Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra
anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari
penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak
pada skrotumatau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis
akan semakinmengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang
disebut’’chordee’’.
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan
Antilius, pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia.
Dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini
diikuti olehGalen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400.
Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874
denganmemperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari
200 teknik telah dibuat dan sebagian besar merupakan
multi-stage reconstruction ; yang terdiri dari first emergency stage
untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk
menghilangkan chordee dan recurvatum,kemudian pada third stage
yaitu urehtroplasty.
Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu
membutuhkan operasi yang multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai
ujung glands penis; sering terjadi striktur atau fistel uretra; dan dari segi
estetika dianggap kurang baik. Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan
teknik one- stage repair untuk mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage
repair . Cara inidianggap sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari segi
anatomi danfungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi
minimal, dan mengurangi social cost.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep dasar mengenai penyakit Hipospadia?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
Hipospadia ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Penyusun dapat menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
diagnosa Hipospadia melalui pendekatan proses keperawatan sesuai
standar
1.3.2 Tujuan khusus
Di harapkan penulis mampu memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a. Menjelaskan tentang pengertian konsep dasar penyakit Hipospadia
b. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Hipospadia

2
BAB III
PEMBAHASAN
2.1. anatomi uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-
buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan sperma. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra
interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra
eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis, terdiri dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan
meatus uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra
yang dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kencing ke lubang luar, dilapisi membran mukosa yang bersambung
dengan membran yang melapisi kandung kencing. Meatus urinarius terdiri
atas serabut otot lingkar yang membentuk sfingter uretra (Pearce, 2006).
Uretra mengalirkan urin dari kandung kencing ke bagian eksterior tubuh.
Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kalenjar prostat
dan penis.
Ada tiga bagian uretra (Sloane, 2003), yaitu:
1. Uretra prostatic
Dikelilingi oleh kalenjar prostat. Uretra ini menerima dua duktus
ejakulator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen
dan duktus kalenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya
sejumlah duktus dari kalenjar prostat.
2. Uretra membranosa
Bagian yang terpendek (1 cm sampai 2 cm). Bagian ini berdinding tipis
dan dikelilingi oleh otot rangka sfingter uretra eksternal.

3
3. Uretra kavernous (penile, bersepons)
Merupakan bagian yang terpanjang. Bagian ini menerima duktus kalenjar
bulbouretra dan merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung
penis. Tepat sebelum mulut penis, uretra membesar untuk membentuk
suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra kavernous dikelilingi korpus
spongiosum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang besar. Uretra terbentuk
dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula
uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui
glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia
terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada beberapa derajat
kelainan pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona
(pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada
pertemuan ventral penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum).
2.2. Definisi Hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus
uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang
terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang
sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya
harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil
yang memuaskan.

4
2.3. Klasifikasi hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior

(Hipospadia Glandular)

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle

(Hipospadia Pene-escrotal)

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands
penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi
tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral
prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.

5
3. Tipe Posterior

(Hipospadia Perineal)
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun
2.4. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone


Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bias jiga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi

6
2.5. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain :
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2. Penis melengkung ke bawah
3. Penis tampak seperti kerudung karena kelaianan pada kulit di depan penis.
4. Ketidakmampuan berkemuh secara adekuat dengan posisi berdiri
5. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
6. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis
7. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
8. Kulit penis bagian bawah sangat tipis
9. Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada
10. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis
11. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
12. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)
13. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal
14. Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung
uretra eksterna.
2.6. Patofisiologi
Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 mingu dan selesai
dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus
ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra
yang menyatu. Hipospadia terjadi dikarenakan fusi (penyatuan) dari garis
tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak
meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian
disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada

7
pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans.
Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada
bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa dapat
menghalangi hubungan seksual.

