Anda di halaman 1dari 11

Pengertian Profesi

Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan
dari pelakunya. PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesi berasal dari
bahasa latin Proffesio yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila
artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan apa saja dan siapa saja
untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam
arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan
sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang
dalam bahasa Yunani yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu
tugas khusus secara tetap/permanen".Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua
karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam
setiap profesi:
a. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis
Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam profesi
b. Asosiasi profesional
Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan
untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki
persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
c. Pendidikan yang ekstensif
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang
pendidikan tinggi.
d. Ujian kompetensi
Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu
tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
e. Pelatihan institutional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana
calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh
organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga
dipersyaratkan.
f. Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang
memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
g. Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar
adanya intervensi dari luar.
h. Kode etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur
pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
i. Status dan imbalan yang tinggi
Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak
bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang
mereka berikan bagi masyarakat.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang
yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan
kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran,
guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang
seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan
itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri,
sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak
orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.
Ciri-ciri profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
a. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
b. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi
mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
c. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
d. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan,
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus
terlebih dahulu ada izin khusus.
e. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-
rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu
kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat.
Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu estndar
profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang
semakin baik.

3. Kriteria Pekerjaan Menjadi Sebuah Profesi
Dalam rangka memahami lebih lanjut tentang profesi perlu diketahui adanya sepuluh
macam kriteria yang diungkapkan oleh Horton Bakkington dan Robers Patterson dalam studi
tentang jabatan profesi mengungkap sepuluh kriteria:
a. Profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan menggunakan prinsip keilmuan yang
dapat diterima masyarakat.
b. Profesi harus menuntut suatu latihan profesional yang memadai dan membudaya.
c. Profesi menuntut suatu lembaga yang sistematis dan terspesialisasi.
d. Profesi harus memberikan keterangan tentang ketrampilan yang dibutuhkan di mana
masyarakat umum tidak memilikinya.
e. Profesi harus sudah mengembangkan hasil dari pengalaman yang sudah teruji.
f. Profesi harus merupakan tipe pekerjaan yang bermanfaat.
g. Profesi harus sudah memerlukan pelatihan kebijaksanaan dan penampilan tugas.
h. Profesi harus mempunyai kesadaran ikatan kelompok sebagai kekuatan yang mampu
mendorong dan membina anggotanya.
i. Profesi harus dijadikan batu loncatan mencari pekerjaan lain.
j. Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta anggotanya
memenuhi kode etik yang diterima dan dibangunnya.
Dari kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjan dapat
dikatakan pekerjaan profesi apabila memenuhi ciri-ciri:
a. Memenuhi spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas (pengetahuan dan keahlian).
b. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris (keterkaitan dalam organisasi profesi,
memiliki kode etik dan pengabdian masyrakat).
c. Diakui masyarakat sebagai suatu pekerjaan yang mempunyai status profesional (memperoleh
dukungan masyarakat, perlindungan hukum dan mempunyai persyaratan kerja dan jaminan
hidup yang layak).




Kehidupan Dalam Mengembangkan Profesi
Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan menjalani profesinya di bidang
masing-masing hendaknya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan (halalan) dan
kebaikan (thayyibah), amanah, kemanfaatan, dan kemaslahatan yang membawa pada
keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani
profesi dan jabatan dalam profesinya hendaknya menjauhkan diri dari praktik-praktik
korupsi, kolusi, nepotisme, kebohongan, dan hal-hal yang batil lainnya yang menyebabkan
kemudharatan dan hancumya nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kebaikan umum. Setiap
anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun profesinya hendaknya pandai bersyukur
kepada Allah di kala menerima nikmat serta bershabar serta bertawakal kepada Allah
manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh pahala dan terhindar dari siksa.
Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah hendaknya dilakukan dengan sepenuh
hati dan kejujuran sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka bumi ini.

