Anda di halaman 1dari 5

1.

Infeksi pada masa nifas

Infeksi masa nifas adalah kondisi yang terjadi ketika bakteri masuk dan menginfeksi rahim serta daerah
sekitarnya setelah seorang perempuan melahirkan. Kondisi ini dikenal juga dengan sebutan puerperal
infection atau postpartum infection.

Diperkirakan 10 persen penyebab meninggal terkait kehamilan di Amerika Serikat disebabkan oleh
infeksi. Angka kematiannya pun diperkirakan lebih tinggi di daerah yang tidak memiliki sanitasi yang
layak.

Infeksi ini biasanya ditandai dengan adanya kenaikan suhu sampai 38 derajat Celcius atau lebih selama
selama 2-10 hari pertama pasca persalinan.

Ada beberapa jenis infeksi masa nifas, termasuk endometritis (infeksi pada lapisan rahim), miometritis
(infeksi pada otot rahim), dan parametritis (infeksi pada area di sekitar rahim).

2. Tanda dan gejala infeksi masa nifas

Mama perlu memahami betul tanda dan gejala awal dari infeksi masa nifas. Ini supaya diagnosis dan
penanganannya pun lebih cepat.

Beberapa tanda yang perlu diwaspadai termasuk demam tinggi, nyeri di perut bagian bawah, keputihan,
kulit pucat (yang bisa menjadi pertanda adanya kehilangan darah dalam volume besar), menggigil, sakit
kepala, turun nafsu makan dan peningkatan denyut jantung.

Gejala-gejala ini seringkali membutuhkan waktu beberapa hari untuk terlihat. Bahkan bisa saja tanda
dan gejala infeksi muncul saat Mama sudah di rumah alias sudah pulang dari rumah sakit.

3. Penyebab infeksi masa nifas

Flora kulit seperti Streptococcus, Staphylococcus dan bakteri lain dapat menyebabkan infeksi masa nifas.
Bakteri-bakteri ini tumbuh subur di lingkungan yang lembap dan hangat.

Bakteri lain yang bisa menjadi penyebab infeksi masa nifas yakni Escheria coli atau E. coli . Bakteri ini
seringnya berasa dari kandung kemih atau rektum. Infeksi E.coli dapat menimbulkan masalah pada
daerah perineum, vulva dan endometrium.

Pada dasarnya, setelah kelahiran dapat terjadi karena beberapa hal teknik, misalnya alat-alat medis
tidak steril, infeksi dari nosokomial rumah sakit serta infeksi pada bekas luka operasi caesar.

4. Dapat didiagnosa dengan cek kesehatan fisik

Infeksi masa nifas dapat didiagnosis oleh dokter melalui pemeriksaan fisik. Jika diperlukan, dokter juga
mungkin akan mengambil sampel urin atau darah untuk menguji keberadaan bakteri.

Komplikasi akibat infeksi masa nifas sebenarnya masih jarang. Namun bukan berarti tidak terjadi.
Terutama jika infeksi tidak didiagnosis dan diobati dengan cepat.
Beberapa kemungkinan termasuk seperti adanya abses (nanah), peritonitis, munculnya darah di vena
panggul, dan emboli paru (ada tekanan darah menahan arteri di paru-paru).

Komplikasi berbahaya lainnya seperti sepsis atau syok septik juga bisa terjadi. Ini merupakan suatu
kondisi di mana bakteri masuk ke aliran darah dan menyebabkan peradangan yang lebih berbahaya.

5. Pengobatan dan pencegahan infeksi masa nifas

Infeksi masa nifas paling sering diobati dengan antibiotik oral. Misalnya dengan resep obat clindamycin
atau gentamicin. Antibiotik akan disesuaikan dengan jenis bakteri yang dicurigai menjadi penyebab
utama infeksi.

Untuk memastikan kuman dan bakteri benar-benar sudah mati, patuhi anjuran dokter untuk minum
obat antibiotik sampai habis.

Nah, Masa Infeksi Masa Nifas? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menurunkan risiko
infeksi masa nifas. Salah satunya adalah kebersihan dan faktor higienis tempat persalinan.

