Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik


(inflammatory sytemic rection) yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri,
virus, jamur atau parasit. Selain itu, sepsis dapat juga disebabkan oleh adanya
kuman-kuman yang berproliferasi dalam darah dan osteomyelitis yang
menahun. Efek yang sangat berbahaya dari sepsis adalah terjadinya kerusakan
organ dan dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ. Sepsis
merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain.

Sampai saat ini, sepsis masih merupakan salah satu penyakit infeksi
yang mortalitas dan morbiditasnya tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih
750.000 orang menderita sepsis setiap tahunnya dan lebih dari 210.000 orang
diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia, penyakit ini juga banyak
dijumpai pada penderitarawat inap di rumah sakit dan secara keseluruhan
lebih dari 25% penderita sepsismeninggal (Rasional, 2002).

Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%


(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus, neiseria).
Infeksi bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus,
pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever,
herpesviruses), protozoa (malaria falciparum) (Japardi, 2002).Salah satu
bakteri gram negatif yang dapat menimbulkan sepsis adalah Neisseria
meningitidis. Bakteri ini dalam tubuh manusia menyerang sistem saraf pusat
dan menimbulkan meningitis (Shulman, 1994).

Sepsis bisa menjadi situasi serius yang mengancam kehidupan


sehingga perlu perawatan mendesak dan komprehensif. Diagnosis cepat
sangat penting, karena sepertiga dari penderita sepsis meninggal dunia.

1
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sepsis ?
2. Apa saja klasifikasi dari sepsis
3. Apa saja penyebab dari sepsis?
4. Bagaimmana pathofisiologi dari sepsis ?
5. Bagaimana pathway sepsis ?
6. Apa saja tanda dan gejala sepsis ?
7. Apa saja komplikasi sepsis ?
8. Bagaimmana penatalaksanaan sepsis ?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari sepsis ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari sepsis ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian sepsis
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari sepsis
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari sepsis
4. Untuk mengetahui bagaimmana pathofisiologi dari sepsis
5. Untuk mengetahui bagaimana pathway sepsis
6. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala sepsis
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi sepsis
8. Untuk mengetahui bagaimmana penatalaksanaan sepsis
9. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari sepsis
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari sepsis

2
BAB 2

KONSEP TEORI

2.1. PENGERTIAN

Istilah awam untuk sepsis adalah keracunan darah, yang juga


digunakan untuk menggambarkan septikemia. Sepsis mencakup spektrum
penyakit yang berkisar dari keluhan seperti demam, menggigil, malaise,
tekanan darah rendah, dan perubahan status mental. sampai gejala disfungsi
organ dan syok.
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh
dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Sepsis disebabkan oleh kehadiran bakteri (bakteremia) dan organisme
pernginfeksi lainnya atau racun dalam darah (septikemia) atau pada jaringan
lain dari tubuh. Sistem kekebalan tubuh mengakibatkan terbentuknya bekuan-
bekuan kecil darah yang dapat menghalangi aliran darah ke organ vital. Hal
ini dapat menyebabkan kegagalan organ.
Sepsis didefinisikan sebagai keadaan klinis yang ditandai oleh
sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri pathogen
(infeksi) yang ditemukan melalui kultur atau pewarnaan gram dari spesimen
tubuh sepertidarah, sputum, feses, urin dan spesimen tubuh lainnya atau
ditemukan fokus infeksi seperti luka dengan pus purulen atau adanya udara
bebas pada rongga abdomen yang ditemukan pada saat operasi yang berasal
dari saluran penceraan. (Jurnal Kardiol Indonesia. 2010;31:178).
2.2. KLASIFIKASI
1. Sepsis onset dini
a. Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik.
b. Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama
kehidupan (20 jam pertama kehidupan)
c. Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam
impratu maternal dan coricomnionitis.

3
2. Sepsis onset lambat
a. Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran
b. Ditemukan pada bayi cukup bulan
c. Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat local
2.3. ETIOLOGI
a. Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli,
Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp. Bakteri
gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut
endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah,
endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang
merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang
menunjang timbulnya shock sepsis.
b. Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah
staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif
melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator
imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.
c. Jamur
d. Parasit
e. Virus (Guntur, 2009)
2.4. PATOFISIOLOGI

Sepsis merupakan hasil interaksi yang kompleks antara organisme


patogen dan tubuh manusia sebagai pejamu. Tinjauan mengenai sepsis
berhubungan dengan patofisiologi yang kompleks untuk mengilustrasikan
gambaran klinis akan suatu hipotensi yang berat dan aliran darah yang
terbendung akibat terbentuknya mikrotrombus di dalam sistem kapiler. Hal
ini dapat menyebabkan disfungsi organ yang kemudian dapat berkembang
menjadi disfungsi dari beberapa organ dan akhirnya kematian.

