Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

PENCEGAHAN PERILAKU BERESIKO SEKS BEBAS PADA REMAJA

Dosen Pengampu : Hidayani, S. KM. ,M. KM


Retno Sugesti, S.ST., M.Kes
Uci Ciptiasrini, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh Kelas A2:


Amalia Wardatin Nisa NPM 07180100125
Apriliana NPM 07180300006
Defni Dwi Pratiwi NPM 07180300001
Mimi Rahmawati NPM 07180300007
Nurrahmi Mandea NPM 07180100124

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA
MAJU JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang membahas tentang
“Pencegahan Perilaku Beresiko Seks Bebas Pada Remaja”. Pada penulisan
makalah ini,kami berusaha menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh semua orang, sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca.
Makalah ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
mahasiswa di bidang kesehatan.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini tidaklah sempurna, masih
banyak kekurangan dan kelemahan didalam penulisan makalah ini, baik dalam
segi bahasa dan pengolahan maupun dalam penyusunan. Untuk itu,kami sangat
mengharapkan saran yang sifatnya membangun demi mencapainya suatu
kesempurnaan dalam makalah ini.

Jakarta, 30 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang...............................................................................................5
Rumusan Masalah..........................................................................................7
Tujuan Penulisan............................................................................................7
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI MASA REMAJA.........................................................................8
2.2 Batasan Usia Remaja......................................................................................8
2.3 Karekteristik Remaja Berdasarkan Umur......................................................10
2.4 Kesulitan – kesulitan yang dialami Kaum Remaja........................................11

2.5 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja...................................................15

2.7 Kebutuhan – kebutuhan Remaja dalam Tugas Perkembangan......................17

2.7 Konsep Kesehatan Reproduksi......................................................................18

2.8 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Kehidupan................19

2.9 Kesehatan Reproduksi Remaja......................................................................20


3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja.........................22
3.2 Pengaruh Buruk Akibat Hubungan Seks Pranikah Bagi Remaja..................24
3.3 Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja...................................................27
3.4 Pembekalan Pengetahuan Remaja Terkait Kesehatan Reproduksi Remaja..27
3.5 Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas..........29
3.6 Konsep Keluarga...........................................................................................30
3.7 Fungsi Keluarga............................................................................................31
3.8 Pencegahan Seks Bebas Dalam Keluarga.....................................................33
4.1 Peran Orangtua Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja.................................34
4.1 Peran Tenaga Kesehatan...............................................................................36
4.2Program Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR)................................................36
4.3 Pengertian Pendidikan Seksual Dalam Kesehatan.......................................36
4.4 Materi Pendidikan Seks...............................................................................37

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................42
3.2 Saran.............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi informasi, dan

masuknya budaya barat perilaku seks bebas mulai dianggap wajar di

kalangan remaja. Pemahaman seperti itu tak hanya dimiliki remaja-remaja

di kota besar, tetapi telah menyusup pada kota kecil. Sejalan dengan itu,

4
belakangan pun banyak beredar rekaman video atau foto hubungan mesum

para remaja lewat telepon genggam dan internet.


Hal ini menyebabkan meningkatnya keinginan untuk melakukan

perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja

yang belum menikah. Terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

menunjukkan usia remaja ketika pertama kali mengadakan hubungan

seksual aktif bervariasi antara usia 14 – 23 tahun dan usia terbanyak

adalah antara 17 – 18 tahun (Fuad, et al. 2003). Perilaku seksual pada

remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam,

mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium

pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju,

memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju,

memegang alat kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama.


Badan Pusat Statistik (BPS), Bappenas dan UNFPA tahun 2010,

menyatakan bahwa 63 juta jiwa remaja di Indonesia rentan berperilaku

tidak sehat. Hasil penelitian BNN dan UI tahun 2012 ada sebanyak 3,8 –

4,2 juta remaja yang menggunakan narkoba. Data hubungan seksual

pranikah berdasarkan SDKI tahun 2007 sebesar 3,7% mengalami

peningkatan sebesar 4,5% di tahun 2012. Hasil penelitian Pusat Studi

UGM tahun 2012 menemukan bahwa 90% pemeran dalam video porno

berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.


Hasil survei menyatakan alasan hubungan seksual pranikah

sebagian besar karena penasaran atau ingin tahu sebesar 57,5%, terjadi

begitu saja sebesar 38% dan dipaksa oleh pasangan sebesar 12,6%

(Infodatin Kemenkes RI, 2014). SDKI (2012), menyatakan pengetahuan

5
remaja mengenai perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan

seksual sebesar 64,7% remaja perempuan dan 68,8% remaja laki-laki.


Perilaku seks pranikah mengakibatkan risiko terjadinya kehamilan

yang tidak diinginkan, putus sekolah, aborsi, penyakit menular seksual,

tekanan psikososial yang timbul karena perasaan bersalah telah melanggar

aturan agama dan takut diketahui oleh orangtua dan masyarakat

(Handayani, 2009).
SDKI (2012), menjelaskan sebesar 45% remaja memperoleh

informasi dari teman sekolah, dari guru sebesar 12,8%, dari petugas

kesehatan sebesar 8,7% dan dari orang tua sebesar 6,8%. Hasil survei

menyatakan bahwa remaja laki-laki usia 15-19 tahun menyukai

sumber informasi kesehatan reproduksi diperoleh dari teman sebaya dan

guru, sedangkan remaja perempuan menyukai sumber informasi dari ibu,

teman sebaya dan tenaga kesehatan dan dari tokoh agama. Sosialisasi

pemahaman tentang makna hakiki cinta dan perlunya kurikulum kesehatan

reproduksi di sekolah sangat perlu sebagai salah satu alternatif yang dapat

ditempuh untuk memfilter perilaku destruktif seksual remaja.