Kriteria Pekerjaan Menjadi Sebuah Profesi
Dalam rangka memahami lebih lanjut tentang profesi perlu diketahui adanya sepuluh
macam kriteria yang diungkapkan oleh Horton Bakkington dan Robers Patterson dalam
studi tentang jabatan profesi mengungkap sepuluh kriteria:
1. Profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan menggunakan prinsip keilmuan yang
dapat diterima
masyarakat.
2. Profesi harus menuntut suatu latihan profesional yang memadai dan membudaya.
3. Profesi menuntut suatu lembaga yang sistematis dan terspesialisasi.
4. Profesi harus memberikan keterangan tentang ketrampilan yang dibutuhkan di mana
masyarakat umum
tidak memilikinya.
5. Profesi harus sudah mengembangkan hasil dari pengalaman yang sudah teruji.
6. Profesi harus merupakan tipe pekerjaan yang bermanfaat.
7. Profesi harus sudah memerlukan pelatihan kebijaksanaan dan penampilan tugas.
8. Profesi harus mempunyai kesadaran ikatan kelompok sebagai kekuatan yang mampu
mendorong dan
membina anggotanya.
9. Profesi harus dijadikan batu loncatan mencari pekerjaan lain.
10. Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta anggotanya
memenuhi kode
etik yang diterima dan dibangunnya.



Kehidupan Dalam Mengembangkan Profesi
Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan menjalani profesinya di
bidang masing-masing hendaknya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan,
amanah dan sesuatu yang bermanfaat yang membawa pada keselamatan hidup di
dunia dan akhirat.
Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani profesi dan jabatan dalam
profesinya hendaknya menjauhkan diri dari praktik-praktik korupsi, kolusi,
nepotisme, kebohongan, dan hal-hal yang batil lainnya.
Setiap anggota Muhammadiyah apapun profesinya hendaknya pandai bersyukur
kepada Allah, bertawakal kepada Allah ketika memperoleh musibah, dilakukan
dengan sepenuh hati dan dilandasi dengankejujuran serta tanggungjawab.


KEHIDUPAN DALAM MENGEMBANGKAN PROFESI
1. Profesi merupakan bidang pekerjaan yang dijalani setiap orang sesuai dengan
keahliannya yang menuntut kesetiaan (komitmen), kecakapan (skill), dan tanggung jawab
yang sepadan sehingga bukan semata-mata urusan mencari nafkah berupa materi
belaka.
2. Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan menjalani profesinya di bidang
masing-masing hendaknya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan (halalan)
dan kebaikan (thayyiban), amanah, kemanfaatan, dan kemaslahatan yang membawa
pada keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
3. Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani profesi dan jabatan dalam profesinya
hendaknya menjauihkan diri dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme, kebohongan,
dan lain-lain yang bathil lainnya yang menyebabkan kemudlaratan dan hancurnya nilai-
nilai kejujuran, kebenaran, dan kebaikan umum.
4. Setiap anggota Muhammadiyah di manapun dan apapun profesinya hendaknya pandai
bersyukur kepada Allah di kala menerima nikmat dan bersabar dan bertawakal kepada
Allah manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh pahala dan terhindar dari
siksa.
5. Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah hendaknya dilakukan dengan
sepenuh hati dan kejujuran sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka
bumi ini.
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan prinsipbekerja sama dalam
kebaikan dan ketakwaan serta tidak bekerja sama dalam dosa dan permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan kewajiban zakat (termasuk zakat
profesi) maupun mengamalkan shadaqah, infaq, wakaf, dan amal jariyah lain dari
penghasilan yang diperolehnya serta tidak melakukan helah (menghindarkan diri dari
hukum) dalam menginfaqkan sebagian rizki yang diperolehnya itu.

Kebebasan dalam Profesi
Kebebasan dalam profesi menuntut agar para pelaku profesi memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya. Namun kebebasan ini dibatasi oleh tanggungjawab dan
komitmen professional atas kemajuan profesi tersebut serta kepentingan masyarakat. Otonomi
hanya berlaku sejauh disertai oleh tangungjawab professional. Otonomi berlaku selama
pelaksanaan profesi tersebut tidak merugikan kepentingan umum. Pelaku profesi bebas dan
otonom dalam menjalankan profesinya asal tidak merugikan hak dan kepentingan yang lain.
Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan yang lain dilanggar, maka otonomi profesi tidak berlaku
lagi, sehingga pihak lain, yaitu pemerntah harus ikut campur tangan dengan menindak pihak
profesi yang merugikan pihak lain.

