersebut. Rebu ini sebagai tanda adanya batas kebebasan diri, melalui
perilaku seperti ini mengingatkan orang dan sadar akan prinsip sosial dalam cara hidup
berkerabat, maka melalui rebuorang akan mampu mengkontrol perbuatannya sendiri.
Rebu menimbulkan mehangke(enggan), dari enggan menimbulkan rasa hormat dan rasa
hormat menimbulkan sopan santun.

111
Masyarakat Karo sendiri tidak merasa sangat terganggu dengan adanya budaya
rebu tersebut, karena sudah menjadi kebiasaan yang telah berakar sejak dulu dan telah
dibangun rasa segan untuk berinteraksi secara langsung dengan pasangan rebunya.
Pada tingkatan tertentu penerapan rebu memiliki beberapa kendala yaitu menimbulkan
jarak di dalam suatu keluarga, sehingga akan menimbulkan sikap pembiaran antara
pasangan rebu tersebut. Tujuan awal dari budaya rebu tersebut yang menghindari
perilaku seks bebas sebagai kontrol sosial yang ada dalam masyarakat Karo, malah
menimbulkan jarak dan akhirnya menimbulkan pembiaran di dalam lingkungan
keluarga sendiri.Akibat dari sikap pembiaran tersebut mengakibatkan pencegahan
perilaku seks bebas menjadi terhambat dan lemah dalam ruang lingkup keluarga.Pada
zaman sekarang ini, membicarakan pendidikan seksual seharusnya bukan menjadi hal
yang malu untuk dibicarakan secara terbuka. Memberikan pendidikan seksual
diharapkan dapat membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti,
fungsi, dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar, dan legal,
dan dampak apa yang akan terjadi apabila melakukan hubungan seks yang bebas. Jika
dari keluarga tidak memberikan kontrol yang kuat sebagai agen sosialisasi primer, dan
mendapat informasi dari lingkungan luar dapat mengakibatkaan salah
menginterpretasikan informasi yang diterima tersebut.

112
12. Indikator kesehatan wanita
A. Konsep Pembangunan Kesehatan di Indonesia

1. Tujuan Pembangunan Kesehatan

Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan

masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai

penerima kesehatan, anggota keluarga, dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan

dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh

sebab itu, wanita seharusnya diberi perhatian karena hal – hal berikut:

a. Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi Pria berkaitan

dengan fungsi reproduksinya

b. Kesehatan Wanita secara langsung memengaruhi kesehatan anak yang dikandung

dan dilahirkan

c. Kesehatan Wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan

mengatasnakaman “pembangunan” seperti Program KB dan pengendalian jumlah

penduduk

d. Masalah kesehatan reproduksi Wanita sudah menjadi agenda internasional

diantaranya Indonesia menyepakati hasil – hasil Konferensi mengenai kesehatan

reproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo)

e. Berdasarkan pemikiran diatas kesehatan Wanita merupakan aspek paling penting

disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak – anak. Oleh sebab itu, pada Wanita

diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai

dengan kebutuhannya di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.

113
2. Paradigma Sehat

a. Pengertian Paradigma Sehat

Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembanguan

kesehatan yang memandang masalah kesehatan saling terkait dan mempengaruhi

banyak faktor yang bersifat lintas sektoral dengan upaya yang lebih diarahkan pada

peningkatan, pemeliharaan, serta perlindungan kesehatan, tidak hanya pada upaya

penyembuhan penyakit atau pemulihan kesehatan.

b. Pengertian Perilaku Sehat

Perilaku Sehat adalah perilaku proaktif untuk Memelihara dan meningkatkan

kesehatan, Mencegah resiko terjadinya penyakit, Melindungi diri dari ancaman

penyakit, dan Berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat

c. Pengertian Lingkungan Sehat

Lingkungan Sehat adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan

sehat yaitu lingkungan yang Bebas polusi, Tersedia air bersih, Sanitasi lingkungan

memadai, Perumahan dan pemukiman sehat, Perencanaan kawasan berwawasan

kesehatan, Kehidupan masyarakat saling tolong-menolong.

3. Misi Pembangunan Kesehatan

a. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan:

Berbagai sektor pembangunan harus memasukkan pertimbangan kesehatan

dalam semua kebijakan pembangunan-nya: Program pembangunan yang tidak

berkontribusi positif terhadap kesehatan, apalagi yang berdampak negatif terhadap

kesehatan, seyogyanya tidak diselenggarakan.

114
b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat,

pemerintah dan swasta: Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa

kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka,

hanya sedikit yang dapat dicapai.

c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan

terjangkau

Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya

pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah, swasta dan

masyarakat.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta

lingkungannya

Tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan

segenap warganya: Oleh karena itu upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah

yang bersifat promotif-preventif yang didukung oleh upaya kuratif-rehabilitatif. Selain

itu upaya penyehatan lingkungan juga harus diprioritaskan.

4. Strategi dan Program Pembangunan Kesehatan di Indonesia

a. Strategi Pembangunan Kesehatan


1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan

diselenggarakan harus berwawasan kesehatan, setidak-tidaknya harus memberikan

kontribusi positif terhadap pembentukan lingkungan dan perilaku sehat. Sedangkan

pembangunan kesehatan harus dapat mendorong pemeliharaan dan peningkatan

115
kesehatan, terutama melalui upaya promotif-preventif yang didukung oleh upaya

kuratif-rehabilitatif.

2. Profesionalisme

Pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukung oleh penerapan pelbagai

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapan nilai-nilai moral dan

etika. Untuk itu akan ditetapkan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan

berdasar kompetensi, akreditasi dan legislasi serta kegiatan peningkatan kuatitas

lainnya

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam hidup sehat perlu digalang

peranserta masyarakat yang seluas-luasnya termasuk dalam pembiayaan. JPKM pada

dasarnya merupakan penataan sistem pembiayaan kesehatan yang mempunyai

peranan yang besar pula untuk mempercepat pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan.

4. Desentralisasi

Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya

kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah.

