Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS I

ISU GLOBAL KESEHATAN PEREMPUAN: POTRET KESEHATAN REPRODUKSI


PEREMPUAN DI INDONESIA

Disusun Oleh Kelompok 1:

Tya Wahyun Kurniawati 131711133007

Sesi Putri Arisandi 131711133014

Meirina Nur Asih 131711133054

Irawati Dewi 131711133069

Cicilia Wahyu Indah Sari 131711133070

Meilinda Galih Setyowati 131711133112

I’zzatul Istiqoomah Al a’dhima 131711133125

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019

i
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan petunjuk,
rakhmat, kekuatan dan hidayah-Nya kepada penulis, demikian juga kepada dosen pembimbing dan
teman-teman yang telah membantu memberikan bahan serta petunjuk, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas Program Studi Pendidikan
Ners Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga guna memenuhi tugas perkuliahan.

Penulis mengangkat judul “Isu Global Kesehatan Perempuan: Potret Kesehatan Reproduksi
Perempuan di Indonesia”. Kesehatan reproduksi pada perempuan menjadi target terpenting bagi
pemerintah yang harus segera dicapai pada tahun 2030. Sebagaimana yang tercantum dalam
indikator ketiga SDG’s 2030 yang bertujuan untuk “Menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, yaitu pada 2030”. Di dalam poin
ketiga tersebut telah dijabarkan salah poin yang spesifik berkaitan dengan kesehatan reproduksi
pada perempuan yaitu “menjamin akses semesta kepada pelayanan kesehatan seksual dan
reproduksi”. Oleh karena itu, tujuan tersebut menjadi tugas yang berat bagi pemerintah maupun
seluruh rakyat Indonesia untuk menjamin kesehatan reproduksi perempuan dari fase awal
kelahiran sampai dengan fase lanjut usia.

Mengingat berbagai keterbatasan waktu, biaya dan fisik, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh untuk dikatakan sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini

……, 12 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2

1.3 Tujuan............................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3

2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi Perempuan ..................................................................... 3

2.2 Trend dan Isu Kesehatan Reproduksi Perempuan............................................................ 4

2.3 Faktor Penyebab Masalah Kesehatan Reproduksi pada Perempuan ................................ 7

2.4 Upaya Pencegahan Masalah Kesehatan Reproduksi pada Perempuan ............................ 8

2.4.1 Pemerintah ................................................................................................................ 8

2.4.2 Peran Perawat.......................................................................................................... 11

2.4.3 Masyarakat .............................................................................................................. 12

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 14

3.2 Saran ................................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi pada perempuan menjadi target terpenting bagi pemerintah yang
harus segera dicapai pada tahun 2030. Sebagaimana yang tercantum dalam indikator ketiga
SDG’s 2030 yang bertujuan untuk “Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, yaitu pada 2030”. Di dalam poin ketiga
tersebut telah dijabarkan salah poin yang spesifik berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada
perempuan yaitu “menjamin akses semesta kepada pelayanan kesehatan seksual dan
reproduksi”. Oleh karena itu, tujuan tersebut menjadi tugas yang berat bagi pemerintah
maupun seluruh rakyat Indonesia untuk menjamin kesehatan reproduksi perempuan dari fase
awal kelahiran sampai dengan fase lanjut usia.
Kesehatan reproduksi pada perempuan seringkali tidak dihiraukan oleh masyarakat sebagai
akibat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang seksualitas masyarakat dan ketidak-
layakan atau rendahnya kualitas pelayanan serta informasi kesehatan reproduksi, peningkatan
tingkah laku seksual yang tidak aman, diskriminasi dalam masyarakat, sikap negatif terhadap
perempuan, dan terbatasnya kuasa perempuan terhadap kehidupan seksual dan reproduksi
mereka sendiri.
Di Indonesia kasus pemerkosaan pada anak masih sangat tinggi berkaitan dengan tujuan
SDG’s poin ketiga kasus pemerkosaan ini menjadi faktor penghambat yang harus diselesakan
oleh pemerintah. Hal in dikarenakan adanya kasus pemerkosaan pada anak menjadi faktor
pemicu pertama penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS). Selain itu, tindakan
pemerkosaan pada anak ini juga akan menimbulkan trauma bagi anak perempuan dan
cenderung menarik diri serta tidak terbuka terhadap permasalahan reproduksi.
Selain pada anak-anak, masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas juga banyak
didapatkan pada kelompok remaja. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masa remaja
merupakan masa dimana para remaja mencari jati diri sehingga banyak mencoba hal-hal baru
pada masanya remajanya. Akan tetapi, eksplorasi diri yang dilakukan oleh remaja terkadang
tidak selalu menjurus pada hal-hal yang positif tetapi para remaja juga berpotensi untuk