Seringkali manusia membuat dikotomi atau pemisahan antara urusan kehidupan duniawi
dan urusan kehidupan akhirat. Mereka memisahkan antara kesuksesan dalam pekerjaan,
bisnis dengan kesuksesan kerohanian untuk urusan akhirat. Akibatnya terjadilah
pemisahan kepentingan yang seringkali hanya menomorsatukan kesuksesan pekerjaan
untuk keberhasilan dunia kemudian menomor duakan urusan kesuksesan ukhrawi atau
akhirat.
Hidup tidak bisa dipisahkan dari kehidupan gerak pekerjaan, bisnis dan urusan duniawi
dengan kepentingan spiritualitas dan kerohanian. Bagaimana mungkin, karena hidup
hanya melakukan pekerjaan dan bisnis hingga meriah kesuksesan dan prestasi duniawi,
tanpa diimbangi kesuksesan spiritualitas adalah kehampaan. Demikian sebaliknya hidup
dengan spiritualitas tinggi tanpa diimbangi dengan kesuksesan kerja atau bisnis adalah
kehampaan. Keduanya haruslah berjalan seimbang dan bersinergi dalam mengisi setiap
langkah kehidupan.
Kita meyakini hidup tanpa bekerja, berkarya atau berbinis adalah hampa. Namun
persoalannya kemudian adalah bagaimana agar pekerjaan itu memiliki nilai bermakna
tinggi ?. Bagaimana persyaratannya agar pekerjaan kita memiliki nilai ibadah ?.
Manusia adalah makhluk spiritual dan makhluk fisik di dunia ini. Sebagai makhluk fisik
manusia tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Dengan demikian ibadah kepada Allah
tidak dibatasi makna ibadah hanya ritual secara spiritual semata. Tapi lebih dari itu,
semua pekerjaan keduniawian bisa memiliki arti ibadah. Artinya, dalam bekerja,
berkarya, berbisnis bukan hanya materi yang bisa kita dapatkan, tetapi juga ridha dan
pahala dari Allah SWT.
Pegawai yang bekerja di kantor, pedagang yang berkerja di pasar, petani yang bekerja
di tanah pertanian, pengusaha yang berbisnis, pejabat pemerintahan, nelayan, semua
pekerjaan bisa bernilai ibadah. Apakah kita sebagai pegawai biasa, manager, direktur,
pejabat tinggi atau bahkan hanya seorang pembantu, semua posisi pekerjaan itu bisa
bernilai ibadah.
Tentu saja ada syarat-syaratnya agar pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan nilai
sebagai bagian dari ibadah. Bagaimana syarat-syaratnya ?
1. Tidak Melanggar Syariat Allah. Berusahalah memilih pekerjaan yang tidak
melanggar aturan-aturan Allah. Dengarkan suara hati terdalam dalam memilih bidang
pekerjaan, karena suara hati sesungguhnya percikan dari sifat-sifat mulia Allah.. Mereka
yang memilih pekerjaan berdasarkan suara hatinya, tidak akan terjerumus dalam
pekerjaan yang tidak halal dan diharamkan oleh agama.
2. Dilandasi Niat Kebaikan dan Keikhlasan. Berusahalah menjalankan pekerjaan
hanya dilandasi oleh niat kebaikan dan keikhlasan hati. Pekerjaan yang dilandasi niat
kebaikan dan keikhlasan hati, akan dapat mencegah seseorang melakukan hal-hal yang
tidak sesuai dengan nilai spiritualitas kebenaran, seperti transaksi dengan cara-cara
yang tidak dibenarkan, menipu, merugikan orang lain, menjual narkoba, dll.
3. Menafkahi Keluarga. Bekerja dengan niat memenuhi kebutuhan pribadi dan
keluarga. Bahkan bekerja juga untuk memakmurkan bumi sebagaimana yang
diperintahkan Allah SWT. Dengan demikian, jangan berniat bekerja untuk menumpuk
harta, riya, bermegah-megahan, atau sekedar ingin dihormati orang lain.
4. Tidak melailaikan Ibadah Kepada Allah. Rutinitas dan kesibukan dalam pekerjaan
atau bisnis, jangan sampai membuat kita lalai dan meninggalkan ibadah ritual kepada
Allah. Artinya kita dapat menyeimbangkan antara kepentingan pekerjaan dengan
kepentingan spiritualitas ibadah kepada Allah.
5. Mengamalkan ilmu. Berusahalah bekerja untuk mengamalkan ilmu yang kita miliki
agar memberikan manfaat kepada banyak orang. Mengamalkan ilmu adalah
melepaskanenergi kebaikan kepada orang lain. Berusahalah membagikan ilmu yang kita
miliki agar memberikan banyak manfaat bagi kehidupan dan alam semesta.
6. Bekerja dengan profesional. Artinya melakukan pekerjaan yang dilandasi ilmu
pengetahuan dan dilakukan dengan cara-cara yang cermat dan cerdas, yang dibenarkan
sesuai nilai-nilai spiritualitas kebenaran. Kalau hal itu menuntut diri kita untuk
mengembangkan diri dalam sikap dan perilaku, maka lakukanlah. Kalau diperlukan
peningkatan ilmu dengan tambahan pendidikan atau kurus, jalankanlah.
Beberapa hal diatas mungkin dapat menjadi bahan renungan mendalam bagi kita
semua, agar senantiasa berusaha menjadikan setiap pekerjaan memiliki nilai ibadah,
memberi keuntungan materi dunia, dan untuk kepentingan akhirat. Ukuran paling
sederhana adalah kesucian niat dan keikhlasan melakukan pekerjaan, bertanggung
jawab, senang berbagi kebaikan, menolong orang lain dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai spiritualitas kebenaran yang abadi. Salam Motivasi Nurani Indonesia.