Peran keluarga dibutuhkan untuk mencegah seks pranikah

dikalangan remaja. Sesibuk apa pun, orangtua harus selalu berupaya

melakukan komunikasi dengan anak, khususnya yang beranjak remaja.

Semua kegiatan anak sebaiknya dipantau, sehingga apabila ada indikasi

menyimpang, bisa segera diluruskan. Peran tenaga kesehatan juga sangat

penting untuk mencegah terjadinya seks pranikah pada remaja, untuk itu

pemerintah mengadakan program PKPR untuk kejahteraan remaja.

6
Karena, remaja yang mampu membentengi diri dari perilaku seks pranikah

diharapkan bisa menjadi penerus bangsa yang membanggakan.


1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah peran keluarga dan tenaga kesehatan dalam

mencegah terjadinya seks pranikah pada remaja ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini dilakukan untuk memaksimalkan peran

keluarga dan tenaga kesehatan dalam mencegah terjadinya seks pranikah

pada remaja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Masa Remaja


Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain,

seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence

(Inggris), berasal dari bahasa Latin "adolescere” tumbuh ke arah

kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik

saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi.


Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa, di mana pada masa itu terjadi

pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga

7
memengaruhi tcrjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik,

mental, maupun peran sosial (Surjadi, dkk, 2002: 35).


Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa

remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21

tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode

perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa

remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004).


2.1.1. Batasan Usia Remaja
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya

setempat. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan

paling mendesak berkaitan dengan kesehutan remaja adalah kehamilan

dini. Berangkat dari masalah pokok ini, WHO menetapkan batas usia 10-

20 tahun sebagai batasan usia remaja (Surjadi, dkk., 2002. 1).


Dengan demikian dari segi program pelayanan, definisi remaja

yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mercka yang berusia

10-19 tahun dan belum kawin Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat

Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-

21 tahun (BKKBN, 2006).


Wirawan menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan remaja

seharusnya disesuaikan dengan budaya setempat, sehingga untuk di

Indonesia digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :


1. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda

sekunder mulai nampak.


2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil

baligh, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat

tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak.

8
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas ego (menurut

Ericson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual

(menurut Freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif

(menurut Piaget), maupun moral (menurut Kohlberg).


4. Batas usia 24 tahun adalah merupakan batas maksimal, yaitu untuk

memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut

masih menggantungkan diri pada orangtua, belum mempunyai hak-

hak penuh sebagai orangtua.


5. Dalam definisi tersebut, status perkawinan sangat menentukan

apakah individu masih digolongkan sebagai remaja ataukah tidak.


2.1.2. Karekteristik Remaja Berdasarkan Umur
Karekreristik remaja berdasarkan umur adalah berikut ini :
1. Masa remaja aval (10-12 tahun)
a. Lebih dckat dengan teman sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhitikan keadaan tubuhnya.
d. Mulai berpikir abstrak
2. Masa remaja pertengahan (13-15 tahun)
a. Mencari identitas diri
b. Timbul keinginan untuk berkencan
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
e. Berkhayal tentang aktivitas seks.
3. Remaja akhir (17-21 tahun).
a. Pengungkapan kebebasan diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
c. Mempunyai citra tubuh (body image) terhadap dirinya

sendiri
d. Dapat mewujudkan rasa cinta.

2.1.3. Kesulitan – kesulitan yang dialami Kaum Remaja

Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum

remaja antara lain:

9
1. Variasi kondisi kejiwaan. Suatu saat mungkin ia terlihat

pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri, tetapi pada saat

yang lain terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri dan yakin.

Perilaku yang sulit ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah

sesuatu yang abnormal.hal ini hanyalah perlu diprihatinkan dan

menjadi kewaspadaan bersama manakala telah menjerumuskan

remaja dalam kesulitan-kesulitan di sekolah atau kesulitan

dengan teman-temannya.

2. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba. Hal ini merupakan

sesuatu yang normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual dan

bangkitnya rasa birahi adalah normal dan sehat. Ingat, perilaku

tertarik pada seks sendiri juga merupakan cirri yang normal

pada perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan

birahi jelas menimbulkan bentuk-bentuk perilaku seksual.

3. Membolos.

4. Perilaku anti sosial, seperti suka mengganggu, berbohong,

kejam dan menunjukkan perilaku agresif. Sebabnya mungkin

bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya.

Akan tetapi, penyebab yang mendasar adalah pengaruh buruk

teman, dan pendisiplinan yang salah dari orangtua, terutama

bila terlalu keras atau terlalu lunak – dan sering tidak ada sama

sekali.

10
5. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang adalah

skizofrenia.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapatlah dipahami tentang

berbagai ciri yang menjadi kekhususan remaja. Ciri-ciri tersebut

adalah :

1. Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting

Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat

jangka panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang

begitu cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental,

terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan ini

menimbulkan perlunya penyesuaian mental serta perlunya

membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

2. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga

orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia

akan diajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau

remaja berusaha berperilaku sebagaimana orang dewasa,

remaja seringkali dituduh terlalu besar ukurannya dan dimarahi

karena mencoba bertindak seperti orang dewasa. Di lain pihak,

status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena

status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup

yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat

yang paling sesuai bagi dirinya.