Untuk itu wewenang yang lebih besar didelegasikan kepada daerah untuk mengatur

sistem pemerintahan dan. rumah tangga sendiri, termasuk di bidang kesehatan.

b. Program Pembangunan Kesehatan

1. Program Kesehatan Unggulan di Indonesia

a. Program kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan hukum kesehatan

b. Program perbaikan gizi

116
c. Program pencegahan penyakit menular

d. Program peningkatan prilaku hidup sehat dan kesehatan mental

e. Program lingkungan pemukiman, air dan udara sehat

f. Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana

g. Program keselamatan dan kesehatan kerja

h. Program anti tembakau, alcohol, dan madat

i. Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan

j. Program pencegahan kecelakaan lalu lintas

2. Program Indonesia Sehat dengan Pendekat Keluarga (PISPK)

Telah disepakati adanya 12 Indikator utama untuk penanda status kesehatan

sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai berikut:

a. Keluarga mengikuti Program Keluarga Berencana (KB)

b. Ibu melakukan persalinan di Fasilitas Kesehatan

c. Bayi mendapat Imunisasi dasar lengkap

d. Bayi mendapat air susu Ibu (ASI) eksklusif

e. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan

f. Penderita Tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

g. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

h. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

i. Anggota keluarga tidak ada yang merokok

j. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

k. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

l. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

117
3. Agenda Millenium Development Goals (Mdgs)

a. Agenda ke – 1 memberantas kemiskinan dan kelaparan

b. Agenda ke – 4 menurunkan angka kematian anak

c. Agenda ke – 5 meningkatkan kesehatan ibu

d. Agenda ke – 6 memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya.

e. Agenda ke – 7 melestarikan lingkungan hidup

B. Indikator Kesehatan Wanita

Indikator Kesehatan Wanita adalah ukuran yang menggambarkan atau menunjukkan

status kesehatan Wanita dalam suatu populasi tertentu. Adapun Indikator Kesehatan

Wanita di Indonesia dapat dilihat dari angka kematian Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu,

Pekerjaan, Usia Harapan Hidup, dan Tingkat Fertilitas.

1. Angka Kematian Ibu

Kematian Ibu adalah kematian Wanita yang terjadi selama masa kehamilan

sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan lama, dan

tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh atau dipicu oleh kehamilannya atau

penanganan kehamilannya, tetapi bukan karena kecelakaan (International Statistical

Classification of Diseases, Injuries, and Causes of Death, Edition X).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, melaporkan angka

kematian ibu (AKI) sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu

adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas dalam satu tahun

dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dengan persen atau

permil.

118
Rumus:

Jumlah kematian ibu karena kehamilan, kelahiran, dan nifas x 100%

Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama

Besaran masalah kematian ibu dan faktor – faktor yang melatar belakanginya

menurut PORT (1986) adalah “Seperti jatuhnya sebuah pesawat jumbo berpenumpang

500 orang yang seluruh penumpangnya adalah wanita hamil dimana pesawat jumbo ini

jatuh setiap 4 jam sekali. Artinya lebih dari satu peremouan setiap menitnya meninggal

akibat komplikasi kehamilan dan persalianan”.

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan angka tertinggi di negara

– negara ASEAN lainnya. Menurut SDKI (2004), AKI masih 230 per 100.000

kelahiran hidup, diantara penyebab kematian Ibu di Indonesia antara lain disebabkan

oleh perdarahan sebanyak 42%, eklampsi 13%, aborsi 11%, infeksi 10%, partus lama

9%, dan lain – lainnya 15% (Susena dan Modul Kependudukan AKI, 2000).

Sekalipun angka kematian Ibu di Indonesia mengalami penurunan, tetapi

penurunan ini masih jauh dari kesepakatan Millenium Development Goals (MDG’s)

pada tahun 2015 dimana AKI menjadi 115/100.000 kelahiran hidup. Upaya atau

strategi yang dapat dilakukan oleh Bidan di Masyarakat untuk menekan angka

kematian ibu adalah dengan memberikan perhatian dan perlakuan khusus pada ibu

hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan cara sebagai berikut:

a. Membina dan mengarahkan Masyarakat agar bersedia dan mampu mengenali

masalah (deteksi dini) resiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir,

sehingga masyarakat mengetahui secara tepat dan cepat apa yang harus diperbuat

119
jika menghadapi kasus resiko tinggi, dan apabila terjadi komplikasi, masyarakat

mengetahui harus merujuk kemana.

b. Bekerjasama dan melakukan pembinaan kader dalam memantau atau melakukan

pengamatan sehari – hari terhadap kondisi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru

lahir yang tinggal disekitar rumahnya.

c. Memberi penyuluhan dan mengampanyekan suami siaga.Bersama masyarakat

menggalang tabungan ibu bersalin.

2. Pendidikan

Dalam bidang Pendidikan, jumlah angka putus sekolah didominasi anak

perempuan. Jika dibangdingkan, dari 6 juta anak, untuk setiap 3 murid laki – laki,

terdapat 7 murid perempuan yang putus sekolah. Semetara itu, dari 44 juta anak usia

sekolah, sebanyak 47% belum mendapatkan Pendidikan dasar dan 75% diantaranya

adalah anak perempuan (CETRO, 2001).

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 – 2003

menunjukkan tingkat melek huruf perempuan masih dibawah laki – laki. Tingkat

melek huruf perempuan usia di atas 15 tahun adalah 86,4%. Sementara pada usia yang

sama, tingkat melek huruf laki – laki adalah 92,9%. Berdasarkan jenjang Pendidikan

yang telah ditamatkan pada tahun 2003 penduduk usia lebih dari 10 tahun yang

berpendidikan SLTP hanya 36,21% dimana jumlah laki – laki sebesar 39,87% dan

perempuan 32,57%.

Kondisi ini menunjukkan taraf Pendidikan perempuan belum setara dengan

laki – laki. Hal ini dikarenakan terbentuk konstruksi yang terbentuk dari masyarakat.

Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena dengan tingkat

120
Pendidikan yang tinggi mereka dapat meningkatkan taraf hidup serta membuat

keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang

lulus perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu

berperilaku hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang memiliki

Pendidikan rendah. Semakin tinggi Pendidikan seorang wanita maka ia semakin

mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri. Semakin tinggi

Pendidikan wanita akan mudah menerima hal – hal yang baru dan mudah

menyesuaikan diri dengan masalah – masalah baru.

Meningkatnya Pendidikan berdampak pada pengalaman dan wawasan yang

semakin luas, serta kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik khususnya

yang berhubungan dengan kesehatan. Pendidikan dapat meningkatkan status sosial dan

kedudukan seorang perempuan di dalam masyarakat, sehingga perempuan tersebut

dapat menigkatkan aktivitas sehari – hari maupun aktivitas sosialnya. Menurut profil

klasifikasi perempuan di berbagai negara menunjukkan bahwa Pendidikan, Pekerjaan,

dan Kesehatan perempuan di Indonesia di nilai sangat buruk.