Proses molekuler dan seluler dari pejamu sebagai respon terhadap


sepsis adalah berbeda-beda tergantung dari jenis organisme yang menginvasi
(organisme Gram-positif, organisme Gram-negatif, jamur, atau virus).
Respon pejamu terhadap organisme Gram-negatif dimulai dengan
dikeluarkannya lipopolisakarida, yakni endotoksin dari dalam dinding sel

4
bakteri Gram-negatif, yang dikeluarkan saat proses lisis. Organisme Gram-
positif, jamur dan virus memulai respon pejamu dengan mengeluarkan
eksotoksin dan komponen-komponen antigen seluler.

Kedua substansi tadi memicu terjadinya kaskade sepsis yakni dimulai


dengan pengeluaran mediator-mediator inflamasi .Mediator-mediator
inflamasi adalah substansi yang dikeluarkan dari sel sebagai hasil dari
aktivasi makrofag. Hasilnya adalah aktifnya sistem koagulasi dan sistem
komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi ini terjadi pada endotel dan
menyebabkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombus. Akibat
aktivasi endotelium, terjadi peningkatan jumlah reseptor trombin pada
permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada lesi tersebut. Lesi pada
endotel berhubungan dengan proses fibrinolisis yang terganggu. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya jumlah reseptor pada permukaan sel yang
diperlukan untuk sintesis dan pemunculan molekul antitrombotik.

Gram negatif adalah komponen lipopolisakarida (endotoksin) dari


dinding sel gram negatif. Lipid A adalah bagian dari molekul endotoksin
yang sangat imunoreaktif dan berperan untuk kebanyakan efek toksik.
Endotoksin pertama dihubungkan dengan protein plasma yang disebut protein
pengikat-lipopolisakarida. Kompleks ini lalu menuju ke reseptor spesifik
(CD14) di permukaan makrofag, lalu mengaktifkannya dan menyebabkan
pelepasan mediator inflamasi. Sepsis melibatkan interaksi yang kompleks
dari proinflamatori (seperti, tumor necrosis factor α [TNF α], interleukin
[IL]1, IL-6) dan mediator anti inflamasi (seperti antagonis IL-1, IL-4, dan IL-
10). IL-8,

TNF-αmerupakan mediator sepsis yang terutama di samping beberapa


sitokin dan sel-sel lain yang juga terlibat. Mula-mula, makrofag teraktivasi
dan memproduksi sejajaran mediator-mediator proinflamasi, termasuk TNF-
α, Interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-8, platelet activating factor (PAF),
leukotrien, dan thromboxane-A2. Mediator-mediator proinflamasi ini
mengaktifkan banyak jenis sel, menginisiasi kaskade sepsis, dan
menghasilkan kerusakan endotel. Ketika terluka, sel-sel endotel dapat dilalui

5
oleh granulosit dan unsur-unsur plasma menuju jaringan yang mengalami
inflamasi, yang mana dapat berujung pada kerusakan organ. Inflamasi sel-sel
endotelial menyebabkan vasodilatasi melalui aksi nitric oxide pada pembuluh
darah otot polos. Hipotensi yang berat dihasilkan dari produksi nitric oxide
yang berlebihan, sehingga melepaskan peptida-peptida vasoaktif seperti
bradikinin dan serotonin, dan dengan kerusakan sel endotel ini, terjadilah
ekstravasasi cairan ke jaringan interstisial. Aktivasi IL-8 dapat menyebabkan
disfungsi paru-paru melalui aktivasi netrofil yang berada di paru-paru.
Kerusakan kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas di paru-paru,
serta dapat menyebabkan oedem paru non kardiogenik. Syok adalah
komplikasi paling hebat yang dihubungkan dengan sepsis gram negatif.
Komplikasi penting lainnya adalah disseminated intravascular coagulation
(DIC) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Efek hemodinamik
dari sepsis pada keadaan hiperdinamik dicirikan dengan tingginya curah
jantung dan kelainan rendahnya tahanan vaskular sistemik. Sepsis
menyebabkan syok yang menyebar yang dicirikan dengan peningkatan aliran
darah yang tidak sesuai ke jaringan tertentu, dengan kebutuhan oksigen
independen (Wheeler, 2007)

6
2.5. PATHWAY

7
2.6. TANDA DAN GEJALA
1. Tanda dan Gejala Umum
a. Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
b. Aktivitas lemah atau tidak ada
c. Tampak sakit
d. Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
2. Sistem Pernafasan
a. Dispenu
b. Takipneu
c. Apneu
d. Tampak tarikan otot pernafasan
e. Merintik
f. Mengorok
g. Pernapasan cuping hidung
Sianosis

3. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipotensi
b. Kulit lembab dan dingin
c. Pucat
d. Takikardi
e. Bradikardi
f. Edema
g. Henti jantung
4. Sistem Pencernaan
a. Distensi abdomen
b. Anoreksia
c. Muntah
d. Diare
e. Peningkatan residu lambung setelah menyusu
f. Darah samar pada feces
g. Hepatomegali

8
5. Sistem Saraf Pusat
a. Refleks moro abnormal
b. Intabilitas
c. Kejang
d. Hiporefleksi
e. Fontanel anterior menonjol
f. Tremor
g. Koma
h. Pernafasan tidak teratur
i. High-pitched cry
6. Hematologi
a. Ikterus
b. Petekie
c. Purpura
d. Prdarahan
e. Splenomegali
f. Pucat
g. Ekimosis
2.7. KOMPLIKASI
1. Syok karena lepasnya toksin kedalam cairan darah, yang dimana gejalanya
sukar untuk dideteksi
2. Meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang)
3. Gangguan metabolic
4. Pneumonia (penyakit radang paru-paru)
5. Infeksi saluran kemih
6. Gagal jantung kongestif
7. Kematian
8. Dehidrasi
9. Hipoglikemia
10. Anemia
11. Hiperbilirubinemia

9
2.8. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen
penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase
atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila
terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi
suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi
imunologi bila terjadi respons imun maladaptif
host terhadap infeksi.
a. Resusitasi

Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C)


dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid),
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6
jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5
ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi,
saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan
CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20
μg/kg/menit).

b. Eliminasi sumber infeksi

Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena


antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses,
viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi.
Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang
adekuat.

c. Terapi antimikroba

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan


sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam
pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi
inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan
patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga

10
sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh
gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan
endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada
keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan
endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam
berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab
teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.

2. Terapi suportif
a. Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai


dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi
mekanik segera dilakukan.

b. Terapi cairan
1) Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl
0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.
2) Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu
diberikan.
3) Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia
miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada
sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
c. Vasopresor dan inotropik

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi


dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi.
Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk
mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat
dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit.

11
Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-
8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase
inhibitor (amrinone dan milrinone).

d. Bikarbonat

Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum


bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki
keadaan hemodinamik.

e. Disfungsi renal

Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien


hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan
adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis
renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan
fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti.
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.

f. Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi


(glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel,
peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan
hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis,
hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis,
kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin

g. Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat


penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang
diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110
mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan
bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula

12
darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu
dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

h. Gangguan koagulasi

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan


koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan
mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi
penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis
sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan
kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan
substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi
tidak terbukti menurunkan mortalitas.

i. Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal.


Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada
pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas
dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya
tidak diberikan dalam terapi sepsis.

2.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
2. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat mendeteksi organisme.
3. Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium menunjukan peningkatan
hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil immatur yang
menyatakan adanya infeksi.
4. Laju endah darah, dan protein reaktif akan meningkat menandakan adanya
inflamasi.

13
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,


agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah


secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine


output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit saat ini

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di


anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiaton, severity scala dan time.

Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,


payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes

14
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami


penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada
keluarga.

6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


A. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
 Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
 Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat.
 TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat,
tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai
berat.
B. Pemeriksaan Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan
ABCDE.
1) Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2) Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
 kaji saturasi oksigen

15
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
3) Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4) Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien


sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5) Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka


dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.

16
3. Hipertermi / hipotermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac
output yang tidak mencukupi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24 jam Buka jalan nafas
. pasien akan : 1. Posisikan pasien untuk
1. TTV dalam rentang normal memaksimalkan ventilasi (
2. Menunjukkan jalan napas fowler/semifowler)
yang paten 2. Auskultasi suara nafas , catat
3. Mendemostrasikan suara adanya suara tambahan
napas yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya
sianosis dan dypsneu. pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Monitor respirasi dan status O2
5. Monitor TTV.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan


preload.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :
keperawatan selama ... x 24 jam . 1. catat adanya tanda dan gejala
pasien akan : penurunan cardiac output
1. Menunjukkan TTV dalam 2. monitor balance cairan
rentang normal 3. catat adanya distritmia jantung