1
melakukan hal-hal yang belum seharusnya dilakukan salah satunya dalah melakukan seks
bebas. Hal inilah yang menjadi pemicu timbulnya masalah kesehatan reproduksi pada remaja.
Pada orang dewasa dan lanjut usia, masalah reproduksi biasanya timbul sebagai akibat dari
kebiasaan atau perilaku yang dilakukan selama masa remaja dan dewasa awal. Pada masa ini
biasanya perempuan cenderung senang berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan
sehingga penularan penyakit melalui hubungan seksual mejadi sangat penting.
Oleh karena itu, untuk mencegah serta mengatasi adanya tindakan dan perilaku kesehatan
reproduksi yang menyimpang diperlukan adanya upaya dari pemerintah serta partisipasi aktif
dan kesadaran dari masyarakat terkait dengan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi sejak
awal kelahiran remaja perempuan sampai dengan usia lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan makalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa definisi dari kesehatan reproduksi pada perempuan?
1.2.2 Apa saja trend dan isu kesehatan reproduksi pada perempuan?
1.2.3 Apa faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan reproduksi pada perempuan?
1.2.4 Bagaimana upaya pencegahan masalah kesehatan reproduksi pada perempuan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan definisi dari kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.2 Menjelaskan trend dan isu kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.3 Menjelaskan faktor penyebab masalah kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.4 Menjelaskan upaya pencegahan masalah kesehatan reproduksi pada perempuan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi Perempuan


Kesehatan reproduksi merupakan aspek penting dari kesehatan manusia. The World
Health Organization (WHO) menetapkan kesehatan reproduksi adalah salah satu hak
mendasar yang dimiliki setiap orang dimana mengandung konsep dan hak-hak reproduksi
yang harus terpenuhi sepanjang siklus hidupnya. Elemen-elemen penting itu mencakup
pemahaman hak-hak reproduksi, kematangan/tanggungjawab individu, dan hak-hak
individu memperoleh pengetahuan dari pelayanan yang diberikan (Hetty Maria Isabela
Sihotang, 2018)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
pada pasal 1 ayat (1) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik,
mental dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial ekonomi. Sedangkan pada pasal 7 ayat (1) menjelaskan bahwa kesehatan
reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh tidak semata-
mata bebas bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan
proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.
Masalah kesehatan reproduksi perempuan sampai saat ini menjadi kajian utama
mengingat angka kematian perempuan yang diakibatkan oleh gangguan organ reproduksi
cukup banyak (Maya Maulida Fitri, 2017). Kesehatan perempuan sangat penting dan
menentukan diahirkannya generasi yang sehat dan cerdas, tetapi kenyataan menunjukkan
bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi, selain itu AKI turut
disumbang oleh praktek aborsi yang tidak aman sekitar 30-50% (Sumber: Direktorat Bina
Kesehatan Masyarakat Depkes).
Terkait kesehatan reproduksi merupakan hak dasar dari setiap orang, maka jaminan
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan reproduksi merupakan media untuk menjamin
serta melindungi agar orang dapat menikmati hak dasarnya tersebut. Kesehatan rproduksi
yang ada dalam konteks pembangunan masyarakat Indonesia mencakup 5 (lima)
komponen/program terkait, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program Keluarga
Berencana, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pencegahan dan

3
Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, dan Program
Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut (Hasanah, 2016).