3. Indikator Penghasilan

Di Bidang Ekonomi kemampuan perempuan untuk memperoleh peluang kerja


dan berusaha masih rendah. Demikian pula halnya akses terhadap sumberdaya
ekonomi, seperti teknologi, informasi pasar, kredit, dan modal kerja. Tingkat
pengangguran pada perempuan lebih tinggi disbanding laki – laki. Besarnya upah yang
diterima perempuan lebih rendah dari laki – laki. Dengan tingkat Pendidikan yang
sama, pekerja perempuan hanya menerima sekitar 50 persen sampai 80 persen upah
yang diterima laki – laki. Selain itu banyak perempuan bekerja pada pekerjaan
marjinal sebagai buruh lepas, atau pekerja keluarga tanpa memperoleh upah atau
dengan upah rendah. Mereka tidak memperoleh perlindungan hukum dan
kesejahteraan. Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan perempuan dan

121
anak – anak merupakan kelompok yang paling rentan terke Krisis ekonomi tahun
1998, menjadikan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menurun hingga minus 13,7%
dan inflasi meningkat hingga lebih dari 80%. Akibatnya, 67% perempuan bekerja pada
sector informal seperti pekerja rumah tangga, TKW, maupun PSK.
Krisis ekonomi yang berkelanjutan, disertai dengan krisis politik, semakin
menderita gangguan gizi dan kehilangan akses ke pelayanan kesehatan yang tidak
meningkatkan kemiskinan. Kemiskinan akan menurunkan derajat kesehatan
perempuan dan anak karena perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah berisiko
terjangkau.
4. Usia Harapan Hidup

Usia harapan hidup (life expectancy rate) merupakan lama hidup manusia di
dunia, hal ini membawa implikasi bertambahnya jumlah lansia. Usia harapan hidup
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki – laki. Harapan hidup penduduk Indonesia
mengalami peningkatan jumlah dan proporsi sejak 1980. Harapan hidup perempuan
adalah 54 tahun pada 1980, kemudian 64,7 tahun pada 1990, dan 70 tahun pada 2000.
Pada tahun 2000, jumlah penduduk usia lanjut (60 tahun ke atas) di Indonesia
diperkirakan sekitar 15,3 jutA (7,4% total penduduk). Jumlah ini akan terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya angka harapan hidup.
• Peningkatan usia harapan hidup merupakan salah satu indikator keberhasilan
peningkatan status kesehatan wanita yang berarti keberhasilan program kesehatan
dan program pembangunan sosial ekonomi oleh pemerintah.
• Meningkatnya perawatan kesehatan atau akses terhadap pelayanan kesehatan,
mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai Pendidikan
yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan memadai,
yang pada akhirnya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan
memperpanjang usia harapan hidupnya.

5. TINGKAT FERTILITAS
• Angka kesuburan/angka fertilitas total (total fertility rate/TFR) adalah gambaran
mengenai rata – rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh perempuan pada masa
reproduksi dari usia 15 – 49 tahun.

122
• Angka TFR yang tinggi merupakan cerminan rata – rata usia kawin yang rendah,
tingkat Pendidikan yang rendah terutama pada perempuan, tingkat sosial ekonomi
yang rendah, atau tingkat kemiskinan yang tinggi.

• akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,
mampu mempunyai Pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan memadai, yang pada akhirnya akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

6. Tingkat Fertilitas (Kesuburan)


Angka kesuburan/angka fertilitas total (total fertility rate/TFR) adalah gambaran
mengenai rata – rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh perempuan pada masa
reproduksi dari usia 15 – 49 tahun. Pola fertilitas telah mengalami penurunan dramatis
atas kontribusi program KB sejak tahun 1967. Namun sejak terjadinya krisis ekonomi,
prevalensi peserta aktif KB tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
Dalam kurun 1968 sampai dengan 2003, TFR di Indonesia mengalami penurunan
dari 5,6 pada tahun 1968 menjadi 2,6 kelahiran pada tahun 2003 atau mengalami
penurunan sekitar 50%. Angka TFR yang tinggi merupakan cerminan rata – rata usia
kawin yang rendah, tingkat Pendidikan yang rendah terutama pada perempuan, tingkat
sosial ekonomi yang rendah, atau tingkat kemiskinan yang tinggi.
C. Determinan Kematian Ibu
McCarthy dan Maine (1992) dalam kerangka konsepnya mengemukakan peran
determinan kematian ibu sebagai keadaan atau hal – hal yang melatarbelakangi dan
menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu. Determinan kematian
ibu tersebut dikelompokkan dalam tiga yaitu sebagai berikut:
1. Determinan Proksi/dekat
Determinan Proksi/dekat disebut juga dengan outcome. Determinan ini
dipengaruhi oleh determinan antara. Determinan Proksi meliputi hal berikut:

123
a. Kejadian Kehamilan
Hal ini berkaitan dengan hamil atau tidaknya seorang Wanita. Wanita yang
hamil memiliki resiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan wanita tidak
hamil tidak memiliki resiko tersebut
b. Komplikasi kehamilan dan persalinan
Komplikasi Obstetrik merupakan penyebab langsung kematian Ibu, seperti
Perdarahan, infeksi, eklampsi, dan lain - lain

2. Determinan Antara (intermediate determinants)


Determinan ini dipengaruhi determinan kontekstual dan meliputi hal berikut:
a. Status Kesehatan
Status Kesehatan termasuk status gizi, penyakit infeksi, atau penyakit
menahun, seperti tuberkulosis, penyakit jantung, ginjal, dan riwayat komplikasi
obstetrik
b. Status Reproduksi
Status Reproduksi yang dimaksud antara lain adalah usia Ibu hamil (kurang 20
tahun dan lebih dari 35 tahun), jumlah kelahiran dan status perkawinan
c. Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan
Hal ini meliputi antara lain keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan
kualitas pelayanan yang tersedia, serta keterjangkauan informasi sehingga
menyebabkan rendahnya penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
d. Perilaku Sehat
Hal ini meliputi penggunaan alat kontrasepsi, pemeriksaan kehamilan,
penolong persalinan, dan perilaku menggugurkan kandungan
e. Faktor – faktor lain yang tidak dapat diketahui atau tidak terduga
Di samping hal – hal di atas, terdapat keadaan yang mungkin terjadi secara
tiba–tiba dan tidak t keadaan tersebut terjadi pada saat melahirkan, misalnya atonia
uteri, ketuban pecah dini

3. Determinan Kontekstual/jauh (distant determinants)


a. Status Wanita dalam Keluarga dan Masyarakat

124
Termasuk di dalamnya antara lain tingkat Pendidikan, pekerjaan, dan
pemberdayaan Wanita dalam keluarga
b. Status Keluarga dalam Masyarakat
Status keluarga dalam Masyarakat ini termasuk di dalamnya antara lain
penghasilan keluarga, kekayaan keluarga, tingkat pendidikan keluarga dan status
pekerjaan keluarga

c. Status Masyarakat
Variabel ini meliputi antara lain kesejahteraan, ketersediaan sumber daya,
misalnya jumlah dokter dan pelayanan kesehatan yang tersedia, serta ketersediaan
dan kemudahan trasnportasi. Status Masyarakat umumnya terkait pula pada tingkat
kemakmuran suatu negara serta besarnya perhatian pemerintah terhadap masalah
kesehatan. erduga yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi selama hamil
atau melahirkan. Beberapa keadaan tersebut terjadi pada saat melahirkan, misalnya
atonia uteri, ketuban pecah dini

4. Determinan Kontekstual/jauh (distant determinants)


a. Status Wanita dalam Keluarga dan Masyarakat
Termasuk di dalamnya antara lain tingkat Pendidikan, pekerjaan, dan
pemberdayaan Wanita dalam keluarga
b. Status Keluarga dalam Masyarakat
Status keluarga dalam Masyarakat ini termasuk di dalamnya antara lain
penghasilan keluarga, kekayaan keluarga, tingkat pendidikan keluarga dan status
pekerjaan keluarga
c. Status Masyarakat
Variabel ini meliputi antara lain kesejahteraan, ketersediaan sumber daya,
misalnya jumlah dokter dan pelayanan kesehatan yang tersedia, serta ketersediaan
dan kemudahan trasnportasi. Status Masyarakat umumnya terkait pula pada tingkat
kemakmuran suatu negara serta besarnya perhatian pemerintah terhadap masalah
kesehatan.