11
3. Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa

remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal

masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat,

perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau

perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku

juga menurun.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya sendiri-

sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi persoalan

yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak

perempuan. Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri

masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja

akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu

sesuai dengan harapan mereka.

5. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri terhadap

kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan

perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas

diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-

teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Status remaja

yang mendua ini menimbulkan suatu dilema yang

12
menyebabkan remaja mengalami “krisis identitas” atau

masalah-masalah identitas-ego pada remaja.

6. Masa Remaja Sebagai Usia Yang Menimbulkan Ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja suka berbuat

semaunya sendiri, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung

berperilaku merusak menyebabkan orang dewasa yang harus

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut

bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap

perilaku remaja yang normal.

7. Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik

Masa remaja cenderung memandang kehidupan melalui

kacamata berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan

orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan

sebagaimana adanya, terlebih dalam hal harapan dan cita-cita.

Harapan dan cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi

dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya,

menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari

awal masa remaja. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila

orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil

mencapai tujuan yang telah ditetapkannya sendiri.

8. Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa

13
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun

dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir

dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa

ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai

memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan

status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras,

menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks

bebas yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa

perilaku yang seperti ini akan memberikan citra yang sesuai

dengan yang diharapkan mereka.

2.1.4. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase)

remaja. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting

dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa

transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa

yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi dengan baik,

remaja harus menjalankan tugas-tugas perkembangan pada

usianya dengan baik.

Apabila tugas pekembangan sosial ini dapat dilakukan

dengan baik, remaja tidak akan mengalami kesulitan dalam

kehidupan sosialnya serta akan membawa kebahagiaan dan

kesuksesan dalam menuntaskan tugas perkembangan untuk fase-

14
fase berikutnya. Sebaliknya, manakala remaja gagal menjalankan

tugas-tugas perkembangannya akan membawa akibat negatif

dalam kehidupan sosial fase-fase berikutnya, menyebabkan

ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan, menimbulkan

penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam

menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya.

William Kay, (dikutip dalam Yudrik, J 2014)

mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja sebagai

berikut:

1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

2. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur

yang mempunyai otoritas.

3. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan

bergaul dengan teman sebaya, baik secara individual maupun

kelompok.

4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitas

pribadinya.

5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri.

6. Memeperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri)

atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup

(weltanschauung).

15
7. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri

(sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

Selain itu tugas perkembangan remaja yang dikemukakan

oleh Leulla Cole dibagi dalam 9 kategori, yaitu :

1. Kematangan emosional

2. Pemantapan minat

3. Emansipasi dari kontrol keluarga

4. Kematangan sosial

5. Kematangan intelektual

6. Memilih pekerjaan

7. Menggunakan waktu senggang secara tepat

8. Memiliki falsafah hidup

9. Identifikasi diri.

2.1.5. Kebutuhan – kebutuhan Remaja dalam Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan tersebut sangat kompleks dan

relatif berat bagi remaja, maka untuk melaksanakan tugas-tugas

tersebut dengan baik, remaja membutuhkan bimbingan dan

pengarahan supaya dapat mengambil langkah yang tepat sesuai

dengan kondisinya. Di samping tugas-tugas perkembangan,

remaja masih mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang tentu saja

menuntut pemenuhan secepatnya sesuai darah semangatnya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut, menurut Edward, adalah meliputi:

1.) Kebutuhan untuk mencapai sesuatu

16
2.) Kebutuhan akan rasa superior, ingin menonjol, ingin

terkenal.

3.) Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan

4.) Kebutuhan akan keteraturan

5.) Kebutuhan akan adanya kebebasan untuk menentukan

sikap sesuai dengan kehendaknya

6.) Kebutuhan untuk menciptakan hubungan persahabatan

7.) Adanya keinginan ikut berempati

8.) Kebutuhan mencari bantuan dan simpati

9.) Keinginan menguasai tetapi tidak ingin dikuasai

10.) Adanya kesediaan untuk membantu orang lain

11.) Kebutuhan adanya variasi dalam kehidupan

12.) Adanya keuletan dalam melaksanakan tugas

13.) Kebutuhan untuk betgaul dengan lawan jenis

14.) Adanya sikap suka mengkritik orang lain.

2.2. Konsep Kesehatan Reproduksi


Menurut WHO kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan

sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari

penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan

sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.


Menurut Depkes RI, 2000 kesehatan reproduksi adalah suatu

keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan

sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang

pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari

17
penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan

seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah.


Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh

mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan

alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan demikian kesehatan reproduksi

bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan bagaimana seseorang

dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum

menikah dan sesudah menikah.


2.2.1. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Kehidupan
Secara lebih luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi :
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi

( ISR ), termasuk PMS-HIV / AIDS


4. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
5. Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8. Berbagai aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker

serviks, mutilasi genetalia, fistula dll.


Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah

disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi.