Agar Kerja Bernilai Ibadah

Manusia hidup butuh bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam bahkan
mengajarkan umatnya untuk giat bekerja dan mencari rezeki. Rasulullah saw bersabda,
Tiada seseorangpun makan makanan, yang lebih baik daripada dia makan dari (hasil)
pekerjaan tangannya. Sesungguhnya Nabi Daud as, makan dari (hasil) pekerjaan
tangannya. (HR Al-Bukhari)
Suatu ketika Rasulullah saw berkata kepada para sahabatnya, Sesungguhnya diantara dosa-
dosa, ada satu dosa yang tidak bisa dihapus oleh shalat, tidak pula oleh puasa, tidak pula
oleh haji dan tidak pula oleh umrah. Para sahabat kemudian bertanya, Lantas apa yang
bisa menghapusnya, Wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, Keprihatinan dalam mencari
rezeki. (HR Ath-Thabrani)
Supaya bekerja bernilai sebagai ibadah, ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yaitu:
1- Menghadirkan Niat Tatkala Bekerja
Niat adalah ruh dan pondasi amal. Amal perbuatan seorang muslim tidak akan mendapatkan
pahala, kecuali atas apa yang diniatinya. Rasulullah saw bersabda,Adapun amal tergantung
dari niatnya, dan setiap manusia akan mendapatkan apa yang dia niati. (HR Al-Bukhari).
Niat tidak hanya terbatas dalam ibadah saja, akan tetapi mencakup transaksi jual beli,
bekerja, dan sebagainya. Dengan niat sesuatu yang mulanya adalah mubah bisa bernilai
menjadi ibadah. Setiap muslim yang bekerja mengais rejeki di bidang pertanian, industri ,
perdagangan, dsb akan memperoleh pahala ibadah dan pekerjaannya itu termasuk jihad fi
sabilillah, manakala pekerjaan yang dia lakukan diniati supaya dirinya terjaga dari barang
haram, tercukupi dengan barang halal dan terpenuhi kebutuhan keluarganya.
Suatu ketika Nabi dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang ulet sekali dalam
bekerja. Tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang angkat bicara, Wahai Rasulullah, andai
saja keuletannya dipergunakan di jalan Allah. Rasulullah menjawab, Apabila dia keluar
mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar
mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia di jalan Allah. Apabila
dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia di
jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya dan kesombongan, maka dia di
jalan setan. (Al-Mundziri, At-Targhb wa At-Tarhb)
2 Mengamban Tugas Untuk Memakmurkan Bumi
Manusia adalah khalifah (wakil) Allah yang harus mengelola apa yang ada di muka bumi ini.
Seorang muslim hendaknya menyadari bahwa dia mengemban tugas penting tersebut,
sehingga harus bekerja secara optimal. Adapun hasilnya sepenuhnya dipasrahkan kepada
Allah.
Karena tugasnya sebagai khalifah Allah, seorang muslim harus menyadari bahwa harta yang
didapatkan adalah titipan yang suatu hari harus dikembalikan dan dipertanggunjawabkan.
Rasulullah saw bersabda, Telapak kaki anak Adam senantiasa berada di sisi Tuhannya pada
Hari Kiamat, hingga dia ditanya atas lima perkara: Tentang umurnya untuk apa dia habiskan;
tentang masa mudanya untuk apa dia pergunakan; tentang hartanya darimana dia dapatkan
dan ke mana dia belanjakan; dan tentang ilmunya apa saja yang telah dia amalkan. (HR
Tirmidzi)
3 Bersungguh-sungguh dalam Mencari Rezeki
Segala sesuatu butuh kesungguhan agar mencapai hasil maksimal. Begitu pula dalam urusan
bekerja. Seorang muslim harus memiliki kesungguhan dalam bekerja mencari rezeki,
sedangkan hasil yang akan diperoleh sepenuhnya dipasrahkan kepada Allah. Karena hanya