125
INDIKATOR KESEHATAN WANITA
1. Angka Kematian Ibu

2. Pendidikan

3. Penghasilan

4. Usia Harapan Hidup

5. Tingkat Fertilitas/Kesuburan

1. AKI
• Kematian Ibu adalah kematian Wanita yang terjadi selama masa kehamilan sampai dengan
42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan lama, dan tempat terjadinya
kehamilan, yang disebabkan oleh atau dipicu oleh kehamilannya atau penanganan
kehamilannya, tetapi bukan karena kecelakaan (International Statistical Classification of
Diseases, Injuries, and Causes of Death, Edition X).

126
• Rumus:
Jumlah kematian ibu karena kehamilan, kelahiran, dan nifas x 100%
Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama
Faktor – faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal yang dikelompokkan
berdasarkan kerangka dari McCarthy dan Maine (1992) yang masih dipakai sampai sekarang
adalah sebagai berikut :
a. Determinan dekat
Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian maternal(determinan dekat)
yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas
(komplikasi obstetri) yang berpengaruh langsung terhadap kematian maternal. (Dinkes,
2013).
Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan penyebab langsung
kematian maternal, yaitu : Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester
ketiga, persalinan dan pasca persalinan, infeksi, keracunan kehamilan, komplikasi akibat
partus lama dan trauma persalinan (Dinkes, 2013).
1. Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia
kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan.
Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan,
dan dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-
faktor yang diduga ikut berhubungan dengan 13 kejadian komplikasi tersebut antara
lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.
Komplikasi persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi karena
gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Dinkes, 2008).
Komplikasi persalinan merupakan suatu kegawat daruratan obstetrik yang paling
sering menyebabkan kematian pada ibu melahirkan. Banyak hal yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi persalinan yaitu status kesehatan ibu yang buruk,
status kesehatan reproduksinya, akses ke pelayanan kesehatan, serta prilaku kesehatan
yang kurang baik dari ibu itu sendiri. Selain itu kejadian komplikasi persalinan dapat

127
di pengaruhi juga oleh status wanita dalam keluarga dan masyarakat dan status
keluarga dalam masyarakat (Misar dkk, 2012).
2. Komplikasi kehamilan
Kehamilan merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh seorang ibu. Pada
umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 10-12% kehamilan
yang disertai dengan penyulit dan komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada masa kehamilan yaitu perdarahan, pre eklampsia, nyeri hebat didaerah
abdominopelvikum, hyperemisis gravidarum, disuria, ketuban pecah dini,
pertumbuhan janin terhambat, polihidramnion, 14 makrosomia, dan lain-lain.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada kehamilan tersebut merupakan risiko tinggi
bila terjadi pada ibu hamil (Saifuddin AB, 2010).
3. Komplikasi masa nifas
Pengertian Nifas Nifas merupakan masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya disertai pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan
seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Infeksi masa nifas : beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi pasca persalinan,
infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI).
Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke saluran
urinari, payudara, dan pembedahan merupakan penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala
umum infeksi dapat dilihat dari suhu, pembengkakan, takikardia dan malaise. Gejala
lokalnya berupa uterus lembek, kemerahan, rasa nyeri pada payudara, atau adanya
disuria (Bahiyatun, 2009).
Infeksi juga merupakan penyebab penting kematian dan kesakitan ibu. Insidensi
infeksi nifas sangat berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu persalinan
dan nifas (saifuddin, 2010).

b. Determinan antara
Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan antara yaitu status
kesehatan ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan

128
kesehatan / penggunaan pelayanan kesehatan dan faktor – faktor lain yang tidak diketahui
atau tidak terduga (Dinkes, 2013).
1. Status kesehatan
ibu Status kesehatan ibu terdiri dari status gizi, riwayat komplikasi kehamilan,
riwayat persalinan sebelumnya dan penyakit penyerta/riwayat penyakit ibu (jantung
dll).
a. Status gizi Status
gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa kehamilan, karena
faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu hamil selama hamil
serta guna pertumbuhan dan perkembangan janin. Hubungan antara gizi ibu hamil
dengan faktor ekonomi, sosial, atau keadaan lain yang meningkatkan kebutuhan
gizi ibu hamil dengan penyakit infeksi tertentu termasuk juga persiapan fisik untuk
masa persalinan. Kebutuhan ibu hamil secara garis besar adalah asam folat, energi,
protein, zat besi (Fe), kalsium, pemberian suplemen vitamin D terutama pada
kelompok berisiko penyakit seksual (IMS) dan dinegara dengan musim dingin yang
panjang dan 16 pemberian yodium pada daerah yang endemik kretinisme
(Kusmiyati, 2008).
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena
terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuh kebutuhan ibu dan janin yang
dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap
terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang kurang
pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Ojofeitimi, 2008).
b. Status anemia
Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya membahayakan
jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta
membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan
oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta terhadap janin.
Menurut Depkes RI (2008), batasan anemia adalah:
1. Laki-laki Dewasa > 13 gram %
2. Wanita Dewasa > 12 gram %
3. Anak-anak > 11 gram %

129
4. Ibu Hamil > 11 gram %
Jika kehamilan terjadi pada seorang ibu yang telah menderita anemia, maka
perdarahan pasca persalinan dapat 17 memperberat keadaan anemia dan berakibat
fatal (saifuddin, 2010).

c. Riwayat persalinan
sebelumnya Seorang ibu yang pernah mengalami komplikasi dalam
kehamilan dan persalinan seperti keguguran, melahirkan bayi prematur, lahir mati,
persalinan sebelumnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep dan dengan
seksio sesaria merupakan risiko untuk persalinan berikutnya (Kusumawati, 2006).