Kurangnya kesadaran di antara penyedia layanan kesehatan atau sistem sanitasi yang tidak memadai
dapat menyebabkan tingkat infeksi yang lebih tinggi.

Faktor risiko paling penting untuk infeksi masa nifas adalah metode persalinan. Jika Mama tahu bahwa
Mama akan menjalani operasi caesar, jangan ragu untuk memastikan rumah sakit sudah menyiapkan
tindakan-tindakan untuk mencegah infeksi.

Kecemasan pada ibu nifas dapat memberikan pengaruh yang tidak baik untuk bayi, mental ibu dari bayi
itu sendiri serta hubungan pernikahannya. Hormone yang mengalami perubahan dalam angka yang
cukup besar akan membuat suasana hati ibu berubah yaitu seperti hormon progesterone, estrogen,
kelenjar tiroid, kortisol dan prolaktin.5 Kecemasan pada ibu nifas biasanya hanya diabaikan dan tidak
dilakukan penanganan, hal ini dikhawatirkan akan berlanjut ke tahap yang lebih parah yaitu depresi
pada ibu postpartum.

Cara Mengatasi Depresi Postpartum oleh Dokter Maupun Secara Alami

Depresi postpartum atau depresi pascapersalinan, jika tidak segera diatasi, bisa berkembang menjadi
kondisi psikosis yang dapat membahayakan nyawa.

Depresi postpartum yang tepat perlu dilakukan dengan kerjasama dari keluarga.

Berbagai cara mengatasi depresi postpartum harus segera dilakukan sebelum kondisi ibu bertambah
parah.

Depresi postpartum masih sering dipandang sebelah mata. Hal ini membuat wanita yang mengalaminya,
cenderung belum mendapatkan perawatan yang sesuai. Padahal, dengan penanganan yang tepat,
kondisi ini bisa dipulihkan. Depresi postpartum juga sebenarnya dapat dicegah.
Depresi postpartum atau yang juga disebut sebagai depresi pascapersalinan, jika tidak segera diatasi,
bisa berkembang menjadi kondisi psikosis. Postpartum psikosis merupakan kondisi yang bisa
membahayakan nyawa, dan merupakan suatu kegawatdaruratan medis.

Cara mengatasi depresi yang dilakukan oleh dokter terdiri dari dua cara, yaitu:

1. Psikoterapi

Melalui terapi, penderita depresi pascapersalinan akan mempelajari cara untuk menghadapi
permasalahan yang dirasakan. Selain itu, terapi juga mampu menemukan solusi permasalahan yang
muncul setelah melahirkan, serta membantu menerapkan tujuan yang realistis sebagai seorang ibu.

Terapi akan mengajarkan penderita untuk menghadapi kondisi ini dengan pikiran yang positif. Tidak
hanya untuk ibu, terapi juga bisa dilakukan bersama pasangan, maupun keluarga.

2. Pemberian antidepresan

Pemberian obat antidepresan juga dapat dilakukan untuk mengatasi depresi postpartum. Dokter akan
meresepkan obat yang cocok dan aman bagi ibu menyusui, agar efek dari obat tidak memberikan
pengaruh kepada bayi.

Dengan perawatan yang rutin, depresi dapat membaik. Pada beberapa kasus, kondisi ini bisa berlanjut
menjadi depresi kronis. Sehingga, penting bagi penderitanya untuk terus melanjutkan perawatan, meski
telah merasa lebih baik.

Cara mengatasi depresi postpartum secara alami :

1. Istirahat yang cukup

Istirahat bisa membantu meredakan stres yang dirasakan. Bayi baru lahir memang tidak memiliki jam
tidur yang sama dengan orang dewasa. Karena itu, buatlah jadwal bersama pasangan, untuk bergantian
menjaga Si Kecil.

Selain itu, buatlah tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks dengan pijat, membaca buku, atau berendam
di air hangat.

2. Ceritakan kondisi Anda pada orang terdekat

Menceritakan gangguan mental yang Anda alami kepada orang lain, memang bukanlah perkara mudah.
Namun sebaiknya, Anda tetap mencoba untuk mengutarakan yang Anda rasakan.