2.2 Trend dan Isu Kesehatan Reproduksi Perempuan


Trend dan isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang
pelik dan sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual
(PMS) termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan
kelapisan masyarakat kurang manpu atau meraka yang tersisih. Karena proses reproduksi
nyatanya terjadi terjadi melalui hubungan seksual, defenisi kesehatan reproduksi mencakup
kesehatan seksual yang mengarah pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antar
individu, jadi bukan hanya konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS. Dalam
wawasan pengembagan kemanusiaan. Merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi yang
sangat penting mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi berikutnya.
Sejauh mana seseorang dapat menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara aman dan
sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari
saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi.
1. Pernikahan Dini
Pernikahan dini masih banyak terjadi di Indonesia baik di perkotaan maupun
perdesaan dengan beragam latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Persentase
Pernikahan dini di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu peringkat 37 di dunia dan
tertinggi kedua di Asia Tenggara. Perkawinan muda dapat mengakibatkan efek
negatif bagi pendidikan, sosial ekonomi, kependudukan, psikologi, dan kesehatan.
Menurut Sampoerno dan Azwar (1987) dalam Ariyani (2011) Salah satu faktor yang
mendorong terjadinya pernikahan dini adalah tingkat pendidikan remaja. Makin
rendah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya perkawinan muda.
Tingkat pendidikan yang berbeda akan mempengaruhi perilaku yang berbeda pula
dalam mengambil keputusan untuk kawin atau tidak kawin. Masyarakat dengan
pendidikan rendah tidak tahu tentang dampak negatif yang bisa terjadi akibat
pernikahan dini.
Pernikahan dini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan reproduksi pada
perempuan. Hal ini dikarenakan organ-organ reproduksi yang belum sepenuhnya

4
berkembang. Hamil pada usia dini dapat meningkatkan resiko kesehatan pada
perempuan dan bayinya. Diantaranya yaitu tekanan darah tinggi, anemia, bayi lahir
prematur dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) bahkan bisa mengakibatkan
kematian ibu dan anak saat melahirkan.
2. PMS (Penyakit Menular Seksual)
Perilaku seksual remaja, terutama perilaku seks pranikah, masih mendominasi
perdebatan dari sisi moral, psikologis, dan fisik. Hubungan seks pranikah pada
remaja adalah masalah serius karena berkaitan dengan rendahnya penggunaan
kontrasepsi dan remaja cenderung memiliki lebih banyak pasangan seksual jika
mulai berhubungan seks pranikah pada usia yang lebih dini. Menurut Glasier et al.,
seks yang tidak aman merupakan faktor risiko terpenting kedua bagi timbulnya
kecacatan dan kematian di negara-negara miskin, serta faktor risiko terpenting ke-9
di negara-negara maju. Hubungan seks pranikah pada remaja mengalami
peningkatan selama abad ke-20. Usia remaja mulai berhubungan seks pranikah
bervariasi di tiap-tiap negara, berkisar dari 12 – 17,5 tahun dan rata-rata dimulai sejak
usia 15 tahun. Studi sebelumnya di Indonesia tentang perilaku seks pranikah remaja,
memperoleh hasil sekitar 25% – 51% remaja telah berhubungan seks pranikah.
Dampak yang diakibatkan oleh perilaku seks pranikah ini salah satunya yaitu
menularnya penyakit seks seperti sifilis, gonorhoe, dan herpes genetalia.
3. Angka Kematian Ibu dan Bayi
Banyak faktor yang menyebabakn angka kematian Ibu dan Bayi, diantaranya :
1) Kualitas layanan. Kualitas ini meliputi tempat, SDM, peran sektor serta
partisipasi publik. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
mengatakan seharusnya sejak awal ibu bisa menentukan tempat dia
melahirkan, karena pendarahan merupakan faktor penyebab utama
kematian saat persalinan.
2) Sistem rujukan. Puskesmas punya kualialitas baik dan cepat merujuk
pasien ke rumah sakit tetapi rumah sakit tidak menangani pasien dengan
baik atau terkendala sarana dan prasarana.
3) JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)