8
2.7. Pathway

Proses perkembangan janin Pembentukan uretra Penyatuan grandula


usia 8-15 minggu terganggu di garis tengah lipatan
uretra tidak lengkap

Hipospadia Pembentukan saluran Meatus uretra


kencing tidak sempurna (lubang kencing )
terbuka pada sisi
ventral penis

Tidak dilakukan - Stenosis meatus


operasi (aliran urin sult Pembedahan
diatur) (operasi)
- Kriptokirdisme (testis
Pada jenis turun ke dalam
penoskrotal/perinial skrotum)

Infertilitas
Defisiensi pengetahuan Eksisi Chordee,
ansietas uretroplasty
Hubungan seksual
terganggu

Prapembedahan
Disfungsi seksual

Gangguan rasa
Pemasangan kateter
nyaman
inwhelling

Nyeri
Post de entry kuman

Resiko infeksi

9
2.8. Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu )
2. Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK.
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
Komplikasi pasca operasi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
2.9. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital
ginjal.

10
2.10. Penatalaksanaan
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat
yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan
dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi
atau anak tidak bolehdisirkumsisi karena kulit depan penis digunakan
untuk pembedahan nanti.Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang
umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi:
a. Nama : tergantung pada pasien,
b. Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir,
c. Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki,
d. Pendidikan: orang tua yang biasanya rendah,
e. Pekerjaan: pada orang tua yang tergolong berpenghasilan rendah,
f. Diagnosa medis: Hipospadia.
2. Keluhan utama
Pada umumnya orang tua pasien mengeluh dan ketakutan dengan kondisi
anaknya karena penis yang melengkung kebawah dan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya.
3. Riwayat kesehata
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui
dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat ibu pada saat kehamilan, misalnya adanya gangguan
atau ketidakseimbangan hormone dan factor lingkungan. Pada saat
kehamilan ibu sering terpapar dengan zat atau polutan yang bersifat
tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat
menyebabkan pembentukan penis yang tidak sempurna
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keturunan atau genetic dari orang tua atau saudara-
saudara kandung dari pasien yang pernah mengalami hipospadia.

12
4. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri/kenyamanan
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan kenyamanan dan
tidak mengalami nyeri.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola aktivitas
Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.
d. Pola eliminasi
Pada saat BAK ibu mengatakan anak harus jongkok karena pancaran
kencing pada saat BAK tidak lurus dan biasanya kearah bawah,
menyebar dan mengalir melalui batang penis.
e. Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan
atau tiaak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan
pada pasien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan
tidak ditemukan adanya gangguan.
g. Pola persepsi diri
Adanya rasa malu pada orang tua kalau anaknya mempunyai
kelainan. Pada pasien sendiri apabila sudah dewasa juga akan merasa
malu dan kurang percaya diri atas kondisi kelainan yang dialaminya.
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peraen serta megnalami tmbahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
i. Pola seksual
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis pasien akan

13
membuat pasien mengalami gangguan pada saat berhubungan seksual
karena penis yang tidak bisa ereksi.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua pasien akan mengalami stress pada kondisi
anaknya yang mengalami kelainan.
k. Pola higiene.
Pada umumnya pola hygiene pasien tidak ada masalah.
3.2. Diagnose
1. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
2. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa,
prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter
3.3. Intervensi
1. Dx.1 Nyeri akut berhubungan dengan:Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri,  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: dengan kriteria hasil: mencari dan menemukan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol dukungan

14
- Tingkah laku berhati-hati nyeri (tahu penyebab  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gangguan tidur (mata sayu, nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu
tampak capek, sulit atau menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan
gerakan kacau, nonfarmakologi untuk kebisingan
menyeringai) mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Fokus menyempit  Melaporkan bahwa menentukan intervensi
(penurunan persepsi waktu, nyeri berkurang  Ajarkan tentang teknik non
kerusakan proses berpikir, dengan menggunakan farmakologi: napas dala, relaksasi,
penurunan interaksi dengan manajemen nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
orang dan lingkungan)  Mampu mengenali  Berikan analgetik untuk
- Tingkah laku distraksi, nyeri (skala, mengurangi nyeri: ……...
contoh : jalan-jalan, intensitas, frekuensi  Tingkatkan istirahat
menemui orang lain dan tanda nyeri)  Berikan informasi tentang nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas  Menyatakan rasa seperti penyebab nyeri, berapa
berulang-ulang) nyaman setelah nyeri lama nyeri akan berkurang dan
- Respon autonom (seperti berkurang antisipasi ketidaknyamanan dari
diaphoresis, perubahan  Tanda vital dalam prosedur
tekanan darah, perubahan rentang normal  Monitor vital sign sebelum dan
nafas, nadi dan dilatasi  Tidak mengalami sesudah pemberian analgesik
pupil) gangguan tidur pertama kali
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas

15
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

2. Dx.2 Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa,


prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kurang Pengetahuan NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease  Kaji tingkat pengetahuan pasien
keterbatasan kognitif, process dan keluarga
interpretasi terhadap  Kowledge : health  Jelaskan patofisiologi dari
informasi yang salah, Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
kurangnya keinginan untuk Setelah dilakukan berhubungan dengan anatomi
mencari informasi, tidak tindakan keperawatan dan fisiologi, dengan cara yang
mengetahui sumber- selama …. pasien tepat.
sumber informasi. menunjukkan  Gambarkan tanda dan gejala
pengetahuan tentang yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan penyakit, dengan cara yang tepat
DS: Menyatakan secara kriteria hasil:  Gambarkan proses penyakit,
verbal adanya masalah  Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
DO: ketidakakuratan menyatakan  Identifikasi kemungkinan

16
mengikuti instruksi, pemahaman tentang penyebab, dengan cara yang
perilaku tidak sesuai penyakit, kondisi, tepat
prognosis dan program  Sediakan informasi pada pasien
pengobatan tentang kondisi, dengan cara
 Pasien dan keluarga yang tepat
mampu melaksanakan  Sediakan bagi keluarga
prosedur yang informasi tentang kemajuan
dijelaskan secara pasien dengan cara yang tepat
benar  Diskusikan pilihan terapi atau
 Pasien dan keluarga penanganan
mampu menjelaskan  Dukung pasien untuk
kembali apa yang mengeksplorasi atau
dijelaskan perawat/tim mendapatkan second opinion
kesehatan lainnya dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat

3. Dx.3 Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control  Cuci tangan setiap sebelum dan

17
- Kerusakan jaringan dan  Risk control sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan
lingkungan tindakan keperawatan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak  Ganti letak IV perifer dan
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan dressing sesuai dengan petunjuk
lingkungan patogen kriteria hasil: umum
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda  Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat dan gejala infeksi menurunkan infeksi kandung
pertahanan sekunder  Menunjukkan kencing
(penurunan Hb, kemampuan untuk  Tingkatkan intake nutrisi
Leukopenia, penekanan mencegah timbulnya  Berikan terapi
respon inflamasi) infeksi antibiotik:.................................
- Penyakit kronik  Jumlah leukosit dalam  Monitor tanda dan gejala infeksi
- Imunosupresi batas normal sistemik dan lokal
- Malnutrisi  Menunjukkan perilaku  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Pertahan primer tidak hidup sehat  Inspeksi kulit dan membran
adekuat (kerusakan kulit,  Status imun, mukosa terhadap kemerahan,
trauma jaringan, gastrointestinal, panas, drainase
gangguan peristaltik) genitourinaria dalam  Monitor adanya luka
batas normal  Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

3.4. Implementasi
impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi

18
biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix. berikat ane akan
sedikit info tentang pengertian implentasi menurut para ahli. semoga info
tentang pengertian implementasi menurut para ahli bisa bermanfaat.

3.5. Evaluasi
S : Respon subjektif yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan.
O: Data objektif yang diperoleh perawat setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan
A: Hasil analisis perawat terhadap kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
P: Rencana tindakan keperawatan selanjutnya

19
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus
uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glans penis). Hipospadia adalah suatu kelainan
bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal
penis.
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (Hipospadia Glandular)
2. Tipe penil/ Tipe Middle (Hipospadia Pene-escrotal)
3. Tipe Posterior (Hipospadia Perineal)

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang


belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : Gangguan dan
ketidakseimbangan hormone, Genetika,Lingkungan
4.2. Saran

Untuk mencegah terjadinya hipospadia pada neonatus dari segi faktor


lingkungan pada saat ibu hamil, sebaiknya ibu menghindari atau
meminimalisasi paparan polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi

20
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus,
FKUI, Jakarta.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta

Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

http://www.scribd.com/doc/75415798/Hipospadia-RENDRA (diakses pada tanggal


27 MEI 2016)

21

Anda mungkin juga menyukai