d. Riwayat penyakit ibu


Seorang wanita yang mempunyai penyakit-penyakit kronik sebelum
kehamilan, seperti jantung, paru, ginjal, diabetes melitus, malaria dan lainnya akan
sangat mempengaruhi proses kehamilan dan memperburuk keadaan pada saat
proses persalinan serta berpengaruh secara timbal balik antara ibu dan bayi,
sehingga dan dapat mengurangi kesempatan hidup wanita tersebut. Ibu yang hamil
dengan kondisi terdapat penyakit ini termasuk dalam kehamilan risiko tinggi
(Kusumawati, Y. 2006).

e. Riwayat komplikasi kehamilan


Serang ibu yang pernah mengalami komplikasi dalam kehamilan dan
persalinan seperti keguguran, melahirkan bayi prematur, lahir mati, persalinan
sebelumnya dengan tindakan 18 dengan ektrasi vakum atau forsep dan dengan
seksio sesaria merupakan risiko untuk persalinan berikutnya (Kusumawati, 2006).
Banyak faktor lyang menyebabkan komplikasi obstetri yaitu status gizi ibu, yaitu
ibu yang KEK mempunyai risiko 7,9 kali melahirkan BBLR, kemudian ibu yang
mempunyai penyakit kronis berhubungan secara bermakna dengan kejadian
komplikasi kehamilan dan persalinan. Ibu dengan riwayat komplikasi kehamilan
sebelumnya juga akan berisiko mengalami komplikasi obstetri 1,79 kali lebih besar
daripada ibu yang tanpa riwayat komplikasi. Tenaga kesehatan juga berperan

130
penting, karena ibu yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga kesehatan
berisiko 4,32 kali lebih besar untuk mengalami komplikasi obstetri (Gitta, 2007).

2. Status reproduksi
Status reproduksi terdiri dari umur ibu, paritas dan jarak kehamilan.
a. Usia ibu Umur
ibu saat hamil Usia ibu yang berisiko untuk terjadinya kematian maternal
adalah usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia
< 20 tahun atau > 35 tahun memiliki risiko untuk mengalami kematian maternal 3,4
kali lebih besar daripada ibu yang berusia 20 – 35 tahun (Fibriana, 2007).
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang
wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin
baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu yang primipara
(melahirkan bayi hidup) pertama kali, karena pengalaman melahirkan belum
pernah, maka kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar baik
pada kekuatan his (power), jalan lahir (passage), dan kondisi janin (pasagger).
Informasi yang kurang tentang persalinan dapat pula mempengaruhi proses
persalinan (Kusumawati, 2006).
c. Jarak kehamilan
Jarak kehamilan (jarak kehamilan < 2 tahun dan > 10 tahun merupakan faktor
risiko untuk terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan) Jarak antar kehamilan
yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya
kematian maternal. Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan (terlalu sering)
secara nasional sebesar 15%, dan merupakan kelompok risiko tinggi untuk
perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu. Jarak antar kehamilan yang
disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan
tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi.
Penelitian 20 yang dilakukan di tiga rumah sakit di Bangkok pada tahun 1973
sampai 1977 memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan kurang dari
dua tahun memiliki risiko dua setengah kali lebih besar untuk meninggal

131
dibandingkan dengan wanita yang memiliki jarak kehamilan lebih lama (Fibriana,
2007).

3. Akses terhadap pelayanan kesehatan


Akses terhadap pelayanan kesehatan terdiri dari ketersediaan dan
keterjangkauan. Ketersediaan meliputi tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan
(sarana dan tenaga) dengan jumlah, mutu memadai dengan ketersediaan informasi
yang dibutuhkan baik berupa penyuluhan, konseling maupun poster tentang tanda
bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta informasi lain yang dibutuhkan.
Sedangkan keterjangkauan meliputi jarak, waktu, letak geografis dan transportasi
(semakin jauh, lama dan lokasi fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit, semakin kecil
akses ibu hamil untuk mencapainya), serta biaya (semakin mahal biaya, maka akan
semakin kecil kemampuan ibu hamil untuk memperoleh pelayanan kesehatan). Akses
sarana pelayanan kesehatan merupakan faktor penentu dalam kematian ibu.
Komplikasi obstetrik dan kondisi kesehatan lain yang mengakibatkan kematian ibu,
memerlukan tenaga kesehatan yang sangat terampil dan terlatih (Hernandez, 2010).
a. Tempat persalinan
Menurut Depkes RI (2009), tujuan persiapan persalinan aman adalah agar ibu
hamil dan keluarga tergerak merencanakan tempat dan penolong persalinan yang
aman, yang mana menurut Kemenkes RI (2011) persalinan dilakukan di fasilitas
kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan. Data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 mencatat cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
baru mencapai 82,3% (Depkes, 2010). Dari data Riskesdas tersebut, sebanyak 43,2
% ibu hamil melahirkan di rumahnya sendiri, dimana hanya 2,1 % yang mendapat
pertolongan oleh dokter, 5,9 % oleh bidan dan 1,4 % oleh tenaga medis lainnya,
sisanya sebesar 4 % ditolong keluarga dan yang paling banyak 40,2 % ditolong
dukun beranak (Pramudiarja, 2011). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010,
persalinan bukan di fasilitas kesehatan di Jawa Barat mencapai 41,5%, dan
persalinan oleh dukun.

b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan

132
Perilaku terhadap pelayanan kesehatan terdiri dari riwayat KB, asuhan
antenatal, penolong pertama persalinan, pelaksanaan rujukan keterlambatan rujukan
dan cara persalinan.
c. Riwayat penggunaan KB
Keluarga berencana (KB) menyelamatkan kehidupan perempuan dan
mencegah 1 dari 3 kematian ibu dengan menunda kehamilan, memberi jarak
kelahiran, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi serta memiliki 2
anak saja (smith dkk., 2009).
Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan kontrasepsi. Menurut
data SDKI Tahun 2007, angka unmetneed 9,1%. Kondisi ini merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak
aman, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian ibu
(Kemenkes, 2010).
d. Pemeriksaan antenatal
Menurut Kemenkes RI (2010), pelayanan antenatal merupakan pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya,
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
Standar Pelayanan Kebidanan. Pengertian antenatal care adalah perawatan
kehamilan. Pelayanan perawatan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan
antenatal care yang sudah ditetapkan. Sedangkan tujuan pelaksanaan pelayanan
antenatal antara lain : memantau kemajuan kehamilan serta memastikan kesehatan
ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik,
mental dan sosial ibu serta janin, mengenali secara dini kelainan atau komplikasi
yang mungkin terjadi selama hamil, mempersiapkan persalinan cukup bulan;
melahirkan dengan selamat dan mengurangi sekecil mungkin terjadinya trauma
pada ibu dan bayi, mempersiapkan ibu untuk menjalani masa nifas dan
mempersiapkan pemberian asi eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga
untuk menerima kelahiran dan tumbuh kembang bayi.
Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu 1
kali saat trimester 1, 1 kali saat trimester 2, dan 2 kali saat trimester 3. Saat