5
Skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membuat pasien harus
mengikuti alur rujuakn sesuai aturan dan ini terkadang membuat pasien
terlambat ditangani.
4) Budaya
Faktor budaya juga menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu dan
bayi baru lahir yang tinggi. Biasanya ibu tidak bisa memutuskan sendiri
pilihan mengikuti rujuan ke RS atau tidak. Keputusan kerap diambil oleh
suami atau bahkan keluarga besar kala suami tidak bisa ambil keputusan.
5) Pernikahan dini
Tidak bisa dipungkiri angka kamatian ibu dan bayi berkaitan dengan
tingginya angka pernikahan di Indonesia. Dari analisi UNICEF dan BPS
pada 2015, angka pernikahan di bawah usia 18 tahun mencapai 23 persen.
4. Program Keluarga Berencana (KB) dan Pencegahan kanker Rahim
Program KB dan pencegahan kanker rahim berjalan seirama. Program KB
memiliki tujuan untuk membatasi keturunan sekaligus memberikan pengetahuan
bagaimana menjaga kesehatan reproduksi. Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Penyebab kanker leher rahim 90 persen karena virus yang disebabkan oleh
berbagai macam penyebab diantaranya, menikah muda, melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang bergantiganti, dan perempuan perokok. BKKBN saat
ini tengah menggalakkan program KB pada pasangan usia subur, utamanya yang
baru menikah agar mengetahui apa fungsi keluarga. Sehingga, program KB tidak
hanya bersifat konsultasi mengenai alat kontrasepsi dan kegiatan reproduksi tetapi
lebih bersifat penanaman budaya untuk generasi muda tentang betapa pentingnya
keluarga dan manfaat KB.
5. Pelecehan Seksual terhadap Perempuan
Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempun mengatakan
sebanyak 50 persen kasus perempuan yang melaporkan tindak kekerasan seksual,
berakhir dengan jalur mediasi. Jalur mediasi yang dimaksud adalah mengawinkan
korban dengan pelaku kekerasan seksual. Setiap tahun jumlah kasus kekerasan
seksual terhadap perempuan terus meningkat. Data Komnas Perempuan menyebut
jumlah kekerasan seksual terhadap perempaun yang dilaporkan dan ditangani selama

6
tahun 2017 berjumlah 335.062 kasus. Jumlah kekerasan naik drastis dari tahun
sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan angka kekerasan seksual terus
meningkat, diantarannya yaitu ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki,
pembicaraan atau pemakluman oleh masyarakat, dan penegakan hukum yang lemah.

2.3 Faktor Penyebab Masalah Kesehatan Reproduksi pada Perempuan


Salah satu faktor yang dapat menyebabkan masalah kesehatan reproduksi pada wanita
adalah minimnya pengetahuan. Untuk beberapa wanita yang mengalami infertilitas
pendidikan pasien merupakan aspek kunci dari kepuasan pasien. Masalah selanjutnya yang
dapat muncul adalah rendahnya ekonomi keluarga tersebut. Keluarga dengan kondisi kurang
mampu biasanya sulit untuk memperoleh informasi kesehatan. Dan hal tersebut menyebabkan
rendahnya pengetahuan kesehatan mereka. Sebagian besar penelitian tentang tingkat
pengetahuan dan kebutuhan pasien infertilitas telah dilakukan, seringnya fokus tentang
penggunaan internet oleh pasien untuk mengakses informasi. Saat ini, hal itulah yang menjadi
kesenjangan dalam pengetahuan pasien tentang kesuburuan di Indonesia.
Salah satu contoh faktor pendidikan mempengaruhi wanita saat kecil sampai dewasa adalah
menurut jurnal yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Penggunaan Kontrasepsi
dengan Jumlah Anak yang Dilahirkan Wanita PUS” : faktor pendidikan memiliki pengaruh
dalam penggunaan KB. Wanita PUS dengan pendidikan rendah (tidak tamat SD sampai tamat
SMP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak dengan rata-rata 3,39 anak.
Sedangkan wanita PUS dengan pendidikan tinggi (Tamat SMA sampai Perguruan Tinggi)
memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit dengan rata-rata 2,34.
Faktor selanjutnya adalah stress. Stress adalah salah satu penyebab kelemahan reproduksi
paling umum dan kurang diberi perhatian lebih oleh perempuan. Sistem stress mengarah pada
respon adaptif melalui mobilisasi sitem hormonal. Respon terhadap stressor tergantung pada
jenis stressor, waktu dan lamanya stress, kecenderungan genetik, kepribadian karakter, dan
cara mengatasi stress. Hipotalamus pituitari adrenal memiliki aksi penghambatan langsung
pada hipotalamus pituitari ovarian pada beberapa tingkat. Stress akut dan kronik dapat
mengganggu reproduksi. Gizi buruk, latihan berlebihan, dan stress psikologis ikut
berkontribusi pada hipotalamic amenorhea melalui penurunan aktivitas HPO.