Allah yang mengatur seberapa besar rezeki seseorang.
Orang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja, juga akan mendapatkan sesuatu yang
berharga berupa ampunan dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw
bersabda, Barang siapa yang sore harinya disibukkan dengan pekerjaan tangannya, maka
sore harinya diampunkan (dosanya).
4 Ridha Atas Rejeki yang Diberikan Allah
Salah satu rukun iman adalah ridha atas qadha qadar yang telah ditetapkan Allah, baik yang
menyenangkan maupun yang terasa pahit. Seorang muslim hendaknya memiliki keyakinan
bahwasanya apa yang diberikan oleh Allah adalah yang terbaik baginya. Apabila
mendapatkan rezeki yang sedikit, hendaknya tetap bersabar, dan kesabarannya itu akan
berbuah pahala di akhirat. Begitu pula ketika mendapatkan rezeki yang banyak, hendaknya
bersyukur kepada Allah dan membelanjakan harta itu untuk berjuang di jalan Allah. Dengan
demikian dia juga akan mendapatkan pahala yang besar kelak di Hari Kiamat.
Rasululah saw bersabda, Sungguh mengagumkan perilaku orang mukmin. Seluruh
perilakunya berupa kebaikan, dan hal itu hanya terjadi pada orang mukmin. Apabila dia
mendapat kebahagiaan, dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia
ditimpa kesusahan, dia tetap bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya. (HR Muslim).
5 Mengaitkan Aktivitas Sehari-Hari Dengan Zikir Ekonomi
Dunia adalah tempat bercocok tanam yang hasilnya akan dipanen di akhirat kelak. Setiap
manusia akan diminta pertanggungjawaban atas hartanya, darimana dia dapatkan dan ke
mana dia belanjakan. Dari sini tampak betapa pentingnya menghubungkan perilaku sehari-
hari dengan ibadah. Dalam hal ini, orang yang bekerja hendaklah melakukan zikir ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, zikir ekonomi merupakan sarana yang sangat baik
untuk mengingat Allah, melipatgandakan amal kebajikan, menghapus amal buruk,
memberikan motivasi dalam bekerja, melapangkan rejeki dan mewujudkan keberkahan atas
hasil usaha.
Maksud dari zikir ekonomi adalah seorang yang bekerja, senantiasa berzikir dan berdoa
dalam aktivitas kesehariannya. Dari mulai dia bangun pagi, kemudian berwudhu, shalat
Subuh berjamaah, ketika hendak berangkat kerja, ketika berada di tempat kerja, dan setelah
bekerja hingga menutup mata untuk tidur. Semua aktivitas itu harus diiringi dengan zikir dan
doa. Dengan demikian, hari-harinya diisi dengan tetap mengingat Allah swt, sehingga apa
yang dikerjakannya dan hasil yang didapatkannya mendapatkan ridha dari Allah swt.
Salah satu bentuk zikir ekonomi adalah ketika seorang muslim mendapat harta lantaran
seseorang, dia akan berucap kepada orang itu, Semoga Allah memberkati keluarga dan
hartamu.(HR Al-Bukhari). Jika suatu ketika dirinya terlilit hutang dan ingin melunasinya,
maka dia berdoa, Ya Allah, cukupilah aku dengan rejeki halal-Mu, jauh dari rejeki haram-Mu.
Dan cukupkanlah diriku dengan anugerah-Mu, jauh dari selain diri-Mu. (HR At-Tirmidzi).
Apabila musim paceklik menimpa, maka berdoalah, Ya Allah turunkanlah kami hujan yang
membantu, yang mengenakkan, yang menyuburkan, yang membawa manfaat, secepatnya
dan tidak ditunda. (HR At-Tirmidzi).
Ketika ditimpa musibah, hendaknya berdoa Ya Allah, tiada kemudahan kecuali sesuatu yang
Engkau jadikan mudah. Dan Engkau menjadikan kesusahan, jika Engkau ingankan (maka
menjadi) kemudahan.(HR Ibnu Hibban).

Anda mungkin juga menyukai