133
melakukan ANC setidaknya ada 7 standar yang harus dilakukan yaitu “7T” :
Timbang berat badan, Ukur (Tekanan) darah, Ukur (Tinggi) fundus, Pemberian
Imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap, Pemberian Tablet zat besi, minimum 90
tablet selama kehamilan, Tes terhadap Penyakit Menular Seksual, Temu wicara
dalam rangka persiapan rujukan.
e. Pelaksanaan rujukan
Sebagian besar komplikasi obstetri terjadi pada saat persalinan berlangsung.
Untuk itu diperlukan tenaga profesional yang dapat secara cepat mengenali adanya
24 komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan sekaligus melakukan
penanganan tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu. Angka kematian maternal
akan dapat diturunkan secara adekuat apabila 15% kelahiran ditangani oleh dokter
dan 85% ditangani oleh bidan. Rasio ini paling efektif bila bidan dapat menangani
persalinan normal, dan dapat secara efektif merujuk 15% persalinan yang
mengalami komplikasi kepada dokter (Fibriana, 2007).
f. Cara persalinan
persalinan sectio caesarea Hampir setiap wanita akan mengalami proses
persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan
melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2010). Apabila
wanita tidak dapat melahirkan secara normal maka tenaga medis akan melakukan
persalinan alternatif untuk membantu pengeluaran janin (Bobak, et.al, 2005). Oleh
karena itu ada satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu. Persalinan sectio
caesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan dinding
uterus. Persalinan sectio caesarea harus dipahami sebagai salah satu jalan untuk
menolong persalinan jika persalinan normal tidak dapat dilakukan dengan tujuan
tercapai bayi lahir sehat dan ibu juga selamat.
Pertimbangan medis dilakukannya persalinan 25 caesar antara lain karena
faktor dari ibu hamil dan faktor janin. Faktor ibu antara lain ibu berpenyakit
jantung, paru, ginjal, atau tekanan darah tinggi atau pada ibu dengan komplikasi
preeklampsia / eklampsia atau ibu dengan kelelahan saat persalinan. Selain itu
keadaan yang mendesak kehamilan dengan pendarahan, perjalanan persalinan yang
terhambat, kesempitan panggul, kelainan letak janin dalam rahim, kelainan posisi

134
kepala di jalan lahir dan persalinan lama merupakan alasan yang dibenarkan secara
medis untuk dilakukan persalinan sectio caesarea. Faktor janin antara lain gawat
janin akibat air ketuban kurang, posisi bayi sungsang, pertumbuhan janin kurang
baik, dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, dkk., 2009). Persalinan sectio
caesarea, yang adalah jalan keluar jika persalinan pervaginam (normal) tidak
memungkinkan ternyata juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut bersumber
dari risiko kematian dan infeksi yang lebih tinggi dibandingkan persalinan
pervaginam. Hasil penelitian oleh Sadiman dan Ridwan (2009) menyatakan Angka
Kematian Ibu (AKI) dengan persalinan sectio caesarea sebesar 40-80 setiap
100.000 kelahiran hidup, sementara risiko kematian ibu pada persalinan section
caesarea meningkat 25 kali dan risiko infeksi 80 kali lebih tinggi dibandingkan
persalinan pervaginam. 26 e) Penolong pertama persalinan Pemilihan penolong
persalinan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencari pertolongan
dalam menghadapi proses persalinan. Adapun tenaga penolong persalinan yakni
orang-orang yang biasa memeriksa wanita hamil atau memberikan pertolongan
selama persalinan dan nifas.
Menurut Prawirohardjo (2009) bahwa tenaga yang dapat memberikan
pertolongan selama persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan
yakni mereka yang mendapatkan pendidikan formal seperti; dokter spesialis, dokter
umum bidan dan perawat, sedangkan yang bukan tenaga kesehatan yaitu dukun
bayi , baik yang terlatih maupun yang tidak terlatih
g. Keterlambatan rujukan Sesuai pernyataan (Manuaba, dkk., 2008).
rujukan harus dilakukan pada keadaan ibu dan anak masih baik dan rujukan
yang dilakukan seharusnya pada saat kehamilan bukan saat persalinan, sehingga
tujuan sistem rujukan tercapai. Selain itu, menurut (Bossyns, dkk., 2006)
dinyatakan pula tujuan utama sistem rujukan obstetri yaitu memberikan pelayanan
yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan ibu hamil, sehingga kesehatan ibu
hamil dan bersalin mencapai tingkat optimal. 27 5) Faktor lain yang tidak diketahui
atau tidak diperkirakan Keadaan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga yang
dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi selama hamil / melahirkan seperti :
kontraksi uterus yang tidak adekuat, ketuban pecah dini dan persalinan kasep. c.

135
Determinan jauh Di lain pihak, terdapat juga determinan jauh yang akan
mempengaruhi kejadian kematian maternal melalui pengaruhnya terhadap
determinan antara, yang meliputi faktor sosio–kultural dan faktor ekonomi, seperti
status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat
dan status masyarakat (dinkes, 2013).
1. Tingkat pendidikan ibu Pendidikan yang ditempuh oleh seseorang merupakan salah satu
faktor demografi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan individu maupun
masyarakat. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi, akan mudah menerima
informasiinformasi kesehatan dari berbagai media dan biasanya ingin selalu berusaha
untuk mencari informasi tentang hal hal yang berhubungan dengan kesehatan yang belum
diketahuinya. Informasi kesehatan yang cukup terutama pada ibu-ibu hamil, terutama
masalah kehamilan dan persalinan diharapkan akan dapat 28 merubah perilaku hidup
sehat termasuk dalam perilaku pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (Kusumawati,
2006).
2. Status pekerjaan Status pekerjaan perempuan dan suami medukung dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan, namun, pada penelitian yang dilakukan di Indonesia membuktikan
bahwa status perempuan yang berkerja dan pekerjaan suami tidak mempunyai dampak
signifikan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan pada
fasilitas pelayan kesehatan (Kristiana, 2009).
3. Wilayah tempat tinggal Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan
kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal ditempat yang
terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit
terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan
memerlukan waktu yang lama, sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya
(Meilani,dkk, 2009). Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang
memadai akan memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya
dan bisa melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat
segera ditangani (Yeyeh, 2009).