7
Tingkat stress pada seorang wanita dapat mempengaruhi kesehatannya, salah satu contoh
penyakit yang dapat muncul akibat stress adalah fibroadenoma mammae (FAM) atau tumor
jinak pada payudara wanita. Penyakit ini tidak muncul secara langsung tetapi bertahap.
Menurut sebuah jurnal peer-review dari American Cancer Society edisi I yang terbit
November 2009, mengatakan bahwa wanita yang tidak menikah mempunyai risiko lebih besar
terkena tumor payudara dari pada wanita yang menikah. Para penulis penelitian mengatakan
bahwa wanita yang belum menikah sering mengalami stres ringan. Stres juga dapat
membahayakan sistem kekebalan individu dan mengakibatkan kerentanan lebih besar
terhadap tumor payudara. Stress berat dapat meningkatkan produksi hormon estrogen yang
juga akan meningkatkan insiden FAM. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu
di India ditemukan 16 kasus fibroadenoma pada 49 wanita yang belum menikah dimana 9
kasus pada usia 20-30 tahun.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian terdahulu di Iran menyatakan bahwa wanita
yang belumt menikah meningkatkan risiko kejadian FAM dimana penderita FAM
kemungkinan 6,64 kali adalah wanita yang belum menikah.10 Hal ini diasumsikan
mempengaruhi jumlah fibroadenoma. Dimana wanita yang belum menikah mempunyai risiko
tinggi terkena FAM disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat, terkena stress, kurangnya
aktivitas fisik hingga kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan berbagai penyebab lainnya.

2.4 Upaya Pencegahan Masalah Kesehatan Reproduksi pada Perempuan


Pengaruh dari semua faktor yang memicu masalah kesehatan reproduki perempuan di
Indonesia dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan
hak reproduksi wanita dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat
diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non
kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi. Berbagai pihak harus ambil andil dalam upaya tesebut dengan tugas mereka
masing-masing yang saling melengkapi. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah:
2.4.1 Pemerintah
Pemerintah merupakan pihak pemangku kebijakan di dalam sebuah tatanan
negara, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam upaya
mencegah dan menangani masalah kesehatan reproduksi wanita di Indonesia adalah

8
dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dirasa perlu untuk mengatur hal tersebut.
Upaya dalam pembuatan kebijakan pemerintah telah terealisasi dengan adanya
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 52 Tahun 2017 yang menjelaskan tentang
eliminasi penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak. Hal yang disoroti
adalah pada:
1. Bab III pasal 7
1) Penyelenggaraan Eliminasi Penularan dilakukan melalui kegiatan:
a) Promosi kesehatan;
b) Surveilans kesehatan;
c) Deteksi dini;
d) Penanganan kasus.
2. Bab IV pasal 14
1) Dalam rangka Eliminasi Penularan, Pemerintah Pusat bertanggung
jawab:
a) Membuat kebijakan dalam pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif;
b) Melakukan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi
pelaksanaan Eliminasi Penularan;
c) Menyediakan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam
pelaksanaan Eliminasi Penularan;
d) Meningkatkan kapasitas tenaga pelaksana Eliminasi
Penularan;
e) Melakukan kerja sama regional dan global dalam pelaksanaan
Eliminasi Penularan;
f) Melakukan evaluasi status Eliminasi Penularan di provinsi dan
kabupaten/kota.
2) Dalam rangka Eliminasi Penularan, Pemerintah Daerah provinsi
bertanggung jawab:
a) Membuat dan melaksanakan kebijakan dalam pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di tingkat
provinsi dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