17
2. Tidak ada oedema paru dan 4. monitor TTV
tidak ada asites 5. atur periode latihan dan istirahat
3. Tidak ada penurunan untuk menghindari kelelahan
kesadaran 6. monitor status pernapasan yang
Ø Dapat mentoleransi aktivitas menandakan gagal jantung.
dan tidak ada kelelahan.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment :
keperawatan selama ... x 24 jam 1. Observasi tanda-tanda vital
. pasien akan : tiap 3 jam.
1. Suhu tubuh dalam rentang 2. Beri kompres hangat pada bagian
normal lipatan tubuh ( Paha dan aksila ).
2. Tidak ada perubahan warna 3. Monitor intake dan output
kulit dan tidak ada pusing 4. Monitor warna dan suhu kulit
3. Nadi dan respirasi dalam 5. Berikan obat anti piretik
rentang normal Temperature Regulation
1. Beri banyak minum ( ± 1-1,5
liter/hari) sedikit tapi sering
2. Ganti pakaian klien dengan bahan
tipis menyerap keringat.

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac


output yang tidak mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer:
keperawatan selama ... x 24 jam 1. Monitor tekanan darah dan nadi
. pasien akan : apikal setiap 4 jam
1. Tekanan sistole dan diastole 2. Instruksikan keluarga untuk

18
dalam rentang normal mengobservasi kulit jika ada lesi
2. Menunjukkan tingkat 3. Monitor adanya daerah tertentu
kesadaran yang baik yang hanya peka terhadap panas
atau dingin
4. Kolaborasi obat antihipertensi.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
keperawatan selama ... x 24 jam . 1. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan
pasien akan : klien.
1. Berpartisipasi dalam 2. Bantu klien memenuhi kebutuhan
aktivitas fisik tanpa disertai aktivitasnya sesuai dengan tingkat
peningkatan tekanan darah keterbatasan klien
nadi dan respirasi 3. Beri penjelasan tentang hal-hal
2. Mampu melakukan aktivitas yang dapat membantu dan
sehari-hari secara mandiri meningkatkan kekuatan fisik klien.
3. TTV dalam rentang normal 4. Libatkan keluarga dalam
4. Status sirkulasi baik pemenuhan ADL klien
5. Jelaskan pada keluarga dan klien
tentang pentingnya bedrest
ditempat tidur.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
keperawatan selama ... x 24 jam . 1. Kaji tingkat kecemasan
pasien akan : 2. Jelaskan prosedur pengobatan
1. Mampu mengidentifikasi dan perawatan.

19
mengungkapkan gejala 3. Beri kesempatan pada keluarga
cemas untuk bertanya tentang kondisi
2. TTV normal pasien.
3. Menunjukkan teknik untuk 4. Beri penjelasan tiap prosedur/
mengontrol cemas. tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien dan manfaatnya
bagi pasien.
5. Beri dorongan spiritual.

3.4. IMMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh


perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien
3.5. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,


dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang

20
BAB 4
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN

Sepsis didefinisikan sebagai keadaan klinis yang ditandai oleh


sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri pathogen
(infeksi) yang ditemukan melalui kultur atau pewarnaan gram dari spesimen
tubuh sepertidarah, sputum, feses, urin dan spesimen tubuh lainnya atau
ditemukan fokus infeksi seperti luka dengan pus purulen atau adanya udara
bebas pada rongga abdomen yang ditemukan pada saat operasi yang berasal
dari saluran penceraan. (Jurnal Kardiol Indonesia. 2010;31:178).
Sepsis biasa disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri gram
positif, jamur parasit dan virus
4.2. SARAN

Kita sebagai calon perawat harus mengetahui apa itu sepsis, termasuk
dalam hal asuhan keperawatan pada pasien sepsis. Setidaknya, kita memberi
penyuluhan kepada masyarakat tentang sepsis. Untuk masyarakat yang telah
mengetahui tentang sepsis, sebaiknya harus menjaga kesehatan dirinya,
keluarganya

21
DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.


Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.
Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al.
Surviving sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis
and septic shock. Crit Care Med 2004;32(3):858-72.
Dettenmeler P, Swindell B, Stroud M, Arkins N,Howard A. Role of activated
protein C in the pathophysiology of severe sepsis.Am J Crit Care
2003;12(6):518-26
Arif, mansjoer (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
Behrman (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku Ajar Keperawatn Maternitas. Jakarta: EGC.
Dewi Ayu Lestari, Jurnal : Karakteristik Penderita Sepsis Neonatorum Rawat InapDi
Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011
Doenges (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk
PerencanaanDan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Eko Sulistijono , 2013. Faktor Risiko Sepsis Awitan Dini pada Neonatus. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 4, Agustus 2013;. Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar, Jl. Jaksa
AgungSuprapto 2 Malang.
Kabul Priyantoro,2010. Gangguan Fungsi Jantung Pada Keadaan Sepsis.
JurnalKardiol Indonesia . 2010;31:177-86

22

Anda mungkin juga menyukai