Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

Pendidikan dan Promosi Kesehatan Pada


Kelompok Usia Remaja
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah promosi kesehatan
Dosen Pembimbing: Elida Ulfiana, S.Kep. Ns, M.Kep.

Disusun Oleh:
Kelompok 3 A3 2018

Erlina Nurhayati 131811133051


Alifianti Khoirul Wardah 131811133090
Rizky Bagoes Alfian 131811133091
Amalia Niswah Qonita K. 131811133092
Fadhilah Anggraini 131811133093
Alfiansyah Noor Muhammad 131811133093
Nanda Farhana Auliasani 131811133102
Nisa Anindya Nismara 131811133137
Noor Aini Imama A 131811133138
Fhauzhy Yosshy Pratama 131811133148
Hana Tashya Agatha P. 131811133152
Nadira Emillita Muslimah 131811133153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
23
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Promosi Kesehatan Pada Kelompok Usia Remaja (Metode: Role Play)” dengan tepat waktu.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Pendidikan dan Promosi Kesehatan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Selanjutnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
membantu baik moril maupun materil dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada Ibu
Elida Ulfiana, S.Kep. Ns, M.Kep. selaku fasilitator pada mata kuliah Pendidikan dan Promosi
Kesehatan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
baik pada penulisan maupun isi dalam makalah ini. Untuk itu, penulis mengharapkan adanya
kitik dan saran dari semua pihak sebagai penyempurna makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Surabaya, 13 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................... 3
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Konsep Promosi Kesehatan ................................................................ 4
2.1.1 Definisi Promosi Kesehatan ...................................................... 4
2.1.2 Tujuan Promosi Kesehatan ........................................................ 4
2.1.3 Fungsi Promosi Kesehatan ........................................................ 5
2.1.4 Sasaran Promosi Kesehatan........................................................5
2.1.5 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan .......................................... 6
2.1.6 Strategi Promosi Kesehatan........................................................6
2.1.7 Jenis Metode Promosi Kesehatan .............................................. 7
2.2. Konsep Promosi Kesehatan Pada Remaja ........................................ 12
2.2.1 Definisi Remaja .................................................................... 12
2.2.2 Batasan Usia Kelompok ....................................................... 13
2.2.3 Tugas Perkembangan Masa Remaja..................................... 13
2.2.4 Ciri-Ciri Remaja ................................................................... 13
2.2.5 Tahapan Remaja ................................................................... 14
2.2.6 Masalah Kesehatan yang Sering Muncul pada Remaja ........ 15
2.2.7 Lingkup Promosi Kesehatan pada Usia Remaja……………17
2.2.8 Metode Promosi Kesehatan Pada Remaja …………………20
2.2.9 Metode Role Play…………………………………………. 23

BAB III Perencanaan Promosi Kesehatan pada Kelompok Remaja


3.1 Kasus .................................................................................................... 26
3.2 Lampiran 1. SAP Kegiatan .................................................................. 29

BAB IV Kesimpulan ....................................................................................... 27


Daftar Pustaka ................................................................................................ 28
iii
`BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun (WHO). Masa remaja
merupakan masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik,
psikologis, maupun intelektual. Sifat keingintahuan yang besar, menyukai petualangan, dan
cenderung berani menanggung banyak resiko tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang.
Apabila keputusan yang diambil tidak tepat remaja dapat menghadapi konflik dan jatuh dalam
perilaku cenderung berisiko serta harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang
dalam berbagai masalah kesehatan fisik maupun psikososial (Kemenkes RI).

Remaja menghadapi masalah yang kompleks meskipun selama ini diasumsikan sebagai
kelompok yang sehat. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan bahwa perilaku konsumsi minuman beralkohol cukup tinggi dikalangan remaja
remaja laki-laki usia 15 – 24 tahun (15.6%) untuk pernah minum akohol kadang-kadang,
dimana angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional RISKESDAS 2007
yaitu sebesar 5.5% (Badan Litbangkes, 2007). Kesehatan reproduksi juga masih merupakan
salah satu masalah kesehatan di usia remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Suwandono, dkk
di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, menunjukkan bahwa 65% orang tua remaja, 83.3%
guru sekolah, dan 77.3% remaja mempunyai pengetahuan yang kurang, dalam hal
perkembangan reproduksi remaja, perubahan psikologis dan emosional remaja, penyakit
menular seksual dan abortus. Masalah kesehatan lain yang juga dialami remaja dan sudah
umum terlihat di masyarakat adalah merokok.

Data dari survei tembakau pada anak sekolah usia 13 – 15 tahun Global Youth Tobacco
Survey (GYTS) yang dilakukan di 50 sekolah menunjukkan prevalensi pelajar yang pernah
merokok sebesar 33%, sedangkan prevalensi perokok saat ini (perokok tiap hari dan kadang-
kadang) diantara pelajar adalah 22% (Kemenkes RI, 2004). Data dari Susenas 2001
menunjukkan bahwa persentase merokok pada usia 10 tahun ke atas di Jawa Barat adalah
sebesar 31%, dimana angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional (27.7%).
Masih dari hasil Susenas 2001, persentase usia mulai merokok tertinggi di Jawa Barat adalah
pada kelompok usia 15 – 19 tahun (62.9%), sedangkan persentase untuk usia mulai merokok
lebih muda, 10 – 14 tahun adalah 5.6%. Sementara data dari GYTS tahun 2009 menunjukkan
proporsi pernah merokok pada laki-laki usia 13 -15 tahun adalah sebesar 57.8% di populasi

1
anak sekolah di Jawa dan Sumatra. Faktor risiko perilaku lainnya yang juga berperan dalam
status kesehatan usia remaja adalah pemakaian obat-obatan terlarang atau penyalahgunaan zat
dan konsumsi minumanberalkohol. Penyalahgunaan obat terlarang masih merupakan salah satu
masalah remaja di Indonesia, yang diketahui erat kaitannya dengan masalah sosial seperti
kejahatan, pengangguran, kesehatan, dan juga masalah ekonomi. Penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Jakarta, selama bulan Oktober dan Desember 2000 | 5
menunjukkan bahwa psikopatologi mempunyai hubungan yang bermakna dengan keparahan
penggunaan zat diantara remaja (Gerald, 2001).

Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di atas merupakan
hasil akhir dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang
dianut, serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang turut memengaruhi (IDAI, 2013). Faktor
yang menyebabkan munculnya perilaku berisiko pada remaja menurut Kumpfer Alvarado
antara lain yaitu kurangnya sosialasi dari orang tua, lemahnya pengawasan, kemiskinan,
perbedaan budaya, faktor lingkungan, dan teman sebaya. Hasil survei yang dilakukan WHO di
beberapa negara memperlihatkan adanya informasi yang baik dan benar, dapat menurunkan
permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja. Sementara informasi mengenai pemeliharaan
kesehatan remaja secara benar dan masih sangat kurang. Penanganan masalah remaja
dilakukan melalui kerjasama multi-sektoral dan multidimensional, dengan intervensi pada
aspek preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif yang komprehensif. Program kesehatan
remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak satu dekade yang lalu. Selama lebih dari
10 tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa penyuluhan
dan diskusi dengan remaja tentang masalah kesehatan. Makalah ini akan dibahas lebih detail
mengenai promosi kesehatan pada kelompok remaja sebagai salah satu upaya preventif dan
promotif.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1Bagaimana metode promosi kesehatan yang efektif dalam kelompok remaja?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada remaja
1.3.2 Mengetahui asuhan keperawatan pada kelompok remaja
1.3.3 Mengetahui promosi kesehatan pada remaja dengan kasus merokok

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Promosi Kesehatan


2.1.1 Definisi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Promosi Kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga
mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yaitu kemauan dan kemampuan.
Sehingga tujuan dari Promosi Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan,
yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Piagam Ottawa, 1986
dalam Susilowati, 2016).
2.1.2 Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan promosi kesehatan yang utama adalah memberikan informasi yang pada
tingkatan lebih lanjut dapat memicu kesadaran masyarakat mengenai program atau
gerakan yang tengah dicanangkan oleh pemerintah. Direktorat Promosi
Kesehatan menjadi bagian yang secara khusus membawahi segala
aktivitas promkes atau promosi kesehatan yang ditujukan bagi masyarakat luas.
(Kemenkes RI, 2011)
Menurut Green (1991) dalam Maulana (2009), tujuan promosi kesehatan terdiri
dari tiga tingkatan, yaitu :
a. Tujuan Program
Refleksi dari fase sosial dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang akan
dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan
program ini juga disebut tujuan jangka panjang, contohnya mortalitas akibat
kecelakaan kerja pada pekerja menurun 50 % setelah promosi kesehatan berjalan lima
tahun.
b. Tujuan Pendidikan

3
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan ini
merupakan tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan angka kunjungan ke klinik
perusahaan meningkat 75% setelah promosi kesehatan berjalan tiga tahun.
c. Tujuan Perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan. Tujuan ini
bersifat jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan,
contohnya: pengetahuan pekerja tentang tanda-tanda bahaya di tempat kerja
meningkat 60% setelah promosi kesehatan berjalan 6 bulan
2.1.3 Fungsi Promosi Kesehatan
Program promosi kesehatan juga memiliki fungsi sebagai penyaring informasi
langsung dari tingkat masyarakat. Kegiatan promosi yang berlangsung di tingkat
masyarakat dapat menjadi sebuah media efektif untuk mengumpulkan data dan informasi
yang kemudian dapat diolah, dianalisis dan digunakan sebagai informasi penunjang
untuk merancang perencanaan dan pelaksanaan berbagai macam program promosi
kesehatan selanjutnya.
Tugas penting lain dari aktivitas promosi kesehatan adalah menjadi pembimbing
dan pengendali teknis kegiatan promosi kesehatan. Promosi ini dapat berupa kegiatan
lintas program, lintas sektoral ataupun melibatkan berbagai elemen masyarakat, instansi
pemerintah ataupun instansi swasta.
2.1.4 Sasaran Promosi Kesehatan
Pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 jenis sasaran, yaitu :
a. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak
sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
b. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya
petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan
dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan
PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara berperan
sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
c. Sasaran Tersier

4
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan
serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka
diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara : Memberlakukan kebijakan/ peraturan
perundang-undangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan
mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat Membantu menyediakan
sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat terciptanya PHBS
di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta
masyarakat luas pada umumnya.
2.1.5 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Menurut Keleher, dkk, (2007) terdapat 10 area tindakan promosi kesehatan,
meliputi:
a. Membangun kebijakan kesehatan publik
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
c. Memberdayakan masyarakat
d. Mengembangkan kemampuan personal
e. Berorientasi pada layanan kesehatan
f. Promote social responbility of health
g. Meningkatkan investasi kesehatan dan ketidakadilan social
h. Meningkatkan konsolidasi dan memperluas kerjasama untuk kesehatan
i. Meningkatkan kemampuan masyarakat.
j. Infrastuktur yang kuat untuk promosi kesehatan
2.1.6 Strategi Promosi Kesehatan
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, yang didukung oleh bina
suasana dan advokasi, serta dilandasi oleh semangat kemitraan.
a. Pemberdayaan, adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikkan PHBS.
b. Bina suasana, adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi PHBS dan melestarikannya.

5
c. Advokasi, adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang
diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi
maupun non materi.
d. Kemitraan, kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan.
Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau
instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau
tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain.
2.1.7 Jenis Metode Promosi Kesehatan
Tersedia banyak metode untuk menyampaikan informasi dalam pelaksanaan
promosi kesehatan. Pemilihan metode dalam pelaksanaan promosi kesehatan harus
dipertimbangkan secara cermat dengan memperhatikan materi atau informasi yang akan
disampaikan, keadaan sasaran/penerima informasi (termasuk sosial budaya), dan hal-hal
lain yang merupakan lingkungan komunikasi seperti ruang dan waktu. Masing-masing
metode memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga penggunaan gabungan beberapa
metode sering dilakukan untuk memaksimalkan hasil.
Suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan
kesehatan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu
metode. Metode harus berbeda antara sasaran massa, kelompok atau sasaran individual.
Berikut metode yang sering digunakan dalam promosi kesehatan:
1) Metode Individual (Perorangan)
Dalam pendidikan kesehatan, metode yang bersifat individual ini digunakan
untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik
kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya, seorang ibu yang baru saja
menjadi akseptor atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi
Tetanus Toxoid (TT) karena baru saja memperoleh/ mendengarkan penyuluhan
kesehatan. Pendekatan yang digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor lestari atau
ibu hamil segera minta imunisasi, ia harus didekati secara perorangan. Perorangan
disini tidak berarti harus hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi mungkin
juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut. Dasar digunakannya pendekatan
individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda
sehubungan dengan penerimaaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan
mengetahui dengan tepat bagaimana cara membantunya maka perlu menggunakan
bentuk pendekatan (metode) berikut ini, yaitu:

6
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)
Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang
dihadapi oleh klien dapat digali dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan
dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima
perilaku tersebut (mengubah perilaku).
b. Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk mengetahui apakah klien
memiliki kesadaran dan pengertian yang kuat tentang informasi yang diberikan
(perubahan perilaku yang diharapkan), juga untuk menggali informasi mengapa ia
tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan
yang disampaikan. Jika belum berubah, maka perlu penyuluhan yang lebih
mendalam lagi.
2) Metode Kelompok
Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran
serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya
akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pada
besarnya sasaran pendidikan.
A. Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih
dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah
dan seminar.
a) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran pendidikan tinggi maupun rendah. Merupakan
metode dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan. Metode
ini mudah dilaksanakan tetapi penerima informasi menjadi pasif dan kegiatan
menjadi membosankan jika terlalu lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan metoda ceramah:
 Persiapan: Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai
materi apa yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus
mempersiapkan diri.
- Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau
disusun dalam diagram atau skema.