9
b) Melakukan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi
pelaksanaan Eliminasi Penularan;
c) Mendistribusikan obat dan alat kesehatan yang diperlukan
dalam pelaksanaan Eliminasi Penularan;
d) Meningkatkan kapasitas tenaga pelaksana Eliminasi
Penularan;
e) Menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam
pelaksanaan Eliminasi Penularan sesuai dengan
kewenangannya;
f) Melakukan evaluasi status Eliminasi Penularan di
kabupaten/kota;
g) Melakukan penetapan dan evaluasi status Eliminasi Penularan
di provinsi.
3) Dalam rangka Eliminasi Penularan, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota bertanggung jawab:
a) Membuat dan melaksanakan kebijakan dalam pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di tingkat
kabupaten/kota dengan berpedoman pada kebijakan nasional;
b) Melakukan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi
pelaksanaan Eliminasi Penularan;
c) Mendistribusikan obat dan alat kesehatan yang diperlukan
dalam pelaksanaan Eliminasi Penularan;
d) Meningkatkan kapasitas tenaga pelaksana Eliminasi
Penularan;
e) Menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam
pelaksanaan Eliminasi Penularan sesuai dengan
kewenangannya;
f) Melakukan evaluasi dan penetapan status Eliminasi Penularan
di kabupaten/kota.
Selain itu Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan remaja, antara lain adalah telah dilakukan pelatihan tenaga kesehatan

10
untuk melaksanakan PKPR di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Sebagai
dukungan pelaksanaan Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada remaja,
Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan bahan cetak yang digunakan sebagai
acuan atau alat peraga oleh petugas kesehatan, umumnya berkaitan dengan kesehatan
reproduksi remaja (KRR) dan Napsa. Sesuai permasalahannya, aspek yang perlu
ditangani lebih intensif adalah aspek promotif dan preventif, tetap dengan cara
"peduli remaja". Pemberian layanan pada remaja dengan model PKPR ini merupakan
salah satu strategi yang penting dalam mengupayakan kesehatan yang optimal bagi
remaja, karena pelayanan yang cocok untuk remaja adalah yang berorientasi pada
prinsip hak-hak anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak
hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan pendapat anak.
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas telah
dikembangkan sejak tahun 2003. Sejak tahun 2009 diupayakan setiap kabupaten/kota
minimal memiliki 4 Puskesmas mampu tata laksana Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja diharapkan membantu remaja menyiapkan masa depan yaitu melakukan
fungsi reproduksi dan fungsi keluarga secara berkualitas.
Dan jumlah puskesmas yang menyelenggaran PKPR mengalami kenaikan namun
implementasi program PKPR belum seperti yang diharapkan. Demikian informasi
masalah kesehatan remaja di Kabupaten Kediri terutama HIV/AIDS pada tahun 2008
menunjukkan adanya peningkatan, sedangkan data cakupan pelayanan pada remaja
adalah 65 % masih rendah dibandingkan Kabupaten/Kota lain yang mencapai 70 %
dengan standar pelayanan minimal 80 %. Hal ini menunjukkan adanya masalah
dalam implementasi program PKPR. Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh
komunikasi, sumberdaya, disposisi, struktur birokrasi

2.4.2 Peran Perawat


Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang bertugas untuk memberikan
pendidikan kepada masyarakat khususnya remaja. Peran ini dilakukan dengan
membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadinya perubahan perilaku setelah
diberikan pendidikan kesehatan. Perawat sebagai bagian integral dari pelayanan

11
kesehatan kepada publik termasuk remaja, perlu melakukan perlu terlibat secara aktif
dalam upaya menekan angka perilaku seks bebas atau perilaku beresiko remaja
sehingga masalah kesehatan reproduksi remaja dapat terus ditekan. Salah satu
metode yang dapat digunakan adalah dengan metode mentoring. Dengan
menggunakan metode ini, remaja dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin yang
dibimbing oleh seorang mentor. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar komunikasi
tentang kesehatan reproduksi yang dibicarakan pada saat pendidikan kesehatan lebih
terbuka dan fokus, karena berkurangnya rasa malu jika di dengar oleh lawan jenis.
Mengingat bahwa apa yang dibahas dan dibicarakan dalam kesehatan reproduksi
remaja masih bersifat sangat sensitif.
Penelitian terdahulu tentang perbedaan metode ceramah dengan metode diskusi
terhadap pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada siswa SMP Negeri
3 Pekalongan Lampung Timur, didapatkan hasil penelitian rata-rata pengetahuan
siswa sesudah penyuluhan dengan ceramah adalah 7,4 (7,152 - 7,777), pengetahuan
siswa sesudah penyuluhan dengan diskusi adalah 8,64 (8,433 - 8,853). Dari hasil
tersebut bahwah metode ceramah dan diskusi ini efektif untuk meningkatkan
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
Selain menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam melakukan pendidikan
kesehatan, juga bisa digunakan metode yang lain seperti mentoring,roleplay, dan
studi kasus.

2.4.3 Masyarakat
Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat merupakan upaya preventif yang
berorientasi pada kesehatan reproduksi individu. Setiap orang harus menjaga dan
mengetahui bagaimana kondisi tubuhnya sendiri sehingga nantinya dalam proses
kuratif yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatahn dapat tertangani dengan tepat,
namun hal tersebut juga harus diikuti dengan pelaksanaan uapaya promotif yang
berkolaborasi dengan program dari pemerintah. Berikut beberapa hal yang dapat
dilakukan oleh setiap masing-masing individu (masyarakat) dalam mencegah
ataupun menangani masalah kesehatan reproduksi khususnya bagi perempuan yang
dapat terjadi:

12
a) Membersihkan dan menjaga kebersihan organ kelamin luar wanita yaitu
dengan caramembasuh dari arah depan ke belakang.
b) Membersihkan dan mengeringkan alat kelamindengan menggunakan tissu
atau handuk khusus.
c) Menyiram kloset terlebih dahulu sebelum menggunakannya.
d) Tidak perlu menggunakan sabun khusus pembersih vagina.
e) Tidak sering-sering menggunakan pantyliner.
f) Mengganti pakaian dalam minimal 2 kali sehari dan mengganti pembalut
minimal 3 jam sekali saat terasa basah.
g) Menggunakan pakain dalam yang terbuat dari katun serta menggunting
rambut kemaluan minimal 1 kali.
h) Segera memeriksakan diri di fasilitas kesehatan apabila dirasakan adanya
kelainan atau gejala-gejala yang tidak lazim terjadi pada tubuh.

Masyarakat merupakan barisan pertama dalam mencegah dan menangani


masalah kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia, sedangkan pemerintah dan
tenaga kesehatan merupakan barisan kedua yang bertugas untuk memfasilitasi
masyarakat atau setiap individu yang ada. Maka dari itu, diperlukan partisipasi aktif
setiap lapisan masyarakat dalam menjaga kesehatannya sendiri utamanya kesehatan
reproduksi khususnya bagi perempuan di Indonesia.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan reproduksi pada perempuan seringkali tidak dihiraukan oleh masyarakat
sebagai akibat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang seksualitas masyarakat dan
ketidak-layakan atau rendahnya kualitas pelayanan serta informasi kesehatan reproduksi,
peningkatan tingkah laku seksual yang tidak aman, diskriminasi dalam masyarakat, sikap
negatif terhadap perempuan, dan terbatasnya kuasa perempuan terhadap kehidupan seksual
dan reproduksi mereka sendiri.
Pengaruh dari semua faktor yang memicu masalah kesehatan reproduki perempuan di
Indonesia dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan
hak reproduksi wanita dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat
diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non
kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi. Berbagai pihak harus ambil andil dalam upaya tesebut dengan tugas mereka
masing-masing yang saling melengkapi.
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang bertugas untuk memberikan
pendidikan kepada masyarakat khususnya bagi kaum perempuan. Peran ini dilakukan dengan
membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan
tindakan yang diberikan, sehingga terjadinya perubahan perilaku setelah diberikan pendidikan
kesehatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics. Contraception and adolescents. Pediatrics. 1999; 104 (5): 1161-
6.

Ariyani, Lely, I. 2011. Pandangan Usia Ideal Menikah dan Preferensi Jumlah Anak pada Remaja
Perkotaan dan Perdesaan di Jawa Timur (Analisis Data SDKI 2007). Skripsi. Surabaya:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Fitri, Ayu, Suwarni, Nani., dkk. 2016. Hubungan Tingkat Pendidikan Penggunaan Kontrasepsi
dengan Jumlah Anak yang Dilahirkan Wanita PUS. Jurnal Penelitian Geografi
:https://media.neliti.com/media/publications/249388-hubungan-tingkat-pendidikan-
penggunaan-k-0769e46d.pdf

Georgios Valsamakisa, George Chrousosb, George Mastorakosc. 2018. Stress, female


reproduction and pregnancy. Psychoneuroendocrinology (2018) Volume 100, February
2019, Pages 48-57.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0306453018305626).

Glasier A, Gulmezoglu AM, Schmid GP, Moreno CG, Van Look PF. Sexual and reproductive
health: a matter of life and death. Lancet. 2006; 368 (9547): 1595-607.

Guiella G, Madise NJ. HIV/AIDS and sexual-risk behaviors among adolescents: factors
influencing the use of condoms in Burkina Faso. African Journal of Reproductive Health.
2007; 11(3): 182-96.

Hasanah, H. (2016). Pemahaman Kesehatan Reproduksi Bagi Perempuan: Sebuah Strategi


Mencegah Berbagai Resiko Masalah Reproduksi Remaja . SAWWA, Vol. 11 No. 2.

Hetty Maria Isabela Sihotang, J. S. (2018). Implementasi Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Di Kota Pekanbaru. Akademi Kebidanan Sempena Negeri Pekanbaru, -.

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180329175510-255-286923/6-penyebab-kematian-
ibu-melahirkan-versi-aipi (diakses tanggal 16 Maret 2019, 19.45 WIB)

https://nasional.tempo.co/read/1152852/komnas-perempuan-beberkan-alasan-angka-kekerasan-
seksual-naik/full&view=ok (diakes tanggal 16 maret 2019, 19.57 WIB)

Kinsman SB, Romer D, Furstenberg FF, Schwarz DF. Early sexual initiation: the role of peer
norms. Pediatrics. 1998; 102 (5): 1185-92.

15
Linda Rae Bennett a, Budi Wiweko b, Lauren Bell a, Nadia Shafira b, Mulyoto Pangestu c, I.B
Putra Adayana d, Aucky Hinting e, Gregory Armstrong. 2015. Reproductive knowledge
and patient education needs among Indonesian women infertility patients attending three
fertility clinics. Patient Education and Counseling, Volume 98, Issue 3, Pages 364 - 369.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0738399114004893)

Maya Maulida Fitri, M. (2017). Kesehatan Reproduksi . Serambi Saintia, Vol. V, No. 1.

Pratiwi, H., Tina, L., dkk. 2018. Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Fibroadenoma
Mammae (FAM) di Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi Sulewesi Tenggara
Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan: Vol: 3/ No: 2.
(http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/viewFile/3993/3076)

Raymundo CM. Sex files: all about the young and the currious. Manila: U.P. Population Institute;
2003. 6. Utomo ID, McDonald P. Adolescent reproductive health in Indonesia: contested
values and policy inaction. Studies in Family Planning Journal. 2009; 40 (2): 133-46.

16

Anda mungkin juga menyukai