136
Upaya menurunkan kematian ibu
Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia dapat ditinjau dari AKI dan AKB. Salah satu
faktor yang memengaruhi AKB adalah tenaga penolong persalinan. Meskipun banyak ibu hamil
yang pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis, namun masih banyak persalinan
yang ditolong oleh tenaga non medis, khususnya yang terjadi di pedesaan. untuk dapat menekan
AKB dan AKI perlu digerakkan upaya Gerakan Sayang Ibu (GSI), kelangsungan hidup,
perkembangan serta perlindungan ibu dan anak, Gerakan Keluarga Reproduksi Sehat (GKRS),
Safe Motherhood, dan penempatan bidan di desa - desa (Depkes RI, 2009; Kusmiran, 2011).
Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan
persalinan dapat dilalui dengan sehat dan aman, serta menghasilkan bayi yang sehat. Di
Indonesia, upaya Safe Motherhood diterjemahkan sebagai upaya kesejahteraan/ keselamatan ibu.
Kesejahteraan ibu menunjukkan ruang lingkup yang luas, meliputi hal - hal di luar kesehatan,
sedangkan keselamatan ibu berorientasi khusus pada aspek kesehatan. Safe Motherhood
memiliki Empat Pilar Utama yaitu;
1. Keluarga berencana
2. Pelayanan Antenatal Care (ANC)
3. Persalinan yang aman
4. Pelayanan obstetric essensi/emergensi. Pilar yang kedua yaitu pelayanan antenatal care yang
bertujuan utamanya mencegah komplikasi obstetri dan memastikan bahwa komplikasi
dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin, 2010).

Pengukuran kematian maternal


Jumlah kematian maternal pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: risiko
kematian yang berhubungan dengan kehamilan atau persalinan itu sendiri, dan jumlah kehamilan
atau persalinan yang dialami oleh wanita usia reproduktif (WHO, 2007). Pendekatan Pengukuran
Kematian Maternal : Kesulitan untuk mengukur kematian maternal secara akurat masih ditemui,
meskipun menggunakan definisi standard. Untuk mendapatkan angka yang akurat, maka
dilakukan beberapa pendekatan pengukuran, yaitu: Civil registration systems, household surveys,
sisterhood methods, reproductive-age mortality studies (RAMOS), verbal autopsies, dan
censuses (WHO, 2007).

137
a. Civil registration systems (Catatan Sipil)
Pendekatan ini melibatkan catatan kelahiran dan kematian. Idealnya, statistik kematian
ibu diperoleh dari data catatan sipil. Namun, penyebab dari semua kematian diidentifikasi
berdasarkan sertifikat medis standar, dengan tidak adanya penemuan kasus, kematian ibu
mungkin terlewatkan atau terjadi kesalahan klasifikasi (WHO, 2007).
b. Household surveys (Survei Rumah Tangga)
Jika data dari catatan sipil tidak tersedia, maka survei rumah tangga menyediakan
alternatif. Keterbatasan dari survei ini adalah:
1. Mengidentifikasi kematian yang berhubungan dengan kehamilan, bukan kematian
maternal
2. Memakan biaya besar karena untuk mendapatkan estimasi statistik yang reliabel,
dibutuhkan ukuran sampel yang besar
3. Bahkan dengan ukuran sampel yang besar, perkiraan masih diperoleh confidence interval
yang lebar, sehingga sulit untuk memantau perubahan dari waktu ke waktu.

c. Sisterhood methods
Metode Sisterhood memperoleh informasi dengan mewawancarai wali sampel
responden tentang kelangsungan hidup saudara perempuan dewasa mereka untuk menentukan
jumlah saudara perempuan yang sudah menikah, berapa banyak yang hidup, berapa banyak
yang meninggal, dan berapa banyak yang meninggal selama masa kehamilan, persalinan, atau
dalam waktu enam minggu kehamilan (WHO, 2007).

d. Reproductive-age mortality studies (RAMOS)


Pendekatan ini meliputi identifikasi dan investigasi penyebab semua kematian wanita
usia reproduktif pada suatu area populasi dengan menggunakan sumber data yang beragam.
Data tersebut diperoleh dari wawancara anggota keluarga, registrasi vital, rekam medik, surat
pemakaman, pelayanan persalinan tradisional, dan memenuhi beberapa kriteria tertentu
(WHO, 2007).

138
e. Verbal autopsies (Otopsi Verbal)
Pendekatan ini menentukan penyebab kematian melalui wawancara dengan anggota
keluarga atau anggota masyarakat, jika sertifikasi medis yang memuat penyebab kematian
tidak tersedia. Catatan kelahiran dan kematian yang dikumpulkan secara berkala, termasuk
populasi kecil (biasanya di kabupaten), berada di bawah sistem pengawasan demografis yang
dikelola oleh lembaga penelitian di negara berkembang (WHO, 2007).

f. Censuses (Sensus)
Sensus nasional dengan penambahan sejumlah pertanyaan yang bisa menghasilkan
perkiraan kematian ibu. Pendekatan ini juga mengeliminasi sampling errors, karena semua
wanita dimasukkan menjadi sampel sehingga memungkinkan analisis trend. Pendekatan ini
memungkinkan identifikasi kematian di rumah tangga dalam relatif singkat, dalam kurun
waktu 1-2 tahun, sehingga didapatkan estimasi kematian maternal terbaru, tetapi dilakukan
dengan interval 10 tahun, sehingga membatasi pencatatan kematian maternal. Pelatihan
pencacah sangat penting karena kegiatan sensus mengumpulkan informasi tentang berbagai
topik lain yang tidak berhubungan dengan kematian ibu. Hasil harus disesuaikan dengan
karakteristik seperti kelengkapan statistik kematian dan kelahiran, dan struktur populasi agar
didapatkan estimasi yang reliabel (WHO, 2007).

Prinsip penurunan angka kematian ibu ( AKI )


Upaya atau penanggulangan AKI :
1. Mapping strategi
• Pengumpulan Data
• Pengolahan Data
• Analisis Data
• Indentifikasi Masalah
2. Penyuluhan Intensif
• Melakukan pendekatan kepada masyarakat
• Memberikan pendidikan dan promosi kesehatan

139
3. Pemberdayaan kepada dukun bayi
• Melakukan pertemuan dengan dukun bersalin desa
• Memberikan pembinaan dan pendidikan kepada dukun bersalin desa
• Melakukan kerjasama atau kemitraan kepada dukun desa

140
13. Upaya promotif dan preventif menurut
Leavel dan Clark
A. Pengertian Upaya Promotif
Adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi kesehatan, kegiatan ini dapat disebut juga sebagai health
education atau pembelajaran dini kepada orang – orang yang belum mengetahui lebih
jelas tentang suatu penyakit dan bagaimana terjadinya. Upaya promotif ditujukan untuk
meningkatkan status/derajat kesehatan yang optimal. Sasaranya adalah kelompok orang
sehat. Tujuan upaya ini adalah agar masyarakat mampu meningkatkan kesehatannya.