1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir (BBL).
2. Keluarga berencana.
3. Kesehatan reproduksi remaja.
4. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seksual

termasuk HIV/AIDS.
2.2.2. Kesehatan Reproduksi Remaja
Masyarakat internasional secara konsisten telah

mengukuhkan hak-hak remaja akan infomasi tentang kesehatan

reproduksi remaja (KRR) yang benar dan pelayanan kesehatan

reproduksi (KR) termasuk konseling saat International Conference

18
on Population and Development (ICPD) tahun 1994. Masyarakat

internasional juga telah mengingatkan kembali bahwa hak dan

tanggung jawab orang tua adalah membimbing termasuk tidak

menghalangi anak remajanya untuk mendapatkan akses terhadap

pelayanan dan informasi yang mereka butuhkan tentang kesehatan

reproduksi yang baik. Pemahaman remaja akan kesehatan

reproduksi menjadi bekal remaja dalam berperilaku sehat dan

bertanggung jawab, namun tidak semua remaja memperoleh

infomasi yang cukup dan benar tentang kesehatan reproduksi.

Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman ini dapat membawa

remaja ke arah perilaku berisiko. Dalam hal inilah bagi para ahi

dalam bidang ini memandang perlu akan adanya pengertian,

bimbingan, dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya agar dalam

sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan

yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja menjadi

manusia dewasa yang sehat secara jasmani, rohani, dan sosial.

Sejak tahun 2000, pemerintah Indonesia telah mengangkat

KRR menjadi program nasional. Program KRR merupakan

pelayanan untuk membantu remaja memiliki status kesehatan

reproduksi yang baik melalui pemberian informasi, pelayanan

konseling, dan pendidikan keterampilan hidup.

Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) secara umum

didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi, dan proses

19
alat reproduksi yang dimiliki oleh remaja, yaitu lakilaki dan wanita

usia 10-24 tahun (BKKBN-UNICEF, 2004). Beberapa faktor yang

mendasari mengapa KRR menjadi isu penting adalah sebagai

berikut.

1. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat

rendah. Hanya 17,1% wanita dan 10,4% laki-laki yang

mengetahui secara benar tentang masa subur dan risiko

kehamilan; remaja wanita dan laki-laki usia 15-24 tahun yang

mengetahui kemungkinan hamil dengan hanya sekali

berhubungan seks masing-masing berjumlah 55,2% dan 52%.


2. Akses pada informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi

sangat terbatas, baik dari orang tua, sekolah, maupun media

massa. Budaya “tabu” dalam pembahasan seksualitas menjadi

suatu kendala kuat dalam hal ini. Masih belum memadainya

jumlah PKPR dan minat remaja mengetahui KRR secara benar

menyebabkan akses informasi ini rendah.


3. Informasi menyesatkan yang memicu kehidupan scksualitas

remaja semakin meningkat dari berbagai media. Apabila tidak

dibarengi oleh tingginya pengetahuan yang tepat dapat memicu

perilaku scksual bebas yang tidak bertanggung jawab.


4. Kesehatan reproduksi berdampak panjang. Keputusan-

keputusan yang berkairan dengan keseharan reproduksi

mempunyai konsekuensi atau akibat jangka panjang dalam

perkembangan dan kehidupan sosial remaja. Kehamilan tidak

dinginkan (KTD) berdampak pada kesinambungan pendidikan,

20
khususnya remaja putri. Remaja tertular HIV karena hubungin

seksual tidak aman mengakhiri masa depan yang sehat dan

berkualitas.
5. Status KRR yang rendah akan merusak masa depan remaja,

seperti permikahan kehamilan, serta seksual aktif sebelum

menikah, juga terinfeksi HIV dan penyalahgunaan narkoba.


2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Menurut Elizabeth B.Hurlock, beberapa faktor yang memengaruhi

perlaku seksual pada remaja adalah sebagai berikut.


1. Faktor perkembangan yang terjadi dalam diri mereka (internal),

yaitu (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap

terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku,

kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan

reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa

percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan).


2. Faktor luar, yaitu mencakup kondisi sekolah/pendidikan formal

yang cukup berperan terhadap perkembangan remaja dalam

mencapai kedewasaannya, kontak dengan sumber-sumber

informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai

pendukung sosial untuk perilaku tertentu.


3. Faktor masyarakat yaitu adat kebiasaan, pergaulan dan

perkembangan di segala bidang khususnya teknologi yang

dicapai manusia
Dalam buku Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi

Social, faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual

remaja berupa hal-hal herikut.


1. Dorongan seksual.
2. Keadaan kesehatan tubuh

21
3. Psikis
4. Pengetahuan seksual
5. Pengalaman seksual sebelumnya.
Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin

seseorang ke arah perilaku seksual yang rasional dan

bertanggung jawab serta dapat membantu membuat

keputusan pribadi yang penting terkait seksualitas.

Sebaliknya, pengetahuan seksual yang salah dapat

mengakibatkan kesalahan presepsi tentang seksualitas

sehingga selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual

yang salah dengan segala akibatnya. Informasi yang salah

menyebabkan pengertian dan presepsi masyarakat,

khususnya remaja, tentang seks menjadi salah pula. Hal ini

diperburuk dengan adanya berbagai mitos mengenai seks

yang berkembang di masyarakat. Akhimya, semua ini

diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual yang buruk

pula, dengan segala akibat yang tidak diharapkan.