Dengan begitu, Anda tidak akan merasa sendirian. Cara ini juga bisa meringankan beban yang dirasakan.
3. Jangan menyendiri

Bagi orang yang sedang depresi, menyendiri adalah hal yang sangat tidak disarankan. Meski begitu,
bukan berarti Anda diharuskan untuk berkumpul dengan banyak orang sekaligus.

Cukup dengan berkumpul dengan orang-orang terdekat, akan membantu Anda merasa lebih terhubung.
Sebab, berkumpul dengan orang lain, memang bisa membantu mengalihkan pikiran Anda dari hal-hal
yang membuat stres.

4. Kurangi melakukan pekerjaan rumah

Sebaiknya, Anda tidak memaksakan untuk melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci, atau
mengepel, saat sedang merasa kelelahan. Lebih baik, gunakan energi Anda untuk mengurus kebutuhan
dasar Si Kecil.

Jika memungkinkan, minta bantuan kepada teman dan keluarga untuk membantu merawat rumah dan
juga Si Kecil.

Depresi postpartum bisa dicegah sejak masa kehamilan

Depresi postpartum bisa dicegah dengan mengenali kondisi-kondisinya selama kehamilan

Depresi postpartum bisa dicegah, selama Anda mengenali kondisi-kondisi yang sekiranya bisa menjadi
pemicu. Salah satu hal yang bisa memicu munculnya depresi postpartum adalah rasa khawatir berlebih,
selama kehamilan.

Kecemasan berlebihan yang sering dirasakan ibu hamil, umumnya disebabkan oleh rasa takut melewati
proses persalinan. Kondisi ini disebut dengan tokophobia, yang berkaitan erat dengan depresi dan
gangguan kecemasan.

Sementara itu, riwayat depresi yang pernah dialami sebelumnya, bisa meningkatkan risiko seseorang
menderita depresi postpartum.

Jika Anda pernah memiliki riwayat depresi, termasuk depresi postpartum setelah proses persalinan anak
sebelumnya, segera beritahukan hal ini ke dokter. Sehingga, dokter bisa melakukan langkah-langkah di
bawah ini, sebagai pencegahan depresi postpartum.

1. Memantau secara ketat tanda dan gejala depresi yang mungkin muncul.

2. Memberikan kuesioner pemeriksaan depresi saat masa kehamilan dan setelah melahirkan.

3. Menyarankan Anda untuk bergabung dengan komunitas ibu yang memiliki riwayat serupa.

4. Merujuk Anda untuk menjalani konseling atau terapi.

5. Pemberian obat antidepresan.


Setelah proses persalinan dilewati, dokter juga akan segera memeriksa tanda dan gejala awal depresi
postpartum. Semakin cepat kondisi ini dideteksi, maka perawatan pun bisa semakin cepat dimulai.

Bagi Anda yang sebelumnya memiliki riwayat depresi postpartum, dokter bisa langsung meresepkan
obat antidepresan atau perawatan psikoterapi, segera setelah persalinan.

Selama mencoba cara mengatasi depresi pascapersalinan, Anda perlu berkomunikasi secara rutin
dengan dokter yang melakukan perawatan. Dukungan keluarga pun tidak kalah penting, untuk
keberhasilan proses perawatan.

https://www.popmama.com/pregnancy/birth/annas/infeksi-masa-nifas-yang-perlu-diwaspadai-pasca-
melahirkan

https://www.sehatq.com/artikel/cara-mengatasi-depresi-postpartum-oleh-dokter-maupun-secara-alami

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/download/24483/22104

Gremigni P, Mariani L, Marracino V, Tranquilli AL, Turi A. Partner support and postpartum depressive
symptoms. ournal of Psychosomatic Obstetrics and Gynecolog. 2011. doi:10.3109/0167482X.2011.58
9017

Ariyanti R, Nurdiati DS, Astuti DA. Pengaruh Jenis Persalinan terhadap Risiko Depresi Postpartum. Jurnal
Kesehatan “Samodra Ilmu". 2016;07(02):98-105.

Anda mungkin juga menyukai