7
- Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat,
slide, transparan, sound system, dan sebagainya.
 Pelaksanaan: Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila
penceramah dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai
sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut:
- Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap raguragu
dan gelisah.
- Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
- Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah.
- Berdiri di depan (di pertengahan), seyogianya tidak duduk.
- Menggunakan alat-alat bantu lihat-dengar (AVA) semaksimal mungkin.
b) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk pendidikan formal menengah ke atas. Seminar
adalah suatu penyajian (presentasi) dari seorang ahli atau beberapa orang ahli
tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di
masyarakat.
B. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok
kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain:
a. Diskusi Kelompok
Metode yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi dan
penerima informasi, biasanya untuk mengatasi masalah. Metode ini
mendorong penerima informasi berpikir kritis, mengekspresikan
pendapatnya secara bebas, menyumbangkan pikirannya untuk
memecahkan masalah bersama, mengambil satu alternatif jawaban atau
beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan
pertimbangan yang seksama.
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur
sedemikian rupa sehingga mereka dapt berhadap-hadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi
empat. Pimpinan diskusi juga duduk di antara peserta sehingga tidak
menimbulkan kesan yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus

8
merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap anggota kelompok
mempunyai kebebasan/ keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.
Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan
pancingan-pancingan yang dapat berupa pertanyaan-petanyaan atau
kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang
hidup maka pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur
sedemikian rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara,
sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
 Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
 Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
 Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
 Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.
(Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
b. Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok, yang
diawali dengan pemberian kasus atau pemicu untuk menstimulasi
tanggapan dari peserta. Prinsipnya sama dengan metode diskusi
kelompok. Bedanya, pada permulaan pemimpin kelompok memancing
dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau
tanggapan (curah pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut
ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua
peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa
pun. Baru setelah semua anggota dikeluarkan pendapatnya, tiap anggota
dapat mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
c. Bola Salju (Snow Balling)
Metode dimana kesepakatan akan didapat dari pemecahan menjadi
kelompok yang lebih kecil, kemudian bergabung dengan kelompok yang
lebih besar. Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2
orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah
lebih kurang 5 menit maka tiap 2pasang bergabung menjadi satu. Mereka
tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya.
Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung

9
lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya sehingga akhirnya
akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.
d. Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz
group) yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak
sama dengan kelompok lain, Masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut, Selanjutnya hasil dan tiap kelompok didiskusikan
kembali dan dicari kesimpulannya.
e. Role Play (Memainkan Peranan)
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai
dokter Puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dan sebagainya,
sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat.
Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi atau
berkomunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas. 6) Permainan
Simulasi (Simulation Game) Metode ini merupakan gabungan antara role
play dengan diakusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam
beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli, dengan menggunakan
dadu, gaco (petunjuk arah), selain beberan atau papan main. Beberapa
orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber.
3) Metode Massa
Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk mengkomunikasikan
pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau
publik. Dengan demikian cara yang paling tepat adalah pendekatan massa.
Oleh karena sasaran promosi ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness (kesadaran)
masyarakat terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada
perubahan perilaku. Namun demikian, bila kemudian dapat berpengaruh terhadap
perubahan perilaku juga merupakan hal yang wajar. Pada umumnya bentuk
pendekatan (metode) massa ini tidak langsung. Biasanya dengan menggunakan atau

10
melalui media massa. Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa
ini, antara lain:
a. Ceramah umum (public speaking)
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional, Menteri
Kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat untuk
menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu
bentuk pendekatan massa.
b. Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV
maupun radio, pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan adalah juga merupakan pendekatan
pendidikan kesehatan massa.
d. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab atau konsultasi tentang kesehatan adalah merupakan bentuk pendekatan
promosi kesehatan massa.
e. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya juga
merupakan bentuk promosi kesehatan massa. Contoh : billboard Ayo ke Posyandu
2.2 Konsep Remaja
2.2.1 Definisi
Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia,
menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003). Masa remaja
merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa
perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Masa remaja dimulai
dari usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya
kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu
masa menjelang dewasa muda. (Soetjiningsih, 2004).
2.2.2 Batasan Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua
akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja
awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa
remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17
tahun.Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan

11
pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada perempuan
yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010).

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes
RI adalah antara 10 samapi 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10
sampai 19 tahun (Widyastuti dkk, 2009). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
bahwa usia remaja pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan dengan usia remaja
pada laki-laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa remaja yang lebih panjang
dibandingkan dengan laki-laki.

2.2.3 Tugas Perkembangan Masa Remaja


Ali & Asrori (2006) tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai
kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Menurut Havighurst (Hurlock, 1990), tugas perkembagan remaja meliputi:

1) Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda
jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat.
2) Mencapai peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin, selaras dengan tuntutan sosial
dan kultural masyarakatnya.
3) Menerima kesatuan organ-organ tubuh/ keadaan fisiknya sebagai pria/wanita dan
menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing
4) Menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di
tengah-tengah masyarakatnya.
5) Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan
mulai menjadi “diri sendiri”.
6) Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan dan profesi) tertentu dalam bidang
kehidupan ekonomi.
7) Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
8) Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan
mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.
2.2.4 Ciri-Ciri Remaja
Menurut Soerjono Soekanto (1990:52), ciri-ciri remaja apabila dilihat dari sudut
kepribadian sebagai berikut:

12
1) Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki atau wanita
tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, sehingga
perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai salah satu kebanggaan.
2) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih
matang kepribadiannya. Kadang-kadang diharapkan bahwa interaksi sosial itu
mengakibatkan masyarakat menganggap remaja sudah dewasa.
3) Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa
walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum matang.
4) Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomi maupun
politik dengan mengutamakan kebebasan dari pengawasan yang terlalu ketat oleh
orang tua atau sekolah.
5) Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk mendapatkan
identitas.
6) Mengingatkan sistem kaidah atau nilai yang serasi dan kebutuhan atau keinginannya,
yang tidak selalu sama dengan kaidah dan nilai yang dianut oleh seseorang dewasa.
2.2.5 Tahapan Remaja
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan
seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut:
1) Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 11–13 tahun. Dengan ciri khas :
ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya.
2) Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14–16 tahun. Dengan ciri khas
: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang seksual,
mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3) Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17–20 tahun. Dengan ciri khas : mampu
berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang
jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Terdapat ciri yang pasti dari pertumbuhan somatik pada remaja, yaitu
peningkatan massa tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan, perubahan biokimia,
yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan walaupun
polanya berbeda. Selain itu terdapat kekhususan (sex specific), seperti pertumbuhan

13
payudara pada remaja perempuan dan rambut muka (kumis, jenggot) pada remaja laki-
laki.