2.2.4. Pengaruh Buruk Akibat Hubungan Seks Pranikah Bagi

Remaja
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila

remaja tidak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya,

sehingga tergoda untuk melakukan hubungun seks pranikah. Hal

ini akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh

pasangan, Khususnya remaja putri, tetapi juga orang rua, keluarga,

bahkan masyarakat.
Berikut adalah akibat hubungan seks pranikah.
1. Bagi remaja

22
a. Remaja laki-laki menjadi tidak perjaka, wanita menjadi tidak

perawan.
b. Risiko tetrular penyakit menular seksual (PMS) meningkat,

seperti gonoroe, sifilis, herpes simpleks (genetalis),

klamidia, kondiloma akuminata, dan HIV/AIDS.


c. Remaja putri terancam kehamilan yang tidak diinginkan,

pengguguran kandungan yang tidak aman, infeksi organ

reproduksi, anemia, kemandulan, dan kematian karena

perdarahan atau keracunan kehamilan.


d. Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, merasa berdosa, dan

hilang harapan masa depan).


e. Kemungkinan hilang kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan dan kesempatan bekerja.


f. Melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat.
2. Bagi keluarga
a. Menimbulkan aib keluarga
b. Menambah beban ekonomi
c. Memengaruhi kejiwaan bagi anak karena adanya tekanan

(ejekan)dari masyarakat.
3. Bagi masyarakat
a. Meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas

masyarakat menurun.
b. Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi
c. Meningkatkan beban ekonomi masyarakat sehingga derajat

kesehatan masyarakat.
2.2.5. Cara Mengatasi Perilaku Seksual Remaja
Beberapa ahli berpendapat bahwa penyimpangan perilaku seksual

remaja ini dapat diatasi.


Beberapa cara untuk mengatasi perilaku seksual remaja adalah

sebagi berikut :
1. Mengikis kemiskinan, sebab kemiskinan membuat banyak

orang tua melacurkan anaknya sendiri.

23
2. Menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi, karena

ketidaktersediaan informasi yang akurat dan benar tentang

kesehatan reproduksi memaksa remaja untuk melakukan

eksplorasi sendiri, baik melalui media informasi maupun dari

teman sebaya.
3. Memperbanyak akses pelayanan kesehatan, yang diiringi

dengan sarana konseling


4. Meningkatkan partisipasi remaja dengan mengembangkan

pendidikan sebaya
5. Meninjau ulang segala peraturan yang membuka peluang

terjadinya reduksi atas perinikahan dini


6. Meminimalkan informasi tentang kebebasan seks. Dalam hal

ini media massa dan hiburan sangat berperan penting


7. Menciptakan lingkungan keluarga yang kukuh, kondusif, dan

informatif. Pandangan bahwa seks adalah hal tabu yang telah

sekian lama tertanam justru membuat remaja enggan bertanya

tentang kesehatan reprosuksinya dengan orang tuanya sendiri

(Adiningsih, 2004:2)
2.2.6. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pembinaan kesehatan reprosuksi remaja dilakukan untuk

memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan

perilaku hidup sehat bagi remaja, disamping juga untuk mengatasi

masalah yang ada. Dengan pengetahuan yang memadai dan adanya

motivasi untuk menjalani masa remaja secara sehat, para remaja

diharapkan mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat

memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan system reprosuksi

yang sehat.

24
2.2.7. Pembekalan Pengetahuan Remaja Terkait Kesehatan

Reproduksi Remaja
Beberapa hal penting yang perlu diberikan sebagai bekal bagi

remaja dalam kaitan dengan kesehatan reproduksi remaja adalah

sebagai berikut :
1. Perkembangan fisik, kejiwaan, dan kematangan seksual remaja
Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara

fisik, kejiwaan, dan kematangan seksual akan memudahkan remaja

untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang

membingungkannya. Informasi tentang menstruasi dan mimpi

basah serta tentang alat reproduksi remaja laki-laki dan wanita

perlu diperoleh setiap remaja.


Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks

hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan

berbagai macam posisi dalam berhubungan seks. Hal ini tentunya

akan membuat pada orang tua merasa khawatir. Untuk itu perlu

diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks. Pendidikan

seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan

mengubah anggapan negative tentang seks. Dengan pendidikan

seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu

yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu,

remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual

berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya.


2. Proses reproduksi yang bertanggung jawab
Manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja

perlu mengendalikan naluri seksual dan menyalurkan menjadi

25
kegiatan positif, seperti olahraga dan mengembangkan hobi yang

positif. Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukaan

setelah berkeluarga untuk melanjutkan keturunan.


3. Pergaulan yang sehat antara laki-laki dan wanita serta

kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan.


Remaja memerlukan informasi tersebut agar waspada dan

berperilaku seksual sehat dalam bergaul dengan lawan jenisnya. Di

samping itu remaja memerlukan pembekalan tentang kiat-kiat

untuk mempertahankan diri secara fisik maupun psikis serta mental

dalam menghadapi godaan, seperti ajakan untuk melakukan

hubungan seksual dan penggunaan napza.


4. Persiapan pranikah
Informasi tentang hal ini perlukan agar calon pengantin lebih siap

secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan

berkeluarga.
5. Kehamilan dan persalinan serta cara pencegahannya
Remaja perlu mendapat informasi tentang hal ini sebagai persiapan

bagi remaja laki-laki dan wanita dalam memasuki kehidupan

berkeluarga di masa depan.


2.2.8. Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks

bebas:
a. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah

melakukan seks pranikah atau seks bebas maka secara moral

pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Keluarga besar

pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban

mental yang berat.


b. Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa

mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada masa subur.

26
kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental

yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini

mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan

keturunannya.
c. Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi

merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum.

Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan Kanker Rahim.

Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena

dapat mengakibatkan kematian.


d. Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui

pasangan dan bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks

bebas dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu kali

saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang

tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa

ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.


e. Timbul rasa ketagihan.
f. Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan

spermatozoa pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh

hubungan seks. Kehamilan pada remaja sering disebabkan

ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses

kehamilan.
2.3. Konsep Keluarga
Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai suatu institusi

sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap

kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan

kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar

27
pernikahan, keturunan, atau adopsi serta tinggal bersama di rumah

tangga biasa (Zastrow, 2006). Sementara itu, keluarga juga didefinisikan

sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat

oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah

(anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut) (Burgess dan Locke

dalam Sunarti, 2006). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial

terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas

dasar hubungan perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal

bersama dalam sebuah rumah tangga.


Secara umum, keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu: (1)

keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu

ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi; (2) anggota

keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau

bangunan di bawah satu atap dalam susunan satu rumah tangga; (3)

setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan

menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri,

ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara

perempuan, dan sebagainya; (4) hubungan antar anggota keluarga

merupakan representasi upaya pemeliharaan polapola kebudayaan

bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.


2.3.1. Fungsi Keluarga
Mattessich and Hill (dalam Sarwono, 2004) menjelaskan

keluarga adalah kelompok yang didasarkan atas hubungan

kekeluargaan, tempat tinggal, ikatan emosional dan menunjukkan

28
empat ciri-ciri sistemik. Ciri-ciri tersebut yaitu saling

ketergantungan, pemberian batasan yang selektif, kemampuan

beradaptasi terhadap perubahan, mempertahankan identitas

sepanjang waktu. Keluarga merupakan lingkungan primer hampir

setiap individu, sejak lahir sampai datang masanya untuk

meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri. Keluarga

fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu

melaksanakan fungsinya. Keluarga fungsional ditandai oleh

karakteristik :
a.) Saling memperhatikan dan mencintai
b.) Bersikap terbuka dan jujur
c.) Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya

dan menghargai pendapatnya


d.) Ada sharing masalah atau pendapat di antara anggota keluarga
e.) Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya
f.) Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
g.) Orang tua melindungi (mengayomi) anak
h.) Komunikasi antara anggota keluarga berlangsung dengan baik
i.) Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan

mewariskan nilai-nilai budaya; dan


j.) Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Yusuf,

2002).
Keluarga yang mampu berfungsi secara optimal

membantu remaja untuk menyalurkan dorongan seksualnya

dengan cara yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku,

serta menyalurkan energi psikis secara produktif.


2.3.2. Pencegahan Seks Bebas Dalam Keluarga
Pencegahan seks bebas dalam keluarga antara lain :
1.) Keluarga harus mengerti tentang permasalahan seks, sebelum

menjelaskan kepada anak-anak mereka.

29
2.) Seorang ayah mengarahkan anak laki-laki, dan seorang ibu

mengarahkan anak perempuan dalam menjelaskan masalah

seks.
3.) Jangan menjelaskan masalah seks kepada anak laki-laki dan

perempuan di ruang yang sama.


4.) Hindari hal-hal yang berbau porno saat menjelaskan masalah

seks, gunakan kata-kata yang sopan.


5.) Meyakinkan kepada anak-anak bahnwa teman-teman mereka

adalah teman yang baik.


6.) Memberikan perhatian kemampuan anak di bidang olahraga

dan menyibukkan mereka dengan berbagai aktivitas.


7.) Tanamkan etika memelihara diri dari perbuatan-perbuatan

maksiat karena itu merupakan sesuata yang paling berharga.


8.) Membangun sikap saling percaya antara orang tua dan anak

2.3.3. Peran Orangtua Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja


Peranan orang tua dalam mencegah dan mengatasi kenakalan

remaja dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Orang tua berperan sebagai teman
Disini orang tua harus bisa berperan sebagai teman, orang

harus selalu ada disisi mereka, entah selalu bertanya tentang

keseharian remaja tersebut dan dapat senantiasa memberi solusi

dalam kesulitan dan menghibur dikala sedih. Dengan hadirnya

orang tua sebagai teman maka membuat remaja merasa tenang

dan merasa bahagia walaupun ada-ada saja masalah yang

timbul sehingga dengan hadirnya orang tua sebagai teman

dapat mencegah timbulnya kenakalan remaja yang dipicu oleh

konflik konflik atau masalah-masalah sosial yang timbul baik

30
dari dirinya sendiri ataupun dari lingkungan sosial di sekitar

mereka.
2. Orang tua berperan sebagai pendidik.
Tidak hanya diberikan pendidikan melalui lembaga-lembaga

formal seperti sekolah. Dalam menghadapi masalah kenakalan

remaja orang tua juga harus memberikan pendidikan melalui

dalam rumah tangga seperti memberikan masukan berupa

siraman-siraman rohani.
3. Orang tua sebagai pemantau
Orang tua sebagai pemantau dari sikap remaja dapat mengatasi

kenakalan remaja. Contoh: Si A selalu minum-minuman keras

cap tikus, setelah dapat pantauan orang tuanya maka si A takut

dalam meminum –minuman keras lagi.


4. Orang tua sebagai pengawas
Memang sudah menjadi kewajiban orang tua agar dapat

mencegah kenakalan remaja. Contoh: sebelum di awasi si A

selalu meminum-minuman keras cap tikus. Tetapi setelah

orangtuanya tau dan mengawasinya, maka si A tidak lagi

melakukan hal tersebut.