B. Pengertian Upaya Preventif


Adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu
yang tidak diinginkan atau dapat diartikan sebagai upaya yang secara sengaja dilakukan
untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau
masyarakat. Usaha – usaha yang dilakukan, yaitu :
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala ( balita, bumil, lansia, dsb ) melalui posyandu,
puskesmas, maupun kunjungan rumah
b. Pemberian vitamin A, yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah
c. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui
d. Deteksi dini kasus dan faktor resiko ( maternal, balita, penyakit )
e. Imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil
Menurut Leavel dan Clark, upaya promotif dan preventif yang disebut juga dengan
upaya pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak
langsung untuk mencegah masalah kesehatan atau penyakit. Upaya promotif dan
preventif ini bermanfaat untuk :
1. Menurunkan angka kesakitan
2. Meningkatkan presentasi kasus yang dideteksi dini pada stadium awal
3. Menurunkan kejadian komplikasi
4. Meningkatkan kualitas hidup

141
C. Tingkat Usaha Promotif Dan Preventif
Dalam kesehatan masyarakat ada lima tingkat pencegahan penyakit menurut Leavel
dan Clark. Pada poin 1 dan 2 dilakukan pada masa sebelum sakit, sedangkan poin 3,4,
dan 5 dilakukan pada masa sakit.
1. Promosi kesehatan (health promotion)
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada
umumnya. Adapun usaha untuk mempertinggi nilai kesehatan diantaranya adalah
sebagai berikut.
a. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas).
b. Perbaikan hiegien dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misalnya untuk kalangam menengah
keatas dinegara berkembang terhadap resiko jantung koroner.
d. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
e. Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggumg jawab.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and specific
protection)
Usaha pencegahan/perlindungan umum dan khusus terhadap masalah kesehatan
atau penyakit-penyakit tertentu adalah sebagai berikut :
a. Memberikan imunisasi pada orang yang rentan untuk mencegah pemyakit.
b. Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya yang terkena flu burung.
c. Pencegahan terjadinya kecelakaan, baik ditempat umum maupun tempat kerja.
d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun,
maupun alergi.
e. Pengendalian sumber-sumber pencemaran.

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and promt treatment)
Petugas kesehatan seringkali sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi
dalam masyarakat akibat rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

142
kesehatan dan penyakit. Bahkan terkadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan
diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan
kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada
tingkat awal serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera merupakan upaya
pendidikan kesehehatan yang sangat diperlukan dalam tahap ini. Berikut adalah beberapa
usaha yang dilakukan.
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Mencari pemderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan, misalnya
pemeriksaan darah dan rontgen paru.
c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular
untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan.
d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

4. Pembatasan kecacatan (disability limitation)


Usaha ini merupakan lanjutan dari early diagnosis and promt treatment yaitu
dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan
tidak mengalami kecacatan. Bila terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan tersebut
tidak bertambah besar dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini dapat dipertahankan
semaksimal mungkin. Berikut adalah usaha yang dilakukan.
a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tidak terjadi
komplikasi.
b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan
dan perawatan yang lebih intensif.

5. Rehabilitassi (rehabilitation)
Rehabilitassi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita (kedalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi kembali sebagai anggota masyarakat yang berguna
untuk dirinya dan masyarakat. Berikut adalah upaya yang dilakukan.

143
a. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikut serta kan
masyarakat.
b. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan
dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
c. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga seriap penderita yang telah
cacat mampu mempertahankan diri.
d. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah
ia sembuh dari suatu penyakit

Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan sebagai berikut.

1. Pencegahan awal (primordial prevention), yaitu pada prevatogenesis.


2. Pencegaham pertama (primary prevention), yaitu health promotion dan general
and specific protection.
3. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention), yaitu early diagnosis and
promt treatment.
4. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention), yaitu disabilitaty limitation.

Ukuran dimensi penyakit


menunjukan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada kelompok
manusia/masyarakat. Artinya bila dikaitkan dengan masalah penyakit menunjukan banyaknya
masalah kelompok masyarakat terserang penyakit. Untuk mengetahui frekuensi masalah
kesehatan yang terjadi pada sekelompok orang/masyarakat. Dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut.
a. Menemukan masalah kesehatan, melalui cara: penderita yang datang kee puskesmas,
laporan dari masyarakat yang datang dari puskesmas.
b. Research/survei kesehatan, misalnya: survei kesehatan rumah tangga.
c. Studi kasus, misalnya: kasus penyakit pascabencana tsunami.

144
DAFTAR PUSTAKA

Andrew G. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2010

Badan Pusat Statistik (2013). Survei Demografi dan Kesehatan 2012, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (2011). Fertilitas Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010,
Jakarta.

Depkes. 2008. Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing Bidang Kritis: “Perempuan & Kesehatan”
serta Program Tindak Lanjutnya. Jakarta: Depkes

Fitramaya Yuni. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. 2008

Intan Kumalasari, APP., dan Iwan Andhyanto, S.K.M. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk
Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta Selatan: Salemba Medika

Kementerian Kesehatan. Laporan Nasional Riset Fasilitas Kesehatan 2011, Badan Litbang
Kesehatan, Jakarta, 2012.

Kementerian Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2012, Badan Litbang Kesehatan,
Jakarta 2013.

Lestari, Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Berbasis Kompetensi, EGC, 2015

Population Reference Bureau. Family Planning Worldwide 2008 Data Sheet, Washington.

Saifuddin, Buku Acuan nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Setyorini, Kesehatan reproduksi dan pelayanan keluarga berencana, Bogor, In media, 2014

Kumalasari, Kesehatan Reproduksi, Salemba Medika, 2012

Kusmiran, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, Salemba Medika, 2012

Manuaba, Memahami kesehatan reproduksi wanita, Jakarta, EGC, 2009

Tri Wiji Lestari, SST., M.Kes, Elisa Ulfiana, SST., M.Kes, Suparmi, S.Pd., S.ST., M.Kes. 2015.
Kesehatan Reproduksi Berbasis Kompetensi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

World Health Organization. World Health Statistics 2013, Italia World Health Organization,
2013.

145
Yayasan pendidikan kesehatan perempuan, Perspektif gender dan HAM dalam asuhan
kebidanan komunitas, 2015

bppsdmk.kemkes.go.id

http://www.ippf.org/Home.aspx

https://realtechnetcenter.wordpress.com/tutorial/kesehatan-reproduksi/ Diakses pada tanggal 9


maret 2019

http://awaliyafadliya.blogspot.com/2016/12/makalah-budaya-dan-gender.html

https://www.iac.or.id/seks-seksual-dan-seksualitas/

https://www.academia.edu/34743702/MAKALAH_TENTANG_JENIS_KELAMIN_DAN_GENDER

https://www.academia.edu/23943834/Pengertian_Diskriminasi_Gender

http://tyaarumkusuma.blogspot.com/2014/11/papper-konsep-dasar-gender-dalam.html

146

Anda mungkin juga menyukai