2.2.6 Tahap Masalah Kesehatan yang Sering Muncul pada Remaja


Terdapat beberapa masalah yang sering dialami oleh remaja, antara lain:
1) Masalah emosi pribadi
Pada saat pubertas, terjadi perubahan emosi yang signifikan. Remaja biasanya
menunjukkan emosi yang kuat dan terkadang naik turun sehingga sering
menimbulkan konflik. Pubertas sangat sensitif terhadap emosi dan terkadang mereka
sering menyalahartikan ekspresi atau bahasa tubuh seseorang. Kemudian, remaja juga
lebih sadar diri. Mereka mulai memperhatikan penampilan dibandingkan setelah
mereka dewasa.
Masalah yang terjadi pada perubahan emosi, biasanya adalah konflik yang dapat
terjadi di keluarga, lingkungan sekolah atau teman. Orang tua terkadang kesulitan
berkomunikasi dengan anaknya karena adanya pemahaman yang berbeda antara
keduanya. Belum lagi akibat keinginan orang tua yang terlalu tinggi terhadap anaknya.
Semua itu akan menyebabkan anak merasa tidak didukung dan diperhatikan oleh
orang tuanya.
Masalah emosi lain yang sering timbul adalah emosi dengan lawan jenis. Pada
saat pubertas, remaja mulai tertarik dengan lawan jenis. Mereka sudah mulai melihat
lawan jenis dengan penglihatan berbeda. Dengan matangnya organ-organ seksual
pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual.
Masalah tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana
mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan
mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya
berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual,
kehamilan dan aborsi, dan sebagainya.
2) Masalah perilaku
Pada saat pubertas terjadi perubahan perilaku pada remaja. Remaja mencari
cara untuk menemukan jati dirinya. Perilaku negatif sering ditemukan pada remaja
yang mengalami pubertas. Perilaku agresif seperti berkelahi, mencuri, mengganggu
(bullying) temannya merupakan contoh masalah perilaku negatif pada remaja saat ini.
3) Masalah kesehatan reproduksi

14
Remaja mengalami perubahan seks sekunder yang tampak dari perubahan fisik
mereka. Remaja laki-laki sudah bertambah tingginya, pertumbuhan jakun dan bulu
rambut yang muncul, serta pengalaman mereka mengalami mimpi basah merupakan
tanda dari munculnya seks sekunder. Pada remaja perempuan, payudara yang mulai
muncul, bentuk badan yang lebih berlekuk, dan terjadinya menstruasi. Orang tua harus
dapat menjelaskan semua perubahan ini, agar remaja menjadi tidak malu terhadap
dirinya sendiri. Pada masa pubertas, remaja harus diberi penjelasan mengenai masalah
kesehatan reproduksi dan cara mengatasinya. Perilaku seks bebas, hamil di luar nikah
dan aborsi merupakan masalah yang sering terjadi pada remaja yang tidak mengetahui
tentang kesehatan reproduksi. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan
fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering
mengakibatkan mereka kurang percaya diri.
Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran
yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok,
dan perilaku makan yang maladaptif (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih
lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya
gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson
et al).
4) Masalah sosial
Remaja mulai memperhatikan kondisi sosial lingkungan sekitarnya. Mereka
mulai merasa pentingnya teman dekat dan terdapat pengaruh teman sebayanya.
Mereka juga sangat memperhatikan kelompok main secara selektif dan kompetitif.
Konflik sosial antar teman biasanya sering terjadi. Selain itu, rasa hormat terhadap
orang tua juga mulai berkurang dan terkadang seringkali berkata kurang baik ke orang
tua.
Permasalahan penggunaan alkohol dan obat-obatan pada remaja menjadi sangat
memprihatinkan saat ini. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa
remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa
percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
5) Pubertas yang terlalu cepat atau terlambat
Pubertas yang terlalu cepat atau tanda-tanda pubertas sudah muncul sebelum
usia 8 tahun untuk anak wanita dan kurang dari 9 tahun untuk anak laki-laki lebih
sering dikenal dengan pubertas prekoks. Penyebab pasti pubertas prekoks secara pssti
belum dapat di ketahui namun dapat terjadi karena adanya gangguan organ endokrin,

15
bawaan genetik, gangguan pada otak, gangguan tumor yang menghasilkan hormon
reproduksi.
Pubertas yang terlambat adalah perkembangan pubertas pada umur yang
terlambat yaitu sewaktu remaja berumur 13 tahun pada perempuan dan 14 tahun pada
laki-laki. Pubertas terlambat biasanya disebabkan riwayat pubertas terlambat dalam
keluarga atau karena terdapat penyakit kronis yang mendasarinya. Penanganan
dengan dokter anak harus dilakukan guna memeriksa penyebab pubertas prekoks
maupun pubertas yang terlambat ini.

2.2.7 Lingkup Promosi Kesehatan pada Usia Remaja


Lingkup promosi kesehatan terhadap remaja meliputi gizi/nutrisi, sosialisasi, pendidikan
kesehatan, pergaulan, sexualitas dan kemandirian. Pembinaan remaja terutama wanitanya, tidak
hanya ditujukan semata kepada masalah gangguan kesehatan (penyakit sistem reproduksi).
Faktor perkembangan psikologis dan sosial perlu diperhatikan dalam membina kesehatan
remaja.
Remaja yang tumbuh berkembang secara biologis diikuti oleh perkembangan pskologis dan
sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat
menantang sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat
menimbulkan konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina
kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa remaja.
Bimbingan kepada remaja antara lain mencakup perkawinan yang sehat, keluarga yang sehat,
sistem reproduksi dan masalahnya, sikap dan perilaku remaja yang positif dan sebagainya.
Lingkup promosi kesehatan terhadap remaja meliputi :
1) Gizi/Nutrisi
Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses
pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial.pada masa ini terjadi kematangan seksual dan
tercapainya bentuk dewasa karena pematangan fungsi endokrin.periode adolesensia ditandai
dengan pertumbuhan yang cepat (Growth Spurt) baik tinggi badannya maupun berat
badannyapada periode ini kebutuhan gizi tinggi karena berhubungan dengan besarnya
tubuh.Kebutuhan gizi pada usia remaja seperti :
 Protein : Sumber protein hewani terdapat pada daging,ikan ,keju,sedang protein
nabati terdapat pada jenis kacang-kacangan.
 Vitamin B1,B2 dan Niasin : Diperlukan dalam metabolism energi
 Vitamin 12 : Zat gizi yang berperan dalam metabolisme asam nukleat

16
 Vitamin D :Diperlukan dalam pertumbuhan kerangka tubuh atau tulang
 Vitamin A,C,E : Dibutuhkan agar sel dan jaringan baru terpelihara dengan baik
 Kekurangan Fe/zat besi dapat di terlihat dari fisiknya seperti lemah,letih,lesu,cepat
ngantuk dan lain-lain.
2) Sosialisasi
Sosialisai pemuda dimulai dari dalam lingkungan keluarga,tetangga,sekolah,dan
organisasi umum.Pemuda sebagai permasalahan,seperti masa peralihan,kebutuhan untuk
mandiri,menyebabkan timbulnya gejolak yang macam-macam.
Faktor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi memegang peranan
penting,sebab proses sosialisasi pemuda terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan
identitasnya.Lebih-lebih pada masa peralihan atau transisi dari masa muda menjelang
dewasa,ketika sering terjadi konflik nilai,wadah pembinanya harus lebih fleksible,mampu
dan mengerti dalam membina pemuda tanpa harus mematikan jiwa mudanya yang penuh
dengan vitalitas hidup.
3) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dikalangan remaja sangat dibutuhkan dalam membibing remaja
untuk lebih memperhatikan kesehatan hidup maupun seksual.Batasan pendidikan kesehatan
meliputi:
- Perbaikan sanitasi lingkungan
- Mencegah penyakit menular
- Pendidikan kebersihan perorangan
- Pelayanan medis
4) Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu kebutuhan hidup dari manusia, sebab
manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan
hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship).
Pergaulan yang terjadi saat ini sudah sangat memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku
yang telah menyimpang dan melanggar nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Perilaku
anak muda atau remaja zaman sekarang telah jauh dari norma agama sebagi pegangan
hidup. Bentuk – Bentuk Pergaulan Bebas Dikalangan Remaja :
- Penyalahgunaan narkoba dan narkotika
- Perilaku seksual yang menyimpang dari norma – norma agama
- Pesta Miras ( minuman keras ) / mabuk – mabukan
- Merokok

17
Beberapa faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan
remaja yaitu:
a. Faktor agama dan iman.
Remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai
tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan nilai moral dan
agama. Seperti model pakaian (fasion), model pergaulan dan film-film yang begitu intensif
remaja mengadopsi kedalam gaya pergaulan hidup mereka termasuk soal hubungan seks di
luar nikah dianggap suatu kewajaran.

b. Faktor lingkungan
Seperti orangtua, teman, tetangga dan media. Kurang perhatian orangtua, kurangnya
penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat remaja dengan
gampang melakukan hubungan suami istri di luar nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada
kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi.
Seorang wanita lebih cendrung berbuat nekat (pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini.
1) Pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan.
2) Perubahan zaman.

c. Seksualitas
Pendidikan seks penting diberikan kepada remaja, baik melalui pendidikan formal
maupun informal. Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Mengingat selama ini banyak remaja yang memperoleh “pengetahuan” seksnya dari teman
sebaya, membaca buku porno, menonton film porno, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu
diupayakan adanya pendidikan seks dikalangan remaja.
Pengaruh buruk akibat terjadinya hubungan seksual pranikah pada remaja :
 Bagi remaja :
- Remaja pria menjadi tidak perjaka, dan remaja wanita tidak perawan
- Remaja puteri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran kandungan
yang tidak aman, infeksi organ-organ reproduksi, anemia, kemandulan dan kematian
karena perdarahan atau keracunan kehamilan.
- Menambah risiko tertular penyakit menular seksual (PMS)
d. Kemandirian
Kemandirian adalah hasrat/keinginan seorang remaja untuk melakukan segala sesuatu
bagi dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Dimana kemampuan seseorang untuk

18
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa harus membebani orang lain.Salah satu
tugas perkembangan bagi remaja untuk belajar dan berlatih dalam membuat
rencana,memilih alternative,membuat keputusan serta tanggung jawab atas segala sesuatu
yang dilakukannya.Kemandirian merupakan sikap otonomi dari seorang remaja yang relatif
bebas dari pengaruh,penilaian,pendapat dan keyakinan orang lain
Faktor penghambat perkembangan dalam kemandirian
1) Tidak dapat mencapai kebebasan emosional dari orang tua.
2) Pola asuhan orang tua.
3) Kurang perhatian dan bimbingan orang tua dalam menjalani tugas perkembangan yang
terkait dengan perkembangan kemandirian.
4) Kurang adanya motivasi yang kuat dari remaja itu sendiri.
Aspek-aspek kemandirian
1) Aspek emosi,aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi.
2) Aspek ekonomi,kemampuan untuk mengatur dan mengelola kebutuhan diri secara
ekonomis.
3) Aspek intelektual,kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
4) Aspek sosial,kemampuan untuk mengadakan interaksi kepada orang lain dan tidak
tergantung terhadap orang lain.
Peranan orang tua dalam membangun kemandirian anak
1) Memperlakukan anak sesuai karak teristiknya masing-masing, tidak untuk disamakan
atau disbanding-bandingkan.
2) Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam membangun komunikasi dan
hubungan spiritual yang kokoh .
3) Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan praktis,serta di berbagai sektor
kehidupan sesuaidengan kemampuan dan bakat, serta kepribadian anak.
4) Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan yang konsisten dan responbility.
2.2.8 Metode Promosi Kesehatan Pada Remaja
Promosi kesehatan pada usia remaja berarti dilakukan di sekolah. Metode promosi
kesehatan yang dilakukan di sekolah yaitu dengan bimbingan dan penyuluhan. Dengan cara ini
kontak antara siswa sekolah dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh siswa
tersebut dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya siswa tersebut akan dengan
sukarela, berdasarkan kesadaran, dengan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku).
Dalam melakukan pemberian bimbingan dan penyuluhan, tentunya diperlukan media untuk

19
mendukung penyampain yang disampaikan oleh tenaga kesehatan yang memberi penyuluhan
tersebut. Tujuannya sebagai berikut :
a) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c) Media dapat memperjelas informasi.
d) Media dapat mempermudah pengertian.
e) Media dapat mengurangi komunikasi yang verbalistis.
f) Media dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap mata.
g) Media dapat memperlancar komunikasi.
Media yang dapat digunakan pada saat melakukan bimbingan dan penyuluhan bisa berupa :
a) Benda asli.
Benda asli adalah benda yang sesungguhnya, baik hidup maupun mati. Jenis ini
merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah dan cepat dikenal serta mempunyai
bentuk atau ukuran yang tepat. Kelemahan alat peraga ini tidak selalu mudah dibawa
kemana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk dalam alat peraga, antara lain benda
sesungguhnya (tinja dikebun, lalat di atas tinja, dan lain-lain), spesimen (benda yang telah
diawetkan seperti cacing dalam botol pengawet, dan lain-lain), sampel (contoh benda
sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit, dan lain-lain).
b) Benda tiruan
Benda tiruan memiliki ukuran yang berbeda dengan benda sesungguhnya. Benda tiruan
bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan karena benda asli
mungkin digunakan (misal, ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dan lain-lain).
Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik,
dan lain-lain.
c) Gambar atau media grafis
Grafis secara umum diartikan sebagai gambar. Media grafis adalah penyajian visual
(menekankan persepsi indra penglihatan) dengan penyajian dua dimensi. Media grafis tidak
termasuk media elektronik. Termasuk dalam media grafis antara lain, poster, leaflet,
reklame, billboard, spanduk, gambar karikatur, lukisan, dan lain-lain.
d) Media elektronik.
Media elektronik yaitu suatu media bergerak, dinamis, dapat dilihat, didengar, dan
dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Contohnya televisi, radio,
film, kaset, CD, VCD, DVD, slide show, CD interaktif, dan lain-lain

20
2.2.9 Metode Role Play
Clevenger dalam Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan
suatu terminologi yang merujuk pada suatu proses pertukaran informasi yang dinamis
(Notoadmodjo, 2010). Komunikasi kesehatan adalah proses penyampaian pesan kesehatan oleh
komunikator melalui saluran/media tertentu kepada komunikan dengan tujuan untuk mendorong
perilaku manusia agar tercapai kesejahteraan sebagai kekuatan yang mengarah kepada kedaan
(status) sehat yang utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial. Komunikasi kesehatan juga
dapat didefenisikan sebagai seni dan teknik pemberitahuan, mempegaruhi dan memotivasi
penonton individu, kelembagaan dan publik tenatang isu-isu kesehatan penting. Ruang lingkup
komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit, promosi kesehatan, kebiijakan kesehatan,
bisnis perawatan kesehatan serta peningkatan kualitas hidup dan kesehatan individu dalam
masyarakat (Fatmah, 2014).
Peningkatan pengetahuan siswa SD dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut
penelitian Hamida (2012), penyuluhan gizi dengan media komik dapat meningkatkan
pengetahuan tentang keamanan makanan jajanan dibadingkan tanpa media komik. Hermina
(2010) mengungkapkan bahwa pengembangan permainan (game-play) edukasi gizi berbasis
komputer untuk murid sekolah dasar dapat meningkatkan pengetahuan siswa sekolah tentang
gizi dan kebutuhan nutrisi perhari. Pratama (2013) mengemukakan bahwa ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap Universitas Sumatera Utara 16 perubahan pengetahuan, sikap
dan perilaku tentang perilaku hidup bersih dan sehat siswa SDN 1 Mandong. Ikada (2010)
mengemukakan bahwa pemberian buku cerita bergambar berpengaruh positif terhadap
peningkatan pengetahuan gizi. Pendidikan gizi dengan media booklet juga dapat meningkatkan
pengetahuan gizi (Zulaekah, 2010). Chandra (2013) mengemukakan bahwa pendidikan gizi
dengan metode penyuluhan juga dapat meningkatkan pengetahan siswa SD.
Role play atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi
yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, peristiwa aktual atau kejadian yang akan
datang. Tujuan bermain peran dalam pendidikan adalah untuk memecahkan masalah melalui
tindakan dan peragaan. Dengan menerapkan metode bermain peran dalam pembelajaran, maka
anak-anak dapat dengan mudah menyerap pesan atau materi, selain itu anak belajar bekerja
sama, toleransi dan memahami perasaan kawannya (Zumaroh, 2012). Metode bermain peran
sangat cocok untuk kelompok kecil dengan sasaran kurang dari 15 orang (Notoadmojo, 2007).
Bermain peran dengan kelompok besar memiliki banyak hambatan dan kendala dalam
komunikasi yang akan mengganggu efektivitas komunikasi. Hal ini sesuai dengan penelitian
Puryanto (2014) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan pendidikan kesehatan tentang

21
penyalahgunaan narkoba dengan metode bermain peran terhadap tingkat pengetahuan dan sikap
siswa apabila dilaksanakan pada kelompok besar dengan jumlah sasaran 40 responden dan
dalam proses belajarnya tidak melibatkan siswa untuk memerankan atau mendemonstrasikan.
Universitas Sumatera Utara 17 Dalam penelitian Peni (2009), metode bermain peran akan
meningkatkan minat belajar dan prestasi siswa. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Haryanto
(2014) bahwa penggunaan metode bermain peran akan meningkatakan hasil belajar siswa,
sejalan dengan penelitian Oktavia (2014) dimana terjadi peningkatan hasil belajar lebih dari
75% dengan menggunakan metode bermain peran. Kartini (2010) menemukakan bahwa
penggunaan metode bermain peran efektif digunakan dalam pembelajaran IPS. Siswa tampak
lebih berminat dan antusias untuk melaksanakan belajar. Tingkat partisipasi siswa lebih baik
serta kemampuan mengemukakan pendapat dan saran juga menjadi lebih baik. Skor
pengetahuan gizi pada anak sekolah yang mendapat pendidikan gizi baik dengan metode
ceramah maupun role play mengalami peningkatan secara signifikan (p < 0,005) Wulandari
(2007). Muzdalifah (2013) disimpulkan bahwa penerapan metode role playing pada
pembelajaran fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan
kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan gizi siswa di SD Negeri 2 Boja.
Peningkatan pengetahuan akan diikuti dengan perubahan sikap dan peningkatan
perilaku. Berdasarkan penelitian Dilliani (2011), pendidikan kesehatan dengan metode role play
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap rata-rata peningkatan perilaku tentang personal
hygene antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol pada siswa kelas III di SD Pondok
I Bantul. Pada penelitian tersebut hanya dilakukan satu kali bermain pada kelompok perlakuan,
hal ini tidak sesuai dengan konsep sleeper effect yang dikemukakan oleh Brigham dalam Azwar
Universitas Sumatera Utara 18 (2005) bahwa orang masih ingat isi pesan yang disampaikan
dalam waktu 10-14 hari setelah pesan itu disampaikan.
Keunggulan metode bermain peran adalah (Supariasa, 2013):
1) Memberikan kesan yang mendalam dalam penyajian dan pemecahan masalah. 2) Mendorong
peserta untuk berfikir dan merenung lebih jauh.
3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk berperan sebagai tokoh,
Kekurangan metode bermain peran ini adalah (Supariasa, 2013):
1) Sukar mencari orang yang dapat berperan secara meyakinkan
2) Peserta dalam jumlah besar dapat mempengaruhi sikap-sikap pemain

Kegiatan ini terdapat berbagai cara untuk melaksanakannya (Zumaroh, 2012):


a) Memilih peran, yaitu anak mengadopsi atau menginginkan identitas baru dengan pilihan
sendiri.
22
b) Bermain peran terbimbing (guide role play). Dalam bermain peran terbimbing terfokus pada
fungsional dengan serangkaian tugas yang harus diselesaikan oleh siswa dalam situasi
tertentu, bermain peran bisa diadakan dengan mengaplikasikan bentuk-bentuk bahasa yang
ada di dalam dialog tersebut dalam konteks baru. Kriteria keberhasilan diukur dari efektifitas
pengajaran tugas-tugas mereka.
c) Main peran bebas. Satu keuntungan main peran bebas ini adalah siswa yang lemah
membatasi diri dengan percakapan yang sederhana sedangkan yang lebih mampu dapat lebih
berkreasi dan mencoba-coba.
Menurut Linda Campbell, ada tiga tahap bermain peran yaitu:
1) Perencanaan
a) Menentukan sasaran pendidikan yang dikehendaki.
b) Menentukan alokasi waktu.
c) Menyiapkan peralatan dan kostum
2) Latihan dan pementasan
a) Cerita.
b) Memilih dan menetapkan pemeran.
c) Latihan.
d) Pelaksanaan.
3) Evaluasi
Evaluasi diadakan setelah selesai dengan saling mengkritik penampilan anak yang lain.

23
BAB 3
PERENCANAAN PROMOSI KESEHATAN
PADA KELOMPOK REMAJA

3.1 Kasus pada Remaja (Pengunaan Rokok)

Di sebuah SMP SUKAR MAJU terdapat 15 kelas dengan total jumlah murid sebanyak
800 siswa . Terdapat 300 siswa laki-laki dan 500 siswi perempuan. Berdasarkan catatan yang
ada pada guru BK, terdapat beberapa siswa yang mengkonsumsi rokok yang dilakukan oleh
mayoritas siswa laki- laki dari kelas VII sampai kelas IX. Selama ini belum pernah ada kegiatan
penyuluhan mengenai bahaya merokok di SMP tersebut. Saat dilakukan penggeledahan
ditemukan ada siswa yang menyimpan beberapa batang rokok di tas mereka. Setelah
dilakukan pengkajian beberapa diantaranya mengaku hanya mencoba-coba dan ikut-ikutan
kakak kelas mereka. Mereka mengaku mengetahui efek samping dari merokok namun hanya
dari mulut ke mulut dan tidak pernah ada penyulian secara langsung dari pihak sekolah.
Setelah melihat keadaan sekitar sekolah, ternyata tidak hanya murid yang diam-diam
merokok namun banyak pula guru laki-laki yang merokok di kantin. Di seluruh wilayah
sekolah juga tidak ada poster tentang bahaya merokok maupun larangan merokok dalam
wilayah sekolah. Selama ini, tidak ada sanksi khusus jika siswa ketahuan merokok. Sehingga
hal tersebut membuat siswa tidak jera serta tidak takut jika merokok diam-diam.
Siswa juga mengaku bahwa mereka merokok secara diam-diam agar tidak ketahuan
oleh orang tua dan guru-guru di sekolah.
PENGKAJIAN
A. Data inti
1. Data Umum
a. Sejarah Komunitas
Di SMP X terdapat 15 kelas dengan total jumlah murid sebanyak 800 siswa.
Terdapat 300 siswa laki-laki dan 500 siswi perempuan..
b. Luas Wilayah
Luas wilayah SMP Sukar Maju 30 km2
c. Batas Wilayah
Utara : berbatasan langsung dengan masjid An Nur
Selatan : berbatasan langsung dengan perumahan warga
Timur : berbatasan dengan sawah
Barat : berbatasan langsung dengan jalan raya

27 23
1. Demografi
a. Agama
Siswa SMP X mayoritas beragama islam.
b. Pekerjaan
Pelajar
c. Suku
Siswa SMP X mayoritas bersuku Jawa.
a. Data Statistik
Dari 800 siswa terdapat :
1) 300 siswa laki-laki, 23 diantaranya mengkonsumsi rokok.
2) 500 siswa perempuan.
B. Data Subsistem
1. Lingkungan Fisik
Jarak sekolah dan rumah para siswa berdekatan. Bangunan sekolah terbuat dari
tembok (permanen). Lantainya terbuat dari tegel, rata-rata di setiap kelas terdapat
jendela, dan pencahayaan sebagian besar terang.
2. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
a. Penyakit terbanyak 3 bulan terakhir yang terjadi di sekolah adalah batuk dan
pilek.
b. Mayoritas siswa SMP X bila sakit memanfaatkan fasilitas kesehatan dari
puskesmas dan bidan setempat.
c. Siswa SMP X belum memanfaatkan Usaha Kesehatan Sekolah sebagai sarana
pelayanan kesehatan.
3. Keamanan dan Transportasi
a. Siswa SMP X menggunakan angkutan umum (becak, angkot), dan jalan kaki
untuk berangkat ke sekolah.
b. Keamanan kesehatan lingkungan di SMP X kurang, karena masih ada oknum
guru yang merokok. Guru merokok di tempat yang terbuka, bisa dilihat siswa-
siswa dan saat jam pembelajaran telah usai. Kebersihan lingkungan sudah cukup
baik.
4. Komunikasi
a. Sebagian besar siswa SMP X menggunakan handphone sebagai sarana
komunikasi meskipun telah dilarang oleh pihak sekolah.
b. Siswa SMP X mengaku belum pernah mendapatkan penyuluhan secara langsung
dari pihak sekolah terkait bahaya merokok.
27 23
5. Rekreasi
Di SMP X memiliki event khusus untuk hiburan siswa yaitu classmeeting yang
diadakan tiap semester

BAB 4
KESIMPULAN

Remaja merupakan suatu tahap perkembangan dari masa anak – anak menuju masa
dewasa akan terjadi perubahan fase kehidupan dalam hal fisik, fisiologis dan sosial. Banyak
permasalahan yang dapat dialami oleh remaja diantaranya: masalah emosi pribadi, perilaku,
kesehatan reproduksi, sosial, pubertas yang terlalu cepat atau terlambat, serta adanya masalah
psikologi. Faktor penyebab masalah- masalah tersebut dapat berasal dari dalam individu anak
tersebut, keluaarga, masyarakat, atau bahkan dari lingkungan sekolah. Untuk melakukan
promosi kesehatan paada remaja, kita perlu menerapkan beberapa pendekatan, metode, serta
media yang sesuai dengan usia sasaran agar mendapatkan hasil yang maksimal.

27 23
DAFTAR PUSTAKA

drg. Marlina Ginting, M.Kes, dkk. 2011. Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah
Kesehatan. Jakarta : . Kementrian Kesehatan Indonesia Pusat Promosi Kesehatan

Fertman, Cl., & Allensworth, DD.2010. Health Promotion Program. San Francisco, US : A
Wiley Imprint.

IDAI. 2013. Kesehatan Remaja di Indonesia (online). Diakses dari


http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-remaja-di-indonesia
pada Selasa, 06 November 2018 pukul 19.00

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja (online). Diakses dari
file:///C:/Users/user/Downloads/infodatin%20reproduksi%20remaja-ed.pdf

pada Selasa, 06 November 2018 pukul 19.00

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Puslitbang. 2015. Perilaku Berisiko Kesehatan Pada Pelajar SMP dan SMA di Indonesia
(online). Diakses dari
http://www.who.int/ncds/surveillance/gshs/GSHS_2015_Indonesia_Report_Bahasa.p
df pada Selasa, 06 November 2018 pukul 19.00

Santrock, John W. 2003. Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta:


Erlangga.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta: PT. Rhineka
Cipta.
Syamsul Bachri Thalib. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Jakarta: Kencana
Widyastuti, Y., dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitrimaya.
Zayanti, Nina et al. 2017. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Remaja Sebelum dan Sesudah
Diberikan Promosi Kesehatan Mengenai Bahaya Seks Bebas Di Desa Cilayung
(online). JSK, Volume 2 Nomor 3 Maret Tahun 2017. Diakses dari
file:///C:/Users/user/Downloads/11960-24247-1-PB.pdf pada Selasa, 06 November
2018 pukul 19.00

http://promkes.kemkes.go.id/promosi-kesehatan diakses pada 6 November 2018pukul 14.00


WIB

28 2
Lampiran 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN
BAHAYA ROKOK PADA SISWA DI SMP MELATI

Disusun Oleh
Kelompok 3
Erlina Nurhayati 131811133051
Alifianti Khoirul Wardah 131811133090
Rizky Bagoes Alfian 131811133091
Amalia Niswah Qonita K. 131811133092
Fadhilah Anggraini 131811133093
Alfiansyah Noor Muhammad 131811133094
Nanda Farhana Auliasani 131811133102
Nisa Anindya Nismara 131811133137
Noor Aini Imama A 131811133138
Fhauzhy Yosshy Pratama 131811133148
Hana Tashya Agatha P. 131811133152
Nadira Emillita Muslimah 131811133153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

29 3
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Bahaya merokok


Tempat : Aula SMA Sukar Maju
Sasaran : Siswa kelas X SMA Sukar Maju
Hari/Tanggal : Sabtu/ 13 November 2019
Alokasi waktu : 75 menit

C. TUJUAN
Meningkatkan pengetahuan peserta tentang bahaya rokok, dampak negatif serta cara
mencegah supaya tidak merokok.
D. MATERI
Pengertian rokok, dampak negatif dan upaya pencegahan merokok.
E. METODE
Penyuluhan secara tidak langsung
F. MEDIA
Pemutaran Film
G. KEGIATAN
Tahap dan Kegiatan responden
No Kegiatan fasilitator
waktu
1. Pendahuluan Pembukaan
10 menit 1. Membuka acara dan salam 1. Menjawab salam dan
2. Perkenalan mendengarkan
3. Kontrak waktu 2. Mendengarkan
4. Menyampaikan tujuan dari 3. Mendengarkan
Pemutaran film 4. Mendengarkan
2. Kegiatan inti Pelaksanaan
25 menit 1. Pemutaran film dari perawat 1. Duduk
memperhatikan dan
menyaksikan.

30 3
3. Penutup 10 1. Evaluasi: Pemberian 1. Mendengarkan
menit edukasi dan penyampaian 2. Menjawab salam
kesimpulan oleh perawat
yang bertugas.
2. Menutup dan mengucapkan
Salam

H. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Ruang kondusif untuk kegiatan
b. Peserta hadir di tempat yang telah ditentukan
2. Evaluasi proses
a. Peserta antusias dan memperhatikan film yang ditampilkan
b. Ketepatan waktu pelaksanaaan
3. Evaluasi hasil
a. Perawat dapat memberikan edukasi dengan baik sesuai dengan film yang
ditampilkan.
b. Peserta memahami tentang bahaya rokok bagi kesehatan

31 53
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Bahaya merokok


Tempat : Aula SMA Sukar Maju
Sasaran : Siswa kelas X SMA Sukar Maju
Hari/Tanggal : Sabtu/ 13 November 2019
Alokasi waktu : 60 menit

I. TUJUAN
Meningkatkan pengetahuan peserta tentang bahaya rokok, dampak negatif serta cara
mencegah supaya tidak merokok.
J. MATERI
Pengertian rokok, dampak negatif dan upaya pencegahan merokok.
K. METODE
Penyuluhan secara tidak langsung
L. MEDIA
Lomba Pembuatan Poster
M. KEGIATAN
Tahap dan Kegiatan responden
No Kegiatan fasilitator
waktu
1. Pendahuluan Pembukaan
10 menit 5. Membuka acara dan salam 5. Menjawab salam dan
6. Perkenalan mendengarkan
7. Kontrak waktu 6. Mendengarkan
8. Menyampaikan tujuan dari 7. Mendengarkan
Lomba Pembuatan Poster 8. Mendengarkan
2. Kegiatan inti Pelaksanaan
25 menit 1. memberikan penjelasan 1. Mendengarkan
mengenai poin-poin yang penjelasan yang
harus dimasukkan dalam diberikan dan
poster melakukan
pembuatan poster

32 3
3. Penutup 10 3. Evaluasi: Pemberian 3. Mendengarkan
menit edukasi dan penyampaian 4. Menjawab salam
kesimpulan oleh perawat
yang bertugas.
4. Menutup dan mengucapkan
Salam

N. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Ruang kondusif untuk kegiatan
b. Peserta hadir di tempat yang telah ditentukan
2. Evaluasi proses
a. Peserta antusias mengikuti lomba poster yang diadakan
b. Peserta inovatif dan kreatif dalam melakukan pembuatan poster
c. Ketepatan waktu pelaksanaaan
3. Evaluasi hasil
a. Perawat dapat memberikan edukasi dengan baik sesuai dengan tema poster yang
dilombakan
b. Peserta memahami tentang bahaya rokok bagi kesehatan

33 53
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Bahaya merokok


Tempat : Aula SMA Sukar Maju
Sasaran : Siswa kelas X SMA Sukar Maju
Hari/Tanggal : Sabtu/ 13 November 2019
Alokasi waktu : 90 menit

O. TUJUAN
Meningkatkan pengetahuan peserta tentang bahaya rokok, dampak negatif serta cara
mencegah supaya tidak merokok.
P. MATERI
Pengertian rokok, dampak negatif dan upaya pencegahan merokok.
Q. METODE
Penyuluhan secara langsung
R. MEDIA
Seminar
S. KEGIATAN
Tahap dan Kegiatan responden
No Kegiatan fasilitator
waktu
1. Pendahuluan Pembukaan
10 menit 1. Membuka acara dan 1. Menjawab salam dan
salam
mendengarkan
2. Perkenalan
2. Mendengarkan
3. Menyampaikan tema dari
3. Mendengarkan
seminar yang diadakan

2. Kegiatan inti Pelaksanaan


25 menit 1. memberikan penjelasan 1. Mendengarkan
mengenai topik yang penjelasan yang
sesuai dengan tema diberikan
narasumber.
2. memberikan kesempatan
2. mengajukan
pada peserta untuk
pertanyaan
bertanya sesuai dengan

34 3
topik yang dijelaskan. 3. mendengarkan dan
memahami jawaban
3. menjawab pertanyaan
yang telah dijelaskan.
yang telah diajukan
peserta.

3. Kegiatan Evaluasi : 1. mendengarkan


Penutup 1. penyampaian 2. menjawab salam
10 menit kesimpulan oleh
moderator yang
bertugas.
2. mengucapkan salam dan
terima kasih.

35 3
T. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Ruang kondusif untuk kegiatan
b. Peserta hadir di tempat yang telah ditentukan
2. Evaluasi proses
a. Peserta seminar antusias mendengarkan penjelasan selama acara berlangsung
b. Ketepatan waktu pelaksanaaan
3. Evaluasi hasil
a. Narasumber dan moderator dapat memberikan materi dengan baik sesuai dengan
tema
b. Peserta seminar memahami tentang materi yaitu bahaya rokok bagi kesehatan

36 53
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Bahaya merokok


Tempat : Aula SMA Kusuma Bangsa
Sasaran : Siswa kelas X SMA Kusuma Bangsa
Hari/Tanggal : Sabtu/ 13 November 2019
Alokasi waktu : 45 menit

U. TUJUAN
Meningkatkan pengetahuan peserta tentang bahaya rokok, dampak negatif serta cara
mencegah supaya tidak merokok.
V. MATERI
Pengertian rokok, dampak negatif dan upaya pencegahan merokok.
W. METODE
Role play
X. MEDIA
Drama
Y. KEGIATAN
Tahap dan Kegiatan responden
No Kegiatan fasilitator
Waktu
1. Pendahuluan Pembukaan
10 menit 9. Membuka acara dan salam 9. Menjawab salam dan
10. Perkenalan mendengarkan
11. Kontrak waktu 10. Mendengarkan
12. Menyampaikan tujuan dari 11. Mendengarkan
role play 12. Mendengarkan
2. Kegiatan inti Pelaksanaan
25 menit 1. Pemeranan Role play dari 1. Duduk
perawat. memperhatikan dan
menyaksikan.

37 3
3. Penutup 10 5. Evaluasi: Pemberian 5. Mendengarkan
menit edukasi dan penyampaian 6. Menjawab salam
kesimpulan oleh perawat
yang bertugas.
6. Menutup dan mengucapkan
salam

Z. ANTISIPASI MASALAH
1. Perhatian yang kurang dari audience.
2. Pemeran kurang mendalami peran
AA. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Ruang kondusif untuk kegiatan
b. Peserta hadir di tempat yang telah ditentukan
2. Evaluasi proses
a. Peserta antusias dan memperhatikan terhadap role play yang diperankan.
b. Ketepatan waktu pelaksanaaan
3. Evaluasi hasil
a. Perawat dapat menjalankan role play dengan baik sesuai dengan yang diperankan.
b. Peserta memahami tentang bahaya rokok bagi kesehatan

31

Anda mungkin juga menyukai