5. Orang tua berperan sebagai pendorong.
Setelah melakukan kenakalan, remaja tersebut masih bisa

direhabilitasi dengan cara orang tua memberikan dorongan

terus menerus kepada remaja agar kembali ke jalan yang benar,

namun tidak boleh dengan kekerasan atau paksaan melainkan

dengan cara lembah-lembut. Namun apabila belum melakukan

kenakalan, orang tua juga harus tetap memberikan dorongan

31
dan motivasi agar remaja tersebut tetap berada dalam keadaan

yang baik dan tidak melakukan kenakalan.

2.4. Peran Tenaga Kesehatan


2.4.1. Program Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR)
Hattake, 2013 menyatakan bahwa PKPR memiliki beberapa

jenis kegiatan diantaranya adalah :


Skema standar pelayanan PKPR menurut Hattake 2013 :
1. Pemberian informasi dan edukasi
2. Pelayanan rujukan
3. Pelatihan pendidik dan konselor sebaya
4. Pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS)
5. Konseling
6. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjan

dan rujukan.
2.4.2. Pengertian Pendidikan Seksual Dalam Kesehatan
Pendidikan seksual adalah salah satu pelayanan kesehatan

reproduksi remaja dalam PKPR sasaran pendidikan seks ini adalah

kelompok, sehinga biasanya dilakukan dalam sekolah. Pendidikan

adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau

sekolompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan latihan, proses, pembuatan dan cara

mendidik. Drs. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

perembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya

kepribadian utama.
Secara umum, dapat didefenisikan bahwa pendidikan adalah

suatu usaha yang disengaja yang dilakukan dengan sadar untuk

membimbing dan mengembangkan kepribadian anak dalam raga

32
mempersiapkan mereka menjadi anggota di masyarakatnya dengan

kepribadian yang matang. Dari beberapa defenis tersebut dapat

diambil kesimpulan bahwa suatu usaha sadar untuk menyiapkan

dan membentuk manusia-manusia dewasa yang dapat

menjalankankehidupan yang bahagia, dapat mempergunakan

fungsi seks nya serta bertanggung jawab, baik dari segi individu

dalam sosial maupun agama.


2.4.3. Materi Pendidikan Seks
Materi secara umum berarti isi dari sesuatu atau bahan.

Adapun yang dimaksud dengan materi pendidikan seks adalah

bahan yang harus disampaikan kepada seseorang atau sekelompok

orang dalam usaha membimbing dan mengarahkan perkembangan

seksualnya agar ia terbebas dari manipulasi di bidang seks dan

dapat bertanggungjawab terhadap seksualitasnya.


Materi pendidikan seks yang diberikan kepada anak

meliputi:
1. Etika seksual baik ditinjau dari segia agama maupun sosial.
2. Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi alat kelamin serta

proses reproduksi pada manusia.


3. Penanaman kesadaran peran sosial anak laki-laki dan

perempuan.
4. Perkembangan manusia proses reproduki dan kontrasepsi.
5. Perilaku seksual yang sehat dan yang menyimpang.
Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang

dan rujukan adalah konseling, penjabaran konselin adalah :


1. Pengertian
Konseling adalah Suatu hubungan saling membantu

antara dua orang: konselor dan klien (dalam situasi saling tatap

33
muka) memutuskan bekerja sama dalam upaya membantu klien

menolong dirinya sendiri untuk :

a. Menyelesaikan masalah-masalah tertentu dalam hidupnya

b. Lebih dapat mengerti dirinya

c. Lebih dapat menyesuaikan dirinya

Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang

dilakukan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu

keputusan atau memecahkan perasaan yang terlibat didalamnya

dengan didasari saling menghormati dan saling menghargai.


2. Ciri-Ciri Konseling
a. Interaksi dinamis yang bersifat langsung dan timbal balik.
b. Menghargai kemampuan dan potensi yang ada pada klien.
c. Berorientasi pada pemecahan masalah, mendorong

perubahan prilaku dan pemenuhan kebutuhan klien


d. Bersifat pribadi namun professional
3. Tujuan konseling
a. Memberikan keterampilan, pengetahuan dan jangkauan

kepada berbagai sumber daya.


b. Membantu klien menanggapi masalah-masalah dalam

kehidupan klien
4. Proses konseling
a. Sebaiknya jangan hanya diberikan sekali, sebenarnya

merupakan proses jangka panjang


b. Konseling dapat diberikan secara individual,maupun

kelompok
c. Memakai pendekatan humanistik, yaitu individu

mempunyai kebebasan untuk memilih / menentukan yang

dianggapnya terbaik bagi dirinya sendiri

34
PKHS merupakan kemampuan psikologis seseorang

untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah dalam

kehidupan sehari-hari secara efektif. PKHS dapat diberikan

secara berkelompok seperti disekolah, puskesmas, rumah

singgah, sanggar, dll. Kompetensi psikososial (PKHS)

memiliki 10 aspek yaitu :


a. Pengambilan keputusan
b. Pemecahan masalah
c. Berfikir kreatif
d. Berfikir kritis
e. Komunikasi efektif
f. Hubungan interpersonal
g. Kesadaran diri
h. Empati
i. Mengendalikan emosi
j. Mengatasi stress
5. Pelatihan pendidik dan konselor sebaya
Keuntungan melatih remaja menjadi kader kesehatan

remaja ( pendidik sebaya ) yaitu pendidik sebaya akan berperan

sebagai agen perubah sebayanya untuk berprilaku sehat,

sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai

kelompok yang siap membantu dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya dapat

diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam

keterampilan interpersonal relationship dan konseling sehingga

dapat berperan sebagai konselor remaja.


6. Pelayanan rujukan
Sesuai kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari

pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus ke

pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga

35
diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada

lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna

napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar

mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi

mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum

kadang diperlukan untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus

tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus.

Tentu saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar

institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR

dimulai.

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan lawan

jenis yang belum sah atau belum menikah tanpa tujuan tertentu dan

hanya untuk kesenangan belaka. Faktor yang mempengaruhi

adanya seks bebas adalah pengaruh dari dalam, pengaruh budaya

36
asing, pengaruh lingkungan, teman, ekonomi, lemahnya keimanan.

Faktor yang paling mempengaruhi atau yang paling dominan

adanya seks bebas yaitu pengaruh dari dalam, karena pengaruh dari

dalam itu merupakan pengaruh yang datang dari dalam jiwa remaja

tersebut dalam mencari jati dirinya sendiri. Kalau remaja tersebut

memiliki niatan yang baik maka mereka tidak akan terjerumus

dalam seks bebas tetapi kalau remaja tersebut mempunyai niatan

yang buruk maka secara otomatis remaja tersebut akan terjerumus

ke dalam perbuatan seks bebas.


Keluarga merupakan pilihan yang tepat untuk

membicarakan masalah yang dihadapi anaknya sehubungan dengan

pertumbuhan dan perkembangannya. orang tua mempunyai peran

yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup

anaknya dengan cara mengarahkan dan membimbing sikap dan

perilakunya, mengenal kepribadian dan watak anak, mampu

menciptakan suasana yang menyenangkan dalam membina

hubungan yang akrab antara orang tua dan anak. untuk itu orang

tua dituntut harus dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan

baik sehingga anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak

diinginkan.

Program PKPR merupakan pelayanan untuk membantu

remaja memiliki status kesehatan reproduksi yang baik melalui

pemberian informasi, pelayanan konseling, dan pendidikan

keterampilan hidup. Pada program inilah kita sebagai tenaga

37
kesehatan bisa ikut serta mencegah seks bebas pranikah pada

remaja, sehingga bisa meningkatkan kesehatan reproduksi pada

remaja.

Peran keluarga atau orang tua juga bagi perlindungan

remaja terhadap pergaulan bebas, karena orang tua merupakan

orang pertama yang mendidik anaknya dari mulai dini hingga

dewasa. jadi orang tua berhak memberikan perlindungan terhadap

anaknya dengan cara mendidik dengan pendidikan yang baik dan

mengarahkan anak agar tidak terjerumus pergaulan bebas dan anak

tersebut mengetahui dampak buruk yang akan di alaminya apabila

ia terjerumus dalam pergaulan bebas. peran orang tua sangat besar

pengaruhnya bagi perkembangan anak remajanya. Jika orang tua

selalu memaksakan kehendaknya, maka anak remaja akan

kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dirinya sendiri

secara dewasa.

3.2. Saran
Masa remaja merupakan masa mencari jati diri sekaligus

sebagai generasi penerus bangsa, oleh sebab itu perkembangan

zaman yang ada saat ini dengan proses berkembangnya remaja

harus dipantau dengan baik, karena dalam era saat ini banyak

pengaruh – pengaruh yang kurang baik terhadap kehidupan

mereka. Maka, peran keluarga sangatlah penting dalam memantau

tumbuh kembang remaja terutama peran orang tua dalam mendidik

38
mereka. Dibutuhkan cara yang halus dalam mendidiknya seperti

saling berkomunikasi dengan baik tentang hal-hal apa saja yang

sudah dilakukan mereka diluar rumah, remaja tidak bisa di didik

dengan cara otoriter karena dalam masa ini remaja akan semakin

melanggar aturan-aturan yang ada dan mencoba mencari jawaban

dari rasa keingintahuan mereka yang tinggi.

Daftar Pustaka

Haryani, D., et. all. 2015. Peran Orang Tua Berhubungan dengan Perilaku

Seksual Pra Nikah Remaja di SMKN 1 Sedayu. Jurnal Ners dan Kebidanan

Indonesia. Vol. 03, No. 03.

Irawati dan Prihyugiarto, I. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Terhadap Perilaku Seksual Pria Nikah Pada Remaja Di Indonesia. Jakarta:

BKKBN.

Kumalasari, I & Andhyantoro, I. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa

Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

39
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak & Badan Pusat

Statistik. 2016. Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. Jakarta: CV

Lintas Khatulistiwa.

Meilan, Nessi.dkk. 2018. Kesehatan Reproduksi Remaja : Implementasi PKPR

Dalam Teman Sebaya. Malang : Wineka Media.

Putro, K. 2017. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Remaja. Jurnal

Aplikasi Ilmu-ilmu Agama. Vol. 17, No. 01.

Triningsih, R., et. all. 2015. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Praktik

Seks Pranikah pada Remaja di SMA Dekat Lokalisasi di Wilayah

Kabupaten Malang. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 10, No. 02.

Novianti, R., et. all. Komunikasi, Informasi Dan Edukasi (KIE) Meningkatkan

Pengetahuan Tentang Pencegahan Perilaku Seksual Pranikah Pada

Remaja. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan. Vol. 08, No. 01.

Putra, I., et. all. Hubungan Antara Peran Keluarga Dengan Perilaku Seksual

Pranikah Pada Remaja SMA/Sederajat Di Wilayah Kerja Puskesmas

Sukawati I. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana.

40

Anda mungkin juga menyukai