Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASUHAN KB DAN KESPRO

“Wanita Di Tempat Kerja”

Dosen Pembimbing:Ibu Rafidah,S.SiT.,M.Kes

Nama Kelompok:
Norjannah
Nur Fitriani
Nurul Hidayati
Nuril Lailani
Ratna Anggreyeni
Rahmah Nurul Faridah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEBIDANAN
DIPLOMA III
2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya serta kemudahan Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan KB dan Kespro.

Tujuan lain dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan akademis serta meningkatkan rasa tanggung jawab seorang mahasiswa. Kami
menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat membantu demi terciptanya karya yang
lebih baik dimasa-masa yang akan datang. Semoga dengan segala keterbatasanya pada
kami, makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak.Terimakasih.

Banjarbaru,12 Oktober 2021

Penulis

ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.1 Konsep Pemikiran Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita......................................................2
1.2 Pandangan Masyarakat terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita............................................2
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................5
2.1Definisi Kesehatan Reproduksi Wanita.....................................................................................5
2.2Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita...........................................................5
1. Pendidikan yang rendah.....................................................................................................6
2. Kawin muda........................................................................................................................6
3. Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk.......................................................................7
4. Beban Kerja yang berat......................................................................................................7
2.3 Wanita Di Tempat Kerja...........................................................................................................8
BAB III...............................................................................................................................................11
PENUTUP..........................................................................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................................................11
B. Saran....................................................................................................................................11
Daftar Pustaka..................................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahwasanya secara normatif wanita mempunyai hak dan kewajiban serta
kesempatan yang sama dengan pria dalam segala bidang kehidupan dan bidang
pembangunan seperti yang tercantum dalam GBHN, tetapi secara faktual persamaan
tersebut saat ini belum terwujud, diantaranya di bidang kesehatan. Masih banyak
wanita yang mengalami diskriminasi dalam bidang kesehatan, umpamanya:
pembedaan pemberian makanan bergizi pada anak laki-laki dan wanita, akses
infomasi, dan akses pelayanan kesehatan dan sebagainya. Untuk menghilangkan
hambatan-hambatan ini salah satu usaha pemerintah berusaha untuk meningkatkan
pelayanan terhadap wanita usia produktif dengan menyediakan puskesmas dan
rumah sakit dengan berbagai fasilitasnya. Tetapi di Indonesia, usaha dalam
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi ini masih belum mencapai tujuan yang
diinginkan. Hal ini masih terbukti masih tingginya angka kematian ibu bersalin
yaitu 375/100.000 kelahiran hidup, tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya angka
kematian ibu, disinyalir penyebab utamanya adalah perdarahan, infeksi, dan
toksemia dan penyebab tak langsung adalah kemiskinan, tradisi sosial budaya,
status gizi yang tidak memadai dan kurangnya akses pemanfaatan dan fasilitas
kesehatan serta rendahnya status wanita. Masalah kesehatan reproduksi wanita ini
tidak terlepas dari faktor sosial, budaya dan ekonomi secara keseluruhan. Oleh
sebab itu diperlukan usaha-usaha yang lebih sederhana, lebih mudah terjangkau,
lebih sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat, dan juga
mengikut sertakan masyarakat secara umum dan terpadu. Hal yang lebih penting
dalam memasyarakatkan kesehatan reproduksi ini adalah kesadaran dan motivasi
masyarakat sendiri (terutama pihak wanita) yang menjaga kesehatan reproduksinya.
Artinya hal ini membawa pemikiran baru untuk mengefektifkan serta
mengintensifkan pelaksanaan berdasarkan kesadaran masyarakat dan kebutuhannya
sendiri. Terobosan dan strategi bagaimana memasyarakatkan program kesehatan
reproduksi khususnya reproduksi wanita tanpa arahan atau paksaan. Untuk itu
penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana tanggapan wanita sendiri dan
masyarakatnya tentang kesehatan reproduksi mereka.

1
1.1 Konsep Pemikiran Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan


masyarakat. Demi tecapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai
penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus
berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai
generasi muda.

Oleh sebab itu wanita, sewajarnya diberi perhatian sebab:


1. Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria
berkaitan dengan fungsi reproduksinya
2. Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang
dikandung dan dilahirkan.
3. Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan mengatas
namakan "pembangunan'" seperti program KB, dan pengendalian jumlah
penduduk.
4. Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Internasional
diantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai kesehatan
reproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo).

Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling


penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada
wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya
sendiri dengan kebutuhannya di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya
sendiri.

1.2 Pandangan Masyarakat terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita

Dalam diskusi kelompok terarah (DKT) yang berkenaan dengan kesehatan


reproduksi wanita, sebenarnya pandangan masyarakat terhadap hal tersebut.
Kesehatan alat reproduksi sebenarnya bukanlah penting menurut mereka. Juga

2
sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa peristiwa mulai dari haid sampai
perkawinan, hamil,melahirkan atau segala yang berkaitan dengan alat kelamin
wanita adalah peristiwa alamiah dan tidak perlu dibesar-besarkan.Pandangan yang
telah berurat bermekaran baik pada kelompok wanita dan masyarakat tidak terlepas
dari peran jender wanita yang disosialisasikan bahwa wanita harus mendahulukan
kepentingan-kepentingan di luar dirinya, dan bahkan sering mengabaikan
kesehatannya sendiri.

Definisi sehat dan sakit dalam pengertian masyarakat desa berbeda dengan
pengetian medis. Pengertian medis yang menyatakan sakit adalah terganggunya
salah satu organ tubuh dalam menjalankan fungsinya, dianggap masyarakat
bukanlah sakit sepanjang masih dapat berjalan dan melakukan kegiatan seperti
biası. Berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita, masyarakat beranggapan
bahwa hal tersebut merupakan masalah "pribadi" yang bersangkutan.Akibatnya
banyak wanita jika mengalami penyakit yang berkaitan dengan alat reproduksinya
berusaha mengatasi sendiri, misalnya dengan obat tradisional atau jamu.Padahal
masalahnya tidak sesederhana itu.jika penyakitnya sudah parah barulah mereka
mencari pertolongan dokter, atau bidan.Hal lain yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi wanita, adalah mengenai kegiatan ber-KB. Masyarakat
termasuk wanita yang .berusia subur beranggapan bahwa yang ber-KB adalah
wanita. Meskipun laki-laki pun dapat ber-KB misalnya dengan metode vasektomi,
tetapi baik wanita maupun laki-laki sama-sama keberatan.

Alasan wanita adalah suami adalah tulang punggung keluarga dalam


mencari ekonomi rumah tangga. Jika terjadi apa-apa (misalnya suami sakit gara-
gara ber-KB),siapa yang menangung biaya rumah tangga? Dalam hal ini wanita
"mengalah"membiarkan dirinya ber-KB, meskipun kadangkala kesehatan tidak
mengizinkan atau alat kontrasepsi sering tidak cocok. Alasan bagi laki-laki enggan
ber-KB adalah dengan mendengar"issue" mereka akan mengalami kehilangan
gairah seksual. Dengan asumsi seperti ini memang sukar menghilangkan "dogma"
tersebut dalam pandangan lain yang sehubungan dengan kesehatan reproduksi
wanita sebaiknya dalam memeriksa adalah dokter, bidan atau petugas sesama
wanita juga.Sebagian responden mengakui bahwa suami mereka menghendaki jika
istri mereka terpaksa berobat ke puskesmas atau rumah sakit, terlebih dahulu cari
dokter, bidan atau petugas kesehatan sesama wanita. Alasannya sangat janggal
kalau alat reproduksi wanita"dilihat" oleh orang lain apalagi laki-laki lain. Kalau

3
melahirkan masih dapat dimaafkan, tetapi kalau sekedar berobat atau memeriksa
kehamilan sebaiknya dengan petugas sesama wanita.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi Wanita.

Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995


dan Koperensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994 sudah
disepakati perihal hak-hak reproduksi tersebut. Dalam hal ini (Cholil, 1996)
menyimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu
Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)Penentuan dalam
keputusan reproduksi (reproductive decision making) . Kesetaraan pria dan wanita
(equality and equity for men and women), Keamanan reproduksi dan seksual
(sexual and reproductive security).

Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara
internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses
reproduksi.Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada
pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan
secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan
menentukan kelahiran anak mereka.

2.2 Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita.

Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam, bukan


semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup
pengertian sosial(masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa
kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di
negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara

5
tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita. Indikator-indikator
permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain:

Gender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis


kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. gender sebagai suatu kontruksi sosial
mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda dalam konteks
cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda.

Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:Makanan yang tidak cukup atau


makanan yang kurang gizi persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan
perumahan yang tidak layak.Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.

1. Pendidikan yang rendah.

Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.


Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari
kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih
diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga.
Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi
tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang
lebih besar terhadap masalah-masa lah kesehatan dan pencegahannya. Minimal
dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari liang,
merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan
masyarakat.

2. Kawin muda

Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih


banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang
menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga
karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas

6
tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini
berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan.
Disamping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang
menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya
akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.

3. Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk.

Menurut WHO di negara berkembang termasuk Indonesia diperkirakan 450


Juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanak-kanak,
akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan
anak laki-laki mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu
memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan
gizi yang lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang
sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di
samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pia,
kekurangan zat ini akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan
janin baik fisik maupun mental. Wamita juga sangat rawan terhadap beberapa
penyakit, temasuk pemyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh
mereka yang berbeda dengan pria. Salah satu situasi yang rawan adalah, pekeņaan
wanita yang selalu berhubungan dengan air, misalnya mencuci, memasak, dan
sebagainya. Seperti diketahui air adalah media yang cukup berbahaya dalam
penularan bakteri penyakit.

4. Beban Kerja yang berat.

Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah
dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya
wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis,
stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja,
tetapi juga jenis pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan.

7
Di India banyak kasus keguguran atau kelahiran sebelum waktunya pada musim
panen karena wanita terus-terusan bekerja keras. Dibidang pertanian baik pria
maupun wanita dapat terserang efek dari zat kimia (peptisida), tetapi akan lebih
berbahaya jika wanita dalam keadaan hamil, karena akan berpengaruh terhadap
janin dalam kandungannya. Resiko-resiko yang harus dialami bila wanita bekerja di
industri-industri misalnya panas yang berlebih lebihan, berisik, dan cahaya yang
menyilaukan, bahan kimia, atau mdiasi.Peran jender yang menganggap status
wanita yang rendah berakumulasi denganindikator-indikator lain seperti
kemiskinan, pendidikan, kawin muda dan beban kerja yang berat mengakibatkan
wanita juga kekurangan waktu, informasi, untuk memperhatikankesehatan
reproduksinya.

2.3 Wanita Di Tempat Kerja

Kesehatan reproduksi menjadi cukup serius sepanjang hidup, terutama bagi


perempuan, selain karena rawan terpapar penyakit, juga berhubungan dengan
kehidupan sosianya, misalnya kurangnya pendldikan yang cukup, kawin
muda,kematian ibu, masalah kesehatan reproduksi perempuan, masalah kesehatan
kerja,menopause, dan masalah gizi (Baso dan Raharjo, 1999).

A. Alasan wanita bekerja

1) Aktualisasi diri.

Wanita yang bekerja akan memperoleh pengakuan dari lingkungan karena


produktifitas dan kreatifitas yang telah dihasilkan.

2) Mata pencaharian.

Penghasilan yang diperoleh dalam rangka mencukupi kebutuhan sehari-hari agar


meningkat kualitas hidup keluarga, baik untuk memenuhi kebutuhan primer seperti
pangan, sandang, papan, atau kebutuhan sekunder seperti perabot rumah tangga,
mobil, jaminan kesehatan, dll.

3) Relasi positif dalam keluarga.

8
Pengetahuan yang luas dan pengalaman rnengambil keputusan saat bekerja dalam
memecahkan suatu masalah ditempat kerja, pola pikir terbuka memungkinkan
jalinan saling mendukung dalam keluarga.

4) Pemenuhan kebutuhan social.

Wanita bekerja akan menjumpai banyak relasi, Leman sehingga dapat memperkaya
wawasan bagi wanita.

5) Peningkaan keterampilan/kompetensi.

Dengan bekerja wanita terns terpacu untuk selalu meningkatkan keterampilan atau
kompetensi sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi yang lebih
sebagai karyawan.

6) Pengaruh lingkungan.

Lingkungan mayoritas wanita banyak yang bekerja akan memberikan motivasi bagi
wanita lain untuk bekerja.

B. Dampak wanita bekerja

1) Terpapar zat-zat kimia yang mempengaruhi kesehatan dan infertilitas. Asap


rokok, bahan radiologi, bahan organik, bahan organo fosfat dan organo Morin untuk
racun hewan perusak.

2) Resiko pelecehan seksual. Pelaku pelecehan seksual bisa Leman sejawat,


supervisor, manager atau atasan.Adaptor wanita terkadang tidak kuasa menolak
karena ketakutan atau ancaman di PHK.

3) Penundaan usia nikah. Wanita yang sibuk mengejar prestasi kariemya


menyebabkan tidak mempunyai banyak waktu Luang untuk memperhatikan
pernikahannya.

4) Keharmonisan rumah tangga terpengaruh. Kesibukan aktifitas yang


berlebilian memungkinkan wanita tidak mempunyai banyak waktu untuk keluarga
karena pusat perhatiannya pada kesuksesan kadernya, sehingga bisa menelantarkan
peran sebagai istri dan sebagai ibu.

C. Upaya pemecahan

9
1) Bekerja menggunakan proteksi, seperti masker, sarung tangan, baju khusus
untuk proteksi radiasi.

2) Cek kesehatan secara berkala.

3) Melakukan aktifitas bekerja tidak hanya dengan satu pria misalnya bila
lembur, dinas luar.

4) Tidak nebeng kendaraan tanpa ditemani orang lain, sekalipun ditawari oleh
atasan.

5) Jangan ragu mengatakan 'tidak' walaupun pada atasan. Tidak perlu takut
pada ancaman di pecat.

6) Menetapkan target menikah.

7) Menjaga komunikasi dengan keluarga. Mencurahkan perhatian khusus pada


keluarga pada hari libur dengan kualitas yang maksimal, mengagendakan
kegiatan bersama keluarga, memenuhi hak-hak suami dan anak, berbagi
peran dengan suami dan selalu menghargai suami.

Sebagaian besar perempuan bekerja keras setiap hari, memasak,


membersihkan rumah demi kelangsungan hidup keluarga. Namun jika perempuan
juga bekerja di luar rumah (mencari penghasilan), maka beban kerjanya menjadi
rangkap. Beban kerja yang terlalu berat membuat seorang perempuan mengalami
kecapekan dan mudah terserang penyakit. Terlebih lagi bila seorang perempuan
tidak punya cukup waktu untuk istirahat dan tidak memperoleh cukup perhatian
akan kondisi kesehatannya.

Kondisi kesehatan reproduksi di tempat kerja menunjukkan belum banyak


para wanitaa yang mendapatkan hak reproduksi sehat (cuti haid, kelahiran, dan
pemberian ASI. Sedangkan aktivitas kerja di luar rumah tampak masih ada yang
belum mempunyai anak. Untuk memelihara kesehatan manusia memerlukan kerja
dan istirahat yang cukup sehingga tidak mudah sakit terutama yang berhubungan
dengan kesehatan reproduksi.

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Wanita Di Tempat Kerja adalah wanita yang bekerja akan memperoleh


pengakuan dari lingkungan karena produktifitas dan kreatifitas yang telah
dihasilkan. Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena
pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat
keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Perempuan bekerja
identik dengan wanita karir atau wanita kantoran, padahal dimanapun dan kapanpun
perempuan itu bekerja seharusnya tetap dihargai pekerjaannya. Sehingga sering
terjadi permasalahan upah.

Sebagaian besar responden pada kelompok usia 40-49 tahun. Sebagian besar
bekerja salama 7 hari/minggu sedang lama kerjadalam sehari sebagaian besar
kurang dari 6 jam/hari Sebagian besar responden menikah di usia muda dan
mengalami kehamilan di usia muda. Sebagaian kecil responden belum mempunyai
anak (keguguran dan belum pernah hamil) Sebagian besar responden tidak
mengatur jumlah anak yang diinginkan dan sebagian besar mendapat menstrusi
pertama yang terlambat. Belum adanya pelayanan kesehatan reproduksi sehat di
tempat kerja kurangnya keserasian antara aktivitas kerja dan menjaga kondisi
kesehatan reproduksi.

B. Saran

Disarankan perlunya upaya penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi


padakelompok-kelompok tertentu yaitu wanita yang berkerja di sektor informal.

11
Daftar Pustaka

1. http://agungsantoso77.wordpress.com/2009.02/24/memasyarakatkan-kesehatan-
reproduksi-Wanital

2. http://urfisyifa.blog.fricndster.com/2007/07/wanita-di-tempat-kerial

3. http://www.google.co.idsearch2hl=id&client-firefoxakchannel-
s&rls=org.mozill'á3Acn-
LUSaiAofficial&qmakalahtkesehatan+reproduksižwanitatbekerjakbtnG=Telusunik
meta=

4. http:l//www.gongle.co.id.search2hl=id&client-
fircfoxakchannel=skrls=org.mozilla@a3Acn-LIS63Aofficial&q-
wanitatditempattkerjakbtnG=Telusuri&meta

12

Anda mungkin